Anda di halaman 1dari 40

Makalah Tugas Pengenalan Profesi Blok XIII

IDENTIFIKASI PENYAKIT PARU PADA ANAK (BATUK KRONIK)


“BRONKITIS KRONIS’

Dosen pembimbing : dr. Otchi Putri Wjaya

Disusun Oleh

Nama : Ghina Zalmih


NIM : 702018025

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-nya, makalah TPP berjudul “Identifikasi Penyakit Paru
Pada Anak (Batuk - Bronkitis Kronis)” ini dapat kami selesaikan sebagai tugas
kompetensi kelompok. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kompetensi
kelompok pada pembelajaran sistem blok di Fakultas Kedokteran
Muhammadiyah Palembang.
Dengan telah selesainya makalah ini, penulis menyampaikan terima kasih
kepada Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang
sudah mendukung dan memfasilitasi penulisan makalah ini. Ucapan yang sama
juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing yaitu dr. Otchi Putri Wijaya
yang telah memberikan bimbingan teknis dalam penulisan makalah. Demikian
juga kepada semua anggota dan pihak terkait dalam pembuatan makalah ini
yang selalu memberikan dorongan semangat. Tidak lupa pula, ucapan terima
kasih kami sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendampingi,
memberi semangat dan doa sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami menyadari bahwa karya tulis ini belumlah sempurna. Untuk itu, kritik
dan saran dari pembaca sangat diharapkan. Mudah - Mudahan makalah ini
bermanfaat bagi mahasiswa/i, bapak dan ibu dosen, maupun orang yang telah
membacanya.

Palembang, 6 Mei 2020


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sistem Respirasi.....................................................................................4
2.1.1 Anatomi Sistem Respirasi ..................................................................4
2.1.2 Fisiologi Sistem Respirasi ………..……...………………………….6
2.2 Anatomi Paru.........................................................................................8
2.3 Fisiologi Paru.........................................................................................9
2.4 Histologi Paru………………………………………………………..12
2.5 Bronkitis….…….................................................................................16
2.5.1 Definisi Bronkitis……...…..............................................................17
2.5.2 Klasifikasi Bronkitis........................................................................17
2.5.3 Etiologi Bronkitis ............................................................................17
2.5.4 Patofisiologi Bronkitis…..................................................................20
2.5.5 Manifestasi Klinis Bronkitis.............................................................22
2.5.6 Pemeriksaan Penunjang Bronkitis....................................................23
2.5.7 Penatalaksanaan Bronkitis................................................................25
2.5.8 Komplikasi Bronkitis…....................................................................27
2.6 Bronkitis Kronis ……………..............................................................29
2.7 Batuk Pada Bronkitis Kronis …..........................................................30
2.7.1 Mekanisme Batuk……………………………………………….....31
2.7.2 Etiologi Batuk Kronik Pada Anak....................................................32
2.7.3 Tata Laksana Batuk Kronik Pada Anak …………..…………….…33
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................36
3.2 Saran……………................................................................................37

DAFTAR PUSAKA..............................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru
dan dapat merusaknya. Bronkitis (sering disebut trakeobronkitis) adalah
inflamasi jalan napas utama (trakea dan bronkus), yang sering berkaitan dengan
ISPA agens virus (Han MK, 2018)

Bronchitis kronis adalah kelainan yang ditandai oleh hipersekresi bronchus


secara terus menerus. Bronchitis Kronis merupakan suatu gangguan klinis yang
ditandai oleh pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronchus dan
bermanifestasi sebagai batuk kronis dan pembentukan sputum selama
sedikitnya 3 bulan dalam setahun sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-
turut (Price Sylvia A and Wilson Lorraine M, 2014)

Menurut World Health Organization (WHO) bronkitis kronis merupakan


jenis penyakit yang dekat dengan chronic obstructive pulmonary disease
ataupun penyakit paru obstruktif kronik. Saat ini, penyakit bronkitis diserita
oleh sekitar 64 juta orang di dunia. Penggunaan tembakau, merokok, virus,
bakteri, parasit, dan jamur, polusi udara dalam ruangan/luar ruangan dan debu
serta bahan kimia adalah faktor resiko utama.

Angka kejadian bronkitis di Indonesia sampai saat ini belum diketahui


secara pasti. Namun, bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru
obstruktif kronik yang terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema / gabungan
dari keduanya. (Kementrian Kesehatan RI, 2017)
Bronkitis pada anak berbeda dengan bronkitis yang terdapat pada orang
dewasa. Pada anak bronkitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran
napas lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri. Secara harfiah
bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai oleh adanya inflamasi bronkus.
Secara klinis para ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratrik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan.
Ini berarti bahwa bronkitis bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkus ikut memegang peran.
(Caroline R, 2016)
Berdasarkan hal tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan
kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) dengan judul “Identifikasi penyakit
paru pada anak (Batuk - Bronkitis kronis)”. Oleh karena itu, pada makalah ini
akan dibahas mengenai etiologi, factor risiko, gambaran klinis, diagnosis,
penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi, komplikasi dan prognosis
terkait penyakit bronchitis kronis pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Bronchitis Kronis?
2. Apa saja etiologi dari Bronchitis Kronis?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Bronchitis Kronis?
4. Bagaimana Patofisiologi dari Bronchitis Kronis?
6. Bagaimana tatalaksana pada Bronchitis Kronis?
7. Apa saja komplikasi Bronchitis Kronis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Bronchitis Kronis.
2. Untuk mengetahui etiologi dari Bronchitis Kronis.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Bronchitis Kronis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Bronkitis Kronis.
5. Untuk mengetahui tatalaksana Bronchitis Kronis.
6. Untuk mengetahui komplikasi Bronchitis Kronis.
1.4 Manfaat
1. Untuk mahasiswa
Mengetahui serta dapat memahami manifestasi klinis, faktor resiko,
etiologi, cara penegakan diagnosis, tatalaksana, komplikasi serta prognosis
dari Bronchitis Kronis.
2. Untuk masyarakat
Agar masyarakat mendapatkan tambahan informasi dan mengetahui
Bronchitis Kronis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Respirasi

Sistem respirasi manusia merupakan suatu susunan yang sangat kompleks.


Setiap sel dan jaringan yang menyusunnya memiliki fungsi dan peranannya
tersendiri. Strukturnya yang begitu rumit menjadikan sistem ini begitu
istimewa untuk menopang kehidupan manusia. Tujuan dari sistem respirasi
adalah untuk memperoleh oksigen dari udara ke jaringan tubuh dan membuang
karbondioksida (Guyton dkk, 2019).

