Disusun Oleh :
Kelompok : 2
Kelas: PSIK 4C
1. Aditya Dwi Perkasa Sasmita (1018031003)
2. Alya Mufida Alansa (1018031009)
3. Arie Alfitriansyah (1018031015)
4. Diky Bahrudin (1018031033)
5. Fitri Handayani (1018031049)
6. Haris Hidayat (1018031052)
7. Mentari Adlu Misranwido (1018031074)
8. Pratami Noni Maharani (1018031090)
9. Siti Nuraviah Oktasari (1018031114)
10. Wiyah (1018031132)
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Penatalaksanaan Pada Pasien
dengan ARDS ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Keperawatan Gawat Darurat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Dalam menyusun makalah ini, penulis telah menyelesaikan sebaik mungkin
dan selesai tepat waktu dan penyusun telah dibimbing oleh dosen pembimbing dan
banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sebagai bentuk rasa syukur,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran agar penulis dapat memperbaiki makalah
dengan lebih cermat lagi, sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata, penulis harap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat bermanfaat ataupun inspirasi bagi para pembaca.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
C. Tujuan Penulisan................................................................................................5
1 Tujuan umum..................................................................................................5
2 Tujuan khusus.................................................................................................5
B. Konsep Penyakit...............................................................................................9
1. Definisi............................................................................................................9
3. Manifestasi Klinik.........................................................................................10
4. Patofisiologi..................................................................................................11
5. Pathway.........................................................................................................13
6. Komplikasi....................................................................................................13
8. Penatalaksanaan............................................................................................14
BAB IV KESIMPULAN............................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu komplikasi
dari COVID-19 yang paling sering dengan angka kematian yang cukup tinggi.
ARDS muncul sebagai salah satu gambaran disfungsi organ pada fase
hiperinflamasi COVID-19. Patofisiologi dan manifestasi klinis ARDS yang
disebabkan COVID-19 memiliki perbedaan dengan ARDS pada umumnya
[ CITATION Fat20 \l 1033 ].
Pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Cina, muncul pneumonia virus yang
belum diketahui penyebabnya. Awalnya jumlah pasien teridentifikasi belum
terlalu banyak tetapi sebagian besar mengalami kerusakan paru yang berat. World
Health Organization (WHO) memberi nama pneumonia ini dengan corona-virus
disease 2019 (COVID-19). Jumlah pasien COVID-19 meningkat cepat ke seluruh
dunia dengan sebagian jatuh pada kondisi kritis. Angka mortalitas dan morbiditas
pada pasien COVID-19 dengan kondisi kritis masih cukup tinggi. Studi
menjelaskan bahwa sebagian besar pasien terinfeksi COVID-19 kritis mengalami
disfungsi organ, dimana 67% diantaranya dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), 29% dengan disfungsi hepar, 29% dengan Acute Kidney
Injury (AKI), 23% dengan cardiac injury, dan 2% dengan pneumothoraks
[ CITATION Gib20 \l 1033 ].
ARDS yang dipicu oleh pneumonia COVID-19 biasa disebut sebagai
CARDS. Pasien COVID-19 yang mengalami ARDS mempunyai tingkat kematian
50% - 94%. Luaran pasien ARDS yang disebabkan oleh COVID-19 lebih buruk
daripada pasien ARDS yang disebabkan oleh penyakit lain [ CITATION Gib20 \l
1033 ]. ARDS mempunyai manifestasi klinis dan radiologis yang beragam. Hal ini
membuat beberapa perbedaan pada tatalaksana ARDS terutama terkait
manajemen ventilasi mekanik [ CITATION Fat20 \l 1033 ].
Angka kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ARDS
±40%, hal ini berhubungan dengan derajat beratnya kondisi kekurangan oksigen.
Meskipun kekurangan oksigen merupakan faktor risiko terjadinya kematian pada
ARDS tetapi secara umum kematian disebabkan oleh kegagalan organ
4
multisistem dan beratnya penyakit penyerta. Hanya sebagian kecil pasien ARDS
yang meninggal akibat kegagalan pernafasan berat [ CITATION Abo18 \l 1033 ].
Dari data diatas menunjukan bahwa ARDS merupakan masalah terbesar
untuk suatu penyakit penyerta dan gawat darurat yang akan mengancam nyawa
atau bahkan kematian. Oleh sebab itu, kami akan membahas tentang ARDS dari
patofisiologi sampai manajemen terapinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apasaja anatomi dan fisiologi ARDS?
2. Apa saja konsep penyakit ARDS?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ARDS?
C. Tujuan Penulisan
1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apa itu ARDS.
2 Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi anatomi dan fisiologi ARDS.
b. Untuk mengidentifikasi konsep penyakit ARDS.
c. Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien ARDS.
5
BAB II
REVIEW ANATAMOI FISIOLOGI TRAUMA TORAKS DAN
KONSEP KASUS YANG DIAMBIL
6
Kemudian udara masuk melewati Faring. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar dibagian atas dan
sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Bagian atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, bagian depan
berhubungan dengan rongga mulut malalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan bagian bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa kurang lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang.
Lalu udara melewati Laring yang merupakan bagian yang terbawah
dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga
terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas
adalah aditus laring sedangkan batas bawah adalah kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu lubang yaitu tulang hioid dan
beberapa buah tulang rawan.
Dari laring menuju ke Trakea yang terletak dibawah laring dan diatas
paru- paru dimana terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Cabang terkecil
dikenal sebagai bronkiolus. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Tempat
di mana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal
sebagai karina.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya
hampir vertikal dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara).
7
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada
waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tapi untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada
waktu ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus
tergantung dari beberapa faktor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan
sistem enzim biosintetiknya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi
yang memadai dan aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan
dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru-
paru [CITATION Mar15 \l 1033 ].
8
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom
kegagalan pernapasan akut yang ditandai dengan edama paru akibat
peningkatan permeabilitas, yaitu kondisi yang muncul ketika cairan
menggumpal di alveoli (kantung udara kecil dan elastis pada paru-paru).
Sindrom ini lebih tepat disebut sebagi sindrom distress pernapasan “akut”
karena mulainya bersifat akut[CITATION Djo09 \l 1057 ].
ARDS dapat dianggap sebagai spektrum penyakit, dari bentuknya
yang lebih ringan (cedera paru-paru akut) hingga bentuk ARDS yang paling
parah dan mengancam jiwa. Sindrom klinis ini ditandai dengan proses
inflamasi parah yang menyebabkan kerusakan alveolar difus yang
mengakibatkan edema paru mendadak dan progresif, peningkatan infiltrat
bilateral pada xray dada, hipoksemia yang tidak responsif terhadap
suplementasi oksigen terlepas dari jumlah PEEP, dan tidak adanya
peningkatan tekanan atrium kiri [ CITATION Bru18 \l 1057 ].
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS (Gagal nafas
Akut) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen
dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru
- paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel–sel tubuh. Sehingga tegangan oksigen berkurang
dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.
Mekanisme Etiologi
Kerusakan Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen,
paru akibat aspirasi asam lambung, tenggelam, sepsis, syok (apapun
inhalasi penyebabnya), koagulasi intravaskuler tersebar
(disseminated intravascular coagulation-DIC) dan
pankreatitis idiopatik.
Obat-obatan Heroin dan salisilat
infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan emnion, emboli paru
thrombosis, rudapaksa (trauma) paru, radiasi, keracunan
oksigen, transfuse massif, kelainan metabolic (uremia),
9
bedah mayor.
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Awalnya, ARDS sangat mirip dengan edema paru
berat. Fase akut ARDS ditandai dengan onset cepat dispnea berat yang
biasanya terjadi kurang dari 72 jam setelah kejadian pencetus [ CITATION Bru18
\l 1057 ].
Gejala ARDS biasanya muncul 24-48 jam setelah penyakit yang berat
atau trauma. Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea dan napas pendek, dan
terlihat jelas pengunaan otot pernapasan tambahan [CITATION Djo09 \l 1057 ].
10
foto paru menujukan edema paru, tetspi batas jantung normal. Pemberian
oksigen suplemen tidak meningkatkan PaO2 [CITATION Djo09 \l 1057 ].
4. Patofisiologi
Pemicu inflamasi memulai pelepasan mediator seluler dan kimia,
menyebabkan cedera pada membran kapiler alveolar selain kerusakan
struktural lain pada paru-paru. V/Q parah ketidak sesuaian terjadi. Alveolus
kolaps karena infiltrat inflamasi, darah, cairan, dan disfungsi surfaktan.
Saluran udara kecil menyempit karena cairan interstisial dan obstruksi
bronkus. Komplians paru dapat menurun secara nyata, mengakibatkan
penurunan kapasitas residual fungsional dan hipoksemia berat. Darah yang
kembali ke paru-paru untuk pertukaran gas dipompa melalui area paru yang
tidak berventilasi dan tidak berfungsi, menyebabkan pirau. Ini berarti bahwa
darah berinteraksi dengan alveoli yang tidak berfungsi dan pertukaran gas
sangat terganggu, mengakibatkan hipoksemia refrakter yang parah. Gambar
2.3 menunjukkan urutan kejadian patofisiologi yang mengarah ke ARDS
[ CITATION Bru18 \l 1057 ].
11
Gambar 2.3: [ CITATION Bru18 \l 1057 ].
12
5. Pathway
6. Komplikasi
a. kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan
penyakit dan individu harus bekerja lebih keras untuk mengatasi
penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi
melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi
penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan
13
dan menurunnya pH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan
pernapasan dan mungkin kematian.
b. Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan
di paru dan kurangnya ekspansi paru.
c. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena
stress (stress ulcers).
d. Dapat timbul koagulasi intravascular diseminata akibat banyaknya
jaringan yang rusak pada ARDS. (Corwin, 2009).
8. Penatalaksanaan
a) Farmakologi / Medis
1) Pemberian analgetik, antibiotik, Profilaksis Stress Ulcer, Heparin dan
Pemberian suplmen oksigen dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan PaO2.
2) Memberikan PEEP ventilasi/ Positive End Expiratory Pressure
(tekanan positif akhir respiratori. Yaitu memberikan tekanan positif
diakhir ekspirasi untuk mempertahankan lumen alveoli agar tetap
terbuka, dengan tujuan memastikan difusi gas tetap terjadi dan dapat
memperbaiki status oksigen.
3) Penyapihan Ventilator
14
Penyapihan ventilator pada umumnya dapat dilakukan segera
setelah pasien stabil. Parameter yang harus diperhatikan sebelum
memulai penyapihan ventilator adalah:
a. Dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan metode noninvasif
b. Hemodinamik stabil
c. Ventilasi menit ≤ 15 L
d. Positive end-expiratory pressure ≤ 5 cm H2O
e. Jalan napas terproteksi
f. Tidak terdapat agitas
g. Saturasi oksigen ≥ 90%
h. Rasio frekuensi napas/volume tidal ≤ 105Laju napas ≤ 35 per
menit.
i. Pasien yang memiliki risiko penggunaan ventilator lebih dari 10
hari sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan trakeostomi
[ CITATION War18 \l 1033 ].
15
pada pasien ARDS sedang dan berat selama 12 jam per hari atau lebih
[ CITATION Bru18 \l 1057 ].
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Ilustrasi Kasus
1. PENGKAJIAN
a. Biodata Klien
1) Nama : Ny. R
2) Umur : 67 tahun
5) Jam : 04.00
1) Keadaan Umum
b. Tanda-tanda vital :
4. Suhu : 37,9°C
2) Pengkajian Primer
a) Airway :
1. Bersih
b) Breathing :
17
1. Pergerakan dada : simetris
c) Circulation
d) Disability
e) Eksposure
f) Folley Chateter
g) Gastric Tube
3) Pengkajian Sekunder
4. Suhu : 37,9°C
18
b) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Saat Ini
2. Dada
3. Abdomen: normal
4. Punggung: normal
2) Lab :
19
a) leukosit 10,5 x 103/uL;
c) BUN 9,1mg/dL;
e) Glukosa 97 mg/dL;
f) SGOT 33 U/L;
g) SGPT 19 U/L;
1. pH 7,51; Alkalosis
2. pCO2 43 mmHg;
5. BE 11,3 mmol/L;
6. SO2 100%
d. Terapy
B. Analisa Data
SIGN &
ETIOLOGI MASALAH
SYMPTOM
DS: Pneumonia Gangguan Pertukaran
- Pasien Gas
mengatakan Merusak jaringan paru
20
sesak
ARDS
DO:
Pembentukan cairan berlebih dan
- pH: 7,51
sel inflammatory dari kapiler
- PCO2: 43
21
RR: 32x
menit Ronchi dan batuk
Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
DS: - Pneumonia Hipertermia
DO:
Akral : Merusak jaringan paru
teraba
hangat & ARDS
kering
Pembentukan cairan berlebih dan
Suhu:
sel inflammatory dari kapiler
37,9°
RR: Terjadi Inflamasi
32x /menit
Pengeluaran prostaglandin
Nadi: 106x
/menit
Mempengaruhi Hipotalamus
Peningkatan set point hipotalamus
Hipertemia
DS: - Pneumonia Risiko Intoleransi
DO: - Aktivitas
Merusak jaringan paru
ARDS
Pembentukan cairan berlebih dan
sel inflammatory dari kapiler
Cairan menumpuk di alveoli
Jalan nafas tidak adekuat
22
Sesak dan batuk
Beraktivitas tidak tuntas
Risiko Intoleransi Aktivitas
D. Rencana Keperawatan
23
Pasien - Pola napas napas
mengatakan membaik
- Monitor nilai AGD
sesak, pH:
- Takikardi
7,51, PCO2: - Monitor hasil x-ray
membaik
43, PO2: toraks
160, HCO3: - pH membaik
Terapeutik
34,3, Nadi:
- Atur interval
106x /menit,
pemantauan respirasi
Ronchi 2/3
sesuai kondisi pasien
lapang paru,
RR: 32x - Dokumentasikan
/menit hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Jalan intervensi keperawatan Observasi
NafasTidak selama 1x24 jam maka - Monitor pola napas
Efektif diharapkan bersihan (frekuensi,
berhubunga jalan napas meningkat, kedalaman, usaha
n dengan dengan kriteria hasil: napas)
Proses - Batuk efektif
- Monitor bunyi napas
Infeksi meningkat
tambahan
ditandai
- Dispnea (mis.gurgling, mengi,
dengan
menurun wheezing, ronkhi
Pasien
kering)
mengatakan - Frekuensi
sesak, batuk napas membaik Terapeutik
tidak - posisikan semi-
berdahak, fowler atau fowler
Ronchi 2/3
- berikan oksigen
lapang paru,
RR: 32x Edukasi
24
menit - ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Hipertemia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubunga intervensi keperawatan Observasi
n dengan selama 1x24 jam maka - Identifikasi penyebab
Proses diharapkan hipertermia (mis.
Penyakit Termogulasi membaik Dehidrasi, terpapar
ditandai dengan kriteria hasil: lingkungan panas,
dengan - Suhu tubuh penggunaan
Akral : membaik incubator)
teraba
- Suhu kulit - monitor suhu tubuh
hangat &
membaik
kering, - monitor komplikasi
Suhu: 37,9°, - Takikardi akibat hipertermia
RR: 32x menurun
Terapeutik
/menit,
Takipnea menurun - sediakan lingkungan
Nadi:
yang dingin
106x /menit
- longgarkan atau
lepaskan pakaian
25
- lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia)
- berikan oksigen
Edukasi
- anjurkan tirah baring
kolaborasi
- kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
26
membaik aktivitas secara
bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Dibawah ini adalah Evidance based Practice yang ditemukan terkait dalam
menunjang penanganan dan pengelolaan pada kasus ARDS :
BAB IV
KESIMPULAN
27
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel–sel tubuh. Sehingga tegangan
oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.
Pasien dengan ARDS merupakan pasien yang gawat darurat. Oleh karna itu
membutuhkan penangan cepat tepat dan tanggap, jika tidak akan membahayakan
nyawa pasien dan akan menimbulkan kematian.
Penyebab terjadinya ARDS tidak hanya dari terjadinya inhalasi gas darah,
trauma, aspirasi, namun penyebab paling besar ialah adanya infeksi bakteri, virus,
jamur yang timbul akibat dari pemakaian ventilator yaitu dari Manajemen dan
prognosis pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis/ prologeded ventilator yang
berkepanjangan (25%) dan juga timbul akibat penangan perawatan selama di ICU
yang berkepanjangan (10%).
Maka tugas perawat dalam penangan pasien dengan ventilator di ruang IGD
maupun ICU harus lebih aware terhadap pasien, karena pasien dengan ventilator
sangat beresiko mengalami atropi dan kelemahan otot akibat imobilisasi. Perawat
harus selalu memastikan ventilator pasien setiap 48jam sekali diperiksa dan diganti
agar tidak timbul adanya jamur, bakteri atau virus seperti bakteri pneumonia di dalam
ventilator tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, & Suddart. (2018). Text Book of Medical-Surgical Nursing (14 ed.). (J. Hinkle, & K.
Cheever, Eds.) New York: Wolters Kluwer.
28
Fatoni, A., & Rakhmatullah, R. (2020). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada
Pneumonia COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain, 2, 11-24. Retrieved 10 3,
2021, from https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/45/115
Gibson, P., Qin, L., & Puah, S. (2020). COVID-19 acute respiratory distress syndrome (ARDS):
clinical features and differences from typical pre-COVID-19 ARDS. Perspectives , 213,
54-56. doi:10.5694/mja2.50674
Martini. (2015). Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan. In Chino, & A. Haryani (Ed.), BAB-XI-
PERNAFASAN (A. Haryani, Trans., pp. 171-182). Jakarta: Chino.doc.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar; Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, T., Putri, B., & Kirana, D. (2015). Teori Asuhan Keperawatana Gawat Darurat.
Padang: Medical book.
Paryono. (2020). Anatomi Fisiologi untuk Trapis. (U. Khasanah, Ed.) Surabaya: Kanaka Media.
Patriani. (2012, Agustus 2). Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Dada. Retrieved
September 25, 2021, from Askep Trauma Dada: http://asuhan-keperawatan-
patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html.
Rendy, M., & Th, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.
Yogjakarta: Nuha Medika.
Riviello , E., Kiviri, W., Twagirumugabe, T., & Mueller, A. (2016). Hospital incidence and
outcomes of the acute respiratory distress syndrome using the Kigali modification of
(Vol. 1). Berlin: Am J Respir Crit Care Med. doi:10.1164/rccm.201503-0584OC.
PubMed PMID: 26352116
Rustandi, D., Tangkilisan, A., & Suka, W. (2019). Sensitivitas dan Spesifisitas Pain, Incentive
Spirometry, Cough Score sebagai Prediktor Acute Respiratory Distress Syndrome
pada Pasien dengan Patah Tulang Iga akibat Trauma Tumpul Toraks. E-Clinic, 447.
World Health Organization. (2015). Global Status Report on Safety 201. Geneva.
29