Anda di halaman 1dari 85

LITERATUR RIVIEW : ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN ARDS COVID 19 DENGAN PRONE PISITIONING DAN


PENILAIAN KEBERHASILAN HIGH FLOW NASAL CANULLA
(HFNC) OLEH PERAWAT TERHADAP STATUS RESPIRASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Stase KMB


Program Studi Profesi Ners

disusun oleh :

EKA PUJI HASTUTI

NIM :20317039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
YATSI TANGERANG
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui dan diperiksa

untuk dipresentasikan pada Stase KMB Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) YATSI Tangerang

Tangerang, 10 Juli 2021

Menyetujui

Pembimbing

Ns. Zahra Maulida Septimar, S. Kep, M. Kep

Mengetahui

Kaprodi Keperawatan

Ns. Febi Ratnasari, S.Kep., M.Kep

ii
LEMBAR PENGESAHAN

LITERATUR RIVIEW : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ARDS


COVID 19 DENGAN PRONE PISITIONING DAN PENILAIAN
KEBERHASILAN HIGH FLOW NASAL CANULLA (HFNC) OLEH PERAWAT
TERHADAP STATUS RESPIRASI

Disusun Oleh : Eka Puji Hastuti

NIM: 20317039

Telah dipertahankan di hadapan Penguji

Tangerang, 13 Juli 2021

Menyetujui

Penguji I Penguji II

Ns. Zahra M.S , S. Kep, M. Kep Ns. Destiawan Eko U, S.Kep, M.Kep.sp KMB

Mengetahui

Kaprodi Keperawatan

Ns. Febi Ratnasari., S.Kep., M.Kep

iii
LITERATUR RIVIEW : ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

ARDS COVID 19 DENGAN PRONE PISITIONING DAN PENILAIAN

KEBERHASILAN HIGH FLOW NASAL CANULLA (HFNC) OLEH PERAWAT

TERHADAP STATUS RESPIRASI

Eka Puji Hastuti1 , Zahrah Maulidia Septimar 2

Abstrack

ARDS merupaka penyebab utama kematian pada pasien COVID -19 akibat badai
sitokin. Gejala yang sering terjadi adalah pasien sesak, dan mengalami desaturasi.
Karya ilmiah akhir profesi ners ini bertujuan untuk meriview dan menganalisis
penelitian tentang prone positioning dan tingkat penilaian keberhasilan HFNC oleh
perawat terhadap status respirasi pasien. Hasil dari literature riview ini adalah
bahwa prone positioning bila dilakukan secara maksimal dan keberhasilan HFNC
dengan indeks ROX berpengaruh terhadap status respirasi pasien. Penulis
membahas kelemahan dan kekuatan jurnal ini dengan menggunakan analisis
SWOT. Strength (kekuatan) bahwa intervensi ini terbukti meningkatkan
oksigenisasi kepasien, mengurangi intubasi dan menurunkan angka kematian.
Weakness (kelemahan) penulis belum mendapatkan jurnal keperawatan di
Indonesia tentang tindakan tersebut, penulis menemukan perawat belum bisa
melakukan penilaian terhadap keberhasilan HFNC dengan indeks ROX, prone
positioning belum maksimal. Opportunities (peluang) menjadi acuan perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pasien COVID 19. Threats
(hambatan/ancaman) adanya kenaikan kasus baru pasien COVID 19 membuat
kelelahan perawat sehingga perawat belum maksimal melakukan asuhan
keperawatan.

Kata kunci: prone positioning, indeks ROX

iv
Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners “Literatur Riview Asuhan Keperawatan
ARDS COVID 19 dengan prone positioning dan penilaian keberhasilan HFNC oleh
perawat terhadap status respirasi” di ruang HCU RS Royal Taruma.

Dalam melaksanakan Karya Ilmiah Akhir ini, penulis banyak mengalami


hambatan dan kesulitan, namun semua itu menjadi ringan berkat dukungan,
bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga


saya bisa menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.

2. Bpk Dwi Budi Santosa sebagai suami, mamak yang selalu mendoakan
setiap saat dan ketiga anak saya yang selalu memberikan perhatian,
motivasi, doa dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan
karya ilmiah akhir ini.

3. DR. Ida Faridah, S,Kp., M.Kes, selaku Ketua STIKes YATSI Tangerang.

4. Ibu Ns. Zahrah Maulidia Septimar., S.kep., M.Kep sebagai dosen


pembimbing riset Keperawatan yang dengan bijaksana memberikan
bimbingan dan saran selama penyusunan hingga karya tulis akhir ini selesai

5. Ibu Ns. Ria Setia Sari, S.Kep., M.Kep selaku penanggung jawab akademik
tingkat profesi Ners keperawatan STIKes YATSI Tangerang.

6. Bapak dan ibu pimpinan RS Royal Taruma yang telah memberikan ijin
penulis untuk mengikuti pendidikan profesi ners

7. Tim ICU yang selalu membantu dalam pekerjaan dan proses penyusunan
karya tulis akhir ini.

v
8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan riset keperawatan ini
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners ini jauh dari kesempurnaan,
karena itu dengan hal terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Karya Ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Tangerang, 10 Juli 2021

Penulis

Eka Puji Hastuti, S.Kep

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN …………………………………………. ii


LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………….. iii
ABSTRAK …………………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL …………………………………………………… ix

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………. 10
B. Rumusan Masalah …………………………………… 12
C. Tujuan ……………………………………………….. 12
D. Manfaat ……………………………………………… 12
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Konsep ARDS Covid 19 …………………………….. 13
1. Definisi ………………………………………….. 13
2. Klasifikasi Covid-19 ……………………………. 13
3. Berdasar beratnya kasus ………………………... 14
4. Anatomi Fisiologi ………………………………. 14
5. Etiologi …………………………………………. 17
6. Manifestasi klinis infeksi COVID 19 ………….. 17
7. Perjalanan penyakit COVID 19 ………………… 18
8. Pathway ………………………………………… 19
9. Pemeriksaan diagnostic ………………………… 20
10. Penatalaksanaan COVID -19 …………………… 21

11. Komplikasi ……………………………………… 24

12. Proses penularan COVID 19…………………….. 24


B. Konsep Prone Positioning …………………………… 25
C. Konsep High Flow Nasal Canulla (HFNC) …………. 26
D. Asuhan Keperawatan ………………………………… 28

vii
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ……………………………………………. 37
B. Analisa Data ………………………………………….. 38
C. Diagnosis Keperawatan Prioritas …………………….. 39
D. Intervensi Keperawatan ………………………………. 40
E. Impementasi dan Evaluasi ……………………………. 43
BAB IV PEMBAHASAN
A. Literatur Review ……………………………………… 46
B. Hasil Peninjauan ……………………………………… 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan …………………………………………… 53
B. Saran ………………………………………………….. 53
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Diagnosa Keperawatan Gejala Ringan-Sedang …………. 28


Tabel 2.2 Covid-19 Gejala Berat-Kritis …………………………… 32
Tabel 3.1 Analisa Data …………………………………………….. 38
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan …………………………………. 40
Tabel 3.3 Implementasi dan Evaluasi ……………………………… 43
Tabel 4.1 Literatur Review ………………………………………… 46

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS) sindrom distress


pernapasan akut adalah sindrom inflamasi paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru yang disebabkan oleh cedera akut. (Stillwell,
2011). ARDS dapat ditandai oleh inflamasi akut paru dan trauma pada
kapiler alveoli. Penyebab ARDS umumnya seperti pneumonia, aspirasi,
inhalasi asap, sepsis. Salah satu penyebab pneumonia viral saat ini adalah
Coronavirus 2 (SARS Cov-2) yang dapat menimbulkan keluhan ringan
hingga berat , sampai pada kondisi ARDS. COVID-19 penyakit baru yang
pertama kali dikenali di Wuhan, Cina, pada Desember 2019, dan sekarang
menjadi pandemi. Kasus konfirmasi COVID-19 adalah orang yang sudah
dinyatakan positif terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium berupa PCR. Kasus konfirmasi bisa terjadi pada orang dengan
gejala virus Corona atau orang yang tidak mengalami gejala sama sekali.
Kemenkes RI/ 413/2020 dalam (Adrian, 2020). Pemeriksaan swab naso-
oro pharing pasien menunjukkan hasil reaksi berantai Polimerase Real-time
Positif yang mengkonfirmasi infeksi COVID-19. Gejala yang paling umum
saat timbulnya penyakit COVID-19 adalah demam, batuk, dan kelelahan,
sedangkan gejala lainnya meliputi produksi dahak, sakit kepala, hemoptisis,
diare, sesak napas, dan limfopenia. (Rothan & Byraredd, 2020).

Data per tanggal 5 Juli 2021 kasus Covid -19 di dunia telah mencapai
184 juta. Jumlah pasien meninggal ada 3,9 juta dan pasien sembuh 168 juta.
Berdasarkan data worldometer, lima kasus tertinggi berada di Amerika
Serikat (34 juta), India (30 juta), Brasil (18 juta), dan Prancis (5,7juta) dan
Rusia (5,6 juta). Di Indonesia per tanggal 5 Juli 2021 kasus Covid-19
sebanyak 2.313.829 dan saat ini menduduki peringkat ke-16 di dunia, untuk
DKI Jakarta penambahan jumlah kasus konfirmasi Covid-19 sebanyak

10
11

482.264 dan Banten sebanyak 53.472. Jumlah penderita COvid-19 yang


meninggal sebanyak 558 orang, Sehingga total akumulasi kasus meninggal
akibat corona di Indonesia sejak Maret 2020 mencapai 61.140 jiwa sumber
diambil dari worldometer.

Di Wuhan sejak 18 Desember 2019 hingga 29 Desember 2019, lima


pasien dirawat di rumah sakit dengan sindrom distres pernapasan akut dan
salah satu dari pasien tersebut meninggal. Mortalitas ARDS COVID-19
berkisar antara 26% dan 61,5% jika pernah dirawat di lingkungan perawatan
kritis, dan pada pasien yang menerima ventilasi mekanis, mortalitas dapat
berkisar antara 65,7% hingga 94%. Kematian akibat ARDS COVID-19
disebabkan oleh gagal napas (53%), gagal napas dikombinasikan dengan
gagal jantung (33%), kerusakan miokard dan gagal sirkulasi (7%), atau
kematian karena penyebab yang tidak diketahui. (Gibson, Qin, & Poah, 20
Juli 2020). Di Indonesia dari 41,6% pasien covid-19 dengan pneumonia,
sebanyak 81,1% pasien meninggal. (Puspa, 2020)

ARDS dengan Covid-19 dapat berkembang menjadi perburukan


dengan faktor risiko termasuk usia yang lebih tua, adanya komorbiditas
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus; jumlah
limfosit yang lebih rendah; cedera ginjal; dan menaikkan level dimer D.
(Gibson, Qin, & Poah, 20 Juli 2020). Usia Tua atau lansia berisiko
memperberat Covid-19 karena usia tua sudah terjadi penurunan fungsi
organ dan penurunan imunitas. Hipertensi memiliki risiko tinggi karena
SARS-Cov-2 masuk ke tubuh berikatan dengan ACE-2. Penderita Diabetes
mellitus mengalami penurunan imunitas sehingga virus mudah
menginfeksi. Tanda dan gejala ARDS dengan COVID -19 yang berat antara
lain: adanya takipnea, pernafasan > 30x/mnt, Saturasi Oksigen dengan pulse
oximetry ≤93% (di jari), PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg Prosedur. tatalaksana
ARDS dengan COVID-19 dengan menggunakan Non Invasif Ventilation
(NIV) atau Ventilasi mekanik dengan intubasi di ruang rawat ICU. (Burhan,
Susanto, Nasution, & Ginanjar, 2020).
12

Peran perawat diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan


yang komprehensif dalam penanganan pasien dengan melakukan monitor
ketat terhadap segala perubahan kondisi klinis pasien. Tindakan mandiri
keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien ARDS adalah pemberian
posisi prone pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dan dilakukan
pengawasan. Posisi prone dapat mengurangi tekanan diparu dan
memperbaiki ventilasi. Perawat juga harus mempunyai ketrampilan dan
operasional alat-alat oksigenasi sesuai kebutuhan pasien seperti High Flow
Nasal Canul (HNFC), Non Invasif Mechanic Ventilation (NIV).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menarik rumusan masalah


dalam Karya Ilmiah Akhir Ners ini yaitu “Bagaimana Pengelolaan Asuhan
Keperawatan dengan Penerapan prone positioning dan penilaian
keberhasilan High Flow Nasal Canulla dengan indeks ROX terhadap status
respirasi ?”

C. TUJUAN
Meningkatkan pengetahuan tentang ARDS dengan covid-19 tentang konsep
medis meliputi definisi, etiologi, tanda dan gejala, tatalaksana, komplikasi
serta asuhan keperawatan pasien ARDS Covid 19 dengan prone position
dan HFNC

D. MANFAAT.
Perawat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien ARDS
dengan covid-19 dan mampu bekerjasama dengan tim medis dalam bidang
keperawatan.
BAB II
TINJUAN TEORI
A. KONSEP ARDS COVID 19
1. Definisi
a. Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS) merupakan
suatu kondisi kegawat daruratan di bidang pulmonology
yang terjadi karena adanya akumulasi cairan dialveoli yang
menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas sehingga
distribusi oksigen ke jaringan menjadi berkurang (Rumende,
2018)
b. Sindrom gawat napas akut merupakan bentuk gagal nafas
yang mendadak dan progresif yang dicirikan oleh dispnea
parah, hipoksemia berulang, dan ilfiltrat difus bilateral.
(Black & Hawks, 2014)
c. Kasus konfirmasi COVID-19 adalah orang yang sudah
dinyatakan positif terinfeksi virus Corona berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium berupa PCR. Kasus konfirmasi
bisa terjadi pada orang dengan gejala virus Corona atau
orang yang tidak mengalami gejala sama sekali. Kemenkes
RI/ 413/2020 dalam (Adrian, 2020).

2. Klasifikasi COVID -19 (Kemenkes RI/ 413/2020)


a. Kontak erat
Riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi
Covid-19 atau memberikan perawatan langsung terhadap
kasus probable
b. Suspek
Memiliki gejala/tanda ISPA dan pneumonia berat yang
membutuhkan perawatan di RS. Riwayat perjalanan atau
tinggal di wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi

13
14

lokal dan kontak dengan kasus konfirmasi/probable Covid-


19
c. Terkonfirmasi
Dinyatakan positif yang dibuktikan dengan RT-PCR, baik
dengan gejala (simptomatik) maupun tanpa gejala
(asimptomatik)
d. Probable
Kasus suspek dengan ISPA berat/ARDS/meninggal dengan
gejala Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan RT-PCR

3. Berdasarkan beratnya kasus, Covid-19 dibagi menjadi 5


(lima):(Burhan & Mukminin, 2020)
a. Tanpa gejala: Kondisi teringan dan tidak ditemukan gejala
b. Ringan : Infeksi saluran napas tidak berkomplikasi
c. Sedang: Pneumonia tetapi tidak membutuhkan suplementasi
oksigen
d. Berat: Pneumonia disertai RR >30 x/menit, distres napas
berat, SpO2 <93% atau PaO2/FiO2 <300
e. Kritis: Gagal napas, acute respiratory distress syndrome
(ARDS), syok sepsis dan/atau multiple organ failure

4. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
15

b. Fisiologi
1) Sistem pernafasan terdiri dari saluran nafas bagian
atas yang dimulai dari hidung sampai trakhea dan
saluran nafas bagian bawah dimulai dari bronkus
sampai alveolus.
2) Fungsi sistem pernafasan adalah menyediakan O2
untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan
CO2 sebagai sisa metabolisme jaringan.
3) Organ dari sistem pernafasan terdiri dari :
 Hidung :yang berfungsi menghangatkan,
melembabkan, menyaring udara.
 Faring : yang berfungsi sebagai jalan baik
udara maupun makanan yang terdiri dari 3 bagian
yaitu nasofaring,orofarink dan laringofaring
 Laring : untuk melindungi saluran
pernafasan di bawahnya dengan cara menutup
secara cepat pada stimulus mekanik,sehingga
mencegah masuknya benda asing ke dalam
saluran nafas .
 Trakhea : menghubungkan laring dengan
bronkus yang berfungsi sebagai jalur udara untuk
masuk dan keluar dari paru paru.
 Bronkus : menangkap partikel –partikel yang
mendorong sekret ke atas untuk dikeluarkan
melalui batuk.
16

 Bronkiolus: merupakan cabang dari bronkus


yang berfungsi menyalurkan udara dar bronkus
ke alveolus.
 Alveoli : terdapat150 juta alveoli di paru –
paru orang dewasa yang berfungsi sebagai
tempat pertukaran gas. Di dalam alveoli terdapat
sel epitel yang mensekresi surfaktan.Surfaktan
adalah cairan yang berfungsi memgurangi
tekanan dan mencegah dinding alveoli
mengalami kolaps saat ekspirasi dan mencegah
alveoli dari kekeringan.
 Paru- paru: terdiri dari jaringan elastis seperti
spons. Paru terbagi 2 yaitu paru kanan yang
terdiri dari 3 lobus dan paru kiri terdiri dari 2
lobus.Berfungsi untuk menukar O2 dari udara
dgn CO2 dari darah.
 Pleura dan rongga pleura yg terdiri atas kantong
membran serosa yang tertutup dan berisi sedikit
cairan serosa.Fungsinya untuk mengurangi
gesekan saat paru- paru mengembang /
mengempis.
4) Fungsi sistem pernafasan:
 Ventilasi
Adalah gerakan udara masuk dan keluar dari
paru (terutama pembuangan CO2 dari paru),
melibat 3 kekuatan: komplians paru dan thorak,
tegangan permukaan, usaha otot-otot inspirasi
 Difusi
Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler
jaringan berlangsung secara difusi pasif
sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien
17

tekanan parsial. Peristiwa difusi merupakan


peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi
ekstra. Tidak terdapat mekanisme transport aktif
dalam pertukaran gas-gas ini.
 Perfusi
Perfusi adalah proses dimana darah deoksigenasi
mengalir ke paru dan mengalami reoksigenasi
atau dapat dikatakan sebagai sirkulasi darah di
dalam pembuluh kapiler paru.
 Transport
Oksigen ditransportasikan ke seluruh tubuh oleh
sistem sirkulasi. Oksigen terlarut dalam plasma
dan terikat dengan protein hemoglobin

5. Etiologi (Hairunisa & Amalia, 2020)


Infeksinya diduga berasal dari pasar grosir makanan laut di Wuhan.
Fluktuasi pengunjung menyebabkan infeksi menyebar dengan cepat
ke daerah lain di Cina. Pemeriksaan dengan RT-PCR (Real Time-
Polymerase Chain Reaction) mengidentifikasi virus baru yang
diberi label Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS- CoV-2) sebagai penyebabnya. Penyakit akibat virus ini
dikenal dengan COVID-19

6. Manifestasi klinis infeksi COVID 19 (Fatoni & Rakhmatullah,


2021)
Gejala infeksi COVID-19 muncul setelah masa inkubasi selama
1 hingga 14 hari dengan rerata 5,2 hari. Gejala yang paling sering
timbul di awal di antaranya batuk kering, demam, serta mengalami
kelelahan. Selain itu, rinorea, bersin, sakit tenggorokan, produksi
dahak, hemoptisis, sesak, sakit kepala, nyeri dada, menggigil,
anoreksia, mual, muntah, diare, gangguan penghidu dan
18

pengecapan, serta limfopenia. Hasil CT scan dada menunjukkan


gambaran opasitas ground-glass bilateral menandakan adanya
pneumonia.
Manifestasi klinis COVID-19 dapat bervariasi sesuai dengan
usia. Secara umum, pasien pria berusia lebih tua (> 60 tahun) dengan
penyakit penyerta lebih mungkin untuk berkembang menjadi
penyakit pernapasan yang parah yang membutuhkan rawat inap atau
bahkan meninggal, sedangkan kebanyakan orang muda dan anak-
anak hanya memiliki penyakit ringan (non-pneumonia atau
pneumonia ringan) atau sedang asimtomatis.
Pada pasien COVID-19 dengan ARDS (CARDS), akan
mengalami sesak, dengan peningkatan frekuensi napas sampai ≥ 30
kali/ menit, hipoksemia SpO2 ≤ 92 % dan PaO2/FiO2 ≤ 300 mmHg,
bahkan dengan pemberian oksigen. Pasien juga dapat mengalami
penurunan komplians paru dan hipertensi pulmoner

7. Perjalanan penyakit COVID 19 (Sherren et al., 2020)


a. Tahap satu (0 – 7 hari setelah gejala berkembang); Terjadi
replikasi virus yang cepat dan fase respons imun bawaan
menghasilkan gejala klinis, limfopenia, dan peningkatan
biomarker inflamasi serta sitokin. Pada fase awal ini, pada
gambaran CT scan akan muncul ground glass opacities yang
mendahului gejala pernapasan.
b. Tahap kedua (5-14 hari setelah gejala berkembang): Akan
muncul disfungsi organ yang diakibatkan oleh sitopati virus
yang sedang berlangsung dan respons imun adaptif. Pada
fase ini dapat muncul dua kelompok yang berbeda yaitu
kelompok yang berkembang menjadi gagal napas akut
sehingga memerlukan bantuan ventilasi invasif dini dan
kelompok yang memiliki gejala disfungsi organ lain yang
lebih menonjol.
19

c. tahap ketiga (> 10 hari setelah gejala berkembang): Terjadi


perburukan/kerusakan organ tahap akhir meskipun
dukungan organ invasif sudah dilakukan. Komplikasi pada
organ: kondisi paru paru yang berat karena proses
peradangan yang berlangsung pada COVID- 19 tampaknya
terjadi karena berbagai komplikasi dari proses penyakit kritis
dan disfungsi organ; misalnya akumulasi extravascular lung
water (EVLW), patient self-inflicted lung injury (PILI),
ventilator- induced lung injury (VILI), multiorgan
dysfunction syndrome (MODS), dan infeksi nosokomial.

8. Pathway ( et al., 2021)


ARDS adalah suatu bentuk cedera jaringan paru sebagai respons
inflamasi terhadap berbagai faktor penyebabnya, dan ditandai
dengan adanya inflamasi, peningkatan permeabilitas vaskular, dan
penurunan aerasi jaringan paru. Pada ARDS terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler karena ada kerusakan endotel vaskular atau
epitel alveolar yang menyebabkan penumpukan cairan kaya protein
dalam alveolus, sehingga terjadi kerusakan alveolar difus dan
pelepasan sitokin-sitokin pro-inflamasi misalnya Interleukin-1 (IL-
1), IL-6 dan Tumor Necrosis Factor (TNF). Sitokin ini menarik
neutrofil dan mengaktifkannya, sehingga terjadi pelepasan reactive
oxygen species dan protease yang menyebabkan kerusakan oksidatif
pada jaringan paru. Berbagai patogenesis dapat berkontribusi
terhadap perkembangan ARDS. Fase akumulasi cairan ini diikuti
dengan fase proliferasi yang ditandai dengan meredanya edema
pulmoner, proliferasi sel alveolar tipe II, fibroblas, dan
myifobroblas, serta deposisi matriks. Selanjutnya ARDS dapat
berlanjut ke fase fibroproliferatif atau terjadi resolusi dan paru
menjadi normal kembali
20

9. Pemeriksaan diagnostik (Burhan, Susanto, Nasution, & Ginanjar, 2020)


a. foto toraks : Gambaran foto toraks pneumonia yang disebabkan
oleh infeksi COVID-19 mulai dari normal hingga ground glass
opacity, konsolidasi.
b. Computed tomography scan (CT scan) toraks dengan kontras: untuk
melihat lebih detail kelainan, seperti gambaran ground glass opacity,
konsolidasi, efusi pleura dan gambaran pneumonia lainnya.
c. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk membantu
membedakan infeksi virus. Evaluasi: kasus pertama menunjukkan
gambaran limfopenia, peningkatan c-reactive protein (CRP)
meningkat, kadang disertai anemia, leukopenia seperti pada infeksi
virus. Pemeriksaan prokalsitonin (PCT) menunjukkan hasil normal
kecuali bila dicurigai terjadinya infeksi bakteri maka PCT akan
meningkat.
d. Pemeriksaan lain dilakukan untuk melihat komorbid dan evaluasi
kemungkinan komplikasi pneumonia yaitu fungsi ginjal, fungsi hati,
albumin serta analisis gas darah (AGD), elektrolit, gula darah dan
biakan kuman dan uji kepekaan untuk melihat kemungkinan
penyebab bakteri atau bila dicurigai terjadi infeksi ganda dengan
infeksi bakteri.
e. Diagnosis pasti atau kasus terkonfirmasi ditentukan berdasarkan
hasil pemeriksaan ekstraksi RNA virus Severe Acute Respiratory
Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). COVID-19
Menggunakan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction
(RT-PCR) untuk mengekstraksi 2 gen SARS-CoV-2. Contoh uji
yang dapat digunakan adalah dari sampel berupa swab tenggorok.
Swab nasofaring baik untuk evaluasi influenza tetapi untuk virus
corona lain swab nasofaring yang diambil menggunakan swab dari
dacron atau rayon bukan kapas.
21

10. Penatalaksanaan COVID -19 (Burhan, Susanto, Nasution, & Ginanjar,


2020)
a. Diagnosa dan manajemen awal : Untuk mencegah progresifitas dan
keparahan CARDS, terapi penyebab utama merupakan prioritas.
Sesuai dengan patofisiologi CARDS yang terjadi hiperinflamasi dan
hiperkoagulasi maka pemberian antiinflamasi dan antikoagulan
menjadi sangat penting selain antivirus. Antiinflamasi dapat
diberikan steroid dosis rendah
b. Manajemen hemodinamik: manajemen cairan konservatif
direkomendasikan untuk pasien pasien CARDS tetapi pemberian
cairan yang restriksi ini harus diimbangi dengan target euvolumia
dengan tetap mengevaluasi fluid responsiveness (menggunakan
parameter dinamis, suhu kulit, capillary refilling time, dan serum
laktat). Perhatikan tanda-tanda ketidakcukupan perfusion organ
sebagai tanda hipovolemia (biasanya ditandai dengan gagal ginjal
akut prerenal). Surviving sepsis campaign (SSC)
merekomendasikan jenis cairan kristaloid untuk resusitasi awal
pasien COVID-19
c. Pencegahan dan manajemen infeksi: pemberian antiorganisme
(antibiotik dan antijamur) yang dini dan sesuai dengan peta kuman
rumah sakit sangat dianjurkan pada pasien sepsis yang diduga kuat
oleh karena ko-infeksi bakteri/jamur, pemilihan antibiotik
disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi dan faktor risiko
yang ada pada pasien.
d. Direkomendasikan pemberian nutrisi dini (24– 48 jam). Pemberian
nutrisi rute oral dan enteral lebih direkomendasikan dibandingkan
akses nasogastric atau jejunal. Pemberian nutrisi dapat dimulai
dengan trophic enteral nutrition (10 Kkal/kgbb per 24 jam) dan
dinaikkan bertahap sