Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ISU TERKINI EPIDEMIOLOGI


“PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)”
Tugas ini disusun sebagai salahsatu syarat kelulusan dalam mata kuliah Isu Terkini
Epidemiologi
Dosen Pengampuh : Dr. Ida Leida M., SKM., M.KM., M.Sc.PH

OLEH

MAFTUR AL RAFI K011181069

DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
karunia dan rahmatNya, sehingga makalah Isu Terkini Epidemiologi “Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK)” ini bisa terselesaikan dengan tepat waktu. Makalah ini
dititik beratkan pada konsep dasar tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Dalam penyusunan makalah ini, tentu penulis mengalami banyak hambatan
diantaranya teknik penulisan, penentuan materi, dan lain sebagainya yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Namun, hal tersebut merupakan proses pembelajaran
untuk penulis, selain itu penulis menyadari bahwa kelancaran dan penyusunan
makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan arahan dari dosen mata kuliah Isu Terkini
Epidemiologi, teman-teman, dan semua pihak yang terlibat sehingga semua kendala-
kendala yang penulis hadapi bisa teratasi.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan baik itu dalam teknik penulisan maupun penyajian materi mengingat
kemampuan yang dimiliki penulis terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran demi
penyempurnaan makalah ini sangat penulis butuhkan. Akhirnya, semoga makalah ini
dapat bermanfaat dimasa sekarang dan dimasa yang akan datang.

Watansoppeng, 1 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.......................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................4
C. TUJUAN UMUM DAN TUJUAN KHUSUS...................................................4
D. MANFAAT........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
A. EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)…..6
B. FAKTOR RISIKO PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)….8
C. FAKTOR RISIKO PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK )..10

BAB III PENUTUP.....................................................................................................13


A. KESIMPULAN................................................................................................13
B. SARAN............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang umum, dapat
dicegah dan diobati yang ditandai dengan gejala pernapasan persisten dan
keterbatasan aliran udara yang disebabkan oleh saluran napas dan kelainan alveolar.
PPOK biasanya disebabkan oleh paparan yang signifikan terhadap partikel atau gas
yang berbahaya. Berdasarkan The Burden of Obstructive Lung Disease (BOLD) dan
studi epidemiologi skala besar lainnya, diperkirakan bahwa jumlah kasus PPOK
adalah 384 juta pada 2010 dengan prevalensi global 11,7%.
Secara global, terdapat sekitar tiga juta kematian setiap tahunnya. Meningkatnya
prevalensi merokok di negara-negara berkembang, prevalensi PPOK diperkirakan
akan meningkat selama 30 tahun ke depan dan pada tahun 2030 mungkin ada lebih
dari 4,5 juta kematian setiap tahun akibat PPOK dan kondisi terkait (GOLD, 2019).
PPOK juga merupakan peringkat ke-4 tertinggi dari penyebab kematian di dunia.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) mengemukakan
bahwa Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit dengan
karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan
yang bersifat progresif ini disebabkan inflamasi kronik ,,akibat pajanan partikel atau
gas beracun yang terjadi dalam waktu lama dengan gejala utama sesak napas, batuk
dan produksi sputum (GOLD, 2017).
Penyebab dari PPOK antara lain asap rokok, polusi udara dari pembakaran, dan
partikel- partikel gas berbahaya. Beberapa masalah akan timbul sehingga
mengakibatkan kegagalan pernapasan yang didefinisikan sebagai kegagalan ventilasi
dan kegagalan oksigenisasi disebabkan karena gangguan pusat pernapasan, gangguan
otot dinding dada dan peradangan akut jaringan paru yang menyebabkan sesak napas
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK
adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak

3
sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas .
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang mempunyai
hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan molekuler genetik.
Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama penderita PPOK yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot rangka merupakan hal utama yang
berperan dalam keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan
berat badan, peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi
merupakan manifestasi sistemik PPOK.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana epidemiologi dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
2. Apa saja faktor risiko dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
3. Apa saja faktor pencegahan dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?

C. Tujuan Umum
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih jauh tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK).
2. Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui epidemiologi dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK).
- Untuk mengetahui faktor risiko dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK).
- Untuk mengetahui faktor pencegahan dari Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK).

4
D. Manfaat

1. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan penulis tentang Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) . Serta sebagai salahsatu syarat kelulusan penulis di mata
kuliah Isu Terkini Epidemiologi.
2. Bagi Pembaca
Dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK).

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Epidemiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan keterbatasan aliran udara


yang masuk maupun keluar yang disebabkan oleh respon inflamasi toksin yang telah
dihirup. Prevalensi PPOK meningkat diseluruh dunia karena terjadi peningkatan
prevalensi perokok aktif di berbagai negara berkembanng, terjadinya pengurangan
angka kematian yang dikarenakan penyakit menular, dan penggunaan bahan bakar
biomassa yang meluas seperti kayu, rumput, atau bahan bakar lainnya. PPOK dapat
mempengaruhi 64 juta orang dan dapat menyebabkan 3,2 juta kematian pada tahun
2015 di seluruh dunia dan diramalkan akan menjadi penyebab kematian nomor 3
tingkat dunia pada tahun 2030 (Wise, 2018).

1. Epidemiologi PPOK Di Dunia


World Health Organization (WHO) memperkirakan pada 2020 prevalensi PPOK
akan terus meningkat dari urutan keenam menjadi peringkat ketiga di dunia sebagai
kematian tersering setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. WHO menyebutkan
PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia yaitu akan menyebabkan
kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8% (WHO, 2016).
Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan metode survei,
kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang dilakukan pada setiap studi.1
Berdasarkan data dari studi PLATINO, sebuah penelitian yang dilakukan terhadap
lima negara di Amerika Latin (Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela)
didapatkan prevalensi PPOK sebesar 14,3%, dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 18,9% dan 11.3%.5 Pada studi BOLD, penelitian serupa yang
dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK adalah 10,1%, prevalensi
pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada perempuan.

6
WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian
secara global. Total kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30%
pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua dekade diharapkan di
negaranegara Asia dan Afrika karena peningkatan pemakaian tembakau. WHO
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat didunia.
Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan
4,8%. Di wilayah Eropa angka kematian PPOK sekitar < 20/100.000 penduduk
(Yunani, Swedia, Islandia, Norwegia) samapi > 80/100.000 penduduk (Ukraina, dan
Romania).Sedangkan di Perancis angka kematian PPOK sebesar 40/100.000
penduduk. Di negaranegara berkembang kematian akibat PPOK juga meningkat, hal
ini dihubungkan dengan peningkatan jumlah masyarakat yang mengkonsumsi rokok.
Di Cina merokok menyebabkan kematian sebesar 12% dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 30% pada tahun 2030.
Mortalitas PPOK lebih tinggi pada laki-laki dan akan meningkat pada kelompok
umur > 45 tahun. Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi respirasi pada
umur 30-40 tahun. Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa PPOK dikaitkan
dengan risiko kematian yang didefinisikan sebagai Hazard Rasio (HR), dari
penelitian kohort diperoleh hasil Satdium I, HR 1,4 dengan 95% CI 1,31 ± 1,70 dan
stadium II, HR 2,04 dengan 95% CI 1,34 ± 3,11, dan PPOK yang akut: HR 2,7
dengan 95% CI 2,1-3,5.

2. Epidemiologi PPOK di Indonesia


Menurut Riset Kesehatan Dasar pada Tahun 2013 menyebutkan PPOK lebih
banyak pada laki – laki dibandingkan perempuan, karena laki-laki lebih sering
terpapar asap rokok, polusi udara dan partikel – partikel gas berbahaya. Penyakit
PPOK berkembang secara lambat dan jarang di bawah 30 tahun. Prevalensi PPOK di
Indonesia menempati urutan kedua (3,7%) setelah Asma (4,5%).
Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 (RISKESDAS),
prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian penyakit ini meningkat

7
dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding
perempuan (3,3%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di NTT (10,0%), Sulawesi
Tengah (8,0%), Sulawesi Barat (6,7%), Sulawesi Selatan (6,7%), Sumatra Utara
(3,6%), dan Jawa Timur (3,6%) (Riskesdas, 2013).
PPOK merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang
diakibatkan oleh proses inflamasi sistemik dan jantung merupakan salah satu organ
yang sangat dipengaruhi oleh progresitas PPOK. PPOK merupakan penyebab utama
hipertensi pulmoner dan korpulmonal yang memberikan kontribusi 80 ± 90% dari
seluruh kasus penyakit paru. Hipertensi pulmoner pada PPOK terjadi akibat efek
langsung asap rokok terhadap pembuluh darah intrapulmoner. Hipertensi pulmoner
pada PPOK biasanya disertai curah jantung normal dan insidens hipertensi pulmoner
diperkirakan 2 ± 6 per 1.000 kasus.

3. Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


Beberapa faktor risiko dari Penyakit Paru Kronis (PPOK) antara lain:
1. Pajanan dari partikel
a) Merokok: Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus
dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan ada hubungan antara
penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dengan jumlah,
jenis dan lamanya merokok12. Studi di China menghasilkan risiko relative
merokok 2,47 (95% CI : 1,91-2,94), Perokok pasif juga menyumbang
terhadap symptom saluran napas dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru-paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.
Merokok pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin
dan mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya.
b) Polusi indoor: memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur
yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar
minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35% . Manusia banyak
menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti rumah,

8
tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan. Polutan
indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang dihasilkan dari
memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap
dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan
hewan peliharaan serta perokok pasif. WHO melaporkan bahwa polusi
indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang setiap
tahunya16 . Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di Bogota, Columbia,
pembakaran kayu yang dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK (adjusted
OR 3,92, 95 % CI 1,2 ± 9,1).
c) Polusi outdoor: polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1,
inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan
debu. Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun
peningkatan relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada dekade
terakhir ini18,19,20 saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah
polusi udara pada banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara
dengan income rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat
menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu
bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya pada
perempuan yang tidak merokok PPOK adalah hasil interaksi antara faktor
genetik individu dengan pajanan lingkungan dari bahan beracun, seperti
asap rokok, polusi indoor dan out door21. Di Mexico, Tellez ± Rojo et al,
menemukan bahwa peningkatan materi partikel 10µg/m3 dikaitkan
dengan peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95% CI 0,9 ± 4,9) dan
kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 ± 6,9 ), respectively22 . Di Hongkong
sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa prevalensi dari
kebanyakan gejala sakit pernafasan meningkat lebih selama periode 12
tahun dan diperoleh data bahwa prevalensi yang terdiagnosa emfisema
meningkat dari 2,4% - 3,1% dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 ± 2,86)23, hal
ini mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan khususnya peningkatan

9
polusi udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian menemukan bahwa
pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan laju fungsi
pertumbuhan paru-paru pada anak-anak.
d) Polusi di tempat kerja: polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu
organik (debu sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri
tekstil (debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri
besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik
cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19%25 .
2. Genetik
Defisiensi Alpha 1-antitrypsin merupakan faktor risiko dari genetic
memberikan kontribusi 1 ± 3% pada pasien PPOK.
3. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut
adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-anak. Penyakit saluran
pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada masa dewasa, dimana ada hubungan dengan terjadinya PPOK .
4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria terhadap
wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71 (95% CI 2,53-
2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 ± 2,15), dan kurang aktivitas
fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 ± 3,02).

4. Faktor Pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


Berbeda dengan penyakit asma, dalam menangani PPOK belum ada obat yang
pasti guna menyembuhkan penyakit tersebut secara total. Pengobatan penyakit ini
kebanyakan hanya bertujuan untuk menurunkan perkembangan penyakit, mengurangi
gejala, serta mencegah kekambuhan. Dalam pencegahan penyakit PPOK, dapat
dilakukan hal-hal berikut ini:

10
a. Tidak merokok
b. Menghindari paparan polsi berlebihan
c. Tetap melakukan aktivitas fisik
d. Menjahui orang yang merokok

Untuk mencegah kemungkinan yang lebih buruk lagi, pada pasien ini dilakukan
penatalaksanaan secara umum PPOK, meliputi: edukasi, obat-obatan, terapi oksigen,
nutrisi, dan rehabilitasi.
1. Edukasi
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara
berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi yang disampaikan yaitu pengetahuan dasar tentang PPOK,
Obat–obatan (manfaat dan efek sampingnya), cara pencegahan perburukan
penyakit, menghindari pencetus (berhenti merokok), penyesuaian aktivitas untuk
pasien. Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
irreversible.
2. Obat-obatan
Obat-obatan yang diberikan kepada pasien ini disesuaikan dengan keluhan,
hasil pemeriksaan yang ada, dan derajat penyakit, diberikan bronkodilator
(kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2, seperti Ipratropium bromide 20
mikrogram dan salbutamol 100 mikrogram) persemprot (sebanyak 3 semprot,
diberikan 3x perhari) Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah
penderita.
Berikan juga antiinflamasi 4 tablet prednison 5 mg (3 kali perhari), digunakan
bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti
uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca bronkodilator

