Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE


HEART FAILURE (CHF)”

KEPERAWATAN KRITIS

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Anti Nopianti Pujiasih 1018031014


Hilda Nur Islami 1018031054
Mariska Dwi Afiyanti 1018031070
Sovia 1018031119
Yudi Ismail 1018031134

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS FALETEHAN

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke


hadirat Illahi Rabbi, karena dengan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang diberi judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Congestive
Heart Failure (CHF)”.

Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kritis pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Faletehan

Dengan terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih


kepada dosen koordinator mata kuliah Keperawatan Kritis Ibu Ns. Yeni
Binterwati, S.Kep., M.Kep dan dosen pembimbing Ibu Dina Rahmawati S.Kep.,
Ns., M.Kep yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Serta
teman-teman yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan
makalah ini; dan seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah
membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Selayaknya pepatah yang mengatakan “Kesalahan adalah milik manusia,


dan Kesempurnaan hanyalah milik Allah” maka penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca terhadap makalah ini, sehingga penulis
dapat membuat karya yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Serang, September 2021

ii
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................3
1. Tujuan Umum............................................................................................3
2. Tujuan Khusus...........................................................................................3
C. Manfaat.........................................................................................................4
BAB II......................................................................................................................5
TINJAUAN TEORI.................................................................................................5
1. Definisi..........................................................................................................5
2. Anatomi Fisiologi CHF.................................................................................5
3. Patofisiologi..................................................................................................6
4. Etiologi..........................................................................................................8
5. Manifestasi Klinis.......................................................................................10
6. Penatalaksanaan..........................................................................................11
7. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................13
BAB III..................................................................................................................15
ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................15
1. Pengkajian...................................................................................................15
2. Masalah Yang Mungkin Timbul.................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi
jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung, tetapi
yang paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun
pada beberapa kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem
kardiovaskuler [ CITATION Ram20 \l 14345 ].
Congestive Heart Failure (CHF) atau biasa disebut dengan gagal jantung
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan
oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung
kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk
aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif
otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan
dan keparahan dari gagal jantung[ CITATION Dos19 \l 14345 ].
Data tahun 2015 menunjukkan bahwa 70 persen kematian didunia
disebabkan oleh penyakit tidak menular yaitu sebanyak 39,5 juta dari 56,4
juta kematian. Dari seluruh kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) tersebut, 45% disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh
darah dengan total 17,7 juta dari 39,5 juta kematian [ CITATION WHO15 \l
14345 ].
Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2018 sebesar 1.5%.
Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya
umur, tertinggi pada umur 75+ tahun (4,7%), untuk yang terdiagnosis
dokter, sedikit menurun 65-74 tahun (4.6%) tetapi untuk yang terdiagnosis
dokter prevalensi lebih tinggi perempuan (1.6%) dibanding laki-laki
(1.3%)[ CITATION Ris18 \l 14345 ].
Gagal jantung merupakan suatu keadaan yang serius. Kadang orang salah
mengartikan gagal jantung sebagai berhentinya jantung. Sebenarnya istilah

1
gagal jantung menunjukkan berkurangnya kemampuan jantung untuk
mempertahankan beban kerjanya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh
berbagai hal tergantung bagian jantung mana yang mengalami
gangguan[ CITATION Ram20 \l 14345 ].
Penyebab gagal jantung digolongkan berdasarkan sisi dominan jantung
yang mengalami kegagalan. Jika dominan pada sisi kiri yaitu : penyakit
jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta,
penyakit katup mitral, miokarditis, kardiomiopati, amioloidosis jantung,
keadaan curah tinggi (tirotoksikosis, anemia, fistula arteriovenosa).
Apabila dominan pada sisi kanan yaitu : gagal jantung kiri, penyakit paru
kronis, stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit
jantung kongenital (VSD,PDA), hipertensi pulmonal, emboli pulmonal
masif [CITATION Asp16 \l 14345 ] di dalam [ CITATION Ram20 \l 14345 ].
Pada gagal jantung kanan akan timbul masalah seperti : edema, anorexia,
mual, dan sakit didaerah perut. Sementara itu gagal jantung kiri
menimbulkan gejala cepat lelah, berdebar-debar, sesak nafas, batuk, dan
penurunan fungsi ginjal. Bila jantung bagian kanan dan kiri sama-sama
mengalami keadaan gagal akibat gangguan aliran darah dan adanya
bendungan, maka akan tampak gejala gagal jantung pada sirkulasi sitemik
dan sirkulasi paru [ CITATION Asp16 \l 14345 ].
Pasien dengan tanda dan gejala klinis penyakit gagal jantung akan
menunjukkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak
pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti penurunan curah
jantung, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, perfusi perifer
tidak efektif, intoleransi aktivitas, hipervolemia, nyeri, ansietas, defisit
nutrisi, dan resiko gangguan integritas kulit[ CITATION Asp16 \l 14345 ].
Pada pasien dengan gagal jantung perencanaan dan tindakan asuhan
keperawatan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu memperbaiki
kontraktilitas atau perfusi sistemik, istirahat total dalam posisi semi
fowler, memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan, menurunkan
volume cairan yang berlebih dengan mencatat asupan dan
haluaran[ CITATION Asp16 \l 14345 ].

2
Istirahat total dalam posisi semi fowler dapat mengurangi keluhan yang
dialami pasien gagal jantung diantaranya, sesak nafas dan kesulitan tidur.
Hal ini sejalan dengan penelitian [CITATION Mel18 \l 14345 ] tentang sudut
posisi tidur semi fowler 45° terhadap kualitas tidur dan tanda vital pasien
gagal jantung diruang rawat intensif RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung.
Hasil Penelitian ini membuktikan adanya pengaruh antara sudut posisi
tidur terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung. Namun, tidak ada
pengaruh yang signifikan antara sudut posisi tidur terhadap tanda vital.
Oleh karena itu pengaturan sudut posisi tidur dapat menghasilkan kualitas
tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu
intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
Sehubungan dengan prevalensi kejadian Congestive Hearth Failure (CHF)
masih tinggi serta masih adanya resiko seperti dampak kematian yang
ditimbulkan akibat Congestive Hearth Failure (CHF) maka peran perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan untuk mencegah dan
meningkatkan kesehatan pasien.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah
asuhan keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF)
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
a. Menjelaskan Definisi Congestive Heart Failure (CHF)
b. Menjelaskan Anatomi Fisiologi Congestive Heart Failure
(CHF)
c. Menjelaskan Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)
d. Menjelaskan Etiologi Congestive Heart Failure (CHF)
e. Menjelaskan Manifestasi Klinis Congestive Heart Failure
(CHF)

3
f. Menjelaskan Penatalaksanaan Congestive Heart Failure (CHF)
g. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik Congestive Heart Failure
(CHF)
h. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Congestive Heart Failure (CHF) .

C. Manfaat
1. Teoritis
Sebagai wacana untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien yang mengalami Congestive Heart Failure
(CHF).
2. Institusi Pendidikan
Digunakan sebagai informasi atau referensi bagi institusi pendidikan
dalam pengembangan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Congestive Heart Failure (CHF).
3. Penulis
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman karena sesuai dengan
profesi yang penulis tekuni sebagai perawat, sehingga nantinya dapat
diterapkan dilapangan pekerjaan.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan dimana jantung
tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi
kebutuhan sirkulasi untuk metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan
pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi[ CITATION Roh17 \l 14345 ].
Penyakit gagal jantung yang istilah medisnya disebut dengan “Heart Failure
ataiu Cardiac Failure”, merupakan keadaan darurat medis dimana jumlah
darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya (Curah) jantung
[cardiac output] tidak mampu memenuhi kebutuhan normal metabolisme
tubuh [ CITATION Dos19 \l 14345 ].
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompakan darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan metabolic tubuh (forward failure) atau kemampuan tersebut hanya
dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung yang tinggi (backward
failure), atau kedua-duanya[ CITATION Har18 \l 14345 ].

2. Anatomi Fisiologi CHF


Gagal jantung terjadi ketika curah jantung tidak mencukupi kebutuhan
metabolisme yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga mekanisme kompensasi
teraktivasi. Mekanisme kompensasi untuk meningkatkan curah jantung
antara lain dilatasi ventrikel, peningkatan stimulasi sistem saraf simpatis, dan
aktivasi sistem renin-angiotensin. Mekanisme tersebut membantu
meningkatkan kontraksi dan mengatur sirkulasi, tetapi jika terus menerus
berlangsung dapat menyebabkan pertumbuhan otot jantung yang abnormal
dan remodeling jantung.
a) Kegagalan jantung kiri
Sebagian besar kondisi gagal jantung dapat dimulai dengan kegagalan
ventrikel kiri dan dapat berkembang menjadi kedua ventrikel. Hal ini

5
terjadi karena kedua ventrikel jantung ini memiliki dua sistem pompa
jantung yang berada fungsinya satu sama lain.
Kegagalan ventrikel kiri terjadi karena ketidakmampuan ventrikel untuk
mengeluarkan isinya secara adekuat sehingga menyebabkan terjadinya
dilatasi, peningkatan vol akhir diastolik dan peningkatan tekanan
intraventrikel pada ahir diastolik. Hal ini berefek pada atrium kiri
dimana akan terjadi ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan
isinya ke dalam ventrikel kiri, sehina tekanan pada atrium kiri ini akan
meningkat. Peningkatan inilah akan berdampak pada vena pulmonal
yang membawa darah dari paru ke atrium kiri dan akhirnya
menyebabkan kongesti vaskuler pulmonal.

b) Kegagalan jantung kanan


Kegagalan jantung ini biasanya mengikuti kegagalan pada jantung kiri
sebelumnya. Tetapi, bisa saja disebabkan karena gangguan atrial septal
defek cor pulmonal. Pada kondisi kegagalan jantung ini akan terjadi
afterload yang berlebihan pada ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan vaskular pulmonal sebagai akibat dari disfungsi ventrikel kiri,
ketika ventrikel kanan mengalami kegagalan, peningkatan tekanan
diastolik akan berbalik arah ke atrium kanan yang kemudia me
yebabkan terjadinya kongesti vena sistemik.

3. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya
sebagai organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada
tingkat awal disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan
jika cadangan jantung normal mengalami payah dan kegagalan respon
fisiologis tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi organ vital
normal.

6
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme respon primer
yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya beban awal
akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon ini
mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme-
mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada
keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung
yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal.
Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini
gagal, maka volume sekuncup yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup
adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah yang mengisi jantung),
kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel
yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh
tekanan arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah
jantung akan menurun.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering
mendahului gagal jantung ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni
sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau
sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnea dapat terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas.

7
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas
bawah, peningkatan berat badan, distensi vena leher, asites, anoreksia, mual
dan nokturia.

4. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut:
[ CITATION Ram20 \l 14345 ]
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload) atau
biasa disebut dengan Gagal Jantung Sistolik yaitu ketidakmampuan
kontraksi jantung memompa sehingga curah jantung menurun
menyebabkan kelemahan, fatigue, kemampuan aktivitas fisik menurun
dan gejala hipoperfusi lainnya. Penyebab gagal jantung sistolik
diantaranya:
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus
arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload)
atau biasa disebut Gagal Jantung Diastolik yaitu gangguan reaksi dan
gangguan pengisian ventrikel.
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)

Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, gagal


jantung disebabkan dengan berbagai keadaan seperti:
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari

8
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Infark
miokardium menyebabkan pengurangan kontraktilitas, menimbulkan
gerakan dinding yang abnormal dan mengubah daya kembang ruang
jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri
sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard,
serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial
maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan
mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load).
e. Faktor sistemik

9
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal :
demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

5. Manifestasi Klinis
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar
saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan bunyi
jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal
paroksismal (PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat
berubah menjadi batuk berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam
hari).
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejalagejala
seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi, gelisah,
ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan
jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena dihepar.

10
4) Anorexia dan mual
5) Kelemahan

6. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai
berikut:
a. Terapi farmakologi
- Diuretik
Tujuan: Mengurangi afterload dan disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolik.
Obat: Thiazide untuk CHF sedang, Metolazone (kombinasi loop
diuretik) untuk meningkatkan pengeluaran cairan, Kalium-sparing
diuretik.
- Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACE-I)
Tujuan : Membantu meningkatkan COP (Cardiac Out Put) dan
menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah:
1) Digoxin : Meningkatkan kontraktilitas, obat ini tidak
digunakan untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan
pengembangan ventrikel untuk relaksasi.
2) Hydralazin : Menurunkan afterload pada disfungsi sistolik
3) Isobardie dinitrat : Mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4) Calsium cannel blocker: Untuk kegagalan diastolic,
meningkatkan relaksasi dan pengisian ventrikel (Tidak boleh
dipakai pada CHF kronik)
- β- Bloker
Tujuan: β- bloker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi
kejadian iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik
jantung dan efek antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi resiko
terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi

11
resiko terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular).
Pada pasien gagal jantung dengan gejala-gejala yang lebih parah.
Resiko yang tinggi dan pengalaman yang masih terbatas,
penggunaan β-bloker ini harus sangat hati-hati. Oleh karena β-
bloker pada gagal jantung bukan class effect, maka hanya
bisoprolol, karvedilol dan metoprolol lepas lambat yang dapat
direkomendasikan untuk pengobatan gagal jantung [ CITATION
Hap10 \l 14345 ].
- Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Terapi dengan ARB dapat memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung. ARB direkomendasikan sebagai
alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat yang
intoleran terhadap ACE-I. ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular[ CITATION PER20 \l 14345 ].
- Antagonis Aldosteron
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor
konduktan natrium duktus kolektifus (triamteren dan amirolid).
Spironolakton merupakan inhibitor spesifik aldosteron yang sering
meningkat pada gagal jantung kongestif dan mempunyai efek
penting pada retensi potassium.
Obat-obat ini sangat kurang efektif bila digunakan sendiri tanpa
kombinasi dengan obat lain untuk penatalaksaanaan gagal jantung.
Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi dengan
tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif
dalam mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum.
Efek samping akibat pemakaian spironolakton adalah gangguan
saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur,
letargi, sakit kepala, ruam kulit, hiperkalemia, hepatotoksisitas,
dan osteomalasia
b. Terapi non farmakologi
- Posisi Tidur Semi Fowler 45

12
Gangguan istirahat tidur pada pasien dengan gagal jantung
terutama terjadi pada malam hari karena sesak napas yang sangat
mengganggu kualitas tidur pasien. Kualitas tidur yang buruk
mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan semakin
lama sehingga akan memperpanjang masa perawatan di Rumah
Sakit.
Tujuan dari tindakan memberikan posisi tidur semi fowler adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen dan meningkatkan ekspansi
paru yang maksimal, serta untuk mengatasi kerusakan pertukaran
gas yang berhubungan dengan membran kapiler alveolus
[ CITATION Muz20 \l 14345 ].
Posisi tidur semi fowler selama 3x24 jam sesuai dengan SOP yang
ada, tujuan diberikan posisi semi fowler adalah membantu
mengoptimalkan RR dan memenuhi istirahat pada pasien sehingga
memperoleh kualitas tidur yang baik.[ CITATION Muz20 \l 14345 ].
Berdasarkan hasil penelitian Melanie (2014), Sudut posisi tidur
berpengaruh terhadap terhadap kualitas tidur pasien gagal jantung
di ruang rawat intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pasien
gagal jantung, posisi tidur dengan sudut 45 dapat menghasilkan
kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur
dengan sudut 30.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus
gagal jantung kongestive di antaranya sebagai berikut:
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan
aksis, iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk
menentukan kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi
sebelummnya.
c. Ekokardiografi

13
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume
balik dan kelainan regional, model M paling sering diapakai dan
ditanyakan bersama EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan
transesofageal terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi.
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan
fungsi ginjal terapi diuretic.
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan
hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
A. Identitas :
1) Identitas pasien :
- Nama
- Umur
- Tempat tanggal lahir
- Jenis kelamin
- Alamat
- Pekerjaan
- Suku/bangsa
- Agama
- Status perkawinan
- Tanggal masuk rumah sakit (MRS)
- Nomor rekam medis dan
- Diagnosa medik
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi :
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Alamat
- Pekerjaan
- Status hubungan dengan pasien
B. Keluhan Utama
Kaji waktu dan karakteristik keluhan, faktor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
C. Riwayat penyakit sekarang

15
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan
pertanyaan tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat
dengan gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya
dispnea, ortopnea, batuk, dan edema pulmonal akut. Tanyakan juga
gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
D. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-
obatan yang biasanya diminum oleh pasien pada masa lalu, yang
mungkin masih relevan. Tanyakan juga alergi yang dimiliki pasien

E. Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan


penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi.

F. Pengkajian data

1) Aktifitas dan istirahat : adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang


istirahat, sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat
beraktifitas.

2) Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,


disaritmia, fibrilasi atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan
JVP, sianosis, pucat

3) Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit


paru

4) Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.

5) Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia,


diare atau konstipasi.

6) Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.

16
7) Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang

8) Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada


kulit/dermatitis

G. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan,


distress, sikap dan tingkah laku pasien.

2) Ukur tanda vital : Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu

3) Cek nadi karotis : irama reguler/irregular, asukultasi untuk cek


adanya bruit

4) Periksa keadaan umum pasien : Pucat, sesak napas, cyanosis, edema

5) Inspeksi konjungtiva : anemis/tidak

6) Inspeksi pada mata adanya xantelasma dan corneal arcus

7) Inspeksi mukosa mulut kering atau tidak, pucat atau tidak, kebersihan
dan adanya stomatitis atau tidak

8) Inspeksi peningkatan JVP

9) Inspeksi bentuk dada : kesimetrisan, adanya bekas luka op, scar

10) Inspeksi pulsasi apeks jantung

11) Auskultasi di apeks jantung

12) Auskultasi di basal kiri (pulmonic)

17
13) Auskultasi di basal kanan (aortic)

14) Auskultasi Trikuspid dan Mitral

15) Auskultasi paru 10 titik untuk cek edema pulmonal

16) Perkusi batas jantung : batas atas bawah (perkusi hingga ada
perubahan suara dari dullness ke timpani), batas lateral (perkusi ICS
4 atau 5 medial ke lateral. Normal s.d mid klavikula. Indikasi
kardiomegali : batas bawah ICS >5, lateral > mid klavikula)

17) Hitung CRT, normal jika < 2 detik

18) Inspeksi adanya perifer cyanosis, clubbing finger dan splinter


hemoragic pada kuku

19) Periksa telapak tangan adanya osler node dan jeneway lesion
(kemerahan pada telapak tangan yang disertai nyeri)

20) Inspeksi adanya perdarahan dibawah kulit (Ptechie)

21) Raba nadi perifer, bisa menggunakan skala 3. Skala 3: 0 tidak ada, 1
lemah, 2 normal, 3 bounding

22) Kaji turgor kulit. Penurunan turgor menandakan masalah cairan

23) Raba suhu akral, dingin atau hangat. Caranya: lakukan perabaan suhu
ekstremitas dengan menggunakan punggung tangan dan lakukan
secara bersamaan di kedua esktremitas
24) Tentukan derajat edema
Derajat 1: 2 mm atau kurang, pitting ringan, tidak ada distorsi, segera
menghilang setelah tekanan dilepaskan
Derajat 2: kedalaman pitting 2-4 mm, belum ditemukan distorsi,
menghilang 10-25 detik
Derajat 3: kedalaman pitting 4-6 mm, edema lebih dari 1 menit

18
Derajat 4: kedalaan pitting 6-8 mm, terlihat lebih dalam

2. Masalah Yang Mungkin Timbul


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa berdasarkan SDKI adalah :
1. Diagnosa : (D.0003) Gangguan pertukaran gas
Gejala dan Tanda Mayor:
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif :PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, pH
arteri meningkat/menurun, bunyi nafas tambahan
Gejala dan Tanda Minor :
1)  Subjektif : Pusing, penglihatan kabur
2)  Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung, pola nafas
abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran menurun.
Kriteria hasil : (L.01003) Pertukaran gas
Intervensi Kep : (I. 000x) Terapi Oksigen
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodic dan
pastikan fraksi yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor kemampuan pasien melepaskan
oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
oksigen
8. Monitor kerusakan kulit akibat pemasangan
oksigen

Terapeutik

19
9. Bersihkan secret pada mulut, hidung, dan
trakea
10. Pertahankan kepatenan jalan napas
11. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
12. Berikan oksigen tambahan
13. Tetap berikan oksigen saat pasien di
tarnsportasi
14. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien

Edukasi

15. Ajarkan pasien dan keluarga cara


menggunakan oksigen dirumah

Kolaborasi

16. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain,


penggunaan oksigen saat aktivitas atau tidur

2. Diagnosa : (D.0005) Pola nafas tidak efektif)

Gejala dan Tanda Mayor


1)  Subjektf : Dipsnea
2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal
Gejala dan Tanda Minor

1)  Subjektif : Ortopnea

2)  Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung, diameter


thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun,
kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi dan inspirasi menurun,
ekskrusi dada berubah.

Kriteria hasil : (L.01004) Pola Napas

20
Intervensi Kep : (I. 000x) Manajemen Jalan Napas
Observasi
1. Monitor pola napas
2. Monitor bunyi napas tambahan
3. Monitor sputum

Terapeutik

4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan


head tilt dan chin-lift
5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
9. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
11. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari sesuai
toleransi jantung
12. Berikan oksigen

Edukasi

13. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

14. Kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, mukolitik

3. Diagnosa : (D.0008) Penurunan curah jantung

21
Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : Lelah
2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure
(CVP) meningkat/,menurun
Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif : -
2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary
artery wedge pressure (PAWP) menurun
Kriteria hasil : (L.02008) Curah Jantung
Intervensi Kep : (I. 000x) Perawatan Jantung
Observasi
1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
curah jantung
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia
10. Monitor nilai laboratorium jantung
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah pemberian obat

Terapeutik

22
14. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler
dengan kaki ke bawah atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai
16. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
17. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
stress
18. Beri dukungan emosional dan spiritual

Edukasi

19. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat


badan harian
20. Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok

Kolaborasi

24. Kolaborasi pemberian oksigen, untuk


mempertahankan saturasi oksigen >94%
25. Kolaborasi pemberian antiaritmia
26. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

4. Diagnosa : (D.0077) Nyeri akut

Gejala dan Tanda Mayor


1) Sujektif : Mengeluh nyeri
2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
1)  Subjektif : -

23
2)  Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaforesis.

Kriteria hasil : (L.08066) Tingkat Nyeri menurun

Intervensi Kep : (I. 000x) Manajemen Nyeri

Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,


frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat rasa
nyeri
5. Identifikasi pengetahuan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

10. Berikan terapi komplementer untuk


mengurangi rasa nyeri
11. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
12. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi

24
13. Ajarkan terapi komplementer untuk
mengurangi rasa nyeri (relaksasi, distraksi,
terapi bermain)

Kolaborasi

14. Kolaborasi pemberian analgetik

(I.000x)Terapi Relaksasi

Observasi

1. Periksa penurunan tingkat energy,


ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala
lain yang mengganggu kemampuan kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
3. Identifikasi kesediaan, kemampuan,
penggunaan sebelumnya dan kontraindikasi
relaksasi
4. Periksa ketegangan otot, nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan sesudah latihan
5. Evaluasi laporan hasil relaksasi yang dicapai
6. Evaluasi dan dokumentasikan respons
terhadap terapi relaksasi

Terapeutik

7. Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa


gangguan dengan pencahayaan dan suhu
ruang nyaman, jika memungkinkan
8. Gunakan pakaian longgar

25
9. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
10. Berikan informasi tertulis tentang
mempersiapkan dan melakukan teknik
relaksasi
11. Minimalkan gangguan karena kemungkinan
tertidur saat terapi
12. Kembangkan rekaman teknik relaksasi untuk
digunakan individu
13. Gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang dengan analgesic atau tindakan
medis lain

Edukasi

14. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis


relaksasi yang tersedia
15. Jelaskan intervensi relaksasi yang dipilih
secara rinci
16. Anjurkan mengambil posisi nyaman
17. Anjurkan untuk rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
18. Anjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
19. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi

5. Diagnosa : (D.0022) Hipervolemia

Gejala dan Tanda Mayor


1)  Subjektif : Ortopnea, dispnea, paroxymal nocturnal dyspnea (PND)
2)  Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan
meningkat dalam waktu singkat, JVP dan/atau CVP meningkat ,
refleks hepatojugular (+)
Gejala dan Tanda Minor

26
1)  Subjektif : -
2) Objektif : Distensi vena jugularis, suara nafas tambahan,
hepatomegali, kadar Hb/Ht turun, oliguria, intake lebih banyak dari
output, kongesti paru.
Kriteria hasil : (L.03020) Keseimbangan Cairan
Intervensi Kep : (I. 000x) Manajemen Hipervolemia
Observasi
1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia
2. Identifikasi penyebab hipervolemia
3. Monitor status hemodinamik
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
plasma
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek sa,ping diuretik

Terapeutik

9. Timbang berat badan setiap hari pada waktu


yang sama
10. Batasi asupan cairan dan garam
11. Tinggikan kepala tempat tidur 30-40
12. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
13. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
dalam sehari

Edukasi

14. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan


dan haluaran cairan
15. Ajarkan cara membatasi cairan

27
Kolaborasi

16. Kolaborasi pemberian diuretic


17. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
akibat diuretic

6. Diagnosa : (D.0009) Perfusi perifer tidak efektif


Gejala dan Tanda Mayor
1)  Subjektif : -
2)  Objektif : Pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau
tidak teraba, akral teraba dingin, warna kulit pucat, tugor kulit
menurun.
Gejala dan Tanda Minor
1)  Subjektif : Parastesia, nyeri ektremitas (klaudikasi intermiten)
2)  Objektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle- brakial
<0,90, bruit femoralis
Kriteria hasil : (L.02014) Perfusi Serebral
Intervensi Kep : (I. 000x) Perawatan Sirkulasi
Observasi
1. Periksa sirkulasi perifer secara menyeluruh
2. Monitor ekstremitas yang panas, kemerahan,
nyeri, atau bengkak

Terapeutik

3. Hindari memasang infus dan emngambil darah


pada area cedera
4. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area cedera
5. Lakukan pencegahan infeksi
6. Lakukan perawatan kaki dan kuku
7. Motivasi melakukan rehabilitasi vaskuler

Edukasi

28
8. Anjurkan berhenti merokok
9. Anjurkan berolahraga rutin
10. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
11. Ajarkan diet untuk memperbaiki sirkulasi
12. Ajarkan perawatan kulit

7. Diagnosa : (D.0056) Intoleransi aktivitas


Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif : Mengeluh Lelah
2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
1)  Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa tidak
nyaman setelah beraktifitas, merasa lemah
2)  Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat,
gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas, gambaran
EKG menunjukkan iskemia,sianosis
Kriteria hasil : (L.05047) Toleransi Aktivitas
Intervensi Kep : (I. 000x) Manajemen Energi
Observasi
1. Idntifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

Terapeutik

5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah


stimulus
6. Anjurkan tirah baring
7. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

29
8. Gunakan latihan rentang gerak pasif dan atau
aktif
9. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
10. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
11. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan berkurang

Edukasi

12. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi


kelelahan

Kolaborasi

13. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara


meningkatkan asupan makanan

8. Diagnosa : (D.0080) Ansietas

Gejala dan Tanda Mayor


1)  Subjektif : Merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi
2)  Objektif : Tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
1)  Subjektif : Mengeluh pusing, anorexia, palpitasi, merasa tidak
berdaya
2)  Objektif : Frekuensi napas dan nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar,
kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu
Kriteria hasil : (L.09093) Tingkat Ansietas
Intervensi Kep : (I. 000x) Reduksi Ansietas
Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah

30
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda cemas

Terapeutik

4. Jauhkan peralatan perawatan, sesuai kebutuhan


5. Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
6. Temani pasien untuk meningkatkan
keselamatan dan mengurangi rasa takut
7. Pahami situasi yang membuat ansietas
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
10. Tempatkan barang pribadi yang memberikan
kenyamanan
11. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan

Edukasi

12. Informasikan secara factual mengenai


diagnosis, pengobatan, dan prognosis
13. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami
14. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
15. Anjurkan untuk melakukan kegiatan yang tidak
kompetitif
16. Anjurkan dalam mengungkapkan perasaan dan
persepsi
17. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
18. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat

31
19. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

20. Kolaborasi pemberian obat anti ansietas

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan


Kardiovaskuler: aplikasi nic & noc. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

32
Dos Santos, M. F. (2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Ny. M. G Dengan CHF Di ruang ICCU RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes
Kupang . 1-42.

Hapsari, P. (2010). Kajian Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif
Di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Tahun
2008. Retrieved September 25, 2021, from Ums.ac.id: http://eprints.ac.id

Harahap, G. A. (2018). Gambaran Pasien Gagal Jantung Yang Disebabkan Oleh


Penyakit Jantung Koroner Di Ruang Rawat Inap Kardiologi RSUP Haji
Adam Malik Tahun 2015. Skripsi, 1-49.

Melanie, R. (2014). Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Kualitas


Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Intensif
RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung. Stikes Jenderal A.Yani Cimahi, 70-83.

Muzaki, A., & Ani, Y. (2020). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap
Ketidakefektifan Pola Nafas Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF).
Nursing Science Journal , 19-24.

PERKI. (2020). Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. PP PERKI.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Ramadhani, F. N. (2020). Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Gagal Jantung


Kongestif (CHF) Yang Dirawat Di Rumah Sakit. Karya Tulis Ilmiah, 1-
111.

Riskesdas. (2018). Hasil utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan RI.

Rohmah, I. N. (2017). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny. S
Dan Ny.N Yang Mengalami Congestive Heart Failure (CHF) Dengan
Intoleransi Aktivitas Di ruang ICU RSUD Salatiga. 1-73.

Smrltzer. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Vania. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ny.L Dengan Hematemesis Melena Di


Ruang Rawat Inap Interne Rumah Sakit Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.
Skripsi, 1-92.

33
WHO. (2015). World Health Care Statistics. World Health Organization.

34

Anda mungkin juga menyukai