Anda di halaman 1dari 29

TUGAS KELOMPOK

Keparawatan Gawat Darurat II


(Emergency Nursing II)

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


DAN PENATALAKSANAAN PADA PASIEN DENGAN ARDS
Dosen Pengampu

Ns. Lukmanulhakim, S.Kep., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok : 2
Kelas: PSIK 4C
1. Aditya Dwi Perkasa Sasmita (1018031003)
2. Alya Mufida Alansa (1018031009)
3. Arie Alfitriansyah (1018031015)
4. Diky Bahrudin (1018031033)
5. Fitri Handayani (1018031049)
6. Haris Hidayat (1018031052)
7. Mentari Adlu Misranwido (1018031074)
8. Pratami Noni Maharani (1018031090)
9. Siti Nuraviah Oktasari (1018031114)
10. Wiyah (1018031132)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN
2021

KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dan Penatalaksanaan Pada Pasien
dengan ARDS ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Keperawatan Gawat Darurat. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan  bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Dalam menyusun makalah ini, penulis telah menyelesaikan sebaik mungkin
dan selesai tepat waktu dan penyusun telah dibimbing oleh dosen pembimbing dan
banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu sebagai bentuk rasa syukur,
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Ns. Endah Dwi Kurniawati, S.Kep.,MNS, koordinator mata kuliah


Keperawatan Gawat Darurat.
2. Bapak Ns. Lukmanulhakim, S.Kep., M.Kep., sebagai dosen pengampu yang
dengan tekun memberikan bimbingan ilmiah dan usul atau saran yang
cemerlang.
3. Bapak Ns. Ika Purwanto, S.Kep., M.Kep., sebagai tim dosen mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat.
4. Bapak Ns. H. Kamal Musaddad, M.Kep., Sp.KMB., sebagai tim dosen mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
5. Teman – teman kelompok 2 kelas 4C, yang dengan tekun mengerjakan
bersama-sama tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran agar penulis dapat memperbaiki makalah
dengan lebih cermat lagi, sehingga menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata, penulis harap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan dapat bermanfaat ataupun inspirasi bagi para pembaca.

Serang, 1 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1

DAFTAR ISI................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

A. Latar Belakang....................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...............................................................................................5

C. Tujuan Penulisan................................................................................................5

1 Tujuan umum..................................................................................................5

2 Tujuan khusus.................................................................................................5

BAB II REVIEW ANATAMOI FISIOLOGI TRAUMA TORAKS DAN.............6

KONSEP KASUS YANG DIAMBIL.........................................................................6

A. Review Anatomi Fisiologi.................................................................................6

B. Konsep Penyakit...............................................................................................9

1. Definisi............................................................................................................9

2. Klasifikasi dan Etiologi...................................................................................9

3. Manifestasi Klinik.........................................................................................10

4. Patofisiologi..................................................................................................11

5. Pathway.........................................................................................................13

6. Komplikasi....................................................................................................13

7. Pemeriksaan Dignostik / Penunjang.............................................................14

8. Penatalaksanaan............................................................................................14

9. Tata Laksana Klinis di IGD..........................................................................16

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................19

BAB IV KESIMPULAN............................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu komplikasi
dari COVID-19 yang paling sering dengan angka kematian yang cukup tinggi.
ARDS muncul sebagai salah satu gambaran disfungsi organ pada fase
hiperinflamasi COVID-19. Patofisiologi dan manifestasi klinis ARDS yang
disebabkan COVID-19 memiliki perbedaan dengan ARDS pada umumnya
[ CITATION Fat20 \l 1033 ].
Pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Cina, muncul pneumonia virus yang
belum diketahui penyebabnya. Awalnya jumlah pasien teridentifikasi belum
terlalu banyak tetapi sebagian besar mengalami kerusakan paru yang berat. World
Health Organization (WHO) memberi nama pneumonia ini dengan corona-virus
disease 2019 (COVID-19). Jumlah pasien COVID-19 meningkat cepat ke seluruh
dunia dengan sebagian jatuh pada kondisi kritis. Angka mortalitas dan morbiditas
pada pasien COVID-19 dengan kondisi kritis masih cukup tinggi. Studi
menjelaskan bahwa sebagian besar pasien terinfeksi COVID-19 kritis mengalami
disfungsi organ, dimana 67% diantaranya dengan Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), 29% dengan disfungsi hepar, 29% dengan Acute Kidney
Injury (AKI), 23% dengan cardiac injury, dan 2% dengan pneumothoraks
[ CITATION Gib20 \l 1033 ].
ARDS yang dipicu oleh pneumonia COVID-19 biasa disebut sebagai
CARDS. Pasien COVID-19 yang mengalami ARDS mempunyai tingkat kematian
50% - 94%. Luaran pasien ARDS yang disebabkan oleh COVID-19 lebih buruk
daripada pasien ARDS yang disebabkan oleh penyakit lain [ CITATION Gib20 \l
1033 ]. ARDS mempunyai manifestasi klinis dan radiologis yang beragam. Hal ini
membuat beberapa perbedaan pada tatalaksana ARDS terutama terkait
manajemen ventilasi mekanik [ CITATION Fat20 \l 1033 ].
Angka kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ARDS
±40%, hal ini berhubungan dengan derajat beratnya kondisi kekurangan oksigen.
Meskipun kekurangan oksigen merupakan faktor risiko terjadinya kematian pada
ARDS tetapi secara umum kematian disebabkan oleh kegagalan organ

4
multisistem dan beratnya penyakit penyerta. Hanya sebagian kecil pasien ARDS
yang meninggal akibat kegagalan pernafasan berat [ CITATION Abo18 \l 1033 ].
Dari data diatas menunjukan bahwa ARDS merupakan masalah terbesar
untuk suatu penyakit penyerta dan gawat darurat yang akan mengancam nyawa
atau bahkan kematian. Oleh sebab itu, kami akan membahas tentang ARDS dari
patofisiologi sampai manajemen terapinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apasaja anatomi dan fisiologi ARDS?
2. Apa saja konsep penyakit ARDS?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien ARDS?

C. Tujuan Penulisan
1 Tujuan umum
Untuk mengetahui apa itu ARDS.
2 Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi anatomi dan fisiologi ARDS.
b. Untuk mengidentifikasi konsep penyakit ARDS.
c. Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan pada pasien ARDS.

5
BAB II
REVIEW ANATAMOI FISIOLOGI TRAUMA TORAKS DAN
KONSEP KASUS YANG DIAMBIL

A. Review Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Sistem Pernapasan
Organ Pernapasan Manusia terdiri atas :
a. Lubang hidung (nares anterior)
b. Hidung
c. Tekak (faring)
d. Pangkal tenggorok (laring)
e. Batang tenggorok (trakea)
f. Cabang tenggorok (bronkus)
g. Gelembung-gelembung Halus dan elastis (Alveoli)
h. Paru-paru

Gambar 2.1: [CITATION Mar15 \l 1057 ].

2. Fisiologi Sistem Pernafasan


Udara masuk kedalam tubuh melalui Hidung dan Mulut. Udara yang
masuk melalui hidung dapat disaring karena terdapat rambut-rambut kasar
yang bertujuan untuk menjaring debu-debu kasar dan serangga yang
memasuki hidung.

6
Kemudian udara masuk melewati Faring. Faring adalah suatu kantong
fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar dibagian atas dan
sempit dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus
menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal ke-6. Bagian atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, bagian depan
berhubungan dengan rongga mulut malalui ismus orofaring, sedangkan
dengan laring di bawah berhubungan melalui aditus laring dan bagian bawah
berhubungan dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang
dewasa kurang lebih 14 cm. bagian ini merupakan bagian dinding faring yang
terpanjang.
Lalu udara melewati Laring yang merupakan bagian yang terbawah
dari saluran napas bagian atas. Bentuknya menyerupai limas segitiga
terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas
adalah aditus laring sedangkan batas bawah adalah kaudal kartilago krikoid.
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu lubang yaitu tulang hioid dan
beberapa buah tulang rawan.
Dari laring menuju ke Trakea yang terletak dibawah laring dan diatas
paru- paru dimana terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Cabang terkecil
dikenal sebagai bronkiolus. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang
berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 5 inci. Tempat
di mana trakea bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan dikenal
sebagai karina.
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis ke IV dan ke V. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar dan merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya
hampir vertikal dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang dan merupakan kelanjutan dari trakea
dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri
bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin
kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantung udara).

7
Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang
dikelilingi oleh jalinan kapiler, maka batas antara cairan dan gas membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan pada
waktu inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. Tapi untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah kolaps alveolus pada
waktu ekspirasi. Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus
tergantung dari beberapa faktor, termasuk kematangan sel-sel alveolus dan
sistem enzim biosintetiknya, kecepatan pergantian yang normal, ventilasi
yang memadai dan aliran darah ke dinding alveolus. Defisiensi surfaktan
dianggap sebagai faktor penting pada patogenesis sejumlah penyakit paru-
paru [CITATION Mar15 \l 1033 ].

Gambar 2.2: [CITATION Mar15 \l 1057 ].

8
B. Konsep Penyakit
1. Definisi
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom
kegagalan pernapasan akut yang ditandai dengan edama paru akibat
peningkatan permeabilitas, yaitu kondisi yang muncul ketika cairan
menggumpal di alveoli (kantung udara kecil dan elastis pada paru-paru).
Sindrom ini lebih tepat disebut sebagi sindrom distress pernapasan “akut”
karena mulainya bersifat akut[CITATION Djo09 \l 1057 ].
ARDS dapat dianggap sebagai spektrum penyakit, dari bentuknya
yang lebih ringan (cedera paru-paru akut) hingga bentuk ARDS yang paling
parah dan mengancam jiwa. Sindrom klinis ini ditandai dengan proses
inflamasi parah yang menyebabkan kerusakan alveolar difus yang
mengakibatkan edema paru mendadak dan progresif, peningkatan infiltrat
bilateral pada xray dada, hipoksemia yang tidak responsif terhadap
suplementasi oksigen terlepas dari jumlah PEEP, dan tidak adanya
peningkatan tekanan atrium kiri [ CITATION Bru18 \l 1057 ].
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS (Gagal nafas
Akut) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen
dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru
- paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel–sel tubuh. Sehingga tegangan oksigen berkurang
dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.

2. Klasifikasi dan Etiologi


Menurut Muttaqin (2008), Berdasarkan Mekanisme dan Etiologinya:

Mekanisme Etiologi
Kerusakan Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen,
paru akibat aspirasi asam lambung, tenggelam, sepsis, syok (apapun
inhalasi penyebabnya), koagulasi intravaskuler tersebar
(disseminated intravascular coagulation-DIC) dan
pankreatitis idiopatik.
Obat-obatan Heroin dan salisilat
infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan emnion, emboli paru
thrombosis, rudapaksa (trauma) paru, radiasi, keracunan
oksigen, transfuse massif, kelainan metabolic (uremia),

9
bedah mayor.

Faktor Resiko Penting penyebab Sindrom Gangguan Pernafasan


Akut / ARDS [ CITATION Bru18 \l 1057 ]:

a. Aspirasi (sekresi lambung, tenggelam, hidrokarbon) (17%)


b. Syok non kardiogenik (penyebab apapun) (18%)
c. Ingesti obat dan overdosis (heroin, opioid, dan aspirin)
d. Gangguan hematologi (koagulopati intravaskular diseminata, transfusi
masif, bypass kardiopulmoner)
e. Inhalasi gas beracun yang berkepanjangan (rokok, oksigen, asap, atau zat
korosif konsentrasi tinggi
f. Infeksi paru-paru difusi (bakteri, jamur, pneumonia virus) (8%)
g. Gangguan metabolisme (pankreatitis, uremia)
h. Trauma (memar paru, fraktur multipel, cedera kepala) (9%)
i. Operasi besar Emboli lemak atau udara
j. Sepsis (komplikasis berbahaya akibat infeksi)
k. Akibat dari perawatan ICU yang berkepanjangan (10%)
l. Akibat dari Manajemen dan prognosis pasien yang membutuhkan
ventilasi mekanis/ prologeded ventilator yang berkepanjangan (25%).

3. Manifestasi Klinik
Manifestasi Klinis Awalnya, ARDS sangat mirip dengan edema paru
berat. Fase akut ARDS ditandai dengan onset cepat dispnea berat yang
biasanya terjadi kurang dari 72 jam setelah kejadian pencetus [ CITATION Bru18
\l 1057 ].

Gejala ARDS biasanya muncul 24-48 jam setelah penyakit yang berat
atau trauma. Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea dan napas pendek, dan
terlihat jelas pengunaan otot pernapasan tambahan [CITATION Djo09 \l 1057 ].

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi. Pada


penderita yang tiba-tiba mengalami sesak napas pada 24 jam setelah sepsis
atau trauma, kecurigaan harus ditunjukan kepada ARDS. Pemriksaan anilisa
gas darah (AGD) harus dilakukan. Pada jam pertama, hasilnya menunjukanm
alkalosis respratorik PaO2 ↓, sedangkan PaCO2 normal atau sedikit turun,

10
foto paru menujukan edema paru, tetspi batas jantung normal. Pemberian
oksigen suplemen tidak meningkatkan PaO2 [CITATION Djo09 \l 1057 ].

Hipoksemia arteri yang tidak merespon oksigen tambahan adalah


karakteristik. Temuan pada rontgen dada mirip dengan yang terlihat pada
edema paru kardiogenik dan terlihat sebagai infiltrat bilateral yang dengan
cepat memburuk. Cedera paru akut kemudian berkembang menjadi alveolitis
fibrosa dengan hipoksemia berat yang persisten. Pasien juga mengalami
peningkatan ruang mati alveolar (ventilasi ke alveoli tetapi perfusi buruk) dan
penurunan komplians paru (“paru-paru kaku,” yang sulit untuk ventilasi).
Secara klinis, pasien dianggap dalam fase pemulihan jika hipoksemia
berangsur-angsur hilang, rontgen dada membaik, dan paru-paru menjadi lebih
komplians [ CITATION Bru18 \l 1057 ].

4. Patofisiologi
Pemicu inflamasi memulai pelepasan mediator seluler dan kimia,
menyebabkan cedera pada membran kapiler alveolar selain kerusakan
struktural lain pada paru-paru. V/Q parah ketidak sesuaian terjadi. Alveolus
kolaps karena infiltrat inflamasi, darah, cairan, dan disfungsi surfaktan.
Saluran udara kecil menyempit karena cairan interstisial dan obstruksi
bronkus. Komplians paru dapat menurun secara nyata, mengakibatkan
penurunan kapasitas residual fungsional dan hipoksemia berat. Darah yang
kembali ke paru-paru untuk pertukaran gas dipompa melalui area paru yang
tidak berventilasi dan tidak berfungsi, menyebabkan pirau. Ini berarti bahwa
darah berinteraksi dengan alveoli yang tidak berfungsi dan pertukaran gas
sangat terganggu, mengakibatkan hipoksemia refrakter yang parah. Gambar
2.3 menunjukkan urutan kejadian patofisiologi yang mengarah ke ARDS
[ CITATION Bru18 \l 1057 ].

11
Gambar 2.3: [ CITATION Bru18 \l 1057 ].

12
5. Pathway

Gambar 2.4 [ CITATION Har19 \l 1033 ].

6. Komplikasi
a. kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan
penyakit dan individu harus bekerja lebih keras untuk mengatasi
penurunan compliance paru. Akhirnya individu kelelahan dan ventilasi
melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena terjadi
penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan

13
dan menurunnya pH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan
pernapasan dan mungkin kematian.
b. Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan
di paru dan kurangnya ekspansi paru.
c. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena
stress (stress ulcers).
d. Dapat timbul koagulasi intravascular diseminata akibat banyaknya
jaringan yang rusak pada ARDS. (Corwin, 2009).

7. Pemeriksaan Dignostik / Penunjang


a. CT-Scan/ Rongen dada: gambaran paru yang mengandung cairan di
dalamnya.
b. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
c. Pemeriksaan Lab darah: AGD, pemeriksaan status asam-basa.
d. Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan echocardiografi atau USG
jantung.: Pemeriksaan jantung. Karena gejala ARDS mirip dengan
berbagai gangguan yang berasal dari jantung, maka pemeriksaan jantung
juga diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.
e. Pemeriksaan fisik: Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan bila terdapat
adanya gejala sesak napas dan peningkatan frekuensi napas di atas nilai
normal. Pada ARDS yang cukup berat, penderita bisa tidak sadarkan diri
akibat kekurangan oksigen [ CITATION Bru18 \l 1057 ].

8. Penatalaksanaan
a) Farmakologi / Medis
1) Pemberian analgetik, antibiotik, Profilaksis Stress Ulcer, Heparin dan
Pemberian suplmen oksigen dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan PaO2.
2) Memberikan PEEP ventilasi/ Positive End Expiratory Pressure
(tekanan positif akhir respiratori. Yaitu memberikan tekanan positif
diakhir ekspirasi untuk mempertahankan lumen alveoli agar tetap
terbuka, dengan tujuan memastikan difusi gas tetap terjadi dan dapat
memperbaiki status oksigen.
3) Penyapihan Ventilator

14
Penyapihan ventilator pada umumnya dapat dilakukan segera
setelah pasien stabil. Parameter yang harus diperhatikan sebelum
memulai penyapihan ventilator adalah:
a. Dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan metode noninvasif
b. Hemodinamik stabil
c. Ventilasi menit ≤ 15 L
d. Positive end-expiratory pressure ≤ 5 cm H2O
e. Jalan napas terproteksi
f. Tidak terdapat agitas
g. Saturasi oksigen ≥ 90%
h. Rasio frekuensi napas/volume tidal ≤ 105Laju napas ≤ 35 per
menit.
i. Pasien yang memiliki risiko penggunaan ventilator lebih dari 10
hari sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan trakeostomi
[ CITATION War18 \l 1033 ].

b) Non Farmakologi / Keperawatan


1) Prmreiksaan Analisa gas darah arteri terus dilakukan berulang kali
atau juga dilakukan dengan oksimeteri.
2) Terapi Nutrisi
Dukungan nutrisi yang memadai sangat penting dalam
pengobatan ARDS. Pasien dengan ARDS membutuhkan 35 sampai
45 kkal/kg/hari untuk memenuhi kebutuhan kalori. Pemberian
makanan enteral adalah pertimbangan pertama; namun, nutrisi
parenteral juga mungkin diperlukan.
3) Manajemen Keperawatan
Tindakan Umum Seorang pasien dengan ARDS sakit kritis dan
membutuhkan pemantauan ketat di ICU. Sebagian besar modalitas
pernapasan digunakan dalam situasi ini (pemberian oksigen, terapi
nebulizer, fisioterapi dada, intubasi endotrakeal atau trakeostomi,
ventilasi mekanis, pengisapan, bronkoskopi). Penilaian status pasien
yang sering diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas pengobatan.
4) Posisi Pronasi
Memposisikan pasien dalam posisi tengkurap memberikan efek
dalam meningkatkan oksigenasi dan berhubungan dengan
menurunkan mortalitas. Posisi pronasi disarankan untuk dilakukan

15
pada pasien ARDS sedang dan berat selama 12 jam per hari atau lebih
[ CITATION Bru18 \l 1057 ].

9. Tata Laksana Klinis di IGD

Sindrom gawat pernapasan akut (ARDS) [CITATION Riv16 \l 1057 ]:

a. dalam waktu 1 minggu dari timbulnya penyebab (insult) klinis


diketahui atau memburuknya gejala-gejala respirasi.
b. Pemeriksaan penunjang : (radiografi, CT scan, atau ultasonografi):
opasitas bilateral, yang belum dapat dibedakan apakah karena
kelebihan cairan (volume overload), kolaps lobus atau kolaps paru, atau
nodul. Asal infiltrasi paru: gagal napas yang belum dapat dibedakan
apakah akibat gagal jantung atau kelebihan cairan. Diperlukan
penilaian obyektif (mis., ekokardiografi) untuk memastikan tidak
terjadinya penyebab hidrostatik atas inflitrasi/edema jika tidak ada
faktor risikonya.
c. Penanganan oksigenasi pada pasien dewasa
1) ARDS ringan: 200 mmHg < PaO2/FiO2 a ≤ 300 mmHg (dengan
PEEP atau CPAP ≥ 5 cmH2O, atau tidak diventilasi)
2) ARDS sedang: 100 mmHg < PaO2/FiO2 ≤ 200 mmHg (dengan
PEEP ≥ 5 cmH2O, atau tidak diventilasi)
3) ARDS berat: PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg (dengan PEEP ≥ 5
cmH2O, atau tidak diventilasi)
4) Jika tidak tersedia PaO2, SpO2/FiO2 ≤ 315 mengindikasikan
terjadinya ARDS (termasuk pada pasien yang tidak diventilasi).
d. Penanganan oksigenasi pada pasien anak:
catatan OI = Indeks Oksigenasi dan OSI = Indeks Oksigenasi
dengan SpO2. Gunakan ukuran berbasis PaO2 jika tersedia. Jika PaO2
tidak tersedia, hilangkan FiO2 agar SpO2 tetap ≤ 97% untuk
menghitung OSI atau rasio SpO2/FiO2:
1) Bilevel NIV atau CPAP ≥ 5 cmH2O dengan masker wajah penuh:
PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg atau SpO2/FiO2 ≤ 264
2) ARDS ringan (ventilasi invasif): 4 ≤ OI < 8 atau 5 ≤ OSI < 7.5
3) ARDS sedang (ventilasi invasif): 8 ≤ OI < 16 atau 7.5 ≤ OSI

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Ilustrasi Kasus

1. PENGKAJIAN

a. Biodata Klien

1) Nama : Ny. R

2) Umur : 67 tahun

3) Tanggal Masuk : 27 september 2021

4) Jenis Kelamin : Perempuan

5) Jam : 04.00

6) Kasus : Acute Respiratory Distress Syndrome (Non Trauma)

b. Pengkajian Primary dan Secondary

1) Keadaan Umum

a. Tingkat Kesadaran : Composmentis

b. Tanda-tanda vital :

1. Nadi : 106x /menit

2. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

3. Respirasi : 32x /menit

4. Suhu : 37,9°C

2) Pengkajian Primer

a) Airway :

1. Bersih

2. Data lain yang mendudukung : Sesak, terdapat batuk tanpa dahak

b) Breathing :

17
1. Pergerakan dada : simetris

2. Frekuensi nafas : 32x /menit

3. Suara nafas : ronki 2/3

4. Perkusi dada : sonor di kedua lapang paru

5. Data lain yang mendukung :

a. Inspeksi: simetris baik pada kondisi statis dan dinamis.

b. Auskultasi: bronkovasikuler di kedua lapang paru

c. Palpasi: fremitus raba sedikit meningkat di kedua lapang paru

6. Tindakan : Non Rebreathing Mask 8 L/menit

c) Circulation

1. Nadi : 106x /menit

2. Akral : Hangat & kering

3. Kesadaran : kompos mentis

4. Data lain yang mendukung: Tampak anemis

d) Disability

e) Eksposure

f) Folley Chateter

g) Gastric Tube

3) Pengkajian Sekunder

a) Tanda – Tanda Vital

1. Nadi : 106x /menit

2. Tekanan Darah : 110/70 mmHg

3. Respirasi : 32x /menit

4. Suhu : 37,9°C

18
b) Keluhan Utama dan Riwayat Kesehatan Saat Ini

1. Keluhan Utama : Pasien mengatakan sesak napas sejak 1 minggu


SMRS yang memberat 1 hari SMRS

2. Riwayat Kesehatan : sesak napas terasa lebih berat saat aktivitas


dan membaik dengan istirahat. Terdapat batuk tanpa dahak sejak
1 minggu SMRS. Tidak dikeluhkan adanya demam, hanya sumer-
sumer. Penderita mengatakan terdapat penurunan napsu makan

c) Pemeriksaan Fisik head to toe / Fokus

1. Kepala dan leher : penderita tampak anemis dan dispnea, tidak


didapatkan tanda-tanda ikterus maupun sianosis, tidak tampak
pembesaran kelenjar getah bening leher serta tidak didapatkan
adanya peningkatan tekanan vena jugularis

2. Dada

a. Inspeksi: didapatkan simetris baik pada konsisi statis dan


dinamis, tidak tampak adanya abnormalitas bentuk dada
b. Auskultasi: bronkovesikuler di kedua lapangan paru
disertai ronki di 2/3 bawah lapang paru dan tidak
terdengar adanya wheezing
c. Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
d. Palpasi: fremitus raba sedikit meningkat dikedua lapang
paru

3. Abdomen: normal

4. Punggung: normal

5. Ekstremitas: hangat dan kering. Tidak didapatkan pembesaran


kelenjar getah bening di ketiak maupun pelipatan paha

c. Data Penunjang / Diagnostik

1) RO : foto toraks ditemukan adanya gambaran retikulogranuler pattern


pada kedua lapang paru yang dapat merupakan gambaran suatu
interstitial pneumonia ec Covid-19

2) Lab :

19
a) leukosit 10,5 x 103/uL;

b) Hb 10,5 g/dL; rendah

c) BUN 9,1mg/dL;

d) Serum Creatinine 0,51 mg/dL; rendah

e) Glukosa 97 mg/dL;

f) SGOT 33 U/L;

g) SGPT 19 U/L;

h) Albumin 2,95 mg/dL;

i) Natrium 135 mmol/L;

j) Kalium 3,0 mmol/L; rendah

k) Klorida 91 mmol/L; rendah

l) Analisis gas darah memberikan hasil :

1. pH 7,51; Alkalosis

2. pCO2 43 mmHg;

3. pO2 160 mmHg; tinggi

4. HCO3 34,3 mmol/L; Alkalosis

5. BE 11,3 mmol/L;

6. SO2 100%

d. Terapy

Penggunaan masker oksigen nonrebreathing 8 liter permenit

B. Analisa Data

SIGN &
ETIOLOGI MASALAH
SYMPTOM
DS: Pneumonia Gangguan Pertukaran
- Pasien  Gas
mengatakan Merusak jaringan paru

20
sesak 
ARDS

DO:
Pembentukan cairan berlebih dan
- pH: 7,51
sel inflammatory dari kapiler
- PCO2: 43 

- PO2: 160 Cairan menumpuk di alveoli



- HCO3: 34,3
Peradangan di interstisium dan
- Nadi: 106x bronkoalveolar
/menit 
Kolagenasi
- Ronchi 2/3

lapang paru
Fibrosis
- RR: 32x /menit 
Perubahan struktur paru

Pertukaran gas di alveolar penurun

Oksigenasi dan eliminasi CO2
tidak adekuat

Gangguan Pertukaran Gas
DS: Pneumonia Bersihan Jalan Nafas
 Pasien  Tidak Efektif
mengataka Merusak jaringan paru
n sesak, 
batuk tidak ARDS
berdahak 
Pembentukan cairan berlebih dan
DO:
sel inflammatory dari kapiler
 Ronchi 2/3

lapang
Cairan menumpuk di alveoli
paru

Jalan nafas tidak adekuat

21
 RR: 32x 
menit Ronchi dan batuk

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
DS: - Pneumonia Hipertermia
DO: 
 Akral : Merusak jaringan paru
teraba 
hangat & ARDS
kering 
Pembentukan cairan berlebih dan
 Suhu:
sel inflammatory dari kapiler
37,9°

 RR: Terjadi Inflamasi
32x /menit 
Pengeluaran prostaglandin
 Nadi: 106x
/menit 
Mempengaruhi Hipotalamus

Peningkatan set point hipotalamus

Hipertemia
DS: - Pneumonia Risiko Intoleransi
DO: -  Aktivitas
Merusak jaringan paru

ARDS

Pembentukan cairan berlebih dan
sel inflammatory dari kapiler

Cairan menumpuk di alveoli

Jalan nafas tidak adekuat

22
Sesak dan batuk

Beraktivitas tidak tuntas

Risiko Intoleransi Aktivitas

C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Perubahan membrane


alveolus-kapiler ditandai dengan Pasien mengatakan sesak, pH: 7,51, PCO2:
43, PO2: 160, HCO3: 34,3, Nadi: 106x /menit, Ronchi 2/3 lapang paru, RR:
32x /menit

2. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Proses


Infeksi ditandai dengan Pasien mengatakan sesak, batuk tidak berdahak,
Ronchi 2/3 lapang paru, RR: 32x menit

3. Hipertemia berhubungan dengan Proses Penyakit ditandai dengan


Akral : teraba hangat & kering, Suhu: 37,9°, RR: 32x /menit, Nadi: 106x
/menit

4. Risiko Defisit Nutrisi ditandai dengan Faktor psikologia

5. Risiko Intoleransi Aktivtas berhubungan dengan Gangguan Pernafasan

D. Rencana Keperawatan

Dx. Kep Tujuan Intervensi Rasional


Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
Pertukaran intervensi keperawatan Observasi
Gas selama 1x24 jam maka - Monitor frekuensi,
berhubunga diharapkan pertukaran irama, kedalaman
n dengan gas meningkat, dengan dan upaya napas
Perubahan kriteria hasil:
- Monitor kemampuan
membrane - Dispnea
batuk efektif
alveolus- menurun
kapiler - Palpasi kesimetrisan
- Bunyi napas
ditandai ekspansi paru
tambahan
dengan
menurun - Auskultasi bunyi

23
Pasien - Pola napas napas
mengatakan membaik
- Monitor nilai AGD
sesak, pH:
- Takikardi
7,51, PCO2: - Monitor hasil x-ray
membaik
43, PO2: toraks
160, HCO3: - pH membaik
Terapeutik
34,3, Nadi:
- Atur interval
106x /menit,
pemantauan respirasi
Ronchi 2/3
sesuai kondisi pasien
lapang paru,
RR: 32x - Dokumentasikan
/menit hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Bersihan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Jalan intervensi keperawatan Observasi
NafasTidak selama 1x24 jam maka - Monitor pola napas
Efektif diharapkan bersihan (frekuensi,
berhubunga jalan napas meningkat, kedalaman, usaha
n dengan dengan kriteria hasil: napas)
Proses - Batuk efektif
- Monitor bunyi napas
Infeksi meningkat
tambahan
ditandai
- Dispnea (mis.gurgling, mengi,
dengan
menurun wheezing, ronkhi
Pasien
kering)
mengatakan - Frekuensi
sesak, batuk napas membaik Terapeutik
tidak - posisikan semi-
berdahak, fowler atau fowler
Ronchi 2/3
- berikan oksigen
lapang paru,
RR: 32x Edukasi

24
menit - ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Hipertemia Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubunga intervensi keperawatan Observasi
n dengan selama 1x24 jam maka - Identifikasi penyebab
Proses diharapkan hipertermia (mis.
Penyakit Termogulasi membaik Dehidrasi, terpapar
ditandai dengan kriteria hasil: lingkungan panas,
dengan - Suhu tubuh penggunaan
Akral : membaik incubator)
teraba
- Suhu kulit - monitor suhu tubuh
hangat &
membaik
kering, - monitor komplikasi
Suhu: 37,9°, - Takikardi akibat hipertermia
RR: 32x menurun
Terapeutik
/menit,
Takipnea menurun - sediakan lingkungan
Nadi:
yang dingin
106x /menit
- longgarkan atau
lepaskan pakaian

- basahi dan kipasi


permukaan tubuh

- berikan cairan oral

- ganti linen setiap hari


atau lebih sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat berlebih)

25
- lakukan pendinginan
eksternal (mis.
Selimut hipotermia)

- berikan oksigen

Edukasi
- anjurkan tirah baring

kolaborasi
- kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Risiko Setelah dilakukan Manajemen Energi


Intoleransi intervensi keperawatan Observasi
Aktivtas selama 1x24 jam maka - Monitor lokasi dan
berhubunga diharapkan toleransi ketidaknyamanan
n dengan aktivitas meningkat, selama melakukan
Gangguan dengan kriteria hasil: aktivitas
Pernafasan - Kemudahan
Terapeutik
dalam
- Sediakan lingkungan
melakukan
nyaman dan rendah
aktivitas
stimulus (suara)
sehari-hari
meningkat - Berikan aktivitas
distraksi yang
- Dispnea saat
menenangkan
aktivitas
menurun - Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika
- Dispnea setelah
tidak dapat berpindah
aktivitas
atau berjalan
menurun
Edukasi
- Frekuensi
- Anjurkan tirah baring
napas membaik
- Anjurkan melakukan
- Frekuensi nadi

26
membaik aktivitas secara
bertahap

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

E. Evidance Based Practice ( EBP ) terkait

Dibawah ini adalah Evidance based Practice yang ditemukan terkait dalam
menunjang penanganan dan pengelolaan pada kasus ARDS :

No SUB EBP Deskripsi


1 Tatalaksana Tujuan dari studi ini adalah mengetahui tatalaksana
Acute ARDS dengan steroid dengan melihat angka
Respiratory mortalitas, ventilator free days, dan length of stay
Distress dari tatalaksana ARDS dengan steroid. Berdasarkan
Syndrome Pada penelitian yang dilakukan secara literature review,
Pasien Dewasa maka dapat disimpulkan bahwa regimen dan durasi
Dengan Steroid pengobatan yang memiliki hasil positif adalah
penelitian oleh Villar, et al. dengan Dexamethasone
intravena 20mg/hari pada hari 1 hingga 5 dan
10mg/hari pada hari 5 hingga 10, steroid kurang
memiliki pengaruh pada pengurangan angka
mortalitas pasien ARDS sehingga belum bisa
disimpulkan jika steroid memiliki dampak terhadap
penyembuhan ARDS, steroid dapat memberi dampak
pada peningkatan ventilator free days pada pasien
ARDS, dan steroid tidak memiliki hubungan dengan
peningkatan length of stay pada pasien ARDS.

BAB IV

KESIMPULAN

ARDS (Sindrom gawat pernafasan Akut) merupakan ketidak mampuan atau


kegagalan sistem pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran oksigen
terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju konsumsi

27
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel–sel tubuh. Sehingga tegangan
oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.
Pasien dengan ARDS merupakan pasien yang gawat darurat. Oleh karna itu
membutuhkan penangan cepat tepat dan tanggap, jika tidak akan membahayakan
nyawa pasien dan akan menimbulkan kematian.

Penyebab terjadinya ARDS tidak hanya dari terjadinya inhalasi gas darah,
trauma, aspirasi, namun penyebab paling besar ialah adanya infeksi bakteri, virus,
jamur yang timbul akibat dari pemakaian ventilator yaitu dari Manajemen dan
prognosis pasien yang membutuhkan ventilasi mekanis/ prologeded ventilator yang
berkepanjangan (25%) dan juga timbul akibat penangan perawatan selama di ICU
yang berkepanjangan (10%).

Maka tugas perawat dalam penangan pasien dengan ventilator di ruang IGD
maupun ICU harus lebih aware terhadap pasien, karena pasien dengan ventilator
sangat beresiko mengalami atropi dan kelemahan otot akibat imobilisasi. Perawat
harus selalu memastikan ventilator pasien setiap 48jam sekali diperiksa dan diganti
agar tidak timbul adanya jamur, bakteri atau virus seperti bakteri pneumonia di dalam
ventilator tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddart. (2018). Text Book of Medical-Surgical Nursing (14 ed.). (J. Hinkle, & K.
Cheever, Eds.) New York: Wolters Kluwer.

Djojodibroto, D. (2009). Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. Retrieved from


hhttps://www.google.co.id/books/edition/Respirologi/pGouqExB2WYC?
hl=en&gbpv=1&dq=respirologi&printsec=frontcover

28
Fatoni, A., & Rakhmatullah, R. (2020). Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada
Pneumonia COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain, 2, 11-24. Retrieved 10 3,
2021, from https://jap.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/45/115

Gibson, P., Qin, L., & Puah, S. (2020). COVID-19 acute respiratory distress syndrome (ARDS):
clinical features and differences from typical pre-COVID-19 ARDS. Perspectives , 213,
54-56. doi:10.5694/mja2.50674

Harsismanto . (2019). Askep Trauma Thoraks. Bengkulu: UMB.

Martini. (2015). Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan. In Chino, & A. Haryani (Ed.), BAB-XI-
PERNAFASAN (A. Haryani, Trans., pp. 171-182). Jakarta: Chino.doc.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar; Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, T., Putri, B., & Kirana, D. (2015). Teori Asuhan Keperawatana Gawat Darurat.
Padang: Medical book.

Paryono. (2020). Anatomi Fisiologi untuk Trapis. (U. Khasanah, Ed.) Surabaya: Kanaka Media.

Patriani. (2012, Agustus 2). Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Dada. Retrieved
September 25, 2021, from Askep Trauma Dada: http://asuhan-keperawatan-
patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html.

Rendy, M., & Th, M. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam.
Yogjakarta: Nuha Medika.

Riviello , E., Kiviri, W., Twagirumugabe, T., & Mueller, A. (2016). Hospital incidence and
outcomes of the acute respiratory distress syndrome using the Kigali modification of
(Vol. 1). Berlin: Am J Respir Crit Care Med. doi:10.1164/rccm.201503-0584OC.
PubMed PMID: 26352116

Rustandi, D., Tangkilisan, A., & Suka, W. (2019). Sensitivitas dan Spesifisitas Pain, Incentive
Spirometry, Cough Score sebagai Prediktor Acute Respiratory Distress Syndrome
pada Pasien dengan Patah Tulang Iga akibat Trauma Tumpul Toraks. E-Clinic, 447.

World Health Organization. (2015). Global Status Report on Safety 201. Geneva.

29

Anda mungkin juga menyukai