11
meningkat > 20 % dan minimal 250 mg.1 Berikan obat antibiotik golongan
fluoroquinolon dengan spectrum luas, yaitu 1 vial ciprofloksasin 500 mg (3x
perhari). Kemudian berikan juga mukolitik. Mukolitik hanya diberikan terutama
pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama
pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi
pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin,
sehingga diberikan 1 tablet ambroxol 30 mg (3 kali perhari). Lakukan
pemantauan rutin terhadap pemberian obat dengan melihat keluhan pasien dan
selalu cek laboratorium untuk darah lengkap, kurangi pemakaian dosis obat jika
mengalami perbaikan.
3. Terapi Oksigen
Terapi oksigen diberikan untuk mengurangi sesak, meningkatkan kualitas
hidup dan mengurangi vasokonstriksi, diberikan sebanyak 2 liter permenit
melalui nasal kanul. Pada pasien ini, kemungkinan malnutrisi karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat
karena hipoksemia kronik dan hyperkapnoea yang menyebabkan terjadi
hipermetabolisme, sehingga diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk
dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Dan pemasangan Intra
Vena (IV) line untuk pemasukan obat IV dan cairan.
4. Rehabilitasi
Tindakan rehabilitasi terhadap pasien ini setelah diberikan pengobatan
optimal guna meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup
pasien penderita PPOK. Untuk terapi pembedahan belum diperlukan pada pasien
ini.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit paru


kronik berupa obstruksi saluran pernapasan yang bersifat progresif dan tidak
sepenuhnya reversible yang diasosiasikan dengan respon inflamsi abnormal paru
terhadap gas berbahaya ataupun partikel asing. World Health Organization (WHO)
memperkirakan pada 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari urutan
keenam menjadi peringkat ketiga di dunia sebagai kematian tersering setelah penyakit
kardiovaskular dan kanker. Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
2013 (RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Prevalensi PPOK
tertinggi terdapat di NTT (10,0%), Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat (6,7%),
Sulawesi Selatan (6,7%), Sumatra Utara (3,6%), dan Jawa Timur (3,6%) (Riskesdas,
2013).
Kejadian PPOK lebih banyak pada laki – laki dibandingkan perempuan, karena
laki-laki lebih sering terpapar asap rokok, polusi udara dan partikel – partikel gas
berbahaya. Penyakit ini berkembang secara lambat dan jarang di bawah 30 tahun dan
hingga saat ini, belum ada obat guna menyembuhkan PPOK secara total. Pengobatan
penyakit ini kebanyakan hanya bertujuan untuk menurunkan perkembangan penyakit,
mengurangi gejala, serta mencegah kekambuhan. Dalam pencegahan penyakit PPOK,
dapat dilakukan hal-hal berikut ini, seperti tidak merokok; menghindari paparan
polusi berlebihan; tetap melakukan aktivitas fisik; serta menjauhi orang yang
merokok.

B. Saran
1. Menghindari segala perilaku berisiko yang dapat menyebabkan terjadinya
PPOK seperti merokok, ataupu terpapar dengan polutan atau partikel-partikel
gas berbahaya.

13
2. Deteksi dini penyakit seperti melakukan kegiatan surveilans guna memantau
trend PPOK yang terjadi dimasyarakat sehingga intervensi yang dilakukan
dapat cepat dan tepat sasaran.
3. Masyarakat diharapkan harus menjaga pola hidup sehat dan makan makanan
sehat sesuai dengan kebutuhan tubuh, melakukan olah raga secara teratur, dan
memeriksakan kesehatan ke pelayanan kesehatan terdekat seperti puskesmas
untuk mengetahui status kesehatannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Chairunnisa, A. (2020). HUBUNGAN FUNGSI PARU DAN ABNORMALITAS


GAMBARAN ELEKTEROKARDIOGRAM PADA PASIEN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PALEMBANG).

Napanggala, A. (2015). Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) dengan Efusi Pleura
dan Hipertensi Tingkat I. Jurnal Medula, 4(2), 1-6.

Oemiati, R. (2013). Kajian epidemiologis penyakit paru obstruktif kronik


(PPOK). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 23(2), 20807.

Pertiwi, M. D. (2020). Analisis Hubungan Pajanan Asap Rokok Dan Aktifitas Fisik
Dengan Kejadian PPOK (Studi pada Pasien di Rumah Sakit Umum Haji
Surabaya Tahun 2019) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA).

Susanti, N. (2019). Bahan Ajar Epidemiologi Penyakit Tidak Menular.

Wakhidah, A. N. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Tn. W dengan Gangguan Sistem


Persarafan: Stroke Non Hemoragic Di Ruang Gladiol Atas Rumah Sakit Umum
Daerah Sukoharjo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah
Surakarta).

Yuliarta, A. E. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DENGAN MASALAH BERSIHAN JALAN
NAPAS TIDAK EFEKTIF DI RUMAH SAKIT PANTI WALUYA
MALANG (Doctoral dissertation, STIKES Panti Waluya Malang).

15

Anda mungkin juga menyukai