Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PATOLOGI KARDIOPULMONAL

“Bronchitis dan Bronchiolitis”

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Kiageng Niko Prasetyo Nugroho

DISUSUN OLEH :

Dianda Rizqi Ayu Susanti (201810490311100)

Akbar Afni Nurpriadi (201810490311106)

Mukti Ali Akbar Prasbowo ( 201810490311115)

Adisya Aulia Sevtany (201810490311127)

Nabila Haya Faramida (201810490311134)

Nurul Fauziah Salsabila Putri (201810490311140)

PROGRAM STUDI S1 FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan izin-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan makalah tentang Bronchitis dan Bronchiolitis. Shalawat serta salam tak
lupa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman. Serta semua pihak yang telah mendukung penyusunan
makalah ini.

Alhamdulillah, penyusun dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penyusun


menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Untuk itu
penyusun berharap adanya kritik dan saran yang membangun guna keberhasilan penulisan
yang akan datang. Semoga dengan adanya makalah yang kami susun ini dapat menjadi suatu
pembelajaran.

Kami menyadari akan kekurangan dan segala kesalahan yang ada dan kami berharap
atas kritik dan saran dari pembaca. Dengan adanya kritik dan saran dari pembaca dapat
menjadi evaluasi bagi kami kedepannya. Akhir kata dari kami semoga makalah ini
bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Malang,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................................3

A. Definisi Bronchitis dan Bronchiolitis .............................................................3


B. Anatomi Fisiologi dari Sistem Pernafasan......................................................5
C. Etiologi Bronchitis dan Bronchiolitis .............................................................7
D. Patofisiologi Bronchitis dan Bronchiolitis......................................................9
E. Gejala Bronchitis dan Bronchiolitis..............................................................10
F. Tata Laksana medis pada Bronchitis dan Bronchiolitis ...............................11
G. Intervensi Fisioterapi pada Bronchitis dan Bronchiolitis..............................14
H. Edukasi untuk mencegah Bronchitis dan Bronchiolitis.................................16
BAB III PENUTUP ........................................................................................................17

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................17


3.2 Saran .............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, penyakit dengan gangguan saluran nafas masih merupakan
masalah besar. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas dan paru
seperti infeksi saluran napas akut, tuberculosis, asma dan bronkitis masih menduduki
peringkat tertinggi. Hal ini dapat dipengaruhi karena adanya kemajuan dalam bidang
industri dan transportasi yang menimbulkan masalah baru dalam bidang kesehatan
yaitu polusi udara, kebiasaan penduduk seperti merokok juga dapat menjadi pemicu.
Bronkitis merupakan salah satu kondisi teratas pasien mencari perawatan
medis yang ditandai dengan adanya peradangan pada saluran bronkial (atau bronkus),
saluran udara yang membentang dari trakea ke dalam saluran udara kecil dan alveoli.
Bronkitis ada 2 macam menurut terminologi lamanya penyakit berdiam didalam tubuh
penderita yaitu bronkitis akut dan bronkitis kronik. Di Amerika Serikat prevalensi rate
untuk bronkitis kronik adalah berkisar 4,45% atau 12,1 juta jiwa dari populasi
perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan ekstrapolasi tingkat prevalensi
bronkitis kronik di Mongolia berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan yang
digunakan adalah berkisar 2.751.314 juta jiwa (Togap, Rasmaliah, & Jemadi, 2013).
Bronkiolitis merupakan penyakit paru yang paling sering menyerang pada
bayi dan balita. Penyakit ini paling sering disebabkan oleh infeksi RSV (respiratory
syncytial virus). Umumnya bronkiolitis menyerang anak di bawah usia 2 tahun
dengan kejadian tersering kira-kira usia 6 bulan. Di Amerika Serikat dilaporkan
sekitar 120.000 bayi dirawat dergan bronkiolitis per tahun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Bronchitis dan Bronchiolitis?
2. Bagaimana anatomi fisiologi dari sistem pernafasan?
3. Bagaimana etiologi dari Bronchitis dan Bronchiolitis?
4. Bagaimana patofisiologi dari Bronchitis dan Bronchiolitis?
5. Bagaimana gejala dari Bronchitis dan Bronchiolitis?
6. Bagaimana tata laksana medis pada Bronchitis dan Bronchiolitis?
7. Bagaimana intervensi fisioterapi pada Bronchitis dan Bronchiolitis?
8. Bagaimana edukasi yang diberikan untuk menegah Bronchitis dan Bronchiolitis?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari Bronchitis dan Bronchiolitis.
2. Mengetahui anatomi fisiologi dari sistem pernafasan.
3. Mengetahui etiologi dari Bronchitis dan Bronchiolitis.
4. Mengetahui patofisiologi dari Bronchitis dan Bronchiolitis.
5. Mengetahui gejala dari Bronchitis dan Bronchiolitis.
6. Mengetahui tata laksana medis pada Bronchitis dan Bronchiolitis.
7. Mengetahui intervensi fisioterapi pada Bronchitis dan Bronchiolitis.
8. Mengetahui edukasi yang diberikan untuk menegah Bronchitis dan Bronchiolitis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
1. Bronchitis

Bronchitis adalah suatu peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh


berbagai macam mikroorganisme baik virus, bakteri, maupun parasit. Bronchitis
biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, Respiratory
Syncitial Virus (RSV), virus influenza, virus para influenza, dan Coxsackie virus.
Ada 2 jenis bronchitis yaitu bronchitis akut dan kronik (Ii & Bronkhitis, 2016)
Bronchitis akut adalah serangan bronchitis dengan perjalanan penyakit yang
singkat dan berat, disebabkan oleh karena terkena dingin, penghirupan bahan-
bahan iritan, atau oleh infeksi akut, dan ditandai dengan demam, nyeri dada
(terutama disaat batuk), dyspnea, dan batuk. Bronchitis kronik adalah bentuk
peradangan yang lama dan berkesinambungan akibat serangan berulang bronchitis
akut atau penyakit penyakit umum kronis, dan ditandai dengan batuk,
ekspektorasi, dan perubahan sekunder jaringan paru (Smeltzer & Bare, 2014)
Bronchitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang
berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Pasien
dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran
pernapasan bawah (Sylvia, Price, & Wilson, 1994).
2. Bronchiolitis

Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang


disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan
obstruksi saluran napas dan mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory
Syncytial Virus (RSV). Ditandai dengan gejala peradangan akut, edema, dan
nekrosis dinding sel epitel saluran napas kecil disertai peningkatan produksi
mukus. Rendahnya kadar vitamin D turut berperan dalam perkembangan penyakit
ini. Gejala dan tanda umumnya dimulai dari batuk dan pilek, dapat berlanjut ke
takipneu, mengi, ronki, penggunaan otot bantu napas, dan/atau napas cuping
hidung (Syncytial, 2014).
Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat, terjadi paling sering
pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian bronkiolitis dapat terjadi pada bulan
pertama kehidupan dan episode berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan
oleh virus yang sama (Junawanto & Goutama, 2016).
Bronchiolitis paling sering menyerang bayi dan balita karena hidung dan
saluran udara kecil (bronkiolus) lebih mudah terhambat daripada anak-anak yang
lebih tua atau orang dewasa.

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan


1. Paru
Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m2 untuk
pertukaran udara. Paru kanan terbagi menjadi lobus atas, tengah, dan bawah oleh
fissura obliqus dan horizontal. Paru kiri hanya memiliki fissura obliqus sehingga
tidak ada lobus tengah. Segmen lingular merupakan sisi kiri yang ekuivalen
dengan lobus tengah kanan. Namun, secara anatomis lingual merupakan bagian
dari lobus atas kiri. Setiap paru diselubungi oleh kantung pleura berdinding ganda
yang membrannya melapisi bagian dalam toraks dan menyelubungi permukaan
luar paru. Setiap pleura mengandung beberapa lapis jaringan ikat elastik dan
mengandung banyak kapiler. Diantara lapisan pleura tersebut terdapat cairan yang
bervolume sekitar 25-30 mL yang disebut cairan pleura. Cairan pleura tersebut
berfungsi sebagai pelumas untuk gerakan paru di dalam rongga. Vena bronkialis,
yang juga berhubungan dengan vena pulmonalis, mengalirkan darah ke vena
azigos dan vena hemiazigos. Alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-
cabang terminal arteri pulmonalis dan darah yang teroksigenasi mengalir kembali
melalui cabang-cabang vena pulmonalis. Dua vena pulmonalis mengalirkan darah
kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung. Paru dipersyarafi oleh pleksus
pulmonalis yang terletak di pangkal paru. Pleksus ini terdiri dari serabut simpatis
(dari truncus simpaticus) dan serabut parasimpatis (dari arteri vagus). Serabut
eferen dari pleksus mensarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari
membran mukosa bronkioli dan alveoli (Ii & Pustaka, n.d.).

2. Saluran Napas
Saluran pernapasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring,
trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian, yakni
saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah melalui saluran
hidung dan faring, tempat udara pernapasan dihangatkan dan dilembabkan oleh
uap air, udara inspirasi berjalan menuruni trakea, melalui bronkiolus, bronkiolus
respiratorius, dan duktus alveolaris sampai alveolus. Antara trakea dan kantong
alveolar terdapat 23 kali percabangan saluran udara. Enam belas percabangan
pertama saluran udara merupakan zona konduksi yang meyalurkan udara dari
dan ke lingkungan luar. Bagian ini terdiri atas bronkus, bronkiolus, dan
bronkiolus terminalis. Tujuh percabangan berikutnya merupakan zona peralihan
dan zona respirasi, dimana proses pertukaran gas terjadi, terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, dan alveolus. Adanya percabangan saluran
udara yang majemuk ini meningkatkan luas total penampang melintang saluran
udara, dari 2,5 cm2 di trakea, menjadi 11.800 cm2 di alveoli. Akibatnya,
kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai yang
sangat rendah. Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di
sebagian besar daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus
dan endotel kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 μm. Tiap
alveolus dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2. Sel tipe 1
merupakan sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe 2
(pneumosit granuler) lebih tebal, 16 banyak mengandung badan inklusi lamelar
dan mensekresi surfaktan. Surfaktan merupakan zat lemak yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan (Ii & Pustaka, n.d.).

3. Otot Pernapasan
Gerakan diafragma menyebabkan perubahan volume intratoraks sebesar 75%
selama inspirasi tenang. Otot diafragma melekat di sekeliling bagian dasar
rongga toraks, yang membentuk kubah diatas hepar dan bergerak ke arah bawah
seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak pergerakan diafragma berkisar
antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam. Otot inspirasi utama lainnya
adalah musculus interkostalis eksternus, yang berjalan dari iga ke iga secara
miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi pada vertebra sehingga
ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga-iga dibawahnya akan
terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan memperbesar
diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga meningkat,
tetapi dengan derajat yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus dan
diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Musculus scalenus dan musculus sternocleidomastoideus merupakan otot
inspirasi tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada
pernapasan yang sukar dan dalam. Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi
ekspirasi kuat dan menyebabkan volume intratoraks berkurang. Musculus
intercostalis internus bertugas untuk melakukan hal tersebut karena otot-otot ini
berjalan miring ke arah bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga ketika
berkontraksi, otot-otot ini akan menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot
dinding abdomen anterior 17 juga membantu proses ekspirasi dengan cara
menarik iga-iga ke bawah dan ke dalam serta dengan meningkatkan tekanan
intra-abdomen yang akan mendorong diafragma ke atas (Ii & Pustaka, n.d.).
C. Etiologi
1. Bronchitis disebabkan karena infeksi , penyakit ini juga dapat muncul dengan
sendiri atau akibat dari adanya gangguan paru paru kronis. (Togap et al., 2013)
a. Bronchitis akut disebabkan oleh virus , kuman kuman yang ditemukan
pada dahak penderita pneumococcus , streptococcus beta-hemolitik dan
haemophilus influenzae , sedangkan
b. Bronchtis kronis , penyebab bronchitis kronis yaitu penyakit jantung
menahun dan keadaan hipersensitivitas juga bias menyebabkan penyakit
ini (asma atau infeksi kronik saluran nafas) . Faktor presdiposisi dari
bronchitis adalah alergi , perubahan cuaca , populasi udara dan infeksi
saluran nafas atas kronik (Ngastiyah , 2003)
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang biasa terdapat
pada daerah industri . Polusi udara yang terus menerus juga merupakan
presdiposisi infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktifitas silia dan
fogositosis , sehingga timbunan mucus meningkat sedangkan mekanisme
pertahanannya sendiri melemah (Sivia A.Price , 1995).

2. Bronchiolitis disebabkan oleh virus khususnya RSV (respiratory syncytial virus).


Penyakit ini terjadi ketika virus menginfeksi bronkiolus yang merupakan saluran
napas terkecil di paru-paru. Infeksi menyebabkan bronchioles membengkak dan
kemudian meradang. Mukus atau lender terkumpul di dalam saluran napas ini
sehingga membuat udara sulit untuk keluar masuk dengan bebas di paru- paru
(Junawanto & Goutama, 2016).

Kebanyakan kasus pada bronchiolitis disebabkan oleh RSV yang merupakan virus
yang banyak menginfeksi anak usia hingga dua tahun. Penyakit infeksi paru ini juga
bisa disebabkan oleh virus lainnya termasuk virus penyebab flu atau common cold.
Dan untuk penyebaran virus ini sangat mudah , yaitu melalui droplet (kontak udara)
ketika orang yang terinfeksi bronchiolitis sedang batuk , bersin dan berbicara atau
terinfeksi dengan menyentuh benda yang digunakan untuk bersamaan misalnya
handuk atau mainan yang kemudian menyentuh mata , mulut ataupun hidung
(Junawanto & Goutama, 2016)
D. Patofisiologi.
1. Bronchitis , didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas oleh virus dan
infeksi bakteri sekunder oleh S. Pneumonia atau hemophilus influenza. Adanya
bahan-bahan pencemar udara juga memperburuk keadaan penyakit begitu juga
dengan menghisap rokok. Anak menampilkan batuk-batuk yang sering, kering
tidak produktif dan dimulai berkembang berangsur-angsur mulai hari 3 – 4 setelah
terjadinya rinitis. Penderita diganggu oleh suara-suara meniup selama bernafas
(ronki) rasa sakit pada dada dan kadang-kadang terdapat nafas pendek. Batuk-
batuk proksimal dan penyumbatan oleh sekreasi kadang-kadang berkaitan dengan
terjadinya muntah-muntah. Dalam beberapa hari, batuk tersebut akan produktif
dan dahak akan dikeluarkan penderita dari jernih dan bernanah. Dalam 5 – 10 hari
lendir lebih encer dan berangsur-angsur menghilang. Temuan-temuan fisik
berbeda-beda sesuai dengan usia penderita serta tingkat penyakit. Pada mulanya
anak tidak demam atau demam dengan suhu rendah serta terdapat tanda-tanda
nasofaringtis. Infeksi konjungtiva dan rinitis. Kemudian auskultasi akan
mengungkapkan adanya suara pernafasan bernada tinggi, menyerupai bunyi-bunyi
pernafasan pada penyakit asma. Pada anak-anak dengan malnutrisi atau keadaan
kesehatan yang buruk, maka otitis, sinusitis dan penumonia merupakan temuan
yang sering dijumpai (Ngastiyah, 2003).

2. Bronchioliosis , didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang
disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi
bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- jebris
seluler. Karena tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding
terrbalik dengan pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil yang
pada dinding brokiolus pada bayi akan mengakibatkan pengaruh besar atas aliran
udara. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase
inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas
mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan
terrperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis
yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru.
Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya
hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi
kecuali pada penderita yang terserang (Fallis, 2013).

E. Gejala
1. Bronchitis
Bronkitis akut biasanya mengikuti gejala-gejala infeksi saluran respiratori
seperti rinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3–4 hari setelah rinitis. Batuk
pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk
lepas yang ringan dan produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang
lendir tetapi menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras
dan memuncak. Pada anak yang lebih tua, keluhan utama dapat berupa produksi
sputum dengan batuk, serta nyeri dada pada keadaan yang lebih berat (Akut, n.d.)
Pada umumnya, gejala akan menghilang dalam 10–14 hari. Bila tanda-tanda
klinis menetap hingga 2–3 minggu, perlu dicurigai adanya proses kronis. Selain
itu, dapat juga terjadi infeksi bakteri sekunder. Sebagian besar terapi bronkitis
akut viral bersifat suportif. Pada kenyataannya, kebanyakan rinitis dapat sembuh
tanpa pengobatan sama sekali. Istirahat yang cukup, kelembaban udara yang
cukup, masukan cairan yang adekuat, serta pemberian asetaminofen pada keadaan
demam bila perlu, sudah mencukupi untuk beberapa kasus. Antibiotik sebaiknya
hanya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau telah dibuktikan
dengan pemeriksaan penunjang lainnya. Pemberian antibiotik berdasarkan terapi
empiris biasanya disesuaikan dengan usia, jenis organisme yang biasa
menginfeksi, dan sensitivitas di komunitas tersebut. Antibiotik juga telah
dibuktikan tidak mencegah terjadinya infeksi bakteri sekunder, sehingga tidak ada
tempatnya diberikan pada bronkitis akut viral (Akut, n.d.).
2. Bronchiolitis
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik
dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi
dinding dada, hipersonor pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki
pada auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum. Klinisi harus dapat
menegakkan diagnosis bronkiolitis dan menilai derajat keparahan berdasarkan
riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan
radiologis tidak harus rutin dilakukan (Learning & Finding, n.d.)
Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu diperhatikan, seperti usia
kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas, penyakit jantung-paru yang
mendasari, serta imunodefisiensi Diagnosis banding utama bronkiolitis pada anak
adalah asma. Kedua penyakit ini sulit dibedakan pada episode pertama, namun
adanya kejadian mengi berulang, tidak adanya gejala prodromal infeksi virus, dan
adanya riwayat keluarga dengan asma dan atopi dapat membantu menegakkan
diagnosis asma. Kelainan anatomi seperti cincin vaskuler dapat menyebabkan
obstruksi saluran napas dan gangguan inspirasi ataupun ekspirasi. 3 Benda asing
harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Penyebab mengi lain yang
sering pada bayi muda adalah Gastroesophageal Reux Disease (GERD) (Learning
& Finding, n.d.).

F. Tata laksana medis pada Bronchitis dan Bronchiolitis


1. Bronkhiotis
Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita
diberikan aspirin atau acetaminophen. Kepada anak-anak sebaiknya hanya
diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak
cairan.. Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan
bahwa penyebabnya adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau
dan demamnya tetap tinggi) dan penderita yang sebelumnya memiliki penyakit
paru-paru.Kepada penderita dewasa diberikan trimetoprim-sulfametoksazol,
tetracyclin atau ampisilin.Erythromycin diberikan walaupun dicurigai
penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae.Kepada penderita anak-anak
diberikan amoxicillin.Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik (Akut,
n.d.)

2. Bronkiolitis
a. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan
distres pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah dengan
nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal dengan kadar
oksigen 30 – 40%.2 Apabila tidak ada oksigen, anak harus ditempatkan
dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi, sebaiknya dengan uap
dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di tempat peradangan.7 Terapi
oksigen diteruskan sampai tanda hipoksia hilang.2 Penggunaan kateter
nasal >2 L/menit dengan maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan
kebutuhan rawat di Paediatrics Intensive Care Unit (PICU).8 Penggunaan
kateter nasal serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi
kebutuhan obat sedasi (N. Dearasi Deby Nadhifanny, 2017)
Pemberian oksigen suplemental pada anak dengan bronkiolitis perlu
memperhatikan gejala klinis serta saturasi oksigen anak, karena tujuannya
adalah untuk pemenuhan kebutuhan oksigen anak yang terganggu akibat
obstruksi yang mengganggu perfusi ventilasi paru.5,9 Transient oxygen
desaturation pada anak umum terjadi saat anak tertidur, durasinya
b. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik dan
respiratorik yang mungkin timbul dan mencegah dehidrasi akibat
keluarnya cairan melalui mekanisme penguapan tubuh (evaporasi) karena
pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi,
dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui intravena maupun
nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung dapat menyebabkan
aspirasi, dapat memperberat sesak, akibat tekanan diafragma ke paru oleh
lambung yang terisi cairan.7 Pemberian cairan melalui jalur nasogastik
atau intravena perlu pada anak bronkiolitis yang tidak dapat dihidrasi oral.

c. Bronkodilator dan Kortikosteroid


Albuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid sistemik tidak harus
diberikan.5 Beberapa penelitian meta-analisis dan systematic reviews di
Amerika menemukan bahwa bronkodilator dapat meredakan gejala klinis,
namun tidak mempengaruhi penyembuhan penyakit, kebutuhan rawat
inap, ataupun lama perawatan, sehingga dapat disimpulkan tidak ada
keuntungannya, sedangkan efek samping takikardia dan tremor dapat lebih
merugikan.5 Sebuah penelitian randomized controlled trial di Eropa pada
tahun 2009 menunjukkan bahwa nebulisasi epinefrin dan deksametason
oral pada anak dengan bronkiolitis dapat mengurangi kebutuhan rawat
inap, lama perawatan di rumah sakit, dan durasi penyakit.10 Nebulisasi
hypertonic saline dapat diberikan pada anak yang dirawat.5 Nebulisasi ini
bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran napas untuk
membersihkan lendir dan debris-debris seluler yang terdapat pada saluran
pernapasan.
d. Antivirus
Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya
masih kontroversial baik efektivitas maupun keamanannya.6 The
American Academy of Pediatrics merekomendasikan penggunaan ribavirin
pada keadaan yang diperkirakan akan menjadi lebih berat seperti pada
penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit
paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur.7 Ribavirin
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas penderita bronkiolitis
dengan penyakit jantung jika diberikan sejak awal.1,3,7 Penggunaan
ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL
diberikan dalam 12-18 jam per hari selama 3- 7 hari.
e. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan oleh
virus, kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan.5 Terapi antibiotik sering
digunakan berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak
terdeteksi,5 padahal hal ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder
oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut; sehingga
penggunaannya diusahakan hanya berdasarkan indikasi.7 Pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan untuk anak dengan bronkiolitis yang
membutuhkan intubasi dan ventilasi mekanik untuk mencegah gagal
napas.5 Antibiotik yang dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun
untuk Mycoplasma pneumoniae diatasi dengan eritromisin.

G. Intervensi fisioterapi pada Bronchitis dan Bronchiolitis


1. Bronkhitis
a. Sinar Infra Merah
Lakukan tes sensibilitas tajam tumpul pada area otot pectoralis mayor
dan trapezius upper kemudian posisikan pasien senyaman mungkin. Pada area
yang diterapi bebas dari pakaian. Persiapkan alat IR dengan mengarahkan
sinar infra merah tepat tegak lurus pada otot pectoralis mayor dan trapezius
upper dengan jarak 45 cm dengan waktu penyinaran 10 menit pada tiap
bagian. Terapis memberikan informasi efek rasa hangat yang muncul pada
sinar infra merah, apabila pasien merasakan panas yang berlebihan saat terapi
berlangsung diharapkan dapat memberitahukan kepada terapis.
b. Chest Fisioterapi Fisioterapi dada dengan menggunakan beberapa tehnik
seperti postural drainage, tapotement, batuk efektif, breathing exercise.
c. Postural Drainage Postural drainage adalah posisi tubuh dengan menggunakan
gravitasi untuk membantu mengalirkan sekresi (mukus) dari segmen paru-paru
pasien. Pada setiap posisi, bronchus segmental pada area yang akan dialirkan
harus tegak lurus dengan lantai.
d. Tapotement Tapotement adalah pengetokan dinding dada dengan tangan.
Untuk melakukan tapotement, tangan dibentuk seperti mangkuk dengan
memfleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan jari telunjuk.
Perkusi dinding dada secara mekanis akan melepaskan sekret. Indikasi untuk
perkusi dilakukan pada pasien yang mendapatkan postural drainage.
e. Batuk Efektif Latihan batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan
benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan sekret secara maksimal.
f. Breathing Exercise Latihan napas yang terdiri atas pernapasan diafragma dan
purse lips breathing. Tujuan latihan pernapasan adalah untuk mengatur
frekuensi dan pola napas, memperbaiki fungsi diafragma,memperbaiki
mobilitas sangkar thorak dan mengatur kecepatan pernapasan sehingga
bernapas lebih efektif. Latihan ini meningkatkan inflasi alveolar maksimal,
meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan, menyingkirkan pola
aktivitas otot-otot pernapasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi,
melambatkan frekuensi pernapasan, dan mengurangi kerja pernapasan.

2. Bronkiolitis
Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi ataupun perkusi
(5 trials) atau teknik pernapasan pasif tidak lebih baik selain pengurangan durasi
pemberian terapi oksigen.5 Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk
meredakan sementara kongesti nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun
sebuah studi retrospektif menyatakan deep suctioning berhubungan dengan durasi
rawat inap lebih lama pada anak usia 2 – 12 bulan.
Tatalaksana bronkiolitis pada umumnya bersifat suportif, yaitu suplementasi
oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar
konsumsi oksigen minimal, tunjangan respirasi bila perlu dan nutrisi. Setelah itu,
baru dipertimbangkan penggunaan bronkodilator, kortikosteroid, antiviral dan
pencegahan dengan vaksin RSV.12 Terapi inhalasi merupakan metode pemberian
obat secara inhalasi ke saluran pernapasan. Salah satu sistem inhalasi yang luas
digunakan adalah nebulisasi. Metode ini mengubah obat dalam bentuk cair
menjadi bentuk aerosol sehingga mudah diinhalasi dan masuk ke saluran
pernapasan. Pemberian terapi inhalasi kortikosteroid dan bronkodilator masih
menjadi perdebatan untuk bronkiolitis. Ada sebagian ahli yang menyatakan
pemberiannya cukup bermanfaat, sebagian lagi berpendapat tidak. Adapun
penelitian mengenai pemberian Pedoman diagnosis dan terapi ilmu kesehatan
anak yang dipublikasikan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
merekomendasikan pemberian nebulisasi NaCl 3% 4 mL dengan frekuensi 3–6
kali per hari. Nebulisasi ini dapat diberikan pada penderita bronkiolitis baik pasien
rawat jalan maupun rawat inap (N. Dearasi Deby Nadhifanny, 2017).

H. Edukasi
1. Mencuci tangan secara rutin , mencuci tangan merupakan cara yang paling
efektif untuk menghindari tubuh terinfeksi virus.
2. Menggunakan masker untuk mencegah penularan bronchitis
3. Menjaga system kekebalan tubuh ,menyediakan waktu yang cukup untuk
beristirahat , mengonsusmsi makanan sehat , olahraga dan menghindari stress.
4. Membersihkan permukaan benda sekitar , Virus yang beredar di udara dan
permukaan yang terkontaminasi mampu bertahan hidup dengan 48 jam . Jika
virus menempel pada tangan kemudian menyentuh mata mulut dan hidung
dengan tangan yang terkontaminasi maka penularan infeksi dapat terjadi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Bronchitis dan Bronchiolitis merupakan dua dari banyak sekali
macam penyakit yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit Bronchitis
peradangan pada bronchus yang disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
baik virus, bakteri, maupun parasit. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, baik
anak-anak maupun orang dewasa. Contoh pemicu terjadinya penyakit ini adalah
polusi udara. Sedangkan penyakit bronchiolitis merupakan infeksi saluran napas
kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat pada
bayi dan anak-anak. Penyembuhan penyakit ini dapat melalui tindakan medis seperti
pemberian obat, antibiotik, dan sebagainya. Selain itu tindakan fisioterapi seperti
pemberian nebulisasi dapat dilakukan.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas memiliki banyak kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas. 
Penulis juga menghimbau bagi pembaca untuk selalu menjaga kesehatan dan
menjaga gaya hidup yang baik dan benar agar dapat memperkecil dan terhindar dari
resiko penyakit bronchitis dan bronchiolitis seperti yang telah dibahas di makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Akut, B. (n.d.). Bronkitis Akut.


Fallis, A. . (2013). Bronkiolitis. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Ii, B. A. B., & Bronkhitis, A. (2016). Hubungan Jenis Lama..., CAHYATI, Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP, 2016.
Ii, B. A. B., & Pustaka, T. (n.d.). Adisty_Octaviyani_22010111140171_Lap.KTI_Bab2. 13–
44.
Junawanto, I., & Goutama, I. L. (2016). Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada
Anak. Cermin Dunia Kedokteran, 43(6), 427–430.
Learning, C., & Finding, C. (n.d.). Setelah mengikuti modul ini peserta didik dipersiapkan
untuk mempunyai ketrampilan di dalam mendiagnosis dan tatalaksana pneumotoraks
pada anak melalui pembahasan pengalaman klinis dengan didahului serangkaian
kegiatan berupa pre-test , diskusi, role play.
N. Dearasi Deby Nadhifanny, R. R. W. P. (2017). Nebulisasi NaCl 3% Lebih Efektif
daripada NaCl 0,9 % pada Bronkiolitis Akut NaCl 3% Nebulisation is More Effective
than NaCl 0,9 % Nebulisation in Acute Bronchiolitis. Jurnal Majority, 6(3), 136–141.
Smeltzer, & Bare. (2014). Pemeriksaan Bronkitis. 6–28.
Syncytial, R. (2014). RSv Inlrsi jringan Retensi beberapa pasien . Semakin tinggi laju.
Togap, R., Rasmaliah, & Jemadi. (2013). Karakteristik Penderita Bronkitis yang dirawat
Jalan berdasarkan Kelompok Umur ≥ 15 Tahun di RSU Dr. Ferdinan Lumban Tobing
Sobolga Tahun 2010-2012. Jurnal Gizi, Kesehatan Reproduksi Dan Epidemiologi, 2(6),
1–10.
Pertanyaan :

1. Penyebab tersering Bronkiolitis adalah ...


a. Respiratory Synctivial Virus
b. Virus Influenza
c. Pheumococcus
d. Rhinovirus
e. Staphylococcus
Jawaban: A , Karena RSV banyak menginfeksi anak usia hingga 2 tahun.

2. Penyakit pernafasan yang paling sering menyerang bayi pada usia 2-6 bulan adalah ...
a. Asma
b. Bronkitis
c. Bronkiolitis
d. Influenza
e. Pneumonia
Jawaban : C , Karena pada bayi dan balita , hidung dan saluran udara kecil(bronkiolus)
lebih mudah terhambat padaanak anak yang lebih tua atau orang dewasa.

3. Berikut ini yang merupakan salah satu faktor resiko untuk Bronkitis akut adalah ...
a. Trauma
b. Faktor Genetik
c. Overdosis Obat
d. Polusi Udara
e. Demam
Jawaban : D , Polusi yang disebabkan karena asap rokok , kendaraan pabrik akan
memperlambat aktifitas silia dan fogositosis dan sehingga mekanisme pertahanannya
akan melemah.

4. Berikut ini yang merupakan salah satu Intervensi pada Bronkitis?


a. SWD
b. Batuk tidak Efektif
c. Laser
d. Ultrasound
e. Batuk Efektif
Jawaban : E , Karena dengan melakukan batuk efektif , pasien dapat menghemat
energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan sekret secara maksimal.
5. Bronkiolitis akut ditandai oleh obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh:
a. Penimbunan lendir serta debris- jebris seluler
b. Spasme
c. Gatal"
d. Infeksi
Jawaban : A, Karena tahanan terhadap aliran udara di dalam tabung berbanding
terbalik dengan pangkat tiga dari tabung tersebut, maka penebalan kecil pada dinding
brokiolus pada bayi akanmengakibatkan pengaruh besar atas aliran udara.

6. Pada hari keberapa biasanya lendir mulai encer dan berangsur menghilang?
a. 2-3
b. 5-10
c. 3-4
d. 6-8
Jawaban : B, karena jawaban A dan C merupakan awal dari munculnya batuk" dan
lendir.

7. Otot yang bertugas mengangkat iga-iga saat berkontraksi adalah


a. M. Intercostalis eksternus
b. M. Biceps brachii
c. M. Teres mayor
d. M. Serratus anterior
e. M. Pectoralis mayor
Jawaban : A, karena M. Intercostalis Internus yang berkontraksi sehingga iga-iga
dibawahnya terangkat)

8. Perubahan volume intratoraks sebesar ...


a. 25%
b. 50%
c. 65%
d. 75%
e. 100%
Jawaban : D, karena adanya gerakan diafragma yang menyebabkan perubahan
volume intratoraks sebesar 75%, selama inspirasi tenang.

9. Yang bukan merupakan virus penyebab penyakit bronkitis adalah......


a. Virus influenza
b. Virus Rubeola
c. Adenovirus
d. Paramyxovirus
e. Virus Poliomielitis
Jawaban : E, karena Virus Poiliomielitis itu penyakit kulit yang sering terjadi pada
anak maupun bayi.
10. Pada umumnya gejala pada penyakit bronkitis akut akan hilang selama berapa hari?
a. 7 hari
b. 2 minggu
c. 10-14 hari
d. 3-4 hari
e. 12 jam
Jawaban : C, karena menurut sumber gejala pada penyakit bronkitis akut akan hilang
selama 10-14 hari.

Anda mungkin juga menyukai