Anda di halaman 1dari 54

LAPORAN KASUS

CONGESTIVE HEART FAILURE

Penyaji:

dr Rizki Munawir Siregar

Pembimbing: dr Syaifullah, M.Ked(Card), Sp.JP

Pendamping : dr. Hj. Elly Surmaita, MKT

RUMAH SAKIT H. KUMPULAN PANE

TEBING TINGGI

2021
i

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : Congestive Heart Failure


Nama Dokter Internsip : Rizki Munawir Siregar

Telah dipresentasikan pada hari Senin Tanggal 20 Desember 2021

PENDAMPING PEMBIMBING

dr. Hj. Elly Surmaita, MKT dr. Syaifullah, M.Ked(Card), Sp.JP


ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Congestive Heart Failure”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada


pembimbing , dr. Syaifullah, SpJP, yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat
selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Tebing Tinggi, Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................2
1.3 Manfaat............................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................4
2.1 Definisi............................................................................................4
2.2 Etiologi............................................................................................4
2.3 Faktor Risiko...................................................................................5
2.4 Klasifikasi........................................................................................9
2.5 Patofisiologi..................................................................................10
2.6 Manifestasi Klinis.........................................................................12
2.7 Diagnosis.......................................................................................13
2.8 Tatalaksana....................................................................................22
2.9 Prognosis.......................................................................................25
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT .................................................................27
BAB 4 FOLLOW UP.......................................................................................35
BAB 5 DISKUSI KASUS................................................................................42
BAB 6 KESIMPULAN....................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................49

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan
pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Penyakit
kardiovaskular merupakan penyebab kematian pertama di dunia. Menurut data
WHO, pada tahun 2015 sebanyak 17,7 juta orang meninggal akibat gangguan
kardiovaskular yang mewakili 31% kematian di dunia.1

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem kardiovaskuler termasuk


gagal jantung kongestif masih menduduki peringkat yang tinggi. Menurut Centers
for Disease Control and Prevention, di Amerika Serikat sekitar 5,7 juta orang
dewasa menderita gagal jantung dan setengah dari pasien yang menderita gagal
jantung akan meninggal dalam 5 tahun.2 Selain itu data dari AHA (American
Heart Association) memproyeksikan prevalensi gagal jantung akan meningkat
sebesar 46% dari tahun 2012 hingga 2030 dengan perkiraan > 8 juta orang yang
berusia ≥ 18 tahun akan mengalami gagal jantung.3

Gagal jantung kongestif adalah jenis gagal jantung yang membutuhkan


perhatian medis jangka panjang, meskipun kadang-kadang kedua istilah ini
digunakan secara bergantian. Gagal jantung kongestif adalah keadaan dimana
jantung tidak mampu memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisi ke jaringan. Dengan kata lain, diperlukan peningkatan tekanan
yang abnormal pada jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.
Pada kondisi gagal jantung kongestif adanya peningkatan tekanan vaskular
pulmonal akibat gagal jantung kiri menyebabkan overload tekanan serta gagal
jantung kanan.4
3

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan


angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia.5 Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi
penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan
sekitar 229.696 orang. 6

Gagal jantung merupakan manifestasi terakhir dan terburuk yang dapat


terjadi pada hampir semua jenis penyakit jantung seperti penyakit jantung
koroner, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit jantung bawaan dan
kardiomiopati. Semua kondisi yang dapat menyebabkan perubahan pada stuktur
dan fungsi jantung dapat menjadi faktor predisposisi untuk berkembang menjadi
gagal jantung.7

Penyakit jantung koroner penyebab tersering terjadinya gagal jantung di


Negara Barat yaitu sekitar 60-75% kasus. Sebesar 75% Hipertensi berkontribusi
menyebabkan gagal jantung termasuk penyakit jantung koroner. Gagal jantung
dengan sebab yang tidak diketahui sebanyak 20 – 30% kasus. 8 Mayoritas pasien
yang dirawat dengan gagal jantung akut memiliki penyakit jantung koroner, yang
secara independen memiliki prognosis buruk.9
4

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Congestive Heart


Failure.

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap


kasus Congestive Heart Failure serta melakukan penatalaksanaan
yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang
baik.

1.3 Manfaat

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang


Congestive Heart Failure.

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai


Congestive Heart Failure.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung adalah sindroma klinis kompleks yang ditandai dengan


gejala seperti nafas yang pendek dan kelelahan yang dihubungkan dengan adanya
gangguan struktural dan fungsional dari jantung. Hal utama dari gagal jantung
adalah tidak adekuatnya jantung sebagai pompa untuk menyampaikan darah yang
mengandung oksigen dan nutrisi ke jaringan.

Gagal jantung kongestif adalah salah satu jenis gagal jantung yang
membutuhkan perhatian medis jangka panjang, walaupun kadang istilah ini sering
digunakan secara bergantian. Gagal jantung kongestif memberikan gejala klinis
berupa sesak nafas, kelelahan, dan penumpukan cairan (distensi vena jugularis,
edema, hepar membesar, dan edema pulmonaris).9

2.2 Etiologi

5
6

Gambar 2.1 Etiologi Gagal Jantung10

2.3 Faktor Risiko

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi atau dapat diubah adalah:

1. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol dan dalam jangka


panjang akan mengakibatkan berbagai perubahan struktur miokard,
pembuluh darah koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini
akan mengakibatkan timbulnya Left Ventricular Hypertrophy (LVH),
penyakit jantung koroner (PJK), berbagai kelainan sistem konduksi,
serta disfungsi sistolik dan diastolik dari miokard. Hal ini akan
mengakibatkan komplikasi dengan manifestasi klinis berupa angina atau
infark miokard, aritmia jantung, dan gagal jantung kongestif.11

2. Riwayat merokok

Efek farmakologi nikotin pada rokok salah satunya adalah


stimulasi simpatis dan vasokonstriksi koroner. Karbonmonoksida pada
rokok berikatan dengan hemoglobin dan mengurangi kemampuan darah
membawa oksigen. Komponen lain dari rokok meningkatkan aktivasi
platelet dan faktor trombotik. Banyak bahan kimia beracun yang
ditemukan pada rokok dan dikaitkan dengan peradangan, disfungsi
endotel, dan keadaan protrombik.12

3. Kadar gula darah yang tinggi


7

Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol menyebabkan


kerusakan pembuluh darah sehingga menjadikannya lebih rentan
terhadaap aterosklerosis dan hipertensi. Pada orang yang menderita
diabetes dapat mengalami serangan jantung tanpa menyadarinya.
Diabetes dapat merusak saraf dan juga pembuluh darah sehingga
serangan jantung bisa terjadi dengan diam tanpa nyeri dada yang khas.13

4. Aktivitas fisik yang kurang

Aktivitas fisik menjadi faktor protektif terhadap berbagai penyakit


kronis termasuk berbagai penyakit kardiovaskular, sebab aktivitas fisik
akan meregulasi berat badan dan meningkatkan penggunaan insulin
tubuh.13 Inaktivitas fisik menaikkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular melalui berbagi mekanisme. Kebugaran yang rendah
dapat menyebabkan HDL plasma yang menurun, tingkat tekanan darah
yang lebih tinggi, dan resistensi insulin, serta obesitas merupakan faktor
risiko penyakit kardiovaskular. Studi menunjukkan bahwa tingkat
kebugaran yang sedang hingga tinggi berkaitan dengan penurunan
mortalitas penyakit kardiovaskular setengah kalinya.4

5. Diet makanan yang tidak sehat

Perbandingan antara mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh


dan berbagai jenis buah dan sayur segar dibandingkan dengan orang-
orang yang mempunyai pola makan biasa pada masyarakat di negara
yang berkembang menunjukkan pengurangan kejadian penyakit
kardiovaskular sebesar 73%.13

6. Kadar kolesterol yang tidak normal

Terdapat hubungan yang bermakna antara dislipidemia dengan


penyakit jantung koroner yaitu penyakit jantung koroner merupakan
8

manifestasi terjadinya infark miokard akut. Kelainan pada profil lipid


merupakan faktor terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis adalah
perubahan dinding arteri yang ditandai adanya akumulasi lipid ekstra sel,
menimbulkan penebalan dan kekakuan arteri.

Penebalan arteri yang di sebabkan timbunan lemak akibat ektra sel


ini menyebabkan iskemia pada jaringan hingga terjadinya infark. Kadar
lemak yang tinggi dalam darah akan mempengaruhi siklus metabolisme
lemak, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya dislipidemia.
Terjadinya dislipidemia pada tubuh mengakibatkan atrerokslerosis
dalam arteri yang menyebabkan arteri menjadi tersumbat.14

7. Obesitas

Hipertrofi ventrikel kiri adalah hal yang umum terjadi pada


pasien dengan obesitas dan berhubungan dengan hipertensi sitemik, hal
ini terjadi karena peningkatan volume ventrikel kiri dan tegangan dari
dinding jantung meningkatkan stroke volume dan curah jantung. Hal ini
yang merupakan salah satu mekanisme terjadinya gagal jantung.15

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi atau tidak dapat diubah
adalah:

1. Usia

Usia merupakan faktor penentu penting pada pasien dengan


penyakit jantung. Tahun 2004, sindrom koroner akut menyebabkan 36%
kematian pada orang berusia ≥ 65 tahun di Amerika Serikat. Morbiditas
kardiovaskular dan tingkat kematian meningkat sangat pesat. Pengaruh
usia lanjut pada pasien menjadi lebih berat dua kali lipat. Penjelasan
dalam hal ini karena perubahan fungsi endotel vaskular dan
trombogenesis. Pada orang tua ditandai dengan peningkatan sirkulasi
fibrinogen dan faktor VII. Kerusakan fungsi ginjal pada orang tua juga
dapat berkontribusi untuk meningkatkan trombogenesis melalui efek
9

rusaknya fungsi endotel dengan konsekuensi terganggunya aktivitas


fibrinolitik dan respons vasodilator koroner.16

2. Jenis kelamin

Perbedaan genetik yang mendasar pada jenis kelamin yang berbeda


adalah kromosom XX bagi perempuan dan XY bagi laki-laki. Beberapa
gen pada kromosom Y berhubungan dengan banyak faktor risiko
kardiovaskular, seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan
kolesterol LDL, dan kecenderungan terhadap infark miokard. Pada
wanita pasca menopause resistensi perifer meningkat bersamaan dengan
aktivitas simpatis, mungkin karena kadar estrogen menurun sebab
sensitivitas baroreflex diatur oleh hormon estrogen. Pada usia >40 tahun
prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada pria daripada wanita, tapi
rasio ini menjadi terbalik pada usia diatas 80 tahun.17

3. Riwayat keluarga menderita penyakit kardiovaskular

Riwayat keluarga merupakan refleksi dari predisposisi genetik.


Riwayat keluarga merupakan salah satu dari faktor risiko aterosklerosis
yang tidak bisa dimodifikasi. Terdapat beberapa jumlah lokus yang
terkait dengan penyakit aterosklerosis. Kromosom 9p21.3 merupakan
lokalisasi dari genetik yang berkaitan kuat dengan penyakit arteri
koroner dan infark miokard, dimana penyakit tersebut merupakan salah
satu etiologi dari gagal jantung kongestif.16

2.4 Klasifikasi
10

Klasifikasi didasarkan kelainan struktural jantung dan berdasarkan


kapasitas fungsional pasien yaitu menggunakan The American College of
Cardiology and American Heart Association (ACC/AHA) dan New York Heart
Association (NYHA), dan disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.1. Klasifikasi Fungsional NYHA berdasarkan pada Beratnya Gejala dan Aktivitas
Fisik

Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas


Kelas I fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau
sesak nafas.
Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
Kelas II istirahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan
Kelas III saat istirahat, tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik tanpa keluhan. Terdapat
Kelas IV gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan
aktifitas.

Tabel 2.2. Stadium Gagal Jantung ACC/AHA


11

Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal


Stadium A jantung. Tidak terdapat ganggguan struktural atau fungsional,
tidak terdapat tanda atau gejala.
Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan
Stadium B
dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda
Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit
Stadium C
struktural jantung yang mendasari.
Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal jantung
Stadium D yang sangan bermakna saat istirahat walaupun sudah
mendapat terapi medis maksimal (refrakter).

2.5 Patofisiologi
12

Gagal jantung merupakan manifestasi akhir dari kebanyakan penyakit


jantung. Pada disfungsi sistolik, kapasitas ventrikel untuk memompa darah
terganggu karena gangguan kontraktilitas otot jantung yang dapat disebabkan oleh
rusaknya miosit, abnormalitas fungsi miosit atau fibrosis, serta akibat pressure
overload yang menyebabkan resistensi atau tahanan aliran sehingga stroke volume
menjadi berkurang. Sementara itu, disfungsi diastolik terjadi akibat gangguan
relaksasi miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat
diastolik. Penyebab tersering disfungi diastolik adalah penyakit jantung koroner,
hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofi.18

Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien gagal


jantung sebagai respon terhadap menurunnya curah jantung serta untuk membantu
mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk memastikan perfusi organ yang
cukup.

Mekanisme tersebut mencakup:

1. Mekanisme Frank Starling

Menurut hukum Frank-Starling, penambahan panjang serat menyebabkan


kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.

2. Perubahan neurohormonal

Peningkatan aktivitas simpatis merupakan mekanisme paling awal untuk


mempertahankan curah jantung.Katekolamin menyebabkan kontraksi otot jantung
yang lebih kuat (efek inotropik positif) dan peningkatan denyut jantung. Sistem
saraf simpatis juga turut berperan dalam aktivasi sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA) yang bersifat mempertahankan volume darah yang bersirkulasi
dan mempertahankan tekanan darah. Selain itu dilepaskan juga counter-regulator
peptides dari jantung seperti natriuretic peptides yang mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi perifer, natriuresis dan diuresis serta turut mengaktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem RAA.
13

Tabel 2.3. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron

3. Remodeling dan hipertrofi ventrikel


14

Dengan bertambahnya beban kerja jantung akibat respon terhadap


peningkatan kebutuhan maka terjadi berbagai macam remodeling termasuk
hipertrofi dan dilatasi.Bila hanya terjadi peningkatan muatan tekanan ruang
jantung atau pressure overload (misalnya pada hipertensi, stenosis katup),
hipertrofi ditandai dengan peningkatan diameter setiap serat otot. Pembesaran ini
memberikan pola hipertrofi konsentrik yang klasik, dimana ketebalan dinding
ventrikel bertambah tanpa penambahan ukuran ruang jantung. Namun, bila
pengisian volume jantung terganggu (misalnya pada regurgitasi katup atau ada
pirau) maka panjang serat jantung juga bertambah yang disebut hipertrofi
eksentrik, dengan penambahan ukuran ruang jantung dan ketebalan dinding.
Mekanisme adaptif tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung
memompa darah pada tingkat yang relatif normal, tetapi hanya untuk sementara.
Perubahan patologik lebih lanjut, seperti apoptosis, perubahan sitoskeletal,
sintesis, dan remodelling matriks ekstraselular (terutama kolagen) juga dapat
timbul dan menyebabkan gangguan fungsional dan struktural yang semakin
mengganggu fungsi ventrikel kiri.18,19

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung akut memberikan gambaran atau kondisi


dengan spektrum yang luas dan setiap klasifikasi tidak akan dapat
menggambarkan secara spesifik. Pasien dengan gagal jantung harus memenuhi
kriteria sebagai berikut :

- Gejala-gejala (symptoms) dari gagal jantung berupa sesak nafas yang


spesifik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan atau rasa lemah,
tidak bertenaga.

- Tanda-tanda (signs) dari gagal jantung berupa retensi air seperti


kongesti paru, edema tungkai.
15

Gambar 2.3 Manifestasi klinis gagal jantung5

2.7 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala,


penilaian klinis, dan pemeriksaan penunjang, yaitu elektrokardiografi (EKG),
fototoraks, biomarker, dan ekokardiografi.

Gejala akut dapat bervariasi, perburukan dapat terjadi dalam hitungan


hari ataupun minggu (misalnya sesak napas yang berat atau edema) tapi beberapa
berkembang dalam hitungan jam sampai menit (misalnya yang berhubungan
dengan infark miokard akut). Gejala biasanya bervariasi mulai dari edema paru
yang mengancam jiwa atau syok kardiogenik sampai edema perifer yang berat.18

1. Anamnesis

Pada anamnesis pasien akan mengeluh gejala khas gagal jantung, yaitu
sesak nafas (dyspnea d’effort (DOE), orthopnea(OE), dan paroxysmal nocturnal
dispnea (PND)), edema tungkai, dan kelelahan. Selain itu, dokter juga harus
menggali faktor risiko dari pasien, seperti riwayat hipertensi, diabetes melitus,
hiperkolesterolemia, penyakit jantung koroner, kelainan katup, kelainan vaskular
perifer, demam reumatik, penggunaan kardiotoksik, alkoholisme, penyakit tiroid,
dan lain-lain, dan juga riwayat keluarga, seperti penyakit aterosklerosis,
16

kardiomiopati, kematian mendadak, penyakit gangguan konduksi, miopati


skeletal, dan lain-lain. Gejala gagal jantung yang timbul tidak berhubungan
dengan beratnya disfungsi jantung yang terjadi dan prognosis penyakit. 21, 26
2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai tanda-tanda gagal jantung seperti


takikardia, S3 gallop, peningkatan/ekstensi vena jugularis, refluks hepatojugular,
pulsus alternans, kardiomegali, ronki basah halus di basal paru, dan bisa meluas
ke kedua lapang paru bila gagal jantung berat, edema pretibial pada pasien yang
rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura lebih sering pada
paru kanan daripada paru kiri.Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit
katup mitral dan perikarditis konstriktif. Selain itu, dapat ditemukan
hepatomegali, nyeri tekan, dapat diraba pulsasi hati yang berhubungan dengan
hipertensi vena sistemik, ikterus yang berhubungan dengan peningkatan kedua
bentuk bilirubin (direk dan indirek), ekstremitas dingin, pucat, dan berkeringat.

Untuk menegakkan diagnosis gagal jantung, harus memenuhi dua kriteria


mayor atau paling sedikit satu kriteria mayor dan dua kriteria minor dari kriteria
Framingham di bawah ini:21, 26, 27

1. Kriteria mayor:
 Paroxysmal nocturnal dyspnea
 Distensi vena leher
 Peningkatan vena jugularis
 Ronki paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 S3 gallop
 Refluks hepatojugular positif
2. Kriteria minor:
 Edema ekstremitas
 Batuk malam hari
17

 Dyspnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital paru 1/3 dari normal
 Takikardia (>120 kali/menit)
3. Mayor atau minor
 Penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari terapi

3. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

a. Natriuretic peptide

Karena tanda dan gejala gagal jantung kadang tidak spesifik,


banyak pasien yang dicurigai mengalami gagal jantung yang dikirim menjalani
pemeriksaan ekokardiografi, namun ternyata tidak memiliki abnormalitas dalam
struktur jantung. Ketika kemampuan ekokardiografi menjadi terbatas, pendekatan
lain untuk mendiagnosis adalah dengan memeriksa konsentrasi peptida natriuretik
darah, keluarga hormon yang disekresikan berlebih bila terjadi jejas pada jantung
atau beban pada salah satu ruang jantung mengalami peningkatan (misal pada
fibrilasi atrium, emboli paru dan beberapa kondisi non-kardiak termasuk gagal
ginjal).22
Banyak penelitian telah meneliti batas konsentrasi dua untuk
mengeksklusi gagal jantung untuk dua macam peptida natriuretik yang biasa
digunakan, B-type natriuretic peptide (BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretic
peptide (NT-proBNP).Batasan eksklusi berbeda pada pasien yang dating dengan
awitan akut atau perburukan gejala dan pada psein dengan awitan yang lebih
gradual.Untuk pasien dengan awitan akut atau perburukan gejala, nilai optimal
untuk mengeksklusi adalah 300 pg/mL untuk NT-pro BNP dan100 pg/mL untuk
BNP.Untuk pasien non akut, nilai optimal untuk mengeksklusi adalah 125 pg/mL
untuk NT-proBNP dan 35 pg/mL untuk BNP. Sensitifitas dan spesifisitas dari
18

BNP dan NT-proBNP untuk diagnosis gagal jantung juga lebih rendah pada
pasien-pasien non akut.23

b. Analisis Gas Darah Arterial

AGDA memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (pO2), fungsi


respirasi (pCO2) dan keseimbangan asam basa (pH) dan harus dinilai pada setiap
pasien dengan respiratory distress berat. Asidosis merupakan penanda perfusi
jaringan yang buruk atau retensi CO2 dan hal ini dikaitkan dengan prognosis yang
buruk. Pengukuran dengan pulse oksimetri dapat menggantikan AGDA tetapi
tidak bisa memberikan informasi pCO2 atau keseimbangan asam basa.

Tabel 2.3. Abnormalitas yang umum ditemukan pada hasil laboratorium 5

Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis

Peningkatan Penyakit ginjal, ACEI, ARB, Hitung GFR,


kreatinin serum antagonis aldosterone pertimbangkan
(>150 μmol/L) mengurangi dosis
ACEI/ ARB/ antagonis
aldosteron, periksa
kadar kalium dan BUN
Anemia (Hb < 13 Gagal jantung kronik, gagal Telusuri penyebab,
gr/dL pada laki-laki, ginjal,hemodilusi,kehilangan pertimbangkan terapi
< 12 gr/dL pada zat besi ataupenggunaan zat
perempuan) besi terganggu, penyakit
kronik
Hiponatremia Gagal jantung Pertimbangkan restriksi
(<135 mmol/L) kronik,hemodilusi, pelepasan cairan, kurangi dosis
AVP (Arginine Vasopressin), diuretik, ultrafiltrasi,
diuretic antagonis vasopresin
Hipernatremia Hiperglikemia, dehidrasi Nilai asupan cairan,
(>150 mmol/L) telusuri penyebab
Hipokalemia Diuretik, Risiko aritmia,
(< 3,5 mmol/L) hiperaldosteronisme pertimbangkan
sekunder suplemen kalium,
ACEI/ARB, antagonis
aldosteron
Hiperkalemia Gagal ginjal, suplemen Stop obat-obat hemat
(> 5,5 mmol/L) kalium, penyekat sistem kalium
renin-angiotensinaldosteron (ACEI/ARB,antagonis
aldosterone ), nilai
fungsi
19

ginjal dan pH, risiko


bradikardia
Hiperglikemia Diabetes, resistensi insulin Evaluasi hidrasi, terapi
(> 200 mg/dL) intoleransi glukosa
Hiperurisemia Terapi diuretik , gout, Allopurinol, kurangi
(>500 μmol/L) keganasan dosis diuretik
BNP < 100 pg/mL, Tekanan dinding ventrikel Evaluasi ulang
NT proBNP < 400 normal diagnosis,
pg/mL bukan gagal jantung
jika
terapi tidak berhasil
BNP > 400 pg/mL, Tekanan dinding ventrikel Sangat mungkin gagal
NT proBNP > 2000 meningkat jantung
pg/mL
Kadar albumin Dehidrasi, mieloma rehidrasi
tinggi (> 45 g/L)
Kadar albumin Nutrisi buruk, kehilangan Cari penyebab
rendah (< 30 g/L) albumin melalui ginjal
Peningkatan Disfungsi hati, gagal jantung Cari penyebab, kongesti
transaminase kanan, toksisitas obat liver, pertimbangkan
kembali terapi
Peningkatan Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola
troponin berkepanjangan, gagal peningkatan
jantung berat, miokarditis, (peningkatan ringan
sepsis, gagal ginjal, emboli sering terjadi pada
paru gagal jantung
berat), angiografi
koroner, evaluasi
kemungkinan
revaskularisasi
Tes troid abnormal Hiper / hipotroidisme, Terapi abnormalitas
amiodaron tiroid
Urinalisis Proteinuria, glikosuria, Singkirkan
bakteriuria kemungkinan
infeksi
INR > 2,5 Overdosis antkoagulan, Evaluasi dosis
kongesti hati antkoagulan,
nilai fungsi hati
CRP > 10mg/l, Infeksi, infamasi Cari penyebab
lekositosis
neutroflik

B. Foto Toraks
20

Foto Toraks harus diperiksakan secepat mungkin saat masuk pada semua
pasien yang diduga gagal jantung akut untuk menilai derajat kongesti paru dan
untuk mengetahui adanya kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura,
infiltrat, atau kardiomegali.

Foto toraks memiliki keterbatasan dalam penegakan diagnosis dari pasien


dengan kecurigaan gagal jantung, namun hal ini mungkin sangat berguna dalam
mengidentifikasi alternatif keterlibatan paru untuk tanda dan gejala pasien.
Pemeriksaan ini akan menunjukkan kongesti vena pulmonalis atau edema pada
pasien dengan gagal jantung. Penting untuk dicatat bahwa disfungsi sistolik
ventrikel kiri yang signifikan akan memberikan gambaran kardiomegali pada foto
thoraks.23

Tabel 2.4. Abnormalitas yang umum ditemukan pada hasil foto toraks5

Abnormalitas Penyebab Implikasi


Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri, Ekokardiograf,
ventrikel kanan, atria, Doppler
efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis Ekokardiografi,
aorta, kardiomiopati doppler
hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
Pengisian ventrikel gagal jantung kiri
kiri
Edema intersital Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
Pengisian ventrikel gagal jantung kiri
kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan Pikirkan etologi
peningkatan tekanan nonkardiak
pengisian jika efusi (jika efusi banyak)
bilateral Infeksi paru,
pasca bedah/
keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan Mitral stenosis/gagal
Limfatik jantung kronik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau Pemeriksaan CT,
emfsema Spirometri,
ekokardiografi
Infeksi paru Pneumonia sekunder Tatalaksana kedua
21

Akibat kongesti paru penyakit: gagal


jantung dan infeksi
paru
Infltrat paru Penyakit sistemik Pemeriksaan
diagnostik lanjutan

C. Elektrokardiogram

Elektrokardiogram (EKG) merupakan pemeriksaan penting untuk


menegakkan diagnosis gagal jantung. EKG membantu untuk melihat irama
jantung dan konduksi elektrik, misal adanya penyakit sinoatrial, blok
atrioventrikuler, atau konduksi interventrikuler yang abnormal. EKG juga
menunjukkan bukti adanya hipertrofi ventrikel kiri atau gelombang Q yang
mengindikasikan adanya kehilangan miokardium yang viabel, yang membantu
memberikan bukti tentang kemungkinan etiologi dari gagal jantung.23

Tabel 2.5. Abnormalitas yang umum ditemukan pada hasil EKG5

Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis

Sinus Takikardia Gagal jantung Penilaian klinis,


dekompensasi, Pemeriksaan
anemia, demam, Laboratorium
hipertiroidisme
Sinus Bradikardia Obat penyekat beta, Evaluasi terapi obat,
anti aritmia, pemeriksaan
hipotiroidisme, laboratorium
sindroma sinus sakit
Atrial takikardia/ Hipertiroidisme, Perlambat konduksi
flutter/ fibrilasi infeksi, gagal jantung AV, konversi medic,
dekompensasi, infark elektroversi, ablasi
iokard kateter, antikoagulasi
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, Pemeriksaan
kardiomiopati, laboratorium, tes
miokarditis, latihan beban,
hypokalemia, pemeriksaan perfusi,
hipomagnesia, angiografi coroner, ICD
overdosis digitalis
Iskemia/ infark Penyakit jantung Ekokardiografi,
koroner troponin,
angiografikoroner,
revaskularisasi
22

Gelombang Q Infark, kardiomiopati Ekokardiografi,


hipertrofi, LBBB, angografi koroner
preeksitasi
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, penyakit Ekokardiografi,
kiri katup aorta, Doppler
kardiomiopati
hipertrofi
Blok Infark miokard, Evaluasi penggunaan
Atrioventrikular intoksikasi obat, obat, pac jantung,
miokarditis, penyakit sistemik
sarkoidosis, penyakit
lyme
Mikrovoltase Obesitas, emfisema, Ekokardiograf, rontgen
efusi perikard, toraks
amyloidosis
Durasi QRS > 0,12 s Disinkroni elektrikEkokardiograf, CRT-P,
dengan morfologi dan mekanik CRT-D
LBBB
LBBB = Left Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter
Defribillator
CRT-P = ardiac Resynchronicaton Therapy-PACEImaker; CRT-D =
Cardiac Resynchronization Therapy-Defibrillator

D. Ekokardiografi

Ekokardiogram merupakan pemeriksaan penting untuk menegakkan


diagnosis gagal jantung. Ekokardiogram menyajikan informasi yang segera
mengenai volume ruang jantung, fungsi sistolik dan diastolik ventrikel, ketebalan
otot, dan fungsi katup.

Tabel 2.6. Abnormalitas yang umum ditemukan pada hasil ekokardiografi5

Pengukuran Abnormalitas Implikasi


Fraksi ejeksi ventrikel Menurun (< 40 %) Disfungsi sistolik
23

kiri
Fungsi ventrikel kiri, Akinesis, hipokinesis, Infark/iskemia miokard,
global dan fokal diskinesis kardiomiopati,
miokardits

Diameter akhir diastolik Meningkat (> 55 mm) Volume berlebih,


(End-diastolik diameter sangat mungkin gagal
= EDD) jantung

Diameter akhir Meningkat (> 45 mm) Volume berlebih,


sistolik (End-systolic sangat mungkin
diameter = ESD) disfungsi sistolik

Ukuran atrium kiri Meningkat (> 40 mm) Peningkatan tekanan


pengisian, disfungsi
katup mitral, fibrilasi
atrial

Ketebalan ventrikel kiri Hipertrofi (> 11-12 Hipertensi, stenosis


mm) aorta, kardiomiopati
hipertrofi

Struktur dan fungsi Stenosis atau regurgitasi Mungkin penyebab


katup katup (terutama stenosis primer atau sebagai
aorta dan insufsiensi komplikasi gagal
mitral) jantung, nilai gradien
dan fraksi regurgitan,
nilai konsekuensi
hemodinamik,
pertimbangkan operasi

Profil aliran diastolik Abnormalitas pola Menunjukkan disfungsi


mitral pengisian diastolik dini diastolik
dan lanjut dankemungkinan
mekanismenya
Kecepatan puncak Meningkat (> 3 m/detk) Peningkatan tekanan
regurgitasi sistolik ventrikel kanan,
trikuspid curiga hipertensi
pulmonal
Perikardium Efusi, Pertimbangkan
hemoperikardium, tamponade jantung,
penebalan uremia, keganasan,
perikardium penyakit sistemik,
perikarditis akut atau
kronik,perikarditis
konstriktif

Aortc outlow velocity Menurun (< 15 cm) Isi sekuncup rendah


time integral atau berkurang
24

Vena cava inferior Dilatasi, Retrograde Peningkatan tekanan


flow atrium kanan,disfungsi
ventrikel kanan
Kongesti hepatik

2.8 Tatalaksana
Tujuan utama terapi gagal jantung adalah mengobati gejala, koreksi
hipoksia, memperbaiki hemodinamik dan perfusi organ, membatasi kerusakan
jantung dan ginjal, mencegah tromboemboli, meminimalkan lama perawatan
intensif.
Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan gagal jantung adalah sebagai
berikut:5
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor(ACEI)
Indikasi: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala.
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI
kadang-kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan
pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Kontraindikasi: Riwayat angioedema, stenosis renal bilateral, kadar
kalium serum >5 mmol/l, serum kreatinin >2,5 mg/dl, stenosis aorta berat.
2. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung


dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI.Pada pasien ini,
ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular.
25

Indikasi pemberian ARB: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40 %, sebagai


pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional
II - IV NYHA) yang intoleran ACE-I.
ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama seperti ACE-I, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk.
Kontraindikasi pemberian ARB: Sama seperti ACE-I, kecuali angioedema,
pasien yang diterapi ACE-I dan antagonis aldosteron bersamaan. Monitor
fungsi ginjal dan elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama ACE-I.

3. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron: Fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40 %, gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA), dosis
optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB).
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron: konsentrasi serum kalium
>5 mmol/l, serum kreatinin >2,5 mg/dl, bersamaan dengan diuretik hemat kalium
atau suplemen kalium, kombinasi ACEI dan ARB.

4. β-blocker (penyekat β)
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40 %.Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat β: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala
ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA), ACEI/ARB (dan antagonis
aldosteron jika indikasi) sudahdiberikan, pasien stabil secara klinis (tidak ada
26

perubahan dosis diuretik,tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda
retensi cairan berat).
Kontraindikasi pemberian penyekat β: Asma, blok AV (atrioventrikular)
derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung permanen), sinus
bradikardia (nadi <50 x/menit).

Tabel 2.7. Dosis obat gagal jantung5

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


ACE-I
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 -100 (3x/hari)
Enalapril 2,5 (2 x/hari) 10 – 20 (2x/hari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1 x/hari) 20 – 40 (1x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2x/hari)
Perindopril 2 (1x/hari) 8 (1x/hari)
ARB
Candesartan 4/8 (1x/hari) 32 (1x/hari)
Valsartan 40 (2x/hari) 160 (2x/hari)
Antagonis aldosteron
Eplerenon 25 (1x/hari) 50 (1x/hari)
Spironolakton 25 (1x/hari) 25 – 50 (1x/hari)
Penyekat β
Bisoprolol 1,25 (1x/hari) 10 (1x/hari)
Carvedilol 3,125 (2x/hari) 25 – 50 (2x/hari)
5. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti.

Tabel 2.8. Dosis obat diuretik pada gagal jantung5

Diuretik Dosis awal (mg) Dosis target (mg)


Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
27

Bumetanide 0,5 – 1,0 1–5


Torasemide 5 – 1,0 10 – 20
Tiazid
Hidrochlorotiazide 25 12,5 – 100
Metolazone 2,5 2,5 – 10
Indapamide 2,5 2,5 – 5
Diuretik hemat kalium
Spironolakton (+ACEI/ARB) 12,5 – 25 (+ACEI/ARB) 50
(-ACEI/ARB) 50 (-ACEI/ARB) 100 – 200
28

Tabel 2.9. Tatalaksana European Society of Cardiology

2.9 Prognosis

Secara umum, angka kematian dirawat di rumah sakit untuk pasien dengan
gagal jantung adalah 10,4% pada 30 hari pertama, 22% pada 1 tahun pertama, dan
42,3% pada 5 tahun pertama, meskipun dengan peningkatan terapi medis yang
bagus. Setiap pasien yang dirawat inap ulang di rumah sakit mempunyai angka
kematian yang meningkat sekitar 20-22%.
Mortalitas 50% lebih besar untuk pasien dengan gagal jantung NYHA
kelas IV, ACC/AHA stage D. Gagal jantung terkait dengan infark miokard akut
memiliki angka kematian 20-40%. Angka kematian mendekati 80% pada pasien
yang juga memiliki hipotensi (misalnya, syok kardiogenik).28
29

BAB III

STATUS ORANG SAKIT

Nomor RM :: 13-14-54 Tanggal : 20 Oktober 2021

Nama Pasien : ITA

Umur : 55 tahun Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pensiunan Alamat : Jl. Bambu Runcing

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Sesak Nafas

Anamnesa : Keluhan dialami os ± 1 bulan SMRS dan dirasakan


memberat dalam 1 minggu ini. Sesak nafas timbul saat os beraktivitasdan
berkurang saat istirahat. Os juga merasakan sesak nafas saat berbaring dan lebih
nyaman jika tidur dengan bantal yang lebih tinggi. Sering terbangun pada malam
hari karena sesak nafas dijumpai. Sesak nafas tidak dipegaruhi cuaca dan riwayat
asma disangkal. Os juga mengeluhkan mudah lelah dalam 1 bulan ini. Bengkak
pada kedua kaki dijumpai sejak 1 bulan ini. Bengkak tidak disertai rasa nyeri dan
kemerahan. Riwayat sesak nafas sebelumnya disangkal. Riwayat kaki bengkak
sebelumnya disangkal.

Nyeri dada saat ini disangkal. Riwayat nyeri dada diakui oleh pasien.
Nyeri dada dirasakan seperti tertimpa beban dan menjalar ke bahu dan lengan
kiri, onset > 20 menit, nyeri dada berkurang saat istirahat. Demam dijumpai.
Keluhan batuk dijumpai dalam 1 minggu ini.
30

Riwayat darah tinggi dijumpai sejak 2 tahun yang lalu, dengan tensi
tertinggi 170/110 mmHg. Os tidak rutin mengonsumsi obat untuk darah tinggi.
Riwayat sakit gula dijumpai sejak 2 tahun yang lalu.Os mengaku tidak rutin
mengkonsumsi obat untuk sakit gula.

Riwayat merokok disangkal, riwayat konsumsi alkohol disangkal.


Konsumsi makanan harian tinggi makanan berminyak seperti gorengan. Os juga
mengaku kurang berolahraga.

Riwayat keluarga menderita keluhan yang sama disangkal. Riwayat


keluarga menderita penyakit jantung disangkal.

Faktor Resiko PJK : Usia >40 tahun, Hipertensi, DM, Aktivitas fisik
kurang

Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi, Diabetes Mellitus tipe 2

Riwayat Penggunaan Obat : Furosemid 1x40 mg,

Ramipril 1x5 mg,

Conco 1x 2,5 mg,

Spironolakton 1x 25 mg,

KSR 1x 600 mg
Pemeriksaan Fisik

Kondisi Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TD : 140/90 mmHg Ortopnu :+

HR : 106 x/i Dispnu :+

RR : 30 x/i Ikterus :−

Suhu : 36,8 oC Edema :+

JVP : R+2 cmH2O Anemis :-

Sianosis :−

Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (−/−)

Kesan: normal

Leher : Pembesaran KGB (-), Trakea medial, TVJ: R+2 cmH2O

Inspeksi : Simetris fusiformis, Ketinggalan bernafas (−), Iktus kordis tidak


terlihat

Palpasi : Nyeri tekan (−), Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Batas atas jantung: ICS III

Batas kanan jantung: ICS IV 2cm lateral LPSD

Batas kiri jantung: ICS IV 2cm lateral LMCS

Batas paru-hati R/A: ICS IV / ICS VI, peranjakan ±2cm

Auskultasi : - Suara pernafasan: Vesikuler melemah lapangan paru bawah


- Suara tambahan: (-)

Jantung : S1 (+), S2 (+), S3 (−), S4 (−)

Aktivitas: cukup, Regularitas: reguler

Murmur (−)

Paru : Suara pernafasan: Vesikuler melemah lapangan paru bawah

Suara tambahan: Wheezing (−)

Abdomen : Palpasi Hepar/Lien: tidak teraba besar

Asites (−)

Ekstremitas : Superior : sianosis (−) clubbing (−)

Inferior : edema (+/+) pulsasi arteri: (+)

Akral : hangat

TB : 150 cm

BB : 56 kg

IMT : 25 kg/m2
Interpretasi Rekaman EKG (20-10-2021)

Irama: Sinus Thacycardy; Rate: 106x/i


Gelombang P: positif; durasi 0,06 s; aksis normal
Interval PR: 0,12 s
QRS kompleks: durasi 0,04 s
Segmen ST: isoelektris
Gelombang T: normal
Interval QT: 0,38 s

Interpretasi Foto Toraks (PA)

Bentuk dan ukuran jantung tampak membesar. CTR 67 %.


Aorta dan Mediastinus superior tidak melebar
Apex jantung downward.
Trakea ditengah.
Tampak perselubungan di kedua lapangan paru.
Sudut costophrenicus kanan dan kiri lancip

Kesan: Kardiomegali
Hasil Laboratorium :

Hb : 11,7 g/dl
RBC : 3,51 x 106/mm3
WBC : 6,8 x 103/mm3
PLT : 320 x 103/mm3
Ht : 34,2%

Ureum : 56 mg/dl
Kreatinin : 2,09 mg/dl

GDS : 297 mg/dl

Na/K/Cl : 131/4,9/94

Diagnosis Kerja : CHF fc II

Fungsional : NYHA II

Anatomi : Arteri koroner


Etiologi : Atherosclerosis

Differensial Diagnosa :

1. CHF ec. HHD


Pengobatan :

- Tirah baring
- Nasal Canul O2 2-4 L/i
- IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
- Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
- Injeksi cedocart drips 2,5cc/jam
- Injeksi ranitidin / 12 jam
- Spironolakton 1x 25 mg
- Concor 1x 2,5 mg

Rencana Pemeriksaan Lanjutan :

- Pantau EKG
- Echocardiografi
BAB IV
FOLLOW UP

FOLLOW UP TANGGAL 21/10/2021

S Sesak nafas (+), batuk (+)


O Sens : Compos mentis RR : 24 x/i
TD : 160/90 mmHg Temp : 36,4 oC
HR : 92 x/i
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : SP : Vesikuler melemah di lapangan paru kanan bawah;
ST : (-)
Abdomen : Simetris, Soepel (+), H/L/R tidak teraba, normoperistaltik
Ekstremitas : Edema ekstremitas inferior (+/+)
A CHF fc III
Hipertensi Stage I
P -Tirah Baring
-Nasal Canul O2 2-4 L/I
-Ivfd Nacl 0,9 % 10 Gtt/I Mikro
-Injeksi Furosemid 20 Mg/ 8 Jam
-Spironolakton 1x 25 Mg
-Captopril 3x 25mg
-Concor 1x 2,5 Mg
-Isdn 1x 5 Mg
-Cpg 1x 75 Mg
-R/ Pantau Tanda Vital
FOLLOW UP TANGGAL 22/10/2021

S Sesak nafas berkurang, batuk (+)


O Sens : Compos mentis RR : 24 x/i
TD : 140/80 mmHg Temp : 36,6 oC
HR : 90 x/i
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : SP : Vesikuler; ST : (-)
Abdomen : Simetris, Soepel (+), H/L/R tidak teraba, normoperistaltik
Ekstremitas : Edema (+/+)

A CHF fc III
Hipertensi terkontrol
P - Tirah baring
-Nasal Canul O2 2-4 L/i
-IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
-Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
-Spironolakton 1x 25 mg
-Captopril 3x 25mg
-Concor 1x 2,5 mg
-ISDN 1x 5 mg
-CPG 1X 75 mg
R/ Pantau tanda-tanda vital
FOLLOW UP TANGGAL 23/10/2021

S Sesak nafas (-), batuk (-)


O Sens : Compos mentis RR : 22 x/I
TD : 130/80 mmHg Temp : 36,1 oC
HR : 90 x/i
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : SP : Vesikuler; ST : (-)
Jantung : S1 (+), S2 (+), Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Simetris, Soepel (+), H/L/R tidak teraba, normoperistaltik
Ekstremitas : Edema (−/−)

A CHF fc II ec. CAD


Hipertensi terkontrol
P - Tirah baring
-Nasal Canul O2 2-4 L/i
-IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
-Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
-Spironolakton 1x 25 mg
-Captopril 3x 25mg
-Concor 1x 2,5 mg
-ISDN 1x 5 mg
-CPG 1X 75 mg

R/ Rencana Ekokardigram
FOLLOW UP TANGGAL 246/10/2021
S Sesak nafas (-), batuk (-)
O Sens : Compos mentis RR : 22 x/I
TD : 130/80 mmHg Temp : 36,1 oC
HR : 90 x/i
Kepala : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O
Thorax : SP : Vesikuler; ST : (-)
Jantung : S1 (+), S2 (+), Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Simetris, Soepel (+), H/L/R tidak teraba, normoperistaltik
Ekstremitas : Edema (−/−)

A CHF fc II ec. CAD


Hipertensi terkontrol
P - Furosemid 1x 40mg
-Captopril 3x 25mg
-Concor 1x 2,5 mg
-CPG 1X 75 mg

R/ Rencana PBJ
BAB V

DISKUSI KASUS

Teori Kasus
Gagal jantung kongestif memberikan Pasien dengan keluhan utama sesak
gejala klinis berupa sesak nafas, nafas sejak ±1 bulan SMRS dan
kelelahan, dan penumpikan cairan memberat dalam 2 hari terakhir.
(distensi vena jugularis, edema, Mudah lelah (+).
hepar membesar, dan edema Bengkak pada kedua kaki (+)
pulmonaris).9
Faktor risiko: Pasien berusia 65 tahun.
A. Modifiable Riwayat hipertensi (+), TD tertinggi
- Hipertensi 160/100 mmHg.
- Riwayat merokok
- KGD tinggi
- Aktivitas fisik kurang
- Diet makanan tidak sehat
- Dislipidemia
- Obesitas

B. Non-modifiable
- Usia
- Jenis kelamin
- Riwayat keluarga
Klasifikasi Pasien dengan sesak nafas yang
A. Kapasitas fungsional (NYHA) timbul saat aktivitas dan berkurang
- Kelas I: tidak ada batas aktivitas saat istirahat, digolongkan dalam
fisik NYHA II.
- Kelas II: terdapat batasan aktivitas
ringan, tidak terdapat keluhan saat Pasien dengan tanda-tanda kongesti
istirahat dan tanpa tanda-tanda hipoperfusi:
- Kelas III: terdapat batasan aktivitas tipe warm-wet.
bermakna, tidak terdapat keluhan
saat istirahat Pasien dengan gejala gagal jantung
- Kelas IV: tidak dapat melakukan yang berhubungan dengan penyakit
aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat struktural jantung yang mendasari,
gejala saat istirahat tergolong stadium C.

B. Klasifikasi klinis
- Warm-Dry
- Warm-Wet
- Cold-Dry
- Cold-Wet

C. Kelainan struktural
- Stadium A: risiko tinggi menjadi
gagal jantung, tidak ada gangguan
struktural atau fungsional jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala
- Stadium B: telah terbentuk penyakit
struktur jantung yang berhubungan
dengan perkembangan gagal jantung,
tidak terdapat tanda aau gejala
- Stadium C: gagal jantung yang
simtomatik berhubungan dengan
penyakit struktural jantung yang
mendasari
- Stadium D: penyakit jantung
struktural lanjut serta gejala gagal
jantung yang sangat bermakna saat
istirahat walaupun sudah mendapat
terapi medis yang maksimal
Umumnya pasien datang dengan Anamnesis:
keluhan sesak napas yang terjadi Dyspnea (+)
secara akut, sesak napas dapat DOE (+), OP (+), PND (+)
dijumpai saat istirahat atau saat Fatigue (+)
aktivitas, kemudian pasien juga dapat Edema ekstremitas inferior (+)
mengeluhkan lelah, letih, dan atau Riwayat penyakit: Hipertensi, DM,
adanya pembengkakan pada kaki.
Pada pemeriksaan fisik, tanda khas Pemeriksaan fisik:
yang dapat dijumpai pada pasien Takipnu (+)
gagal jantung adalah takikardia, Edema (+)
takipnu, rales pada paru, efusi pleura,
peningkatan tekanan vena jugular, Foto thorax:
edema perifer, dan hepatomegali. Kardiomegali
Pneumonia bilateral
Laboratorium
Anemia (Hb < 13 gr/dL pada laki-
laki, <12 gr/dL pada perempuan) Laboratorium:
Hiponatremia (<135 mmol/L) Hiponatremia: 131 mmol/L

Foto thorax
Kardiomegali
Kongesti vena paru
Efusi pleura

1.Angiotensin Converting Enzyme - Tirah baring


Inhibitor(ACEI) -Nasal Canul O2 2-4 L/i
Indikasi: Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ -IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
40 %, dengan atau tanpa gejala. ACEI -Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
memperbaiki fungsi ventrikel. -Spironolakton 1x 25 mg
2.Angiotensin Receptor Blocker -Captopril 3x 25mg
(ARB) -Concor 1x 2,5 mg
ARB direkomendasikan pada pasien -ISDN 1x 5 mg
gagal jantung dengan fraksi ejeksi -CPG 1X 75 mg
ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap
simtomatik walaupun sudah diberikan
ACEI dan penyekat β dosis optimal,
kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB
memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup.

3. Antagonis Aldosteron
Indikasi pemberian antagonis
aldosteron: Fraksi ejeksi ventrikel kiri
≤ 40 %, gejala sedang sampai berat
(kelas fungsional III- IV NYHA),
dosis optimal penyekat β dan ACEI
atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB).
4. β-blocker (penyekat β)
Penyekat β memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup.Indikasi
pemberian penyekat β: Fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 %, gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II - IV
NYHA), ACEI/ARB (dan antagonis
aldosteron jika indikasi)
sudahdiberikan, pasien stabil secara
klinis (tidak ada perubahan dosis
diuretik,tidak ada kebutuhan inotropik
i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan
berat).
5. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada
pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti.
BAB VI

KESIMPULAN

1. Pasien perempuan, usia 55 tahun datang dengan keluhan sesak nafas.


Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, pasien didiagnosis CHF fc III
2. Berdasarkan kapasitas fungsionalnya (NYHA), pasien termasuk dalam
kelompok functional class III.
3. Berdasarkan ada atau tidaknya gejala/tanda kongesti dan hipoperfusi
jaringan maka pasien ini termasuk dalam gagal jantung akut “wet and
warm” dijumpai adanya gejala/tanda kongesti tanpa adanya hipoperfusi
perifer.
4. Berdasarkan kelainan struktural, pasien berada pada stadium C yaitu gagal
jantung yang simtomatik berhubungan dengan penyakit struktural jantung
yang mendasari.
5. Manifestasi klinis yang dijumpai pada pasien ini adalah edema paru,
peningkatan tekanan vena jugularis, edema ekstremitas inferior bilateral.
6. Hasil anamnesis ditemukan adanya orthopnea, dyspnea on effort,
paroxysmal nocturnal dyspnea, fatigue, riwayat tipikal angina, riwayat
hipertensi dan diabetes melitus tipe 2.
7. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya takipnea
8. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan hiponatremia.
9. Kesimpulan foto toraks adalah kardiomegali, dan pneumonia bilateral.
10. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka
pasien tersebut didiagnosis dengan CHF fc III +Hipertensi Stage I
11. diberi terapi berupa :

- Tirah baring
-Nasal Canul O2 2-4 L/i
-IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/i mikro
-Injeksi Furosemid 20 mg/ 8 jam
-Spironolakton 1x 25 mg
-Captopril 3x 25mg
-Concor 1x 2,5 mg
-ISDN 1x 5 mg
-CPG 1X 75 mg
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2016. Cardiovascular Disease (CVDs). WHO.


Available from : http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs317/en/
2. Centers for Disease Control and Prevention, Division for Heart Disease
and Stroke Prevention 2016, Heart Failure Fact Sheet, CDC, Avalaible
from: file:///C:/Users/USER/Documents/script/Heart%20Failure%20Fact
%20Sheet_Data%20&%20Statistics_DHDSP_CDC.html
3. Mozzafarian, D., Benjamin E.J., Go, A.S, et al. 2016. Heart Disease And
Stroke Statistics-2016 Update: A Report From the American Heart
Association. Circulation. Vol. 133, pp. e307. Avalaible from :
http://circ.ahajournals.org/content/133/4/e38.long
4. Aaronson, P. I. & Ward, J. P. T. 2010, Sistem Kardiovaskular At a Glance,
(diterjemahkan oleh: Juwalita Surapsari), 3 ed, Penerbit Erlangga, Jakarta.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI.1 ed. hal. 1
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan
RI, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
7. Ardini, D. N. Perbedaan Etiologi Gagal Jantung Kongestif Pada Usia
Lanjut Dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari-
Desember 2006. 2007.
8. Zannad, F. Acute heart failure syndromes: the ‘Cinderella’of heart failure
research. European Heart Journal Supplements, 2005 Jul (Supplement B),
B8–B12.
9. Hardiman, A. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. 2007. Halaman : 2-9.
10. Francis, Gary s., Sonnenblick, Edmund H., Tang, W. H. Wilson., Wilson,
Philip Poole. 2007. Hurst’s The Heart Book I.12th ed. USA : Mc Graw
Hill.
11. Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, 234
12. Riaz, et al, 2014. Hypertensive Heart Disease. Medscape. available from :
file:///F:/jurnal%20dan%20buku%20skripsi/bab%202/Hypertensive
%20FR%20MEDSCAPE.html
13. Luepker, R. V. (2016) ‘Smoking and Passive Smoking’, Cardiovascular
Innovations and Applications, 1(4), pp. 391–398. doi:
10.15212/CVIA.2016.0025.
14. World Heart Federation. 2017. Available from :
file:///C:/Users/USER/Documents/script/PressBackgrounderApril2012Ris
kFactors.pdf
15. Budiman, Sihombing, R., Pradina, P. 2015, ‘Hubungan dislipidemia,
hipertensi dan diabetes melitus dengan keadaan infark miokard akut’,
Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas.
16. Poirier, P., Giles, T. D., Bray, G. A., Hong, Y., Stern, J.S., Pi-Sunyer,
F.X., Eckel, R.H.2006. Circulation : Obesity and Cardiovascular Disease:
Pathophysiology, Evaluation, and Effect of Weight Loss. AHA
17. Wahyuni, 2014. Usia, Jenis Kelamin dan Riwayat Keluarga Penyakit
Jantung Koroner Sebagai Faktor Prediktor Terjadinya Major Adverse
Cardiac Events Pada Pasien Sindrom Koroner Akut. Jakarta : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri Oslam Syarif
Hidayatullah.
18. Razzolini dan Lin, 2015. Gender Differences in Heart Failure. Ital J
GenderSpecific Med 2015; 1: 15-20
19. Manurung D. Tatalaksana gagal jantung akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 4th Ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1515.
20. Majeed A, Williams J, de Lusignan S, Chan T. Management of heart
failure in primary care after implementation of the National Service
Framework for Coronary Heart Disease:A cross-sectional study. Public
Health 119: 105-111.
21. Warnica JW. Overview of Acute Coronary Syndrome (ACS) (Unstable
Angina; Acute MI; Myocardial Infarction). Kenilworth, NJ, USA: Merck
& Co., Inc; Sept 2016 [cited 2017 March 10]. Available from :
http://www.msdmanuals.com/professional/cardiovascular-disorders/coronary-
artery-disease/overview-of-acute-coronary-syndromes-acs
22. Djaja S. Pola penyakit sebab kematian di Jawa-Bali berdasarkan survey
kesehatan rumah tangga 1995. Jakarta: Depkes; 1995 (Accessed 2018 June
17 Available from: http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?
id=jkpkbppk-gdl-grey-1996-sarimawar-319-penyakit&q=SKRT+1995.
23. Ewald B, Ewald D, Thakkinstian A et al. Meta analysis of B type
natriuretic peptide and N-terminal pro B natriuretic peptic in the diagnosis
of clinic heart failure and population screening for left ventricular systolic
dysfunction. Intern Med J 2008; 38: 101-13.
24. McMurray JJV, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Bohm M,
Dickstein K, et al, (2012). ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure: The task force for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the
European Society of Cardiology. European Heart Journal. 33. pp: 1787-
847.
25. The Task Force on Acute Heart Failure of the European Society of
Cardiology. Guidelines on the diagnosis and treatment of acute heart
failure. Eur Hear J. 2005; 26: 384-416.
26. Lilly, LS. Pathophysiology of Heart Disease. 5th Ed. China: Wolters
Kluwer Health; 2011. p.161-89.
27. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History and
epidemiology. BMJ 2000;320:39-42.
28. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.1630-
38.

Anda mungkin juga menyukai