Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA KLIEN

DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu: Ns. Diah Tika Anggraini S. Kep., M. Kep

Disusun Oleh :
Mustika Widiyastuti 1710711026
Nadia Syaripah Hanum 1710711027
Nada Mutiara 1710711028
Risa Safitri 1710711029
Ayu Nuraini Soleha 1710711030
Isfia Aunillah Rahma S 1710711031

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN
KRITIS PADA PASIEN DENGAN ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME
(ARDS) yang ditulis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penulis menyampaikan rasa hormat dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas memberikan bantuan dan
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya.

Depok, 23 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Tujuan Penulisan .................................................................................................4
C. Manfaat Penulisan................................................................................................4
D. Rumusan Masalah................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian............................................................................................................6
B. Klasifikasi............................................................................................................6
C. Penyebab atau Etiologi........................................................................................6
D. Manifestasi Klinis................................................................................................7
E. Pathofisiologi.......................................................................................................8
F. Pathway................................................................................................................13
G. Pengkajian............................................................................................................13
H. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................16
I. Algoritma dan Manajemen Masalah Kritis..........................................................19
J. Diagnosa Keperawatan Sesuai Prioritas..............................................................20
K. Trend dan Isu Penatalaksanaan Pada ARDS dan Status Asmatikus....................21
L. Prinsip Pendidikan Kesehatan Pada Pasien Dan Keluarga Terkait Masalah.......25
M. Discharge Planning Pada Pasien Kritis................................................................26

BAB III ASKEP

A. Kasus....................................................................................................................29
B. Asuhan Keperawatan...........................................................................................30

BAB IV PENUTUP

A. Simpulan .............................................................................................................53
B. Saran ...................................................................................................................53

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru
akut yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai
angka kematian yang tinggi yaitu mencapai 60%.1,2 Estimasi yang akurat
tentang insidensi ARDS sulit karena definisi yang tidak seragam serta
heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.1,2 Estimasi insidensi ARDS di
Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per tahun.
Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung, shock lung,
leaky-capillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndrome. Tidak
ada tindakan yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor
risiko sudah diidentifikasi sebelumnya. Pendekatan dalam penggunaan model
ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial. American European
Concencus Conference Committee (AECC) merekomendasikan pembatasan
volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapnea.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk menambah pengetahuan tentang penyakit ARDS
2. Untuk mengetahui tentang apa saja yang ada dalam gangguan system
respirasi pada penyakit ARDS
3. Untuk mengetahui tentang proses keperawatan pada ARDS

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain :
1. Mahasiswa dapat menambah pengetahuan tentang penyakit ARDS
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang apa saja yang ada dalam gangguan
system respirasi pada penyakit ARDS
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang proses keperawatan pada ARDS

4
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini antara lain :
1. Apa pengertian ARDS?
2. Apa saja etilogi, manifestasi klinik, pengkajian, pemeriksaan diagnostik?
3. Bagaimana patofisiologi dan pathway ARDS?
4. Bagaimana algoritma dan manajemen masalah kritis?
5. Apa saja diagnosa keperawatannya ?
6. Bagaimana trend dan isu penatalaksaannya, prinsip pendidikan kesehatan
pada pasien dan keluarga, dan discharge planningnya ?
7. Bagaimana proses keperawatan pada pasien dengan ARDS?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pada buku Critical Care Nursing (Patricia Gonce Morton & Fontaine,
2018) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom klinis
yang kompleks daripada proses penyakit tunggal, dan membawa risiko kematian
yang tinggi.
Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner &
Suddarth, 2001)
Kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan
pada berbagai penyebab pulmonal dan non pulmonal. (Hudak & Gallow,1997)

B. Klasifikasi
Kriteria Berlin dalam jurnal Acute Respiratory Distress Syndrome (2016)
mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok berdasarkan nilai
PaO2/FiO2 . Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam kriteria ini..
Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin :
1. Ringan (mild), yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari
dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure
(PEEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O
2. Sedang, yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama
dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O
3. Berat (Severe), yaitu jika PaO2/FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O

C. Penyebab / Etiologi
1. Predisposisi Genetik
a. Cedera Paru Langsung
1) Aspirasi (cairan lambung, paru hampir tenggelam)
2) Pneumonia infeksi
3) Memar paru-paru dengan trauma

6
4) Inhalasi toksik
5) Obstruksi jalan nafas atas
6) Coronavirus SARS
7) Edema paru neurogenic
8) Pneumonia eosinofilik akut
9) Bronchiolitis obliterans dengan mengatur pneumonia
10) TBC milier
b. Cedera Paru Tidak Langsung
1) Sepsis
2) Luka bakar
3) Trauma
4) Transfusi Darah (TRALI)
5) Transplantasi paru atau sumsum tulang
6) Overdosis obat atau alcohol
7) Reaksi obat
8) Bypass jantung paru
9) Pankreatitis akut
10) Fraktur multiple
11) Emboli udara vena
12) Emboli cairan ketuban
13) Pankreatitis

D. Manifestasi klinik
Dalam Artikel Acute Resporatory Distress Syndrome (2016), manifestasi
ARDS bervariasi tergantung pada penyakit predisposisi, derajat injuri paru, dan
ada tidaknya disfungi organ lain selain paru. Gejala yang dikeluhkan berupa
sesak napas, membutuhkan usaha lebih untuk menarik napas, dan hipoksemia.
Infiltrat bilateral pada foto polos toraks menggambarkan edema pulmonal.
Menurut Darmanto (2007) tanda gejala ARDS yaitu:
1. Gejala ARDS muncul 24-47 jam setelah penyakit berat atau trauma.
Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas

7
penggunaan otot pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan
didapatkan ronkhi dan mengi.
2. Pada penderita yang tiba tiba  mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah
sepsis atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS.

E. Pathofisiologi
Menurut Patricia G. Morton et.al (2018) Para peneliti telah menggunakan
pemeriksaan histologis paru-paru yang menunjukkan fibrosis paru dan bahwa
proses patologis tidak terbatas pada endotelium paru-paru tetapi juga akibat dari
perubahan epitel paru-paru dan jaringan pembuluh darah serta pengembangan
membran hialin. Perubahan patologis pada jaringan pembuluh darah paru-paru,
peningkatan edema paru-paru, dan gangguan pertukaran gas adalah tanda-tanda
ARDS dan berhubungan langsung dengan kaskade kejadian yang dihasilkan dari
pelepasan mediator seluler dan biokimia.
1. Perubahan patologis pada ARDS
Mediator yang dilepaskan karena cedera baik langsung atau tidak
langsung dapat mengendapkan ARDS. Ada hubungan antara presentasi
klinis (resisten hipoksemia terhadap oksigen tambahan, takipnea, dan
dispnea), pelepasan mediator (interleukin [ILs], tumor necrosis factor-α
[TNF-α], dan faktor pengaktif platelet [PAF]), dan perubahan patologis
(permeabilitas mikrovaskuler, hipertensi paru, dan kerusakan endotel paru).
Pertukaran gas paru yang adekuat tergantung pada alveoli terbuka, berisi
udara, membran alveolarcapillary yang utuh, dan aliran darah normal melalui
pembuluh darah paru. Kerusakan membran alveolar-kapiler difus terjadi dan
meningkatkan permeabilitas membrane cairan untuk bergerak dari ruang
vaskular ke ruang interstitial dan alveolar. Ruang udara dipenuhi dengan
cairan protein yang berdarah dan puing-puing dari sel yang mengalami
degenerasi, menyebabkan edema interstitial dan alveolar, mengganggu
oksigenasi. Mediator inflamasi menyebabkan vasokonstriksi tempat vaskular
paru yang menginduksi hipertensi paru dan mengurangi aliran darah ke
bagian paru-paru. Karena berkurangnya aliran darah dan penurunan
hemoglobin (Hgb) di kapiler, ada penurunan oksigen yang tersedia untuk

8
difusi dan transportasi, yang selanjutnya mengganggu oksigenasi Pertukaran
gas paru yang memadai tergantung pada alveoli yang terbuka, berisi udara,
selaput alveolarapilar yang utuh, dan darah normal. mengalir melalui
pembuluh darah paru. Perubahan patologis mempengaruhi pembuluh darah
paru, pertukaran gas, dan mekanisme paru-paru dan bronkial.
Ventilasi terganggu karena penurunan kepatuhan paru-paru dan
peningkatan resistensi jalan napas. Kepatuhan paru-paru berkurang sebagai
akibat dari kekakuan paru-paru yang terisi cairan, yang tidak beradiasi,
sehingga memberikan foto rontgen dada klasik yang “tidak merata” atau
“kaca tanah”. Surfaktan hilang, menghasilkan keruntuhan alveolar.
Bronkokonstriksi yang diinduksi mediator membatasi aliran udara.

2. Systemyc Inflammatory Response Syndrome (SIRS)


Systemyc Inflammatory Response Syndrome atau Sindrom Respons
Inflamasi Sistemik (SIRS) menggambarkan respons inflamasi yang terjadi di

9
seluruh tubuh dan gejala ini sering kali bermanifestasi pada pasien dengan
ARDS. Sistem pernapasan mungkin merupakan sistem organ yang paling
awal dan paling umum untuk terlibat dalam respons sistemik. Dengan
demikian, pemahaman tentang patofisiologi SIRS dan pengetahuan
intervensi yang digunakan untuk SIRS penting dalam kaitannya dengan
ARDS. Seringkali, pasien dengan SIRS mengembangkan disfungsi organ
multisistem (MODS). Ketika kerusakan endotel berlangsung dan hipoksia
jaringan terjadi, respon inflamasi terus berlanjut, dan kaskade meningkat
(meningkat) dengan pelepasan lebih banyak mediator. Oleh karena itu
ARDS dan MODS adalah bagian dari lingkaran setan dalam rangkaian SIRS.
Penentuan pemicu SIRS dan ARDS yang ada pada beberapa individu tetapi
tidak pada orang lain dan investigasi tentang cara menghentikan jalur
kaskade adalah subjek penelitian yang sedang berlangsung. Untuk diskusi
yang lebih rinci tentang SIR dan MODS.

10
3. Tahapan ARDS
Perubahan patologis yang terkait dengan ARDS dimulai dengan
peningkatan edema paru dan berlanjut ke peradangan, fibrosis, dan gangguan
penyembuhan pada tahap selanjutnya. Mengenali sifat dinamis ARDS
memungkinkan perawat memahami perubahan dalam penilaian fisik, strategi
ventilasi mekanis, pengobatan, dan manajemen yang terjadi selama
perawatan kritis pasien (Patricia Gonce Morton & Fontaine, 2018).
a) Tahap 1
Diagnosis sulit dilakukan karena tanda-tanda ARDS yang akan
datang tidak terlihat tajam. Secara klinis, pasien menunjukkan
peningkatan dispnea dan takipnea, tetapi ada beberapa perubahan
radiografi. Pada titik ini, neutrofil terasing. Namun, tidak ada bukti
kerusakan seluler. Dalam 24 jam (waktu kritis untuk perawatan dini),
gejala-gejala kesulitan pernapasan meningkat dalam keparahan, dengan
sianosis, ronki bilateral kasar pada auskultasi, dan perubahan radiografi
yang konsisten dengan infiltrat yang tidak merata. Batuk kering atau
nyeri dada mungkin ada.
b) Tahap 2
Terjadi gangguan mediator-induced dari vaskular menghasilkan
peningkatan edema interstitial dan alveolar. Lapisan endotel dan epitel
semakin permeabel terhadap protein. Ini disebut sebagai tahap
"eksudatif". Hipoksemia resisten terhadap pemberian oksigen tambahan,
dan ventilasi mekanis diperlukan untuk memperburuk rasio oksigen
arteri terhadap fraksi oksigen terinspirasikan (rasio PaO2: FiO2).
c) Tahap 3
Disebut sebagai tahap "proliferasi", berkembang dari hari ke-2
hingga ke-10 setelah cedera. Bukti SIRS sekarang hadir, dengan
ketidakstabilan hemodinamik, edema menyeluruh, kemungkinan
timbulnya infeksi nosokomial, peningkatan hipoksemia, dan keterlibatan
paru-paru. Bronkogram udara mungkin terbukti pada radiografi dada
serta penurunan volume paru-paru dan tanda interstitial yang difus.

11
d) Tahap 4
Disebut sebagai tahap "fibrotik", berkembang setelah 10 hari dan
ditandai dengan beberapa perubahan radiografi tambahan. Ada
peningkatan keterlibatan multiorgan, SIRS, dan peningkatan tekanan
karbon dioksida arteri (PaCO2) karena fibrosis paru progresif dan
perubahan emfisematosa menghasilkan peningkatan ruang mati.
Perubahan paru fibrosis menyebabkan kesulitan manajemen ventilasi,
dengan peningkatan tekanan jalan nafas dan pengembangan
pneumotoraks.

12
F. Pathway

G. Pengkajian
1. Riwayat
Memperoleh riwayat yang akurat dan menyeluruh dapat memberikan
informasi yang memungkinkan untuk menghilangkan penyebab pencetus
dan menyela respons mediator berikutnya. Anamnesis mungkin sulit
diperoleh karena presentasi kritis pasien dan masalah yang menghubungkan
kejadian jauh dengan ALI. Karena hasilnya tidak pasti dan seringkali
melibatkan penerimaan perawatan kritis yang lama, tim perawatan kesehatan
memainkan peran besar dalam memberikan dukungan kepada pasien dan
keluarga. Mengembangkan hubungan lebih awal (misalnya, dengan
meluangkan waktu untuk memperoleh riwayat yang menyeluruh) dapat
membantu dengan hati-hati selama masa penerimaan.

13
Semua anggota tim perawatan kesehatan menyumbangkan informasi
untuk sejarah. Informasi tentang insiden yang relevan di masa lalu (obat-
obatan, transfusi darah, agen kontras radiografi), penggunaan terapi medis
dan komplementer, dan faktor sosial dapat membantu perawatan orang
tersebut. Item-item penting termasuk penilaian faktor risiko untuk
pengembangan ARDS. Riwayat sosial untuk menilai perilaku berisiko
(misalnya, status virus human immunodeficiency, merokok, penyalahgunaan
zat), obat-obatan (termasuk obat-obatan terlarang dan obat bebas), paparan
lingkungan (bahan kimia atau biologis), dan terapi komplementer (semua zat
eksogen, termasuk inhalasi). Informasi ini diperoleh sebagai tambahan dari
riwayat penyakit saat ini dan tanda dan gejala yang muncul
2. Pemeriksaan fisik
Kegagalan pernafasan akut awalnya dapat terjadi dalam beberapa jam
hingga beberapa hari, tergantung pada penilaian awal, dan tidak selalu
berkembang menjadi ARDS. Pemantauan pasien yang memenuhi kriteria
SIRS dapat membantu identifikasi mereka yang berisiko mengembangkan
ARDS. Ada beberapa indikator awal yang dapat diandalkan tentang ARDS
yang akan datang dan perubahan sedikit mungkin tidak diperhatikan. Tanda-
tanda vital sepanjang perkembangan ARDS bervariasi, tetapi tren umumnya
adalah hipotensi, takikardia, dan hipertermia atau hipotermia
Respirasi, awalnya cepat dan bekerja, bervariasi setelah ventilasi
mekanik dilembagakan. Tanda-tanda dan gejala awal dari gagal napas
termasuk takipnea, dispnea, dan takikardia. Suara napas sering jernih pada
fase ini. Pasien dengan gagal napas akut dapat menunjukkan perubahan
neurologis, seperti gelisah dan agitasi terkait dengan gangguan oksigenasi
dan penurunan perfusi ke otak. Penggunaan otot-otot pernafasan aksesori
terlihat jelas. Respons kardiovaskular adalah takikardia untuk meningkatkan
curah jantung sebagai kompensasi untuk oksigenasi jaringan yang buruk.
Upaya untuk mengurangi hipoksia ini merupakan respons sistem saraf
simpatis adaptif. Upaya untuk mengurangi hipoksia ini cenderung tidak
efektif karena mediator sudah beredar dan memicu kaskade tanggapan
sistemik. Saat ARDS berlanjut, auskultasi paru dapat mengungkapkan

14
radang sekunder akibat peningkatan sekresi dan saluran udara menyempit;
Namun, radang gelembung edema kardiogenik paru mungkin minimal.
Penilaian harus dipertimbangkan dalam konteks penyakit yang muncul atau
mulai. Misalnya, pneumonia, salah satu faktor risiko ARDS, dapat
mengacaukan kemampuan untuk mendiagnosis perubahan suara paru tahap
awal. Pasien mungkin semakin gelisah dan bingung akibat hipoksia.
Penurunan saturasi oksigen arteri (SaO2) adalah tanda awal dekompensasi
yang akan datang. Kemampuan untuk mengkompensasi berkurang dengan
meningkatnya perubahan patologis. Medan paru-paru yang tergantung telah
menurunkan bunyi napas saat cairan menumpuk dan alveoli runtuh. Agitasi
dapat memberi jalan bagi tidak responsif, tanda yang tidak menyenangkan di
mana intervensi untuk mendukung ventilasi dan oksigenasi diperlukan
dengan cepat. Tahap perkembangan selanjutnya merupakan hasil dari
hipoksia jaringan dan termasuk disritmia, nyeri dada, penurunan fungsi
ginjal, dan penurunan bising usus. Ini adalah indikasi keterlibatan
multisistem karena sistem organ yang sangat perfusi merespons penurunan
pengiriman oksigen dengan fungsi yang berkurang. Pada tahap selanjutnya
dari ARDS, dukungan ventilasi mekanis diperlukan. Konsolidasi paru-paru
dengan cairan mengurangi bunyi napas. Kepatuhan paru menurun, dan
semakin sulit mempertahankan ventilasi dalam menghadapi peningkatan
resistensi yang terjadi. Perubahan ventilasi (seperti penurunan PaO2 atau
peningkatan tekanan inspirasi puncak) tidak dapat diminimalkan karena
perkembangan pneumotoraks spontan merupakan komplikasi ARDS yang
sering terjadi pada tahap selanjutnya. Suara yang ditransmisikan, masuknya
udara buruk ke seluruh bidang paru-paru, dan ronki difus ditambah dengan
ventilasi membuat suara napas sulit dinilai. Output jantung menurun
meskipun takikardia persisten, karena mediator inflamasi, mengakibatkan
hipotensi.

15
H. Pemeriksaan diagnostik

Sepanjang tahapan ARDS, ketergantungan pada tes diagnostik adalah


penting (lihat Tabel 27-3). Pada tahap awal, kebutuhan untuk menetapkan
penyebab mungkin memerlukan tes khusus, seperti kultur darah, kultur
bronchoalveolar lavage, dan computed tomography (CT). Ketika hipoksemia
memburuk, ketidakstabilan dapat menghalangi transportasi untuk studi
diagnostik. Pada tahap selanjutnya, kewaspadaan lebih lanjut diperlukan untuk
mengintervensi penatalaksanaan dini setiap infeksi nosokomial. Pemantauan
yang berkelanjutan dari nilai gas darah rutin, kimia, dan hematologi dilakukan
untuk memastikan stabilitas dalam parameter metabolik dan optimalisasi fungsi
yang ada. Studi laboratorium lain pada umumnya tidak spesifik dan mungkin

16
termasuk leukositosis dan asidosis laktat (Patricia Gonce Morton & Fontaine,
2018).
1. Analisis Gas Darah
Penurunan nilai gas darah arteri (ABG), meskipun ada intervensi, adalah
ciri khas ARDS. Awalnya, hipoksemia (tekanan oksigen arteri, atau PaO2,
kurang dari 60 mm Hg) dapat membaik dengan oksigen tambahan; Namun,
hipoksemia menjadi refraktori dengan SaO2 yang terus-menerus rendah.
Pada awal kegagalan pernapasan akut, dispnea dan takipnea berhubungan
dengan penurunan PaCO2 yang menginduksi alkalosis pernapasan (pH lebih
besar dari 7,45). Karena pertukaran gas dan ventilasi semakin terganggu,
tingkat karbon dioksida meningkat. Hipercarbia dan laktat yang meningkat
dari hipoksia jaringan dan metabolisme anaerob yang disebabkan oleh
hipoksemia menghasilkan pernapasan campuran dan asidosis metabolik.
Pengukuran laktat arteri umumnya dipesan sebagai indikasi hipoksia
jaringan dan metabolisme anaerob. Setiap konsentrasi laktat darah yang
meningkat adalah umum pada ARDS dini dan membaik seiring dengan
meningkatnya oksigenasi. Pemantauan kadar laktat dapat membantu
memastikan perfusi yang adekuat untuk jaringan walaupun mengalami
hipoksemia melalui manipulasi pengiriman oksigen, curah jantung, dan Hgb.
Kelebihan dan kekurangan basis mengikuti tren yang sama, tergantung pada
derajat jaringan dan hipoksia organ.
2. Radiografi
Pada fase awal ARDS, perubahan radiografi dada biasanya diabaikan.
Dalam beberapa hari, temuan radiografi dada menunjukkan infiltrat alveolar
bilateral yang merata, biasanya di bidang paru-paru yang tergantung. Ini
mungkin keliru untuk edema paru kardiogenik. Lebih waktu, infiltrat yang
tidak merata ini berkembang menjadi infiltrat difus, konsolidasi, dan
bronkogram udara. CT dada juga menunjukkan area infiltrat dan konsolidasi
jaringan paru-paru. Radiografi dada harian penting dalam evaluasi
berkelanjutan dari perkembangan dan resolusi ARDS dan untuk penilaian
berkelanjutan dari komplikasi potensial, terutama pneumotoraks.

17
3. Pengukuran Shunt Intrapulmoner
Pirau intrapulmoner adalah jenis ketidaksesuaian ventilasi-perfusi yang
didefinisikan sebagai persentase keluaran jantung yang tidak teroksigenasi
karena darah paru yang mengalir melewati alveolus yang terisi penuh cairan
atau cairan (pirau fisiologis), tidak adanya aliran darah ke alveoli berventilasi
(alveolar) ruang mati), atau kombinasi dari kedua kondisi ini (unit diam
[alveoli tanpa ventilasi dan tanpa perfusi]. Pirau intrapulmoner 3% hingga
5% terdapat pada semua orang; namun, gagal napas lanjut dan ARDS
dikaitkan dengan pirau 15% atau lebih karena perubahan aliran darah,
gangguan endotel, dan kolapsnya alveolar. Karena pirau intrapulmoner
meningkat menjadi 15% dan lebih besar, diperlukan intervensi yang lebih
agresif, termasuk ventilasi mekanis, karena level pirau ini terkait dengan
hipoksemia berat
Pengukuran pirau intrapulmoner membutuhkan penggunaan kateter arteri
pulmonalis, yang dapat digunakan pada kasus yang lebih parah. Fraksi shunt
intrapulmoner (Qs / Qt) dihitung menggunakan kandungan oksigen arteri
(CaO2), kandungan oksigen vena campuran (CvO2), dan kandungan oksigen
kapiler (CcO2). Kandungan oksigen ditentukan oleh Hgb, saturasi oksigen
(SO2), dan tekanan parsial oksigen, diukur dengan menghitung kadar
oksigen di dasar kapiler paru-paru, dalam sistem arteri sistemik, dan dalam
darah vena campuran dari arteri pulmonalis.
Fraksi shunt intrapulmoner juga dapat diperkirakan menggunakan rasio
oksigen arteri terhadap oksigen inspirasi (yaitu, rasio PaO2: FiO2). Secara
umum, rasio PaO2: FiO2 lebih besar dari 300 adalah normal. Nilai yang
kurang dari 200 dikaitkan dengan pirau intrapulmoner 15% hingga 20%, dan
nilai 100 atau kurang dikaitkan dengan pirau intrapulmoner lebih dari 20%.
4. Kepatuhan Paru-Paru, Resistensi Jalan nafas, dan Tekanan
Kepatuhan paru, atau distensibilitas, berkurang saat alveoli terisi cairan
atau kolaps. Lebih banyak usaha dan tekanan yang lebih besar diperlukan
untuk memindahkan udara ke paru-paru karena mereka menjadi semakin
"kaku." Selain itu, resistensi terhadap aliran udara masuk dan keluar dari
paru-paru meningkat dengan akumulasi sekresi dan bronkokonstriksi yang

18
diinduksi oleh mediator. Karena pasien dengan ARDS memerlukan ventilasi
mekanis, kepatuhan paru-paru dan resistensi jalan nafas dapat dievaluasi
dengan menilai tekanan ventilator dan perubahan volume tidal. Peningkatan
tekanan ini karena volume tidal dipertahankan untuk mencapai PaCO2
normal menunjukkan penurunan kepatuhan dan peningkatan resistensi
terhadap aliran udara. Ketika tekanan jalan nafas meningkat, epitel paru-paru
mengalami trauma, yang mengakibatkan kerusakan jaringan paru-paru lebih
lanjut. Volutrauma (kerusakan epitel paru-paru) dari tekanan jalan nafas
yang terus meningkat sehingga memiliki efek merusak tambahan pada
ventilasi dan oksigenasi

I. Algoritma dan manajemen masalah kritis

19
J. Diagnosa keperawatan sesuai prioritas
Berdasarkan Kriteria Berlin dalam jurnal Acute Respiratory Distress
Syndrome (2016), ARDS ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut ini :
1. Akut, yang berarti onset berlangsung satu minggu atau kurang dari itu.
2. Opasitas bilateral yang konsisten dengan edema paru yang dideteksi dengan
CT scan atau foto polos toraks.
3. PF ratio kurang dari 300 mmHg dengan minimal nilai PEEP atau CPAP
sebesar5 cmH2O.
4. Tidak dapat dijelaskan sebagai gagal jantung atau overload cairan.
Pemeriksaan objektif dapat dilakukan (misalnya ekokardiografi), pada
beberapa kasus jika tidak ada penyebab yang jelas seperti trauma atau sepsis.
Diagnosis banding ARDS menurut jurnal Acute Respiratory Distress
Syndrome (2016) adalah gagal napas akut, hipoksemik, gagal jantung kiri,
penyakit akut parenkim paru seperti pneumonia akut eosinofilik, bronchitis
obliterans organizing pneumonia (BOOP), pneumonia akut intersisial,
karsinoma sel bronkoalveolar, proteinosis alveolar pulmonal, perdarahan
alveolar pada penyakit Goodpasture’s, granulomatosis Wegener’s, dan Lupus
eritematosus sistemik.

20
K. Trend dan isu pentalaksanaan pada ARDS dan status asmatikus
Tatalaksana utama dari ARDS adalah mengatasi hipoksemia diikuti
dengan identifikasi dan terapi penyebab ARDS. Sebagai contoh, pada pasien
dengan sepsis-associated ARDS, hasil yang baik didapatkan dengan sesegera
mungkin melakukan resusitasi, source control dan memberikan antibiotik yang
sesuai. Terapi lain adalah terapi suportif dan farmakologi.
Manajemen hipoksemia tentunya tidak lepas dari manajemen jalan
napas (airway) dan pernapasan (breathing). Manajemen jalan napas dapat
dilakukan secara invasif maupun non invasif. Untuk pernapasan, diberikan
dengan bantuan ventilasi mekanik. Ventilasi non invasif (Non Invasif
Ventilation / NIV) dapat menjadi pilihan untuk diberikan pada pasien dengan
ARDS ringan untuk menurunkan angka intubasi dan mengurangi risiko
terjadinya pneumonia akibat ventilasi mekanik (Ventilator Associated
Pneumonia / VAP). Lung protective strategy harus dijalankan dalam
memberikan ventilasi mekanik.
Standar terapi ventilasi mekanik konvensional (sejak dikenalnya positive
pressure ventilation) adalah dengan menggunakan volume tidal besar (12–15
mL/kg) untuk mencegah terjadinya atelektasis, dua kali lipat volum tidal saat
bernapas biasa (6–7 mL/kg). Pada pasien dengan ARDS, lesi/infiltrasi terbatas
pada area posterior yang merupakan area dependen pada posisi supine dan
daerah anterior merepresentasikan area fungsional paru yang akan menerima
volume inflasi. Pemberian volum inflasi yang tinggi akan terakumulasi di area
anterior (bukan di area dependen) menyebabkan overdistensi. Overdistensi akan
melukai epitel dan memperberat peradangan (volutrauma). Pembukaan dan
penutupan berulang unit paru memperkuat ketegangan paru regional dan
mengurangi jumlah surfaktan (atelektrauma). Cedera epitel dan endotel
menyebabkan translokasi mediator proinflamasi dan produk bakteri, yang
menyebabkan perburukan sistemik (biotrauma). Volum tidal dan PEEP harus
disesuaikan untuk meminimalkan driving pressure (perbedaan antara Plateau

21
Airway Pressure dan PEEP) < 15cmH 2O, guna mencegah volutrauma,
atelektrauma dan biotrauma.
Lung protective ventilation merupakan perawatan standar untuk pasien
ARDS dengan menggunakan volume tidal rendah 6 mL/kg dan membatasi
Pplat inspirasi <28–30 cmH2O. Neuromuscular blocking agent (NMBA) telah
digunakan selama beberapa dekade untuk mencapai hal ini dan dapat
memfasilitasi ventilasi volum tidal rendah. NMBA terbukti dapat memperbaiki
pasien dengan ARDS sedang- berat (PaO2/FiO2 <150 mmHg) dibanding dengan
sedasi dalam saja, karena NMBA menurunkan risiko VILI dan menurunkan
konsumsi oksigen otot-otot pernapasan. Ketidakaktifan diafragma karena
NMBA selama 18–24 jam dapat menyebabkan atrofi dan kelemahan otot,
disebut ventilator induced diaphragma dysfunction (VIDD). Hal ini menjadi
masalah pada saat penyapihan dan dapat memperburuk prognosis. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa pemberian ventilasi parsial dengan airway
pressure release ventilation (APRV) memperbaiki perekrutan alveolar di daerah
juxta diafragma, memperbaiki ventilasi/perfusi dan pertukaran gas, dan
meningkatkan pengiriman oksigen jika dibanding dengan ventilasi mekanis
terkontrol.
Pernapasan spontan pada model ARDS berat menyebabkan tingginya
tekanan transpulmoner, memperburuk oksigenasi dan kerusakan paru-paru, serta
dapat menyebabkan kerusakan paru lokal akibat redistribusi volume internal.
Model eksperimental ARDS ringan- sedang menunjukkan bahwa pernapasan
spontan berkaitan dengan berkurangnya penanda peradangan paru-paru,
kerusakan sel epitel, perbaikan ventilasi, pertukaran gas, pengiriman oksigen,
dan meningkatnya aliran darah sistemik. Jadi, pernapasan spontan harus dibatasi
pada ARDS ringan-sedang dan pada ARDS berat dapat dipertimbangkan
penggunaan NMBA sejak awal.
Pada ARDS sedang-berat (PaO2/ FiO2<120mmHg), ventilasi pasien
dalam posisi prone direkomendasikan karena terbukti mampu menurunkan
angka mortalitas. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya risiko
VILI karena lebih seragamnya distribusi ventilasi dan berkurangnya tekanan
paru lobus kiri bawah (oleh jantung).

22
Pedoman klinis yang disepakati ATS, ESICM, dan SCCM tentang
ventilasi mekanis pada pasien dewasa dengan ARDS. Pedoman tersebut
memberikan rekomendasi klinis mengenai 6 intervensi termasuk rekomendasi
kuat untuk penggunaan volume-limited dan pressure-limited dan posisi prone
selama lebih dari 12 jam/hari pada pasien dengan ARDS berat; rekomendasi
kuat untuk tidak menggunakan high frequency oscillatory venitlation (HFOV)
secara rutin; rekomendasi kondisional untuk penggunaan lung recruitment
manuver dan strategi PEEP tinggi pada pasien dengan ARDS sedang atau berat,
dan data yang tidak mencukupi untuk membuat rekomendasi untuk
menggunakan atau tidak menggunakan venovenous extracorporeal membrane
oxygenation pada pasien dengan ARDS berat.
Sebagai catatan, rekomendasi ini diterbitkan sebelum studi alveolar
recruitment for ARDS trial (ART) multisenter baru-baru ini yang
menunjukkan konsekuensi negatif dari pendekatan pembukaan paru-paru,
sehingga rekomendasi kondisional pada penggunaan lung recruitment manuver
harus dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya.
Manajemen cairan konservatif mempercepat pasien lepas dari bantuan
napas, dan manfaat restriksi cairan juga tampak saat diberlakukan setelah pasien
pulih dari syok. Pada studi yang lain, pemberian diuretik dan albumin setelah
pasien pulih dari syok menunjukkan peningkatan oksigenasi dan kecenderungan
pasien lepas dari ventilasi mekanik lebih cepat. Meskipun pada studi yang lebih
besar tidak menunjukkan adanya penurunan mortalitas dengan penggunaan
albumin pada pasien ICU secara umum.
Konsolidasi yang tampak di foto toraks pada ARDS adalah eksudat
inflamasi, dan tidak boleh diperberat oleh keseimbangan cairan yang positif.
Diuresis tidak akan membersihkan infiltrasi yang disebabkan oleh pneumonia,
namun, menghindari keseimbangan cairan positif akan mencegah akumulasi
cairan yang tidak diinginkan di paru-paru, karena akan memperberat pernapasan
pada ARDS. Studi klinis menunjukkan bahwa menghindari keseimbangan cairan
positif pada pasien dengan ARDS dapat mengurangi lama penggunaan ventilasi
mekanis dan juga dapat mengurangi mortalitas.

23
Banyak uji klinis yang mengevaluasi terapi steroid pada ARDS, dan
tidak menunjukkan manfaat kelangsungan hidup yang konsisten. Bukti manfaat
lainnya yaitu pengurangan penanda peradangan (paru dan sistemik), peningkatan
pertukaran gas, kebutuhan ventilasi mekanik yang lebih pendek, dan lama
tinggal di ICU yang lebih cepat. Terapi steroid saat ini direkomendasikan hanya
dalam awal dari kasus ARDS berat dan ARDS yang tidak terselesaikan.
Pada ARDS yang tidak terselesaikan (fase fibrinoproliferasi) yang
dimulai 7–14 hari setelah onset penyakit, akan menghasilkan fibrosis pulmonal
ireversibel. Terapi steroid dosis tinggi dapat dimulai pada fase fibrinoproliferasi
yang sedang berkembang dan dinilai dapat membantu menghentikan
perkembangan ke fibrosis pulmonal. Pada kasus di mana ARDS tidak mulai
membaik setelah 7 hari, terapi steroid dosis tinggi dianjurkan, tetapi harus
dimulai tidak lebih dari 14 hari setelah timbulnya penyakit. Rekomendasi dosis
steroid yang diberikan adalah metilprednisolon, dimulai dengan loading dose
intravena 2 mg/kg (berat badan ideal) selama 30 menit, kemudian dilanjutkan
infus 2 mg/kg/ hari selama 14 hari, dan 1 mg/kg/hari selama 7 hari berikutnya.
Dosis dikurangi bertahap dan dihentikan 2 minggu setelah ekstubasi.
Lima hari setelah pasien mampu menelan obat oral, dosis dapat diberikan
peroral (sebagai prednison atau prednisolon) dengan dosis tunggal (harian).
Tidak ada bukti peningkatan risiko infeksi nosokomial dengan dosis steroid
tersebut. Risiko terapi steroid dosis tinggi adalah memburuknya kontrol glukosa
dan kelemahan neuromuskular yang berkepanjangan bila dikombinasikan
dengan NMBA.
1. Mortality Trends dari Acute Respiratory Distress Syndrome di Amerika
Serikat Serikat dari 1999 hingga 2013.
Rasional: Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) adalah kegagalan
pernapasan hipoksemik akut yang terlihat pada pasien sakit kritis setelah
cedera yang menghasut. Beban kematian ARDS di Amerika Serikat pada
tahun-tahun terakhir ini tidak dikarakterisasi dengan baik.
Dalam studi ini, bertujuan untuk mendeskripsikan tren kejadian tahunan
kematian ARDS di Amerika Serikat dari 1999 hingga 2013.
Mendeskripsikan karakteristik demografis, tren geografis dan musiman, dan

24
penyebab kematian terkait lainnya pada populasi ini. Angka kematian yang
disesuaikan dengan usia terkait ARDS adalah 5,01 per 100.000 orang (95%
confidence interval, 4,92-5,09) pada tahun 1999 dan 2,82 per 100.000 orang
(95% confidence interval, 2,76-2,88) di 2013. Laki-laki memiliki rata-rata
angka kematian terkait ARDS yang lebih tinggi daripada perempuan.
Penduduk Asia / Pasifik memiliki rata-rata usia- tingkat kematian terkait
ARDS yang disesuaikan dengan rata-rata terendah, dan kulit hitam / Afrika-
Amerika individu, yang tertinggi.
Proporsi kematian terkait ARDS di mana ARDS terdaftar sebagai UCOD
utama adalah 15,6% pada tahun 1999 dan 16,5% pada 2013. Mayoritas
kematian ini (94,9%) terjadi di fasilitas medis rawat inap, dengan proporsi
kecil terjadi sebelum kedatangan di rumah sakit (0,1%), di ruang gawat
darurat (1,2%), pada pasien yang meninggal di rumah (1,0%), di fasilitas
hospice (0,3%), di fasilitas perawatan jangka panjang (1,5%), atau di lokasi
yang tidak diketahui (1,0%).
2. Penyebab Kematian Lainnya Terkait dengan Kematian terkait ARDS.
Dirata-rata selama masa penelitian, influenza dan diagnosis pneumonia
terdaftar sebagai penyebab kematian lainnya di 35,1% dari kematian terkait
ARDS. septikemia, trauma, dan pneumonitis yang disebabkan oleh makanan
dan muntah diagnosis masing-masing terdaftar sebagai yang lain
mendiagnosis kematian terkait ARDS di 28,1%, 2,5%, dan 6,4% dari catatan
kematian, masing-masing (ini berpotensi kategori yang tumpang tindih).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta.
ARDS dengan penyebab sepsis, skor APACHE II yang tinggi, dan tidak
menggunakan ventilator dalam 48 jam sejak diagnosis ARDS merupakan
faktor independen yang mempengaruhi mortalitas pasien ARDS.

L. Prinsip pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga terkait masalah


yang ada
Menurut Notoatmodjo (2010) pendidikan kesehatan adalah upaya
persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan

25
tindakan-tindakan untuk memelihara, dan meningkatkan taraf kesehatannya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk kegiatan
dengan menyampaikan materi tentang kesehatan yang bertujuan untuk
mengubah perilaku sasaran.
Edukasi dan promosi kesehatan untuk sindrom distress pernapasan akut
(acute respiratory distress syndrome / ARDS) selain bertujuan untuk
menjelaskan mengenai penyakit juga harus ditujukan untuk menjelaskan efek
samping tata laksana yang dilakukan, serta pentingnya rehabilitasi jangka
panjang.
1. Edukasi Pasien
Edukasi pasien dengan Sindrom Distress Pernapasan Akut (ARDS)
meliputi informed consent dan konseling keluarga pasien dengan baik. Hal-
hal yang perlu disampaikan antara lain adalah:
e) Menjelaskan mengenai ARDS: perjalanan penyakit, penyebab, komplikasi,
prognosis, mortalitas, tata laksana yang diperlukan.
f) Efek samping tata laksana yang dilakukan, terutama jika mendapatkan
perawatan di ICU atau menggunakan ventilator.
g) Pasien pasca ARDS dapat mengalami depresi dan penurunan fungsi paru
secara signifikan, sehingga memerlukan masa rehabilitasi yang panjang.
h) Kualitas hidup pasien pasca ARDS umumnya akan sangat menurun,
sehingga memerlukan perawatan dan dukungan khusus.
2. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan ARDS hanyalah pencegahan sekunder
dan tersier. Pencegahan sekunder dilakukan dengan identifikasi faktor risiko
pada pasien-pasien risiko tinggi untuk dapat mendeteksi awal gejala distress
pernapasan. Pengawasan PaO2/FiO2 dan deteksi dini terutama harus
dilakukan pada pasien-pasien pneumonia, sepsis, aspirasi, pasien rawat
intensif, dan trauma toraks.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan meminimalisir penggunaan
ventilator. Pemantauan penanda biologis/biomarker serta evaluasi orang
sistem skoring pada pasien risiko tinggi juga dapat dilakukan untuk
mencegah perburukan ARDS. 

26
M. Discharge planning pada pasien kritis
Discharge planning merupakan suatu proses yang kompleks yang
bertujuan untuk menyiapkan pasien dalam masa transisi di rumah sakit sampai
pasien tersebut kembali ke rumahnya, dimana pelaksanannya harus dibuat sejak
awal pasien datang ke pelayanan kesehatan. Pelaksanaan discharge planning di
rumah sakit dilakukan sebelum pasien pulang, atau sebelum pasien keluar dari
unit layanan.
Discharge planning adalah pendekatan interdisipliner untuk
kesinambungan perawatan dan proses yang mencakup identifikasi, penilaian,
penetapan tujuan, perencanaan, implementasi, koordinasi, dan evaluasi dan
merupakan hubungan yang berkualitas antara rumah sakit, pelayanan kesehatan
masyarakat, organisasi non pemerintahan, dan agen agen pelayanan kesehatan
lainnya. (Lin, Cheng, Shih, Chu, & Tjung, 2012).
Definisi lainnya discharge planning adalah suatu proses kompleks yang
bertujuan untuk menyiapkan pasien dalam masa transisi di rumah sakit sampai
pasien tersebut kembali ke rumahnya (Nordmark, Zingmark, & Lindberg, 2016).
Discharge planning harus dibuat sejak awal pasien datang ke pelayanan
kesehatan.
Format Discharge planning sebaiknya terdiri dari :
1. Penilaian pasien,
2. Pengembangan rencana yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien,
3. Penyediaan layanan, termasuk pendidikan keluarga dan layanan rujukan, dan
4. Tindak lanjut atau evaluasi berkelanjutan (Yam et al., 2012)

27
BAB III
ASKEP
A. Kasus
Ny.D (29 tahun) dirawat di Ruang ICU RS. Sehat Sentosa dengan
diagnose medis ARDS, syok sepsis, pneumonia. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak
nafas, batuk dan sering berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3 minggu
sebelum masuk RS.
Riwayat Penyakit dahulu : Pasien memiliki riwayat penyakit TBC 2
tahun yang lalu, pengobatan 9 bulan yang lalu dan sudah dikatakan tuntas oleh
dokter. Pasien juga memiliki riwayat DM tipe 2 tidak terkontrol dan memiliki
riwayat penyakit jantung. Pasien perokok berat, dan pasien memiliki riwayat
mengkonsumsi alkohol. Keluarga mengatakan dikeluarganya memiliki
keturunan penyakit Diabetes Mellitus.
Tanda – tanda vital saat ini : TD: 125/67 mmHg, MAP : 90 mmHg, HR :
104x/menit, Suhu : 37 oC. RR: 20x/menit on ventilator dengan mode SIMV PC
+ PS, PS: 4, FiO2:90%, PEEP:8, I:E rasio 1:2, Tidal volume 450.
Pada saat pengkajian, Skor CPOT: 4. Konjungtiva anemis, diameter
pupil : 3mm/3mm. Refleks terhadap cahaya: +/+. Tampak penumpukan secret
pada selang ETT dan mulut pasien. Auskultasi paru menunjukkan : Wheezing :
+/+, Ronchi: +/+.
Keluarga mengatakan merasa cemas dengan kondisi pasien saat ini, keluarga
menginginkan pasien dapat cepat pulih dan di pindahkan ke ruang rawat inap
agar keluarga pasien bisa dapat bertemu dan mendampingi pasien
Hasil pemeriksaan Hematologis :
1. Hb : 9,4 g/dl
2. Hematokrit : 31%
3. Leukosit : 41,2 x103/uL
4. Trombosit : 248 x103/uL
5. Eritrosit : 3,38 x106/uL
6. GDS : 503 mg/dl

28
Hasil foto thorax :
1. Pneumonia, TB paru aktif, Tidak tampak kardiomegali, ujung ETT setinggi
v.Th 5
Hasil AGD
1. PH : 7,51
2. PCO2 : 46,3 mmHg
3. HCO3: 37,0 mmol/L
4. PO2: 184, mmHg
5. SpO2 :99%
6. BE: 13,1
Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam, Omeprazol
2x40 mg, Paracetamol 3x500mg, Simvastatin 1x20 mg, Ventolin 3x/hari,
Meropenem 3x1 gr, Levofloxacin : 1x70 mg, Raivas 8mg/50 ml, Novorapid 5
unit subkutan, Clopidogrel 1x75 mg, Acetylcystein 3x200 mg.

B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 29 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Bogor
Suku/ Bangsa : Sunda
Tanggal Masuk RS : 23-09-2020
Tanggal Pengkajian : 23-09-2020
No Rekam Medis : 230920

29
Diagnosa Medis : Acure respiratory distress syndrome, syok sepsis,
pneumonia
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. E
Umur : 33 th
Hub. Dengan Pasien : Suami
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Ny.D mengatakan sesak
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat saat masuk RS : Pasien datang
ke IGD dengan keluhan sesak nafas. Keluarga mengatakan sesak
nafas, batuk dan sering berkeringat di malam hari sudah dirasakan 3
minggu sebelum masuk RS. Hasil foto thorax Pneumonia, TB paru
aktif, Tidak tampak kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th 5.
3) Riwayat Penyakit dahulu : Pasien mengatatakan memiliki Riwayat
penyakit TBC 2 tahun yang lalu, memiliki riwayat DM tipe 2 tidak
terkontrol, dan riwayat penyakit jantung.
4) Riwayat Kesehatan sekarang (pengembangan dari keluhan utama):
Saat di ICU , terlihat cemas, TD: 125/67 mmHg, MAP : 90 mmHg,
HR : 104x/menit, saturasi oksigen :88% Suhu : 37 oC. RR: 20x/menit
on ventilator dengan mode SIMV PC + PS, PS: 4, FiO2:90%, PEEP:8,
I:E rasio 1:2, Tidal volume 450.
5) Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat penyakit TBC 2
tahun yang lalu, pengobatan 9 bulan yang lalu dan sudah dikatakan
tuntas oleh dokter. Pasien juga memiliki riwayat DM tipe 2 tidak
terkontrol dan memiliki riwayat penyakit jantung. Pasien perokok
berat, dan pasien memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol.
6) Riwayat penyakit keluarga : Keluarga mengatakan di keluarganya
memiliki keturunan penyakit Diabetes Mellitus.
2. Primary Survey
a. Airway
Keadaan Jalan Nafas
Pernafasan : pernafasan cuping hidung (+), orthopneu

30
Upaya Bernafas :+
Benda asing di jalan Nafas : secret +
Bunyi Nafas : Wheezing+, Ronchi: +/+.
Hembusan Nafas :+
b. Breathing
Jenis pernafasan : snoring (-), Gurgling (-), Stridor (+)
Frekuensi pernafasan : Respirasi 25x/menit, SPO2 = 99 %
Kelainan Dinding Thoraks : simetris, perlukaan (-), jejas (-), trauma(-)
Bunyi nafas : Wheezing+, Ronchi: +/+.
Hembusan Nafas :+
c. Circulation
Tingkat kesadaran : CM
Perdarahan (internal/eksternal): Tidak ada perdarahan
Nadi Radial/carotis : Teraba
Akral Perifer : Hangat
Kapilari Refill : <2 detik
Pulse : 104x/menit
Blood Preasure : 125/67 mmHg :
d. Disability
1) Pemeriksaan Neurologis
Reflex Fisiologis :+
Reflex Patologis :-
2) Pemeriksaan Fisik (saat di ICU)
a) Keadaan Umum : Agitasi
b) Tanda-tanda Vital
1. Tekanan Darah
Sistolik : 125 mmHg
Diastolik : 67 mmHg
MAP : 90 mmHg
Herat Rate : 104x/menit
Respirasi : 20x/menit
2. Suhu : 37 C

31
c) Nilai CPOT : Pasien mengeluh nyeri sedang. Nilai = 4

No Indikator Skala Skor Hasil


pengukuran Penilaian
1 Ekspresi wajah Rileks, netral 0
Tegang 1 1
Meringis 2
2 Gerakan tubuh Tidak bergerak 0
Perlindungan 1 1
Gelisah 2
3 Kesesuaian dengan Dapat 0
ventilasi mekanik mentoleransi
Batuk, tapi dapat 1 1
mentoleransi
Fighting ventilator 2
4 Ketegangan otot Rileks 0
Tegang dan kaku 1
1
Sangat tegang 2
/kaku
Total skor 4

3) Pemeriksaan Sistem Tubuh


a) Sistem Perepsi sensori
Konjungtiva anemis, diameter pupil : 3mm/3mm. Refleks
terhadap cahaya: +/+.
b) Sistem Pernapasan
Tampak penumpukan secret pada selang ETT dan mulut pasien
Auskultasi : Wheezing : +/+, Ronchi: +/+.
Rontgen : Pneumonia, TB paru aktif, Tidak tampak
kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th 5.
c) Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada suara jantung tambahan, Hr 104x/menit, TD : 125/67; N
124 x/menit MAP 90
d) Sistem Pencernaan :
Abdomen
1. Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
tampak adanya trauma, tidak terlihat adanya bendungan
pembuluh darah vena pada abdomen.

32
2. Palpasi : nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak ada,
tanda ascites tidak ada
3. Perkusi : suara abdomen tympani
4. Auskultasi : terdengar bising usus 8x/menit
e) Sistem Perkemihan
Frekuensi berkemih lebih sedikit daripada sebelum di rumah sakit
f) Sistem Integumen
CRT<2 detik, turgor kulit elastis
g) Aspek Psikologis
Keluarga mengatakan pasien dalam kesehariannya bersikap santai
dan tidak pernah berperilaku aneh
h) Aspek Sosial
Keluarga mengatakan hubungan pasien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar baik dan sering bersosialisasi.
i) Aspek Spiritual
Keluarga mengatakan pasien rajin sholat 5 waktu dan mengaji

3. Data Penunjang
a. Data Laboratorium (Hematologi, Anilisis gas darah arteri)

Tanggal dan Jam Pemeriksaan


N Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
o
1 Gas Darah PH : 7,51 7,35 – 7,45 Alkalosis
Metabolik
Arteri
PCO2 : Terkompensas
35-45 i Sebagian
46,3
mmHg

HCO3: 22-26
37,0
mmol/L

PO2: 184, 80-100

33
mmHg

SpO2 :
≥95%
99%

BE: 13,1 -2 – +2
2. Hematologis Hb : 9,4 12-16 Anemia
g/dl

Hematokri
37-48 Anemia
t : 31%

Leukosit : 5-10x103 Adanya


41,2 gangguan
x103/uL 150-400 x103

Trombosit
: 248
x103/uL 4,2-5,9 x106

Eritrosit :
Anemia
3,38
<200 mg/dL
x106/uL
(sebelum makan
GDS : 503 <140 mg/dL DM
mg/dl (Setelah makan)

b. Pemeriksaan Risiko Jatuh Dengan Morse Scale (Sesuai Usia)


Kriteria Skala Skoring
1. Riwayat jatuh: baru saja atau Tidak = 0 0
dalam 3 bulan Ya = 25
2. Diagnosis lain Tidak = 0 0
Ya = 15
3. Bantuan Berjalan Tidak ada, tira 0
baring, di kursi
roda, bantuan
perawat = 0

34
 

Tongkat ketiak
(crutch), tongkat
(cane), alat bantu
berjalan (walker)
= 15

Furnitur = 30
4. IV/ Heparin Lock Tidak = 0       20
Ya = 20
5. Cara berjalan/ pindah Normal, tirah 0
baring, tidak
bergerak = 0
 

Lemah = 10

Terganggu = 20
6. Status mental Mengetahui 15
kemampuan diri =
0
 

Lupa keterbatasan
= 15
TOTAL SKOR 35 (Resiko rendah
jatuh)
Hasil interpretasi MFS : Resiko Rendah Pasien Jatuh

c. Pemeriksaan Foto Thorax, tanggal (22-09-2020)


X-ray dada yang diperoleh Pneumonia, TB paru aktif, Tidak tampak
kardiomegali, ujung ETT setinggi v.Th 5.

35
e. APACHE II SCOR (1x24 jam)
Nilai APACHE II :

f. SOFA score

36
f. SOFA score
Nilai Skor :

4. Penatalaksanaan Medis
a. Ventilator
Mode : SIMV PC+PS
Triger :-
Tidal Volume : 450 mL
FiO2 : 90%
PS :4
PEEP : 8 torr (1,33 kPa)
RR : 20x/menit
I:E Rasio :1:2
b. Obat Obatan dan Cairan
Nama Obat Dosis Cara Indikasi Side effects
Pemberian
NaCl 0,9% 500cc/24 jam IV Dehidrasi Bengkak,
isotonic nyeri sendi,
Omeprazol ekstraseluler kaku, kram
otot
2x40 mg Oral Untuk
mengatasi Mual, muntah,
Paracetamol gangguan diare, sakit
lambung kepala, rasa
kembung
3x500mg Oral
Untuk Mual, sakit
analgesic dan perut bagian
antipiretik atas, gatal-
gatal, urine
Simvastatin berwarna

37
gelap
1x20 mg Oral

Obat statin. Sakit kepala,


Menurunkan nyeri sendi,
kolesterol dan nyeri otot
Ventolin lemak jahat ringan,
(LDL, konstipasi
trigliserida)
3x/hari Inhalasi

Obat selective Tremor, sakit


beta-2- kepala,
adrenergic takikardia,
agonists. sakit kepala,
Mengobati hypokalemia,
masalah gangguan
saluran pembuluh
pernapasan. darah
Merileks otot
Meropenem saluran
pernapasan,
mencegah
penyempitan
3x1 gr IV saluran napas

Levofloxacin Mual, muntah,


Antibiotik atau sakit perut,
antibakteri diare, sakit
1x70 mg Oral kepala

Ganggua
Antibiotik pencernaan,
Raivas
golongan mual muntah,
quinolone. pusing, sakit
Obat untuk kepala,
8mg/50 ml IV pneumonia. gangguan
tidur

Norepinepheri Iskemia,
ne adalah suatu bradikardia,
Amin ansietas, sakit
simpatomimeti kepala,
k, yang bekerja kesulitan
melalui efek bernapas,
pada reseptor α nekrosis

38
Novorapid dan reseptor β, ekstravasasi
Untuk
5 unit Subkutan mengontrol
Clopidogrel tekanan darah

Mengurangi Hipoglikemia,
1x75 mg Oral tingkat gula rekasi
darah anfilaksi,

Untuk efek
agregasi dan Diare, mudah
menghambat memar,
pembentukan perdarahan
thrombus. sulit berhenti,
Acetylcystein Menghambat nyeri perut,
reseptor P2Y12 gangguan
di platelet pencernaan
3x200 mg. Oral secara
irreversible

Obat golongan
mukolitik Mengantuk,
untuk mual, muntah,
mengencerkan sariawan,
dahak yang pilek, demam
menghalangi
saluran
pernapasan

c. Nutrisi
1) Oral
2) Enteral
3) Parenteral

5. Data Fokus
Data Subjetif Data Objektif
Saat masuk Rumah Sakit (UGD): Saat masuk Rumah Sakit (UGD)

Pasien mengatakan 1. Afebris (tanpa demam)


2. Saturasi oksigen 99%
1. Sesak nafas
3. Sangat cemas
2. Perokok berat

39
3. Memiliki riwayat penyakit TBC 2 4. Diaporesis
tahun yang lalu, pengobatan 9 5. Gas darah arteri : pH 7,51, PCO2 : 46,3
bulan yang lalu dan sudah mmHg, HCO3: 37,0 mmol/L, PO2: 184,
dikatakan tuntas oleh dokter. mmHg
4. Memiliki riwayat DM tipe 2 tidak 6. RPM +
terkontrol 7. Hasil foto thorax : Pneumonia, TB paru aktif,
5. Memiliki riwayat penyakit Tidak tampak kardiomegali, ujung ETT
jantung. setinggi v.Th 5.
6. Memiliki riwayat mengkonsumsi
Saat masuk ICU :
alkohol
1. TD: 125/67 mmHg
2. MAP : 90 mmHg
3. HR : 104x/menit
4. Suhu : 37 oC.
5. Agitasi
6. N: 120x/mnt
7. Skor CPOT: 4.
8. Oksigenasi memburuk (saO2 : 88%)
9. Tampak penumpukan secret pada selang
Saat masuk ICU : ETT dan mulut pasien.
10. Wheezing : +/+, Ronchi: +/+.
1. Pasien On ETT
11. Kepala tempat tidur ditinggikan
2. Keluarga mengatakan merasa cemas
12. Pengaturan ventilator tertinggi mode kontrol :
dengan kondisi pasien saat ini, keluarga
kecepatan 20 napas per menit, volume tidal 450
menginginkan pasien dapat cepat pulih
mL, tekanan ekspirasi akhir positif 8 torr, dan
dan di pindahkan ke ruang rawat inap
FiO2 90%
agar keluarga pasien bisa dapat bertemu
13. Rontgen : kekeruhan yang tersebar
dan mendampingi pasien
di seluruh paru-paru dengan area konsolidasi di
lobus bawah

14. Pasien mendapatkan terapi : IVFD NaCl


0,9% 500cc/24 jam, Omeprazol 2x40 mg,
Paracetamol 3x500mg, Simvastatin 1x20

40
mg, Ventolin 3x/hari, Meropenem 3x1 gr,
Levofloxacin : 1x70 mg, Raivas 8mg/50
ml, Novorapid 5 unit subkutan,
Clopidogrel 1x75 mg, Acetylcystein 3x200
mg.

6. Analisa Data (Saat Pasien Masuk ICU)


No Tanggal Data Etiologi Masalah
Keperawata
n
1 23-09-2020 DS : Pasien on ETT Peningkatan Edema Bersihan
Pulmonal dd Jalan Nafas
DO :
Produksi Secret Tidak Efektif
1. Scan tomografi Pulmonal
thorax : kekeruhan yang
tersebar di seluruh paru-
paru dengan area
konsolidasi di lobus
bawah,
2. Tampak
penumpukan secret pada
selang ETT dan mulut
pasien.
3. Wheezing : +/+,
Ronchi: +/+.
4. Hasil foto
thorax : Pneumonia, TB
paru aktif
5. N: 104x/mnt,
TD: 125/67 mmHg
suhu:37 C
2 23-09-2020 DS : Pasien on ETT Perubahan Gangguan
Membrane Alveolar Pertukaran
DO:
– Kapiler dd Gas
 Oksigenasi Terpasangnya
memburuk (SaO2 : Ventilator
88%)
 Hasil AGD : Gas
darah arteri
menunjukkan pH
7,51, PCO2 : 46,3
mmHg, HCO3: 37,0
mmol/L, PO2: 184,

41
mmHg
 Skor CPOT 4: nyeri
sedang
 GDS: 503 mg/dl
 Score CPOT: 4
(nyeri sedang)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d Peningkatan Edema Pulmonal dd
Produksi Secret Pulmonal
2. Gangguan Pertukaran Gas B.D Perubahan Membrane Alveolar – Kapiler dd
Terpasangnya Ventilator

42
C. Intervensi Keperawatan

Tang Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


gal Kep
22- Bersihan Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri :
09-
Jalan tindakan keperawatam 1. Angkat
2020 1. Untuk
Nafas secara intensif, kepala
mencegah
Tidak diharapkan Jalan napas tempat tidur
pneumonia
Efektif pasien paten pasien lebih
terkait
b.d dipertahankan dengan besar dari
ventilator
Peningkat kriteria hasil : 30 derajat
(VAP).
an Edema 2. Bantu
1. R 2. Untuk
Pulmonal pasien pada
asio memfasilita
dd Posisi
PaO2:Fi si drainase
Produksi tengkurap,
O2 paru di
Secret baik di
adalah daerah
Pulmonal tempat tidur
200:300 paru-paru
pasien,
atau lebih dorsal.
menggunak
akan
an bingkai
dipertaha
Stryker atau
nkan, jika
sistem
mungkin.
terapi Roto-
2. A
Rawan
uskultasi 3. Untuk
3. Lakukan
paru mengurangi
penyedotan
vesikuler peneumpuk
secret
an secret
melalui
dan
endotrakea
dan mulut membebask
pasien an jalan
napas.

44
Kolaborator :

1. Guna
Kolaborator :
mengetahui
1. Auskultasi
kompensasi
suara nafas
paru dan
setiap 2 – 4
bunyi nafas
jam dan jika
perlu
2. Untuk
mengeluark
an secret
2. Lakukan
atau cairan
pengisapan
yang
jalan napas
menumpuk
endotrakeal
di
jika tepat
pulmonal

3. Hiperoksig
3. Untuk
enasi dan
menstabilk
hiperventila
an saturasi
si sebelum
atau kadar
dan setelah
oksigen
setiap kali
dalam
pengisapan.
tubuh
4. Pemberian
4. Untuk
Ventolin
mengobati
3x/hari
masalah
melalui
saluran
inhalasi
pernapasan.
Merileks
otot saluran
pernapasan,
mencegah

45
penyempita
n saluran
napas.

22- Gangguan Setelah dilakukan Mandiri : Mandiri :


09-
Pertukara tindakan keperawatam 1. Bantu 1. Untuk
2020
n Gas B.D secara intensif, pasien meningkatk
dalam an
Perubaha diharapkan pertukaran posisi pertukaran
n gas dalam darah dapat tengkurap, gas paru
baik di
Membran membaik yang ditandai tempat
e Alveolar dengan Oksigenasi akan tidur
pasien,
– Kapiler dimaksimalkan (PaO2 menggunak
dd 55 – 80 mmHg atau an bingkai
Stryker 2. Dapat
Terpasang SaO2 88% - 95%) atau sistem membantu
terapi resolusi
nya
Roto- alveoli
Ventilator Rawan dependen
2. Bantu terkonsolid
pasien asi
dalam khususnya di
posisi
daerah paru-
terlentang
paru dorsal
3. Untuk
menget
ahui
nilai
3. Laukan nyeri
pengkajian
secara
nyeri
kontiyu
secara
komprehen
sif

Kolaborator :
1. Guna
mengetahui
Kolaborator : kadar
oksigen
1. Pantau dan
Oksimetri karbondiok
sida yang

46
nadi dan berada di
dalam
karbondiok
tubuh
sida tidak –
2. Untuk
akhir
mengetahui
2. Pantau gas kadar
asam /
darah arteri
basah
yang dalam
darah
diindikasik
an dengan
perubahan
parameter
noninvasiv 3. Untuk
e mengetahui
volume
3. Pantau inspirasi
pirau dan
ekspirasi
intrapulmo
nal (Qs/Qt
4. Agar
dan rasioalveolus
PaO2:FiO2 tetap
terbuka dan
) paru dapat
4. Tingkatkan mempertah
ankan
PEEP dan kemampua
fiO2 untuk n
komplians
mengurangi parunya
pirau
intrapulmo
nal, dengan
menggunak
an FiO2
serendah
5. Untuk
mungkin
memaksim
5. Pertimbang
alkan
kan
oksigenasi
hiperkapnia
47
permisif
6. Untuk
melihat
6. Pantau
adanya
tanda –
peningkata
tanda
n tekanan
barotrauma
dalam paru
terutama
agar tidak
pneumotho
terjadi
rax
gagal nafas
7. Pertimbang
7. Untuk
kan
menghindar
resikohiper
i keracunan
oksia yang
oksigen
lama dan
turunkan
FiO2
sampai 8. Untuk
kurang dari menuru
65% nkan
sesegera nilai
mungkin. GDS
8. Lakukan 9. Untuk
pemberian mengur
insulin angi
9. Lakukan rasa
pemberian nyeri
analgesik pasien

D. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Kep Hari/ Jam Implementasi Evaluasi


tanggal
Bersihan Jalan 23-09- 08.00 Mandiri : S: Pasien on ETT

48
Nafas Tidak 2020 – 1. Mengangkat kepala
14.00
Efektif b.d tempat tidur pasien
WIB
Peningkatan lebih besar dari 30 O: Pasien menunjukkan
Edema Pulmonal derajat 1. PaO2:FiO2 dengan
dd Produksi 2. Membantu pasien rasio 200:300
Secret Pulmonal pada Posisi 2. Adanya peningkatan
tengkurap, baik di bunyi nafas
tempat tidur pasien, 3. Berkurangnya secret
menggunakan di pulmonal
bingkai Stryker atau 4. Oksigenasi
sistem terapi Roto- meningkat
Rawan
A: Bersihan jalan nafas
pasien teratasi sebagian

Kolaborator : P: Lanjutkan intervensi


1. Posisi tempat tidur
1. Mendengarkan kepala dinaikan
suara nafas setiap sekitar 30 drjt
2. Auskultasi setiap 6 –
2 – 4 jam dan jika 8 jam
perlu 3. Suction
4. Lepas ETT
2. Melakukan intubasi
3. Melakukan
pengisapan jalan
napas endotrakeal
jika tepat
4. Melakukan
Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi
sebelum dan setelah
setiap kali
pengisapan.

Gangguan 23-09- 08.00 Mandiri : S : Pasien on ETT


2020 –
Pertukaran Gas 1. Membantu pasien
14.00

49
B.D Perubahan WIB dalam posisi O:
tengkurap, baik di
Membrane 1. Hasil lab AGD sudah
tempat tidur pasien,
Alveolar – menggunakan dalam kadar normal
bingkai Stryker atau 2. SaO2 : 95%, PaO2 :
Kapiler dd 80 mmHg
sistem terapi Roto-
Terpasangnya Rawan 3. Score CPOT: 3
2. Membantu pasien (nyeri sedang)
Ventilator 4. Nilai GDS: 400
dalam posisi
terlentang mg/dl
3. Melakukan
pengkajian nyeri A : pertukaran gas tidak
secara komprehensif efektif teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
Kolaborator :
1. Bantu posisi
1. Memantau
supine
Oksimetri nadi dan
2. Pantau SaO2
karbondioksida
3. Periksa AGD
tidak – akhir
4. Cek TTV
2. Memantau gas darah
5. Pantau nyeri
arteri yang
6. Pemberian terapi
diindikasikan
insulin
dengan perubahan
parameter
noninvasive
3. Memantau pirau
intrapulmonal
(Qs/Qt dan rasio
PaO2:FiO2)
4. Meningkatkan PEEP
dan fiO2 untuk
mengurangi pirau
intrapulmonal,
dengan
menggunakan FiO2
serendah mungkin
5. Mempertimbangkan

50
hiperkapnia permisif
6. Memantau tanda –
tanda barotrauma
terutama
pneumothorax
7. Mempertimbangkan
resiko hiperoksia
yang lama dan
turunkan FiO2
sampai kurang dari
65% sesegera
mungkin.
8. Melakukan
pemberian insulin
9. Melakukan
pemberian analgesik

51
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom klinis yang
kompleks daripada proses penyakit tunggal, dan membawa risiko kematian yang
tinggi. Peran kunci untuk perawat perawatan kritis adalah deteksi dini dan pencegahan
cedera paru-paru, sehingga penting untuk memiliki pengetahuan tentang faktor risiko,
alat penilaian dan protokol, dan strategi pencegahan dalam kaitannya dengan
patofisiologi cedera paru-paru.

B. Saran
Peran perawat kritis dalam menangani pasien dengan kondisi yang sedang
kritis perlu diperhatikan lebih jauh, karena perawatan intensif selain dilakukan dengan
prosedur yang benar namun kebutuhan biopsikososiokultur pasien juga perlu untuk
dilakukan, terutama kepada para keluarga pasien yang setiap saat dapat mengalami
kecemasan

52
DAFTAR PUSTAKA

Babu, R. V, Jr, V. C., & Sharma, G. (2008). From Chlorine Inhalation During a Swimming
Pool Accident : A Case Report and Review of the Literature. 1–6.
https://doi.org/10.1177/0885066608318471
Cochi, S. E., Kempker, J. A., Annangi, S., Kramer, M. R., & Martin, G. S. (2016). Mortality
trends of acute respiratory distress syndrome in the United States from 1999 to 2013.
Annals of the American Thoracic Society, 13(10), 1742–1751.
https://doi.org/10.1513/AnnalsATS.201512-841OC
Elliott, D., Aitken, L., & Chaboyer, W. (2012). ACCCN’S Critical Care Nursing (2nd ed.).
Retrieved from https://books.google.co.id/books?
hl=id&lr=&id=8Yg1lsItNdYC&oi=fnd&pg=PR1&dq=critical+nursing+care+of+patient
+with+respiratory+failure&ots=dd0BgDv9-
t&sig=3hy5mZ3cSJMwSu71WcxIvN7asCo&redir_esc=y#v=onepage&q=critical
nursing care of patient with respiratory failure&f=false
Hartini, K., Amin, Z., Pitoyo, C. W., & Rumende, C. M. (2014). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Mortalitas Pasien ARDS di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Chest, 1(1), 21–26.
Rakhmatullah, R., & Sudjud, R. W. (2019). Diagnosis dan Tatalaksana ARDS. Anestesia
Dan Critical Care, 3(2). http://journal.perdatin.org/index.php/macc/article/view/126
Medicine, I. J. of C. C. and E. (2016). Acute Respiratory Distress Syndrome. Indonesian
Journal of CHEST Critical and Emergency Medicine, 3(2), 3–6.
Morton, Patricia G., Fontaine, D., Hudak, C. M., & Gallo, B. M. (2017). Keperawatan Kritis
Pendekatan Asuhan Holistik (8th ed.). Jakarta: EGC.
Morton, Patricia Gonce, & Fontaine, D. K. (2018). Critical Care Nursing A Holistric
Approach (11th ed.). Wolters Kluwer.
Rakhmatullah, R., Critical, R. S.-M. A. dan, & 2019, undefined. (n.d.). Diagnosis dan
Tatalaksana ARDS. Journal.Perdatin.Org. Retrieved September 21, 2020, from
http://journal.perdatin.org/index.php/macc/article/view/126

53
Talbot, L. A., & Meyers-Marquardt, M. (1997). Pengkajian Keperawatan Kritis. Retrieved
from https://books.google.co.id/books?
id=pxDFv6ri8UgC&pg=PA1&dq=asuhan+keperawatan+kritis&hl=jv&sa=X&ved=0ah
UKEwjm1orv473lAhUObisKHbgDDGcQ6AEIJTAA#v=onepage&q=asuhan
keperawatan kritis&f=false

54

Anda mungkin juga menyukai