Tingkat/Semester : II/III
Dosen Pengampuh : Windy Astuti Cahya Ningrum, S.Kep, Ns, M.Kep
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penyusun mampu
menyelesaikan tugas laporan ini guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah I.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi. Laporan ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Keperawatan Medikal Bedah I yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, jurnal, dan buku.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Institut Ilmu
Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang. Penulis sadar bahwa laporan ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah ini di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Kelompok 2
2
DAFTAR ISI
HALAMAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 5
BAB II ..................................................................................................................................................... 6
TINJAUAN TEORI ............................................................................................................................... 6
A. Definisi......................................................................................................................................... 6
B. Anatomi dan Fisiologi ................................................................................................................ 6
C. Etiologi ........................................................................................................................................ 8
D. Faktor dan resiko ....................................................................................................................... 9
E. Manifestasi klinis........................................................................................................................ 9
F. Komplikasi ................................................................................................................................ 10
G. Patofisiologi dan Pathway ................................................................................................... 11
H. Pemeriksaan diagnostic ....................................................................................................... 13
I. Penatalaksanaan medis............................................................................................................ 14
BAB III .................................................................................................................................................. 17
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS ......................................................................................... 17
A. Pengkajian ................................................................................................................................ 17
B. Diagnosa .................................................................................................................................... 17
C. Intervensi .................................................................................................................................. 18
D. Implementasi ............................................................................................................................ 21
E. Evaluasi ..................................................................................................................................... 21
BAB IV .................................................................................................................................................. 22
PENUTUP ............................................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan ............................................................................................................................... 22
B. Saran ......................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) bukan satu penyakit tunggal namun merupakan
istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru kronis yang
menyebabkan keterbatasan aliran udara di paru-paru. Istilah yang lebih dikenal seperti
‘bronkitis kronis’ dan 'emphysema' tidak lagi digunakan, namun sekarang termasuk dalam
diagnosis PPOK. Gejala COPD/PPOK yang paling umum adalah sesak napas, atau
kebutuhan akan udara, produksi sputum berlebihan, dan batuk kronis. Namun, PPOK
bukan hanya sekedar "batuk perokok", tapi penyakit paru yang kurang terdiagnosis dan
mengancam jiwa yang dapat menyebabkan kematian secara progresif. (WHO, 2017)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah penyakit yang ditandai dengan pengurangan aliran
udara yang terus-menerus. Gejala COPD/PPOK semakin memburuk dan sesak napas terus-
menerus pada pengerahan tenaga, akhirnya menyebabkan sesak napas saat istirahat. Ini
cenderung kurang di diagnosis dan bisa mengancam nyawa. Istilah yang lebih dikenal
“bronkitis kronis” dan “emphysema” sering digunakan sebagai label untuk
kondisinya.(WHO, 2017) Riskesdas 2013 berhasil mengunjungi 11.986 blok sensus (BS)
dari 12.000 BS yang di targetkan (99,9%), 294.959 dari 300.000 RT (98,3%) dan
1.027.763 anggota RT (93,0%). Data hasil riskesdas tersebut menempatkan Sulawesi
Tenggara pada peringkat 10 dengan penderita penyakit PPOK sebesar 4,9% dari 33
provinsi di Indonesia. (Riskesdas,2013).
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ
atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi yaitu saluran pernapasan
bagian atas, bagian bawah, dan paru (Hidayat, 2006).
Untuk mencegah agar tidak terjadi seperti halnya yang telah diuraikan diatas maka
perlunya penanganan masalah PPOK secara maksimal salah satunya adalah dengan cara
pemberian asuhan keperawatan kepada penderita PPOK, oleh karena penderita cenderung
mengakibatkan terjadinya gangguan pemunuhan kebutuhan oksigenasi yang mana keaadan
tersebut dapat mengancam kehidupan penderita sehingga pemberian asuhan keperawatan
yang cepat, tepat dan efesien dapat membantu menekan angka kejadian dan kematian
Penderita PPOK.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) adalah suatu penyumbatan menetap
pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh emfisema dan bronkitis kronis. Menurut
American College of Chest Physicians/American Society, (2015)
Selain itu menurut Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu kelompok
penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas
di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru, asma
terutama yang menahun, bronkiektasis. Arita Murwani (2011)
Penyakit paru-paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru paru yang berlangsung lama (Grace & Borlay,
2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012). Adapun pendapat lain mengenai PPOK adalah kondisi
ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan
keluar udara paru-paru (Smeltzer & Bare, 2006) yang ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012).
6
a) Sistem pernapasan atas
a. Ventilasi pulmoner.
b. Pertukaran gas alveolar
c. Transport oksigen dan karbon dioksida.
Pernapasan internal: Pernapasan internal mengacu pada proses metabolisme
intrasel yang berlangsung dalam mitokondria, yang menggunakian oksigen dan
menghasilkan karbon dioksida selama proses penyerapan energi molekul nutrient.
Pada proses ini, darah yang banyak mengandung oksigen dibawa ke seluruhan tubuh
hingga mencapai kapiler sistemik. Selanjutkan terjadi pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara kapiler sistemik dan sel jaringan. Seperti di kapiler paru, pertukaran
ini juga melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradient tekanan parsial.
7
C. Etiologi
Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) adalah kerusakan jalan nafas atau kerusakan parenkim paru. Kerusakan ini
dapat disebabkan oleh:
1. Merokok
Merokok hingga saat ini masih menjadi penyebab utama dari PPOK, termasuk
perokok pasif. World Health Organitation (WHO) memperkirakan pada tahun 2005,
5.4 juta orang meninggal akibat konsumsi rokok. Kematian akibat rokok diperkirakan
akan meningkat hingga 8.3 juta kematian pertahun pada tahun 2030.
penurunnan fungsi paru dan perubahan struktur paru pada pasien yang merokok telah
2. Lingkungan
PPOK dapat muncul pada pasien yang tidak pernah merokok. Faktor lingkungan
dicurigai dapat menjadi penyebabnya namun mekanisme belum diketahui pasti. Pada
utama PPOK, namun pada negara dengan penghasilan rendah paparan terhadap polusi
udara merupakan penyebabnya. Faktor risiko yang berasal dari lingkungan antara lain
adalah polusi dalam ruangan, polusi luar ruangan, zat kimia dan debu pada lingkungan
kerja, serta infeksi saluran nafas bagian bawah yang berulang pada usia anak.
AAT merupakan enzim yang berfungsi untuk menetralisir efek elastase neutrophil
dan melindungi parenkim paru dari efek elastase. Defisiensi AAT merupakan faktor
predisposisi pada Emfisema tipe panasinar. Defisiensi AAT yang berat akan
8
menyebabkan emfisema prematur pada usia rata-rata 53 tahun untuk pasien bukan
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang
yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk
yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu
9
tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi
sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak
a. Penampilan Umum
• Kurus, warna kulit pucat, flattened hemidiafragma
• Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir.
b. Usia 65 – 75 tahun
c. Pengkajian fisik
• Nafas pendek persisten dengan peningkatan dyspnea
• Infeksi sistem respirasi
• Pada auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan nafas dalam.
• Wheezing ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
• Produksi sputum dan batuk jarang.
d. Pemeriksaan jantung
• Tidak terjadi pembesaran jantung. Cor Pulmonal timbul pada stadium akhir.
• Hematokrit < 60%
e. Riwayat merokok
• Pasien menjadi perokok pasif.
F. Komplikasi
Infeksi yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrosit karena keadaan hipoksia
kronik, gagal nafas, dan kor pulmonal.
1. Hipoxemia
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
10
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
3. Infeksi Respiratory
4. Gagal jantung
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak
berespon terhadap therapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan
11
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam 7 jumlah besar dan
sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan.
(Jackson, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak strukturstruktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus,
maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan
demikian apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru
dan saluran udara kolaps. (Grece & Borley, 2011).
12
Pathway
H. Pemeriksaan diagnostic
1. Pemeriksaan fisik:
• Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior
dada meningkat).
• Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.
• Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah,
13
pekak jantung berkurang.
• Suara nafas berkurang.
2. Pemeriksaan radiologi
a. Rontgen dada: hiperinflasi dan pendataran diafragma. Pada emfisema paru, foto
thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah
yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan
corakan kedistal.
b. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan
kadar serum Ig E pada asma alergik
c. AGD: hipoksi selama serangan akut
d. Fungsi pulmonari :
• Biasanya normal
• Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun
• Bronkografi
• Bronkoskopi
• CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial
I. Penatalaksanaan medis
1. Pencegahan: pencegahan kebisaan merokok infeksi dan polusi udara.
2. Terapi Farmakologi COPD
a. Terapi COPD Stabil
14
• Bronkodilator
Pengobatan utama COPD adalah dengan obat bronkodilator. Bronkodilator utama
yang sering dipakai adalah : agonis-b , antikolinergik, methyl-xanthin.
• Pemberian secara inhalasi (metered dose inhaler) lebih menguntungkan daripada
cara oral atau parenteral karena efeknya cepat pada organ paru dan efek
sampingnya minimal.
• Pemberian secara MDI lebih disarankan daripada pemberian cara nebulizer
Bronkodilator kerja cepat (fenoterol, salbutamol, terbutalin) lebih menguntungkan
daripada yang keja lambat (salmeterol, formeterol),
• Efek bronkodilator kerja cepat sudah dimulai dalam beberapa menit dan efek
puncaknya terjadi setelah 15 - 20 menit dan berakhir setelah 4 - 5 jam.
• Sedangkan bronkodilator kerja lambat banyak dipakai secara teratur dan lama,
efek puncaknya setelah 30 - 90 menit, tapi ia mempunyai waktu kerja yang sedikit
lebih lama yaitu 6 - 8 jam.
• Pemakaian teofilin tidak banyak, karena batas antara dosis terapeutik dan dosis
toksiknya terlalu dekat.
• Kombinasi yang terbanyak dipakai untuk PPOK adalah agonis-b kerja cepat
(fenoterol, salbutamol), dan antikolinergik (ipratropium)
• Antibiotik
• Terapi oksigen
• Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
• Bronkkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan nafas termasuk dalamnya
golongan andrenergik B dan antikolnergik.
15
pemasangan ventilator mekanik invasif dapat dipertimbangkan. Dalam hal ini jenis
ventilasi yang banyak dipakai adalah assisted control ventilation, pressure support
ventilation, intermittent mandatory ventilation.
d. Obat-obat tambahan lainnya
a. a-antitripsin
b. Mukolitik
Pemberian O2 bertujuan untuk mencegah kerusakan sel-sel atau organ. Oksigen diberikan
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
dibuktikan dengan batuk tidak efekif.
2) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis misalnya stres dan
ketidakmauan untuk makan dibuktikan dengan stroke.
3) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan dibuktikan
dengan penggunaan otot bantu.
4) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dibuktikan dengan frekuensi jantung meningkat >20% dari
kondisi istirahat.
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur dibuktikan dengan
mengeluh sulit tidur.
17
C. Intervensi
18
Berisiko Nyeri 2 5 2. Identifikasi 1. Untuk
mengalami abdomen alergi dan mengetahui
asupan nutrisi Sariawan 2 5 intoleransi nutrisi pasien
tidak cukup untuk Rambut rontok 2 5 makanan 2. Untuk
memenuhi Diare 2 5 3. Berikan mengetahui
kebutuhan makanan tinggi alergi dan
metabolism. Skala indikator: serat untuk intoleransi
1: Menurun mencegah pasien
2: Cukup menurun konstipasi 3. Menjaga
3: Sedang 4. Anjurkan diet Kesehatan
4: Cukup meningkat yang pasien
5: Meningkat diprogramkan 4. Mempercepat
penyembuhan
pasien
3. Pola napas tidak SLKI: Pola napas SIKI: Manajemen
efektif KH A T jalan napas
Definisi: Dispnea 2 5 1. Monitor pola 1. Menjaga
Inspirasi dan/atau Penggunaan 2 5 napas Kesehatan
ekspirasi yang otot bantu (frekuensi, pasien
tidak napas kedalaman, 2. Agar
memberikan Pemanjangan 2 5 usaha napas). mempermuda
ventilasi adekuat. fase ekspirasi 2. Posisikan semi- h pengaturan
Fowler atau posisi
Skala indikator: Fowler. 3. Untuk
1: Menurun 3. Lakukan memperlancar
2: Cukup menurun penghisapan pernapasan
3: Sedang lendir kurang pasien
4: Cukup meningkat dari 15 menit. 4. Mempercepat
5: Meningkat 4. Anjuran asupan penyembuhan
cairan 2000 pasien
ml/hari, jika 5. Menjaga
tidak ko Kesehatan
ntraindikasi. pasien
19
5. Ajarkan Teknik
batuk efektif.
4. Intoleransi SLKI: Toleransi SIKI: Manajemen
aktifitas aktifitas energi
Definisi: KH A T 1. Identifikasi 1. Menjaga
Ketidakcukupan Keluhan 2 5 gangguan fungsi Kesehatan
energi untuk Lelah tubuh yang pasien
melakukan Dispnea saat 2 5 mengakibatkan 2. Menjaga
aktifitas sehari- aktifitas kelelahan kesehatan
hari Dispenea 2 5 2. Monitor pola dan pasien
setelah jam tidur 3. Mempercepat
aktifitas 3. Sediakan penyembuhan
Perasaan 2 5 lingkungan pasien
lemah nyaman dan 4. Mempercepat
rendah stimulus pemulihan
Skala indikator: 4. Lakukan Latihan pasien
1: Menurun rentang gerak 5. Untuk
2: Cukup menurun pasif dan /atau menghindari
3: Sedang aktif komplikasi
4: Cukup meningkat 5. Anjurkan
5: Meningkat melakukan
Gerakan secara
bertahap
5. Gangguan pola SLKI: Pola tidur SIKI: Dukungan
tidur KH A T tidur
Definisi: Keluhan 2 5 1. Identifikasi pola 1. Untuk
Gangguan sulit tidur aktifitas dan mengetahui
kualitas dan Keluhan 2 5 tidur pola aktifitas
kuantitas waktu sering 2. Identifikasi obat dan tidur
tidur akibat faktor terjaga tidur yang pasien
eksternal Keluhan 2 5 dikonsumsi 2. Untuk
tidak puas 3. Modifikasi mengetahui
tidur lingkungan jenis obat yang
20
Keluhan 2 5 (pencahayaan, dikonsumsi
pola tidur kebisingan, pasien
berubah suhu, matras dan 3. Menjaga
Keluhan 2 5 tempat tidur) Kesehatan
istirahat 4. Fasilitasi pasien
tidak cukup menghilangkan 4. Memberikan
stres sebelum kenyamanan
Skala indikator: tidur pasien
1: Menurun 5. Anjurkan 5. Menjaga
2: Cukup menurun menepati Kesehatan
3: Sedang kebiasaan waktu pasien
4: Cukup meningkat tidur
5: Meningkat
D. Implementasi
Suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana keperawatan yang sudah disusun
secara matang dan terperinci.
E. Evaluasi
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dalam penulisan, diharapkan bagi
para pembaca dapat memberikan saran dan masukannya. Saran dari para pembaca sangat
penting bagi penulis, agar penulis dapat membuat karya tulisan yang lebih baik lagi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23