Pertukaran gas ini sangat penting. Seluruh sel tubuh membawa oksigen
dari respirasi sel untuk memproduksi ATP atau energi yang dibutuhkan dan
dimanfaatkan manusia untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Menurut

Scanlon, et al., dalam bukunya Essential of Anatomy and Physiology 5th


edition (2017), sistem respirasi manusia dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu
sistem respirasi atas dan sistem respirasi bawah. Bagian-bagian dari dua sistem
respirasi manusia adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1. Sistem Respirasi Manusia (Scanlon, 2017)


1. Sistem Respirasi Atas, yang terdiri dari bagian luar rongga dada yaitu
hidung, rongga hidung, faring, laring, dan trakea atas.
2. Sistem Respirasi Bawah, yang terdiri dari bagian dalam rongga dada
yaitu trakea bawah dan paru-paru, termasuk pembuluh bronchial dan
alveoli. Membran pleura dan otot respirasi yang membentuk diafragma
dan otot interkosta juga merupakan bagian dari sistem respirasi.
(Scanlon, 2017)

2.1.1 Anatomi Sistem Respirasi

Saluran nafas adalah tabung atau pipa yang mengangkut udara antara
atmosfer dan kantong udara (alveolus). Saluran pernafasan terdiri dari
(Sherwood, 2015):

1. Hidung (nasal)
2. Faring
3. Laring (kotak suara)
4. Plica vocalis
5. Epiglotis
6. Bronkus
7. Bronkiolus
8. Alveolus

Udara memasuki hidung dan melewati permukaan konka nasal yang luas.
Permukaan yang luas dan bergelombang ini berfungsi untuk menghangatkan,
melembabkan dan menyaring udara yang masuk. Sekret yang berasal dari sinus
paranasal dialirkan ke dalam faring oleh gerakan mukosilier epitel respiratorik
bersilia. Jaringan limfoid (adenoid) dapat menyebabkan obstruksi orifisium
tuba eustachi yang menghubungkan telinga tengah dengan bagian posterior
nasofaring.

Epiglotis membantu melindungi laring saat proses menelan dengan


mengarahkan makanan ke arah esofagus. Kartilago aritenoid yang membantu
proses pembukaan dan penutupan glotis kurang jelas pada anak daripada orang
dewasa. Sebuah struktur berbentuk V dibentuk oleh pita suara. Di bawah pita
suara, dinding ruang subglotis menyempit ke arah krikoid yang merupakan
bagian dari trakea, pada anak usia kurang dari 3 tahun, cincin krikoid
merupakan bagian tersempit jalan nafas. Cincin tulang rawan melingkupi
kurang lebih 320 derajat jalan nafas berfungsi untuk menyangga trakea dan
bronkus utama. Dinding posterior trakea merupakan jaringan membran.
Saluran respiratori yang berada di bagian distal dari bronkus lobaris tidak lagi
memiliki tulang rawan penyangga (Patwa, A. and Shah, A. 2015)

Paru kanan memiliki tiga lobus (superior, media dan inferior), paru kiri
memiliki dua lobus (superior dan inferior). Paru memiliki kapasitas luar biasa
untuk tumbuh. Bayi cukup bulan memiliki kurang lebih 25 juta alveoli, orang
dewasa memilki 300 juta alveoli. Sebagian besar pertumbuhan alveoli tersebut
terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dan selesai pada usia 8 bulan ketika
volume paru bertambah sesuai pertumbuhan linear namun alveoli paru
biasanya tidak terbentuk. (Patwa, A. and Shah, A. 2015)

2.1.2 Fisiologi Sistem Respirasi

Fungsi utama respirasi adalah memperoleh oksigen untuk digunakan oleh


sel tubuh dan mengeluarkan karbon dioksida yang diproduksi oleh sel. Paru
memiliki peran utama dalam proses pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida antara udara dan darah. Anatomi jalan nafas, mekanik otot pernafasan
dan kerangka costae, sifat alami alveolus kapiler, sirkulasi pulmonal,
metabolisme jaringan dan kontrol neuromuskular terhadap ventilasi
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertukaran gas. Udara memasuki
paru saat tekanan di dalam rongga thoraks lebih rendah dibandingkan tekanan
atmosfer. Saat inspirasi, tekanann negatif di dalam rongga thorax terjadi akibat
kontraksi dan gerakan diafragma ke arah bawah. (Algasaff, 2015)
Otot otot aksesori pernafasan tidak digunakan saat seseorang bernafas
tenang, namun digunakan saat olahraga atau dalam keadaan sakit untuk
memperbesar rongga toraks. Ekshalasi pada umumnya merupakan suatu proses
pasif tetapi pada ekshalasi aktif, otot-otot abdomen dan intercostal internal ikut
terlibat . Resistensi jalan napas dipengaruhi oleh diameter dan panjang saluran
respiratori, viskositas gas daan sifat alami aliran udara. Saat bernafas tenang,
aliran udara di saluran respiratori kecil biasanya bersifat laminar dan resistensi
berbanding terbalik dengan pangkat empat dari diameter saluran pernafasan.
Pada frekuensi respiratori yang lebih tinggi aliran turbulen terutama di saluran
pernafasan besar, meningkatkan resistensi. Perubahan yang relatif kecil pada
diameter saluran respiratori dapat menyebabkan perubahan resistensi yang
besar. Volume gas yang ada di dalam paru disebut dengan residual fungsional
(KRF). Volume gas ini mempertahankan pertukaran oksigen selama ekshalasi.
(Algasaff, 2015)

Daya mengembang paru merupakan besaran yang menyatakan sejauh


mana paru mudah untuk dikembangkan. Kondisi-kondisi yang yang
menurunkan daya mengembang paru dapat menyebabkan penurunan KRF.
Sebaliknya, KRF dapat meningkat pada penyakit paru obstruktif akibat
terperangkapnya gas di dalam paru. Selama pernafasan tidak normal, volume
paru biaanya berada di rentang tengah inflasi. Volume residual (VR) adalah
volume gas yang tersisa dalam paru di akhir ekshalasi maksimal, sedangkan
kapasitas paru total (KPT) adalah volume gas di dalam paru di akhir inhalasi
maksimal. Kapasitas vital adalah jumlah udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dari paru dan merupakan selisih antara KPT dan VR. (Patwa, A.
and Shah, A. 2015)

Ventilasi alveolar didefinisikan sebagai pertukaran karbon dioksida antara


alveoli dan lingkungan eksternal. Pada kondisi normal, sekitar 30% udara
pernafasan mengisi jalan nafas yang tidak berfungsi dalam pertukaran udara
(ruang rugi anatomik). Mengingat ruang rugi anatomik relatif konstan,
peningkatan volume tidal dalam meningkatkan efiisiensi ventilasi. Sebaliknya,
jika volume tidal berkurang, rasio ruang rugi per volume tidal meningkat,
sehingga ventilasi alveolar akan menurun. Pertukaran gas tergantung pada
ventilasi alveolar, aliran darah kapiler paru dan difusi melalui membran
alveolar kapiler. Pertukaran karbon dioksida ditentukan oleh ventilasi alveolar,
sedangkan pertukaran oksigen terutama ditentukan oleh kesesuaian ventilasi
dengan aliran darah paru. (Scanlon, 2017)

2.2 Anatomi paru-paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru- paru
adalah berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan
dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu,
paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan
paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru- paru terbagi lagi menjadi
beberapa sub-bagian, terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments. Paru-paru bagian kanan dan bagian kiri
dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut mediastinum

Gambar 2.2 Anatomi paru-paru (Hadiarto , 2015)

Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura.


Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis
yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal
yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat
rongga yang disebut cavum pleura (Guyton, 2019).

Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam


sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan
faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan
alveolus.
Sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan
ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi
dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan
elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.


(Algasaff, 2015)

2.3 Fisiologi Paru

Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam


keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada
sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki
struktur yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan
dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2019).

Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme
seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan
kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal (Kennedy J, 2017)

Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa
yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung- gelembung paru-
paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari
300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia dan bersifat elastis. Ruang udara
tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang
dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis.

Menurut Guyton (2019) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat


dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :

1. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara
antara alveoli dan atmosfer.
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
3. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel.
4. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.

Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan


berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif.
Ketika diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan
tulang dada menutup dan berada pada posisi semula

Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas


tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap
atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai - 6mmHg dan paru-paru
ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara
sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada
akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan
recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan
seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari paru-
paru (Algasaff, 2015)

Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat


elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir
menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. Proses setelah ventilasi adalah
difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan
berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang
bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor
sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari
paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.
(Guyton, 2019)

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru-paru manusia adalah


sebagai berikut :

1. Usia
Kekuatan otot maksimal paru-paru pada usia 20-40 tahun dan dapat
berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan
terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial,
penurunan kapasitas paru.
2. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi sebesar 20-25% dari pada
funsgi ventilasi wanita, karena ukuran anatomi paru pada laki-laki lebih
besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki- laki lebih tinggi
sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.
3. Tinggi badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi memiliki fungsi ventilasi lebih tinggi
daripada orang yang bertubuh kecil pendek (Juarfianti, 2015).

2.4 Histologi Paru

Sistem pernapasan terdiri atas paru dan saluran pernapasan yang terdiri
dari bagian konduksi dan bagian respiratorik. Bagian konduksi sistem
pernapasan terdiri atas saluran pernapasan ekstrapulmonal maupun
intrapulmonal. Saluran pernapasan ekstrapulmonal terdiri dari trakea, bronkus
dan bronkiolus besar. Bronkiolus merupakan saluran pernapasan intrapulmonal
dan bagian akhir dari saluran konduksi. Bagian respiratorik terdiri dari
bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, sakus alveolaris dan alveoli. (Snell,
2017)

Gambar 2.4 Bronkiolus Intrapulmonal (Snell, 2017)


• Bronkus Intrapulmonal

Pada bronkus intrapulmonal, cincin tulang rawan berbentuk C diganti


dengan lempeng-lempeng tulang rawan yang mengelilingi bronki. Otot
polos menyebar dan mengelilingi lumen bronki. Epitel bronkus
intrapulmonal adalah epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel
goblet. Sisa dindingnya terdiri dari lamina propria tipis, selapis tipis otot
polos, submukosa dengan kelenjar bronkia, lempeng tulang rawan hialin,
dan adventitia. (Snell, 2017)

• Bronkiolus

Bronkiolus mempunyai epitel lebih rendah, yaitu epitel bertingkat semu


silindris bersilia kadang-kadang dengan sel goblet. Mukosanya berlipat
dan otot polos yang mengelilingi lumennya relatif banyak. Tidak ada
tulang rawan dan kelenjar lagi serta dikelilingi adventitia. (Snell, 2017)

Gambar 2.4 Bronkus Terminalis (Snell, 2017)


• Bronkiolus Terminalis

Menampakkan mukosa yang berombak dengan epitel silindris bersilia,


tidak ada sel goblet. Lamina propria tipis, selapis otot polos dan masih ada
adventitia. (Snell, 2017)

Gambar 2.4 Bronkiolus Respiratorius (Snell,2017).

• Bronkiolus Respiratorius

Bronkiolus respiratorius langsung berhubungan dengan duktus


alveolarisdan alveoli. Epitelnya adalah selapis silindris rendah atau kuboid
dan dapat bersilia di bagian proximal saluran ini. Sedikit jaringan ikat yang
menunjang lapisan otot polos, serat elastin lamina propria dan pembuluh
darah yang menyertainya. Setiap alveolus terdapat pada dinding
bronkiolus respiratorius, berupa kantong kecil. Jumlah alveolus semakiszn
ke distal semakin banyak. (Snell, 2017)
Gambar 2.4 Dinding Alveolus (Snell, 2017)

• Dinding Alveolus

Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas
permukaan seluas lapangan tenis. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolus:
pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi
lebih dari 90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II yang
bertanggungjawab terhadap sekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat
lipoprotein yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi
resistensi terhadap pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah
kolaps alveolus pada waktu ekspirasi. Alveolus dilapisi epitel selapis
gepeng. Alveolus yang berdekatan memiliki septum inter alveoler
bersama. Di dalam septum ini terdapat pleksus kapiler yang ditunjang serat
jaringan ikat halus, fibroblas dan sel lain. (Plopper,CG, 2017)

2.5 Bronkitis

Paru – paru merupakan salah satu organ vital bagi kehidupan manusia yang
berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat
pertukaran oksigen yang dibutuhkan manusia dan mengeluarkan karbondiksida
tubuh, sehingga kebutuhan tubuh akan oksigen terpenuhi.
Udara sangat penting bagi manusia, tidak menghirup oksigen selama
beberapa menit dapat menyebabkan kematian. Itulah peranan penting paru –
paru. Cabang trakea yang berada dalam paru – paru dinamakan bronkus, yang
terdiri dari 2 yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Organ yang terletak di
bawah tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi
semakin tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang
berkeliaran di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai penyakit paru –
paru. Salah satunya adalah penyakit yang terletak di bronkus yang dinamakan
bronchitis. Bronkitis (Bronkitis inflamasi-Inflamation bronchi) digambarkan
sebagai inflamasi dari pembuluh bronkus. Inflamasi menyebabkan bengkak
pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari
cairan inflamasi. (Majumder N, 2015)

2.5.1 Defenisi Bronkitis

Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)


bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus
tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen-elemen elastis dan bronkus kecil (medium size), sedangkan
bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok aliran udara ke paru-paru
dan dapat merusaknya. Bronkitis (sering disebut trakeobronkitis) adalah
inflamasi jalan napas utama (trakea dan bronkus), yang sering berkaitan dengan
ISPA agens virus. (Han MK, 2018)

merupakan penyebab utama penyakit ini, meskipun Mycoplasma


Pneumoniae merupakan penyebab tersering pada anak anak yang berusia lebih
dari enam tahu. Kondisi ini dicirikan dengan batuk non produktif dan kering
yang memburuk dimalam hari dan menjadi produktif dalam 2 sampai 3 hari .
Bronkitis adalah peradangan (inflamasi) pada selaput lendir (mukosa) bronkus
(salauran pernapasan dari trakea hingga saluran napas di dalam paru – paru).
Peradangan ini mengakibatkan permukaan bronkus membengkak (menebal)
sehingga saluran pernapasan relatif menyempit. (Depkes RI, 2015)
Jadi bronkitis adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan oleh virus
atau bakteri yang mengakibatkan terjadinya penyempitan pada saluran bronkus
yang disebabkan mukus yang berlebihan di bronkus mengakibatkan sesak
napas dan batuk berlendir bagi penderita yang merupakan gejala utama pada
penderita bronkitis.

2.5.2 Klasifikasi Bronkitis

Bronkitis dapat diklasifikasi sebagai bronkitis akut dan bronkitis kronis.


a. Bronkitis Akut

Bronkitis akut pada bayi dan anak yang biasanya bersama juga dengan
trakeitis, merupakan penyakit infeksi saluran napas akut (ISPA) bawah yang
sering dijumpai. Walaupun diagnosis bronkitis akut seringkali dibuat,
namun pada anak anak keadaan ini mungkin tidak dijumpai sebagai klinis
tersendiri. Bronkitis merupakan akibat beberapa keadaan lain saluran
pernapasan atas dan bawah, dan trakea biasanya terlibat. Bronkitis asamtis
adalah bentuk asama yang sering terancukan dengan bronkitis akut. Pada
berbagai infeksi saluran pernapasan. (Caroline R, 2016)

b. Bronkitis Kronis

Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronkitis kronis, yang ada ialah
mengenai batuk kronik dan atau berulang yang disingkat (BKB). BKB ialah
keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala
batuk yang berlangsung sekurang kurangnya 2 minggu berturut-turut dan
atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan memakai batasan
ini secara klinis jelas bahwa bronkitis kronis pada anak adalah batuk kronik
dan atau berulang (BKB) yang telah disingkirkan penyebab – penyebab
BKB itu misalnya asma atau infeksi kronis saluran napas dan sebagainya
(Caroline R, 2016)
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi
bronkitis kronis, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama.
Berbagai penelitian menunjukan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun
yang menderita bronkitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk
menderita gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun,
terutama jika pasien tersebut merokok akan mempercepat menurunnya
fungsi paru (Caroline R, 2016)

2.5.3 Etiologi Bronkitis

Etiologi Bronchitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti


rhinovirus, Respiratory Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus par
influenza, dan Coxsackie virus. Bronchitis adalah suatu peradangan pada
bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme baik virus,
bakteri, maupun parasit. Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada
mukosa bronkus berserta cabang–cabangnya yang disertai dengan gejala batuk
dengan atau tanpa sputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak
dijumpai kelainan radiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis
akut harus dipastikan tidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya
(Perotin JM, 2018)

Bronkitis dapat disebabkan oleh:

a. Infeksi virus: influenza virus, parainfluenza virus, respiratory syncytialvirus


(RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
b. Infeksi bakteri: Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis,Haemophilus
influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella).
c. Jamur
d. Noninfeksi: polusi udara, rokok, dan lain-lain.Penyebab bronkitis akut yang
paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi
bakteri hanya sekitar < 10%. Bronchitis kronik dan batuk berulang adalah
sebagai berikut:
1. Asma
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronchitis).
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi
mycoplasma, chlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronchiectasis.
5. Sindrom aspirasi.
6. Penekanan pada saluran napas.
7. Benda asing
8. Kelainan jantung bawaan
9. Kelainan sillia primer
10. Defisiensi imunologis
11. Kekurangan anfa-1-antitripsin
12. Fibrosis kistik
13. Psikis

Tidak seperti bronchitis akut, bronchitis kronis terus berlanjut dan


merupakan penyakit yang serius. Merokok adalah penyebab yang paling besar,
tetapi polusi udara dan debu atau gas beracun pada lingkungan atau tempat
kerja juga dapat berkontribusi pada penyakit ini.

Faktor yang meningkatkan risiko terkena bronchitis antara lain:

1. Merokok
2. Daya tahan tubuh yang lemah, dapat karena baru sembuh dari sakit atau
kondisi lain yang membuat daya tahan tubuh menjadi lemah.
3. Kondisi dimana asam perut naik ke esophagus (gastroesophageal reflux
disease).
4. Terkena iritan, seperti polusi, asap atau debu. (Holman RC, 2017)
2.5.4 Patofisiologi Bronkitis

Serangan bronkitis dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul
kembali dengan eksaserbasi akut dari bronkitis kronis. Pada umumnya, virus
merupakan awal dari serangan bronkitis akut pada infeksi saluran napas bagian
atas. Dokter akan mendiagnosis bronkitis kronis jika pasien mengalami
produksi sputum selama kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling
sedikit dalam dua tahun berturut – turut. (Perotin JM, 2018)

Serangan bronkitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun


non infeksi (terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabakan iritasi) akan
menyebabkan timbulnya respons inflamansi yang akan menyebabkan
vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme. Tidak seperti
emfisema, bronkitis lebih mempengaruhi jalan naps kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkitis, alian udara masih
memungkinkan tidak mengalami hambatan. Pasien dengan bronkhitis kronis
akan mengalami :

1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus


besar sehingga meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menurunkan mekanisme
pembersihan mukus.

Pada keadaan normal, paru – paru memiliki kemampuan yang disebut


“mucocilliary defence”, yaitu sistem penjagaan paru – paru yang dilakuakn
oleh mukus dan siliari. Pada pasien dengan bronkitis akut, sistem mucocilliary
defence paru – paru mengalami kerusakan sehingga lebih muda terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar, mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah betambah) sehingga produksi mukus
akan meningkat. Infeksi menyebabkan dinding bronkial meradang, menebal
(sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus
kental. (Perotin JM, 2018)

Adanya mukus kental dari dinding bronkial dan mukus yang dihasilkan
kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan mengahambat beberapa aliran udara
kecil dan mempersempit saluran udara besar. Bronkitis kronis mula – mula
hanya mempengaruhi bronkus besar, namun lambat laun akan mempengaruhi
seluruh saluran napas. Mukus yang kental dan pembesaran bronkus akan
mengobstruksi jalan napas terutama selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya
mengalami kolaps dan udara terperangkap pada bagian distal ari paru – paru.
Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus, hipoksia, dan
asidosis. Pasien mengalami kekurangan O2 jaringan dan ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PO2 kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO2, sehingga pasien terlihat sianosis, sebagai
kompensasi dari hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit
berlebihan). (Perotin JM, 2018)

2.5.5 Manifestasi klinis Bronkitis

1. Sesak nafas / Dispnea


Sesak nafas atau dispnea adalah perasaan sulit bernafas dan merupakan
gejala yang sering di jumpai pada penderita bronkhitis. Tanda objektif
yang dapat di amati dari sesak nafas adalah nafas yang cepat, terengah-
engah, bernafas dengan bibir tertarik kedalam (pursed lip), hiperkapnia
(berkurangnya oksigen dalam darah), hiperkapnia atau meningkatnya
kadar karbondioksida dalam darah
2. Nafas berbunyi
Bunyi mengi (weezing) adalah suara pernafasan yang di sebabkan oleh
mengalirnya udara yang melalui saluran nafas sempit akibat kontriksi atau
ekskresi mucus yang berlebihan (Gibson PG, Vertigan AE. 2015)
3. Batuk dan sputum
Batuk adalah gejala paling umum pada penderita bronkhitis, seringkali
pada penderita bronkhitis mengalami batuk- batuk hampir setiap hari serta
pengeluaran dahak sekurang- kurangnya 3 bulan berturut- turut dalam satu
tahun dan paling sedikit 2 tahun (Gibson PG, Vertigan AE. 2015)
4. Nyeri dada.
Nyeri dada sering sekali terjadi pada penderita bronkitis karena ada
inflamasi pada bronkus. Pada penderita bronkitis rasa nyeri di dada di
rasakan dengan tingkat keparahan penyakit (Alsagaff dan Mukty, 2015).
5. Nafas cuping hidung
Pada balita dan anak- anak penderita bronkhitis kadang terjadi adanya
nafas cuping hidung, tetapi tidak semua penderita bronkhitis mengalami
hal tersebut.Dengan adanya cuping hidung berarti terdapat gangguan pada
sistem pernafasan yang menyebabkan kepayahan dalam bernafas
(Irwin RS, Madison JM, 2017)

2.5.6 Pemeriksaan Penunjang Bronkitis

a. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan foto toraks anteror – posterior dilakuakan untuk menilai


derajat progersifitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru
obstruktif menahun.

b. Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratotium menunjukan adanya perubahan pada


peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitungan jenis darah).
Sputum diperiksa secara maskrokopis untuk diagnosis banding dengan
tuberkulosis paru . (Gibson PG, Vertigan AE. 2015)

2.5.7 Penatalaksanaan Bronkitis

Karena penyebab bronkitis pada umumnya virus maka belum ada obat
kausal. Obat yang diberikan biasanya untuk penurunan demam, banyak minum
terutama sari buah- buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk
yang banyak lendir, lebih baik diberi banyak minum.

Bila batuk tetap ada dan tidak ada perbaikan setelah 2 minggu maka perlu
dicurigai adanya infeksi bekteri sekunder dan antibiotik boleh diberikan, asal
sudah disingkirkan adanya asma atau pertusis. Pemberian antibiotik yang serasi
untuk M.pneumoniae dan H. Influenzae sebagai bakteri penyerang sekunder
misalnya amoksisilin, kotrimoksazol dan golongan makrolid. Antibiotik
diberikan 7 – 10 hari dan bila tdak berhasil maka perlu dilakuakan foto toraks
untuk menyingkikan kemungkinan kolaps paru segmental dan lobaris, benda
asing dalam saluran pernapasan dan tuberkulosis. (John B. West. 2015)

2.5.8 Komplikasi Bronkitis

Komplikasi bronkitis yang diderita dapat terjadi karena terlambatnya


penanganan bronchitis tersebut. Hal ini tidak lagi jarang ditemukan. Bahkan
cenderung banyak masyarakat yang menyepelekan penyakit bronkitis dan
membuatnya menjadi semakin parah dan terjadi komplikasi.
(McArdle WD. 2016)
1. Pneumonia
Pneumonia adalah penyakit yang pasti muncul setelah terjadi komplikasi
pada penyakit bronkitis anda. Tidak dapat dipungkiri penyakit ini akan me
nyebabkan keadaan paru menjadi semakin parah. Khususnya pneumonia
ini akan terjdi pada pasien bronkitis yang lanjut usia. Tidak jarang anda
kemudian membutuhkan penanganan sesak nafas mendadak pada kasus k
asus pneumonia.
2. Otitis Media
Otitis media adalah penyakit infeksi yang terjadi di bagian telinga. Keadaan
ini ternyata dapat terjadi pada penderita bronkitis yang mengalami
komplikasi. Pasalnya, saluran pernafasan memang memiliki hubungan
dengan telinga.
3. Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan kondisi yang terjadi akibat adanya penumpukan
cairan di antara lapisan pleura paru paru anda. Pleura atau membran
paru paru ini tidak boleh memiliki cairan berlebih. Karena akan membuat
pernafasan menjadi tidak normal.
4. Bronkitis Kronis
Bronkitis kronis adalah penyakit bronkitis yang terjadi menahun. Keadaan
ini juga merupakan akibat dari komplikasi penyakit bronkitis akut yang te
rjadi dalam waktu hari atau minggu saja. Jika menderita bronkitis kronis,
maka biasanya perawatan pemulihannya pun akan semakin rumit
dilakukan.
5. Sinusitis
Sinusitis adalah penyakit yang dapat terjadi pada anda yang
mengidap bronkitis. Alasannya adalah karena sinusitis ini merupakan
peradangan yang terjadi pada rongga hidung anda. Jadi anda akan
mengalami banyak masalah kesehatan yang berhubungan dengan sinusitis.
6. Pleuritis
Pleuritis adalah penyakit radang pada pleura anda. Pleura adalah lapisan
tipis yang membungkus paru paru anda. Jika terjadi pada penderita
bronkitis, maka anda akan mengalami rasa sakit atau nyeri di dada. Keadaan
ini akan menyebar hingga menjadi penyakit pleuritis pada anda. Oleh sebab
itu,ketahuilah bagaimana cara mencegah pleuritis terjadi akibat komplikasi
bronkitis ini.

7. Infeksi Pernafasan
Infeksi pernafasan sangat mungkin terjadi pada penderita bronkitis.
Terutama jika bronkitis sudah semakin menyebar dan menyebabkan komp
likasi anda. Oleh sebab itu, anda perlu mencegah penyebaran penyakit
bronkitis sesegara mungkin sebelum semakin parah. Jika perlu anda dapat
menggunakan pengobatan alami infeksi paru yang dipercaya aman dalam
masyarakat.
8. Atelektasis
Atelektasis adalah penyakit atau gangguan paru paru yang menunjukkan
gejala pengerutan sebagian atau seluruh paru paru anda. Hal ini akibat terj
adinya penyumbatan pada saluran pernafasan anda. Keadaan ini sangat m
ungkin terjadi pada anda yang menderita bronkitis karena gangguan pada
saluran pernafasan anda.
9. Gagal Nafas
Gagal nafas adalah penyakit paru paru yang paling berat yang dapat
terjadi pada penderita bronkitis. Keadaan ini sesuai namanya menunjukka
n bahwa terjadi masalah pernafasan bahkan menyebabkan penderita tidak
lagi dapat bernafas dengan normal.
10. Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah kerusakan paru paru yang disebabkan oleh dilatasi
paru paru yang terjadi tidak normal. Paru paru menjadi melebar dan salura
n pernafasan melebar dan menyebabkan produksi lendir di paru par uteru
meningkat.
(McArdle WD. 2016)

2.6 Bronkitis Kronis

Bronkitis kronis ditandai dengan batuk dan produksi sputum yang


berlebihan (ekspektorasi) dengan disertai rasa kelelahan / lemah dan tidak
nyaman akibat batuk kronik berdaahat tersebut. Penyakit ini menimbulkan
dampak baik fisik maupun psikis yang tidak sederhana kepada yang
penderitanya dengan efek samping pada kualiti hidupnya. Proses yang
kompleks merupakan kombinasi berbagai mekanisme adalah patofisiologis
yang bertanggung jawab untuk terjadinya bronkitis kronis. Efek kombinasi
mekanisme tersebut menghasilkan kolonisasi bakteri dan infeksi kronik
yang berkontribusi terhadap kejadian eksaserbasi dan kerusakan mekanisme
pertahanan paru yang berakibat memudahkan terjadinya eksaserbasi dan
demikian setrusnya. Iingkaran yang saling berkaitan tersebut dikenal
dengan vicious circle pada bronkitis kronis, sehingga pendekatan yang
ideal penanganan yang berakibat memutuskan mata rantai lingkaran
tersebut. (McArdle WD. 2016)

2.7 Batuk Pada Bronkitis Kronis

Batuk adalah pengeluaran sejumlah volume udara secara mendadak dari


rongga toraks melalui epiglotis dan mulut. Melalui mekanisme tersebut
dihasilkan aliran udara yang sangat cepat yang dapat melontarkan keluar
material yang ada di sepanjang saluran respiratorik, terutama saluran yang
besar. Dengan demikian batuk mem- punyai fungsi penting sebagai salah satu
mekanisme utama pertahanan respiratorik. Mekanisme lain yang bekerja sama
dengan batuk adalah bersihan mukosilier (mucociliary clearance). Batuk akan
mencegah aspirasi makanan padat atau cair dan berbagai benda asing lain dari
luar. Batuk juga akan membawa keluar sekresi berlebihan yang diproduksi di
dalam saluran respiratorik, terutama pada saat terjadi radang oleh berbagai
sebab. Selain sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk juga dapat
berfungsi sebagai ‘alarm’ yang memberitahu adanya gangguan pada sistem
respiratorik atau sistem organ lainnya yang terkait. Hampir semua keadaan
yang mengganggu sistem respiratorik dan beberapa gangguan ekstra-
respiratorik, memberikan gejala batuk. Pada anak, batuk mungkin ‘normal’
atau merupakan gejala penyakit respiratorik dan jarang merupakan gejala
penyakit non-respiratorik. (John B. West. 2015)

Batuk merupakan salah satu keluhan klinis yang paling banyak membawa
pasien mencari pertolongan medis. Gangguan yang paling sering adalah
kelelahan, insomnia, suara serak, nyeri otot dan tulang, berkeringat, dan
inkontinensia urin. Tekanan udara tinggi intratorakal yang kemudian
dilepaskan mendadak dapat menyebabkan berbagai komplikasi hampir di
semua sistem organ. Pada anak, gejala batuk terutama yang kronik atau
berulang dapat berakibat mengganggu aktivitas sehari-hari termasuk kegiatan
belajar, mengurangi nafsu makan, dan pada akhirnya dapat mengganggu proses
tumbuh kembang. Orang tua juga akan terganggu terutama bila gejala batuk
lebih sering dan lebih berat pada malam hari. (Perotin JM et al, 2018)

Batuk tidak selalu berarti patologis atau abnormal. Seperti telah


dikemukakan di atas, sebagai mekanisme pertahanan respiratorik, batuk
diperlukan untuk membersihkan jalan napas dari mukus sekresi respiratorik,
pada orang dewasa mencapai 30 ml/hari. Sebuah studi yang mengukur batuk
secara obyektif menemukan bahwa anak sehat dengan rerata umur 10 tahun
biasanya mengalami 10x batuk (rentang hingga 34) dalam 24 jam, sebagian
besar batuk terjadi pada siang hari. Angka ini meningkat selama infeksi
respiratorik, yang bisa terjadi hingga 8x lipat per tahun pada anak sehat.
Walaupun sebagian besar anak batuk tidak mengalami kelainan paru yang
serius, batuk dapat sangat mengganggu dan sulit untuk diatasi. Sampai batas
tertentu batuk kronik pada anak adalah normal dan mempunyai prognosis yang
baik. Jika batuk kronik yang terjadi sangat sering atau berat, maka sangat
mungkin terdapat penyakit yang mendasarinya. (John B. West. 2015)

2.7.1 Mekanisme batuk

Batuk merupakan suatu refleks kompleks yang melibatkan banyak sistem


organ. Batuk akan terbangkitkan apabila ada rangsangan pada reseptor batuk
yang melalui saraf aferen akan meneruskan impuls ke pusat batuk tersebar
difus di medula. Dari pusat batuk melalui saraf eferen impuls diteruskan ke
efektor batuk yaitu berbagai otot respiratorik. Bila rangsangan pada reseptor
batuk ini berlangsung berulang maka akan timbul batuk berulang, sedangkan
bila anatomi refleks batuk telah diketahui secara rinci. Reseptor batuk terletak
dalam epitel respiratorik, tersebar di seluruh saluran respiratorik, dan sebagian
kecil berada di luar saluran respiratorik misalnya di gaster. Lokasi utama
reseptor batuk dijumpai pada faring, laring, trakea, karina, dan bronkus mayor.
Lokasi reseptor lainnya adalah bronkus cabang, liang telinga tengah, pleura,
dan gaster. Ujung saraf aferen batuk tidak ditemukan di bronkiolus respiratorik
ke arah distal. Berarti parenkim paru tidak mempunyai resptor batuk. Reseptor
ini dapat terangsang secara mekanis (sekret, tekanan), kimiawi (gas yang
merangsang), atau secara termal (udara dingin). Mereka juga bisa terangsang
oleh mediator lokal seperti histamin, prostaglandin, leukotrien dan lain-lain,
juga oleh bronkokonstriksi. Pada anak berbagai hal, keadaan, atau penyakit
dapat bermanifestasi sebagai batuk. Sebagian besar etiologi berasal dari sistem
respiratorik, namun tidak boleh dilupakan kelainan atau penyakit dari sistem
lain yang memberikan gejala batuk. Untuk mendeteksi etiologi batuk,
pemahaman tentang mekanisme batuk, termasuk lokasi reseptor batuk sangat
penting diketahui. ingat bahwa batuk kronik juga dapat disebabkan oleh
kelainan atau penyakit di luar sistem respiratorik. (De Jongste, Shields MD.
2016)

2.7.2 Etiologi Batuk Kronik Pada Anak

Batuk kronik seringkali secara simultan disebabkan oleh lebih dari satu
etiologi. Pada pasien dewasa yang tidak terpajan asap rokok serta gambaran
foto toraks tanpa kelainan khusus, penyebab tersering batuk kronik adalah
sindrom PND (postnasal drip), asma, dan RGE (refluks gastro-esofagus).
Postnasal drip merupakan penyebab tersering batuk kronik, baik sebagai
penyebab tunggal atau kombinasi. Pada anak, penyebab tersering batuk kronik
adalah asma, IRA (infeksi respiratorik akut) berulang baik atas atau bawah,
serta RGE. Penyebab yang lebih jarang adalah anomali kongenital, aspirasi
kronik berulang, atau pajanan dengan polutan lingkungan termasuk asap rokok.
(De Jongste, Shields MD. 2016)

• Trakeobronkomalasia
• Tuberkulosis (kompresi oleh kelenjar getah bening)
• Tumor, kolaps lobus, kista, sekuestrasi
• Batuk kronik non spesifik semata (isolated) tanpa wheezing pada anak yang
relatif tampak sehat
• Batuk kronik karena terdapat kelainan respiratorik yang serius.
Tabel Etiologi Batuk kronik menurut kelompok umur

(De Jongste and Shields MD, 2016)

2.7.3 Tata Laksana Batuk Kronik Pada Anak

Menghadapi anak dengan batuk kronik seringkali membuat frustasi orang


tua atau anak tersebut bila sudah cukup besar. Biasanya pasien sudah dibawa
berkeliling konsultasi kepada banyak dokter, umum maupun spesialis. Bagi
dokterpun tidak jarang timbul rasa penasaran bahkan kesal jika batuk kronik
tidak kunjung membaik.

Keberhasilan tata laksana batuk kronik tergantung pada keberhasilan


diagnosis penyebabnya. Oleh karena itu usaha paling keras dalam tata laksana
batuk kronik adalah dalam penentuan diagnosis secara sistematik. Tata laksana
untuk batuk kronik harus ditujukan kepada penyebabnya. Pada pasien dewasa
penyebab batuk kronik dapat ditentukan pada hampir seluruh kasus, dan
mengarahkan keberhasilan terapi pada sebagian besar di antaranya. Melihat
keberhasilan yang tinggi ini terapi batuk non-spesifik perannya sangat terbatas
pada tata laksana batuk kronik. Hasil yang sama dapat diharapkan dalam tata
laksana batuk kronik pada anak. (Han MK, 2018)
Sebelum melakukan tindakan lebih lanjut, langkah pertama yang perlu
dilakukan dalam tata laksana batuk kronik adalah penghentian pajanan dengan
asap rokok (merokok pasif ). Tata laksana batuk kronik pada anak yang
termasuk kelompok I termasuk penjelasan untuk menenangkan pasien dan
orang tua, karena batuk biasanya memerlukan waktu 4-8 minggu untuk
sembuh. Untuk batuk kronik pada pasien anak dengan kelainan respiratorik
yang nyata, hasilnya mungkin tidak sebaik dibandingkan kelompok pertama.
Batuk yang berhubungan dengan penyakit paru kronik tidak boleh ditekan
tetapi diberdayakan. Pasien dan orang tuanya perlu diberi edukasi bahwa batuk
merupakan mekanisme alami yang berguna dan melindungi, dan bukannya
harus dihentikan dengan cara apapun. (Irwin RS, Madison JM, 2017)

Tujuan utama pengobatan pada bronkitis yang berhubungan dengan batuk


kronis pada anak adalah dengan meredakan gejala, mencegah komplikasi, dan
memperlambat perkembangan penyakit. Tujuan utama terapi ditujukan untuk
mengurangi produksi lendir yang berlebihan, mengendalikan peradangan dan
menurunkan batuk. Ini dicapai dengan intervensi farmakologis dan
nonfarmakologis. (Perotin JM et al, 2018)

Intervensi utama farmakologis adalah sebagai berikut:

1. Bronkodilator: Agonis reseptor β-Adrenergik kerja pendek dan panjang


serta antikolinergik membantu dengan meningkatkan lumen jalan napas,
meningkatkan fungsi silia, dan dengan meningkatkan hidrasi mukosa.

2. Glukokortikoid: Mengurangi peradangan dan produksi lendir.


Kortikosteroid inhalasi mengurangi eksaserbasi dan meningkatkan kualitas
hidup. Namun, itu diberikan di bawah pengawasan medis dan untuk jangka
waktu pendek karena penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan
osteoporosis, diabetes, dan hipertensi.

3. Terapi antibiotik: tidak diindikasikan dalam pengobatan bronkitis kronis


namun terapi makrolide telah terbukti memiliki sifat anti-inflamasi dan
karenanya mungkin memiliki peran dalam pengobatan bronkitis kronis.
Inhibitor Phosphodiesterase-4: mengurangi peradangan dan meningkatkan
relaksasi otot polos jalan napas dengan mencegah hidrolisis adenosin
monofosfat siklik suatu zat ketika terdegradasi menyebabkan pelepasan
mediator inflamasi. (Perotin JM et al, 2018)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang telah dijabarkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Bronkitis ( Bronkitis inflamasi-Inflamation bronchi) adalah inflamasi
dari pembuluh bronkus. Inflamasi menyebabkan bengkak
pada permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi
dari cairan inflamasi.
2. Penyakit ini disebabkan oleh interaksi antara agen inhalasi berbahaya
dan faktor tuan rumah, seperti predisposisi genetik atau infeksi pernapasan
yang menyebabkan cedera atau iritasi pada epitel pernapasan dari dinding
dan lumen bronkus dan bronkiolus. Peradangan kronis, edema,
bronkospasme sementara, dan peningkatan produksi lendir oleh sel goblet
adalah hasilnya. Sebagai konsekuensi, aliran udara ke dalam dan keluar dari
paru-paru berkurang, kadang-kadang ke tingkat yang dramatis.
3. Bronkitis kronis lebih tinggi kasusnya pada laki-laki dibanding
perempuan, lebih sering terjadi pada daerah yang beriklim tropis, pada
orang yang merorok, karena virus, bakteri, atau karena pencemaran udara.
4. Gejala utama bronkitis kronis adalah batuk dan produksi sputum
yang berlebih, berwarna kekuningan atau kehijauan, sesak napas, demam,
dan mudah merasa lelah.
5. Terapi pada bronkitis kronis dapat dilakukan melalui terapi
farmakologis dan non farmakologis, meliputi pemberian antibiotik sebagai
terapi utama, dan pemberian analgetik, bronkodilator, damn ekspektoran
sebagai terapi pendamping.
6. Keberhasilan tata laksana batuk kronis tergantung pada keberhasilan
diagnosis penyebabnya. Oleh karena itu usaha paling keras dalam tata
laksana batuk kronik adalah dalam penentuan diagnosis secara sistematik.
3.2 Saran
1. Untuk masyarakat/ keluarga
Bagi orang tua agar bisa menjaga anaknya dari lingkungan yang tidak aman
seperti asap rokok dan polusi udara sehingga mampu mencegah terjadinya
penyakit bronkitis dan masalah kesehatan lainnya pada anak.

2. Bagi penulis

Diharapkan mengusai konsep dasar materi yang dibahas dan menyesuaikan


diri dengan keadaan di lapangan sehingga dapat memperkaya wawasan
berpikir penulis tentang asuhan keperawatan pada anak dengan bronkitis.
Daftar Pustaka

Alsagaff H., Mukty H A. 2015. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.Surabaya,


Airlangga University Press. Hal : 1-48

Caroline, R. 2016. Buku Ajar Respirologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal : 330-332.

Chang A B. 2017. Causes, assessement and measurement of cough in children.


Dalam: Chung KF, Widdicombe J, Boushey H. Penyunting. Cough.
Massachusetts: Blackwell Publishing. Hal : 57-73.

De Jongste, Shields M D. 2016. Chronic cough in children. Thorax, 58 (9). Hal


: 98-1003

Gibson P G., Vertigan A E. 2015. Management of chronic refractory


cough. BMJ. 351. Hal : 5590

Guyton A C., Hall J E. 2019. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 13.
Mergency department: nonventilatory management. Hal : 55- 67

Han M K., et al. 2018. Significance of chronic bronchitis in the COPD CRN
Azithromycin in COPD Study [abstract]. Am J Respir Crit Care Med, 185
(1). Hal : 3736

Irwin R S., et al. 2017. SHECT Expert Cough Panel Classification of cough as
a symptom in adults and management algorithms : CHEST guideline and
expert panel report. CHEST. 153 (1). Hal : 196-209

Iskandar, Junaidi. 2015. Penyakit Paru Dan Saluran, Jakarta: PT. Bhuana Ilmu
Populer. Hal : 48-73

John, B West. 2015. Respiratory physiology the essentials, 7th ed.


Pennysylvania: Lippincott Williams and Wilkins. Hal : 1-10
Juarfianti, Engka, J N., Supit S. 2015. Kapasitas Vital Paru pada Penduduk
Dataran Tinggi Desa Rurukan Tomohon. Jurnal E-Biomedik (Ebm) Vol.
3 No.1. Hal : 430-434. Diakses dari https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php
/ebiomedik/article/view/7420 pada mei 2020

Kemenkes Ri. 2015. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang


Kemenkes Ri

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta:


Kemenkes RI. Diakses dari http://www.depkes.go.id/resources/download/
pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-Indonesia-2017pdf.
pada Mei 2020

Kennedy, J. 2017. Clinical Anatomy Series‐ Lower Respiratory Tract Anatomy.


Scottish Universities Medical Journal, Vol. 1 No.2. Hal : 174‐179

Majumder, N. 2015. IOSR Journal of Sports and Physical Education (IOSR-JSPE).


Vol. 2 , No. 3. Hal : 2347-6737. Diakses dari http://www.iosrjournals. Org
/iosr-jspe/papers/C0231617.pdf . pada Mei 2020.

Patwa, A., Shah A. 2015. Anatomy and Physiology of Respiratory System


Relevant to Anaesthesia. Indian Journal of Anaesthesia Vol. 59 Hal : 533-
541. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26556911. pada
Mei 2020.

Perotin, J M., et al. 2018. Mengelola pasien dengan batuk kronis: tantangan dan
solusi. Manajemen Resiko Klinik Vol.14. Hal : 1041-1051.

Plopper, C G., Adamns D R. 2017. Sistem Pernapasan dalam Dellmann, H.D


dan Brown. Dalam: Buku Teks Histologi Veteriner. Jilid 4. Diterjemahkan
oleh: Hartono. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal :
289.
Price, Sylvia A., Wilson Lorraine M.2014. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Hal : 773-774

Scanlon, V C., Sanders T. 2017. Essentials of Anatomy and Physiology 5th


Edition.Philadelphia: F.A Davis Company. Hal : 32-81

Sherwood, L. 2015. Introduction to Human Physiology 9th Edition. US : Cengage


Learning. Hal : 24-51.

Snell, Richard. 2017. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh
Sugarto L. Jakarta : EGC. Hal : 35-109

Anda mungkin juga menyukai