Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PPOK DAN UPDATE


MANAJEMENNYA

Oleh:

dr. HAMDA SAWITRI


19730702 200604 2 010

PUSKESMAS SITUJUH
KECAMATAN SITUJUH LIMO NAGARI
KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

NAMA : dr. HAMDA SAWITRI


NIP : 19730702 200604 2 010
Unit Kerja : Puskesmas Situjuh, Kecamatan Situjuh Limo Nagari,
Kabupaten Lima Puluh Kota

Makalah ini dengan judul PPOK DAN UPDATE MANAJEMENNYA telah


diperiksa dan disetujui sebagai syarat bahan DUPAK Periode Januari s/d Juni 2022.

Situjuh, 31 Mei 2022

Ketua Tim Penilai PAK Dokter Kepala Puskesmas Situjuh


Kabupaten Lima Puluh Kota Kecamatan Situjuh Limo Nagari

( dr. H. IZA ) ( dr. SILVIA ROSJA )


NIP. 19701217 200212 1 002 NIP. 19840409 2014 07 2 001

Mengetahui:
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota

( dr. H. ADEL NOFIARMAN )


NIP. 19650914 199803 1 002

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT atas nikmatnya yang telah diberikan
kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul PPOK
DAN UPDATE MANAJEMENNYA yang merupakan salah syarat untuk
kenaikan pangkat.

Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bimbingannya dan teman-teman yang memberikan dukungan dan masukannya
kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga tugas ini dapat
terselesaikan oleh saya sebagaimana mestinya.

Namun sebagai manusia biasa, saya tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa saya terima sebagai acuan
untuk tugas-tugas saya selanjutnya.

Situjuh, 31 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB I PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian ............................................................................................................... 3
B. Klasifikasi ............................................................................................................... 3
C. Etiologi.................................................................................................................... 4
D. Patogenesis & Patofisiologi PPOK ......................................................................... 6
E. Patofisiologi ............................................................................................................ 6
F. Tanda dan gejala ..................................................................................................... 7
G. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................................... 8
H. Penatalaksanaan .................................................................................................. 9
I. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD ................................................ 11
J. Perencanaan Keperawatan. ................................................................................... 13
K. Contoh Kasus .................................................................................................... 20
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 23
B. Saran ..................................................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.
Pada saat tahun 2007 di Amerika Serikat, PPOK merupakan penyebab utama kematian
ketiga. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Gejala dan
tanda klinis pada fase awal sangat tidak khas. Pemberian terapi yang terlambat
membawa dampak kematian Setiap pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien,
karena gejala dan keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak
faktor. Pasien yang pengobatannya terlambat angka kematiannya cukup tinggi
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis,
bronkiektasis, emfisiema dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversible yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam
tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir
dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi
pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli
yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan
napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir dalam paru-
paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski
patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhulubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara dan pemajanan ditempat kerja
(terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakakn factor-faktor risiko penting yang
menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih
dari 20-30 tahunan. PPOK juga ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai
enzim yang normal mencegah panghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK
tampak timbul cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai
kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis
kerusakan fungsi paru.

1
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru
tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan dengan
peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi yangberkaitan
dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam bronchitis)dan
kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema). Karenanya, terdapat
perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada pasien lansia dengan PPOK.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian PPOK?
2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK?
3. Apa saja etiologi dari PPOK?
4. Bagaimana pathogenesis PPOK?
5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK?
8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK
2. Agar mahasiswa/mahasiwi dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien
dengan PPOK.

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang


digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial
membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada hubungan etiologi dan
sekuensial antara bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada
hubungan antara penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali
sehubungan dengan etiologi, pathogenesis dan pengobatan.

PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap


disertai dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan
penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka
waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price &
Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut
Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan
suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas,
termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering
diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara,
atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

B. Klasifikasi
Menurut Alsagaff & Mukty (2006), COPD dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

3
1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari
otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin,
latihan, obat, kimia dan infeksi.
2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu
tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari
tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.
3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan
melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal,
disertai kerusakan dinding alveolus.

C. Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
(Mansjoer, 1999) adalah :
1. Kebiasaan merokok
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking
control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis
rokok berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa
bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat
menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas
merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage
alveolar dan surfaktan.
a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif
2. Perokok Pasif
3. Bekas Perokok
b. Derajat berat merokok
( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th):
1. Ringan: 0 - 200
2. Sedang: 200 - 600
3. Berat: >600

4
2. Polusi udara
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat
pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon,
aldehid dan ozon.
a. Polusi di dalam ruangan: - asap rokok
- asap kompor
b. Polusi di luar ruangan: - Gas buang kendaranan bermotor
- Debu jalanan
c. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
3. Riwayat infeksi saluran nafas.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis
koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta
menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis
disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
5. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang
terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum,
dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja
di tempat selain yang disebutkan di atas.
Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah:
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien
yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia
menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun
kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait
dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan
peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah
wanita yang merokok.

5
3. Adanya gangguan fungsi paru
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko terjadinya
PPOK, misalnya defisiensi Immunoglobulin A (IgA/hypogammaglobulin)
atau infeksi pada masa kanak-kanak seperti TBC dan bronkiektasis.
Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami penurunan fungsi
paru-parulebih besar sejalan dengan waktu daripada yang fungsi parunya
normal, sehingga lebih berisiko terhadap berkembangnya PPOK. Termasuk
di dalamnya adalah orang yang pertumbuhan parunya tidak normal karena
lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami PPOK.

D. Patogenesis & Patofisiologi PPOK

Inhalasi bahan berbahaya

oksidan Oksidative strees


Anti oksidan
Mekanisme Mekanisme
Inflamasi
perlindungan perbaikan

Kerusakan jaringan

Penyempitan saluran nafas &


Destruksi Parenkim Paru Hipersekresi mukus
fibrosis
Emfisema Bronkitis kronis

E. Patofisiologi
Perubahan patologis pada PPOK terjadi di saluran pernafasan,
bronkiolus dan parenkim paru. Peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear
yang diaktivasi dan makrofag yang melepaskan elastase tidak dapat dihalangi
secara efektif oleh antiprotease. Hal ini mengakibatkan destruksi paru.
Peningkatan tekanan oksidatif yang disebabkan oleh radikal-radikal bebas di
dalam rokok dan pelepasan oksidan oleh fagosit, dan leukosit polimorfonuklear
menyebabkan apoptosis atau nekrosis sel yang terpapar. Penurunan usia dan

6
mekanisme autoimun juga mempunyai peran dalam patogenesis PPOK
(Kamangar, 2010).
1. Bronkitis kronik
Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran
pernafasan termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia,
hiperplasia otot lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus
adalah tanda-tanda bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran
pernafasan dan infiltrasi neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus,
terjadi proses inflamasi mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia
sel goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua
perubahan ini dikombinasikan bersama kehilangan supporting alveolar
attachments menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat penyempitan
lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding saluran pernafasan
(Kamangar, 2010).
2. Emfisema
Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema
menurut morfologinya:
a. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan
meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini
sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama.
b. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus
distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru
bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi
pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.
c. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal,
duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau
berhampiran pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

F. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) :
1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.
2. Sputum putih,

7
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernapasan tambahan untuk bernapas
4. Nafas pendek dan cepat (Takipnea).
5. Anoreksia.
6. Penurunan berat badan dan kelemahan.
7. Takikardia, berkeringat.
8. Hipoksia, sesak dalam dada.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesa (keluhan)
a. Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th)
b. Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK
c. Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama)
d. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
e. Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak (infeksi nafas berulang,
lingkungan asap rokok)
f. Batuk berulang dengan / tanpa dahak
g. Sesak dengan / tanpa bunyi mengi
h. Sesak nafas bila aktivitas berat
2. Pemeriksaan fisik:
a. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
b. Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
c. Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
d. Suara nafas berkurang.
3. Pemeriksaan radiologi
a. Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow
berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke
apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
b. Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar,
penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

8
4. Tes fungsi paru:
Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan
penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah
obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk
mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
5. Pemeriksaan gas darah.
6. Pemeriksaan EKG
7. Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.

H. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:
1) Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S.
Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau
aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
2) Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis
yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya
dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan
antiobiotik yang lebih kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.
1) Manfaat oksigen:
a) Mengurangi sesak
b) Memperbaiki Aktiviti
c) Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)
d) Mengurangi vasokonstriksi

9
e) Mengurangi hematokrit
f) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
g) Meningkatkan kualiti hidup
2) Indikasi pemberian oksigen:
a) PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.
b) PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % + adanya:
(1) Kor Pulmonale
(2) Pulmonal
(3) Hematokrit > 55%
(4) Tanda gagal janyung kanan
(5) Sleep apneu
(6) Penyakit paru lain
3) Macam Terapi Oksigen :
a) Pemberian oksigen jangka panjang
b) Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti
c) Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak
d) Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
4) Alat bantu pemberian Oksigen:
a) Nasal kanul
b) Sungkup venturi
c) Sungkup rebreathing
d) Sungkup Non rebreathing
(1) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum
dengan baik.
(2) Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas,
termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan
antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5
mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau
protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV
secara perlahan.

10
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x
0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas
tiap pasien, maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif fungsi foal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspekteron.
f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas
Tip II dengan PaO2 <>
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar
dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b)
Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.
I. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD
1. Pengkajian
a. Diagnosa Keperawatan Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi: nama,
alamat, hubungan dengan klien.
b. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.
Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan
dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang
membuat status kesehatan klien menurun.
c. Pola nutrisi metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah
klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan
berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun
adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat
badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan
ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

11
d. Pola eliminasi.

1) Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga


pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan
output setiap sift.
2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi
dalam BAB.
e. Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan
sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan
lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang.
Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada,
badan lemah.
f. Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur,
tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti
mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton
televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering
bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan
lain-lain.
g. Pola persepsi kognitif
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan,
pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana
klien mengatasi tak nyaman: nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori
seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat
orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah
mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien
mengenai dirinya.
i. Pola peran hubungan dengan sesame

12
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana
hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji
apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi
dengan anggota keluarga dan orang lain.
j. Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan
permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status
pernikahan klien.
k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri,
tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan
selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri,
ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
l. Pola sistem kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama
apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut
bertentangan dengan kesehatan.
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan
peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme
bronkus).
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses
peradangan pada selaput paru-paru.
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus
bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.
e. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola
pernapasan tidak efektif

J. Perencanaan Keperawatan.
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan
produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan:

13
Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.
Kriteria hasil:
Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.
Intervensi :
a. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Rasional:
Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan
dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding
inspirasi.
b. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala
tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional:
Peninggian kepala tempat tidur mempermudah pernapasan dan
menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan distress berat akan
mencari posisi yang lebih mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki
dengan meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan
otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
c. Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya: mengi,
krokels dan ronki.
Rasional:
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas
adventisius, misalnya: penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi
napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya
bunyi napas (asma berat).
d. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya: keluhan “lapar udara”, gelisah,
ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional:
Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit,
misalnya infeksi dan reaksi alergi.

14
e. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional:
Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
f. Observasi karakteristik batuk, misalnya: menetap, batuk pendek, basah,
bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional:
Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia,
sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk
paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
g. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi
jantung.
Rasional:
Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah
pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme
bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
h. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin),
albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain
(brokosol, bronkometer).
Rasional:
Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local, menurunkan
spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin
per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan:
Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
keperluan tubuh.
Kriteria hasil:

15
a. Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak
napas.
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot
aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.
Respon:
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya
proses penyakit.
d. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat
sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
e. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir
sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional:
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja
napas.
f. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional:
Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan
pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila
batuk tak efektif.
g. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau
bunyi tambahan.
Rasional:
Bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/ter-

16
tahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada
interstisial/dekompensasi jantung.
h. Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional:
Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak
efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
i. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
Rasional:
Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan;
emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar
CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada
selaput paru-paru.
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
a. Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
b. Ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
a. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya; tajam, konsisten, di tusuk,
selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.
Rasional:
Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat
timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.
b. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional:
Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-
tanda vital.
c. Berikan tindakan nyaman, misalnya; pijatan punggung, perubahan
posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

17
Rasional:
Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi
analgesic.
d. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional:
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
e. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batuk.
Rasional:
Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
f. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional:
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal
atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/
istirahat umum.
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus
bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan:
Perbaikan dalam pola pernapasan
Kriteria Hasil:
a. Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta
menggunakannya ketika sesak nafas dan saat melakukan aktivitas
b. Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat
jarak dalam aktivitas
c. Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan
selama 10 menit setiap hari
Intervensi:
a. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir
dirapatkan

18
Rasional:
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini
pasien akan bernapas dengan efisien dan lebih efektif
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
Rasional:
Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk
melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan
Rasional:
Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernapasan.
5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak
efektif
Tujuan:
Perbaikan daalam toleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
a. Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
b. Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari
c. Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk
memprbaiki kondisi fisik
Intervensi:
Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang
sesuai seperti berjalan perlahan.
a. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada status fungsi dasar
b. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program
latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen
portable untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.
Rasional:

19
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih bnyak oksigen
dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang
teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien
dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan
yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

K. Contoh Kasus
A 54 year old man with a past medical history of hypertension presents
to the clinic complaining of shortness of breath that began about 4 to 5 years
ago. his symptoms have gradually gotten worse since then. he is now unable to
walk 100 yards without having to stopand rest. he also has a daily cough that is
usually productive of yellowish sputum. he smokes about 1 1/2 packs of
cigarettes a day and has done so for the past 30 years. he also drinks on average
6 to 7 beers a day. he does not have any significant occupational exposures to
dust,gases, of fumes.
Seorang pria berusia 54 tahun dengan riwayat medis hipertensi
menyajikan ke klinik dengan keluhan sesak napas yang mulai sekitar 4 sampai
5 tahun yang lalu. gejalanya telah secara bertahap memburuk sejak saat itu. dia
sekarang tidak mampu berjalan 100 yard tanpa harus stop dan istirahat. ia juga
memiliki batuk sehari-hari yang biasanya produktif sputum kekuningan. ia
merokok sekitar 1 1/2 bungkus rokok sehari dan telah melakukannya selama 30
tahun terakhir. ia juga minum rata-rata 6 sampai 7 bir sehari. ia tidak memiliki
pekerjaan dengan ruang terbuka yang signifikan debu, gas, asap.
Penyelesaian Kasus
1. Data Subjektif
Umur : 54 th
Jenis kelamin : laki-laki
Riwayat penyakit : hipertensi, perokok, pemabuk,sesak napas sekitar 4
sampai 5 tahun yang lalu, tidak sanggup berjalan lebih
dari 100 kaki (91,44 m) tanpa istirahat dan berhenti
dan batuk berdahak.
2. Data Objektif
Dahak berwarna kekuningan

20
3. Asessment
Dari data subjektif yang diperoleh diketahui bahwa pasien
mengidap penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) berdasarkan
gejala-gejala yang timbul seperti pasien merupakan perokok yang termasuk
jenis perokok berat, pemabuk, sesak nafas sejak 4 sampai 5 tahun terakhir,
tidak sanggup berjalan kaki lebih dari 100 kaki (91,44 m), batuk yang
mengeluarkan dahak kekuningan. PPOK ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan hambatan pada saluran pernafasan yang biasanya
diderita oleh perokok. Pasien juga merupakan pasien dengan penyakit
hipertensi namun hipertensinya tidak terkontrol dengan baik dan riwayat
pengobatannya tidak dijelaskan dengan jelas.
Pasien seharusnya mendapatkan pengobatan hipertensi dan
pengobatan PPOK.
Sesak nafas pada pasien ini disebabkan inflamasi kronis pada salura
nafas yang diakibatkan paparan inhalasi dari asap rokok sehingga
mengakibatkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan
sehingga terjadi penyempitan atau tersumbatnya jalan nafas kemudian
timbul sesak nafas. Serta batuk berdahak pada pasien dikarenakan adanya
peradangan pada paru yang sudah lama akibat perokok berat sehingga
sputum menjadi berwarna kekuningan.
4. Planning
Untuk penatalaksanaan farmakologis diberikan :
a. pengobatan untuk PPOK diberikan Brokidilator (Salbutamol inhaler
d0sisny 1-2 tarikan nafas setiap 4-6 jam) saya memilih inhaler karena
pertimbangan penyakit pernafasan si pasien telah akut dan karena pasien
tersebut juga merokok makanya dibutuhkan sediaan obat yg kerjanya
lebih cepat
b. Anti hipertensi (amlodipine)
c. Antibiotik (amoksisilin)
Untuk batuk berdahak diberikan mukolitik (Sirup Ambroxol).

21
Perlu di berikan antibiotik karena Sputum dalam jumlah besar.
Berhubungan dengan infeksi bakteriRonki kasar pada auskultasi
Untuk hipertensi belum dapat diberikan obat secara rasional karena data
subjektif tekanan darah belum jelas, disarankan untuk melihat riwayat
penyakit atau memeriksakan berapa tekanan darahnya.
Yang diperlu diperhatikan adalah dosis pemberian dan waktu pemberian
untuk mengurangi efek samping.
Terapi non-farmakologis :
a. Rehabilitasi: latihan fisik, latihan ketahanan, latihan pernapasan,
rehabilitasi psikososial
b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK stadium
III
– PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan/tanpa hiperkapnia
– PaO2 55-60 mmHg atau Sa02 < 88% dengan hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu


kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk
bronchitis, emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan
dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi
saluran pernapasan kambuh.Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko
munculnya merokok, polusi, infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu
defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK antara lain batuk
produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin, batuk kronik dan
pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak, dispnea, nafas
pendek dan cepat (Takipnea). Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi
sesuai dengan gejala yang dialami misalnya terapi oksigen. Dan asuhan
keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan fisik, memperoleh data subjektif
dan objektif dari pasien, kemudian menetukan diagnose berdasarkan dari data-
data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan napas tak efektif berhubungan
dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental
dan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus), kemudian
melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.

B. Saran
Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi
klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar
menghindari atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.

23
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.

Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.


Jakarta: EGC, 2005

Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

Alsagaff H & Mukty HM. Dasar-dasar ilmu penyakit paru. Surabaya: Airlangga
University Press, 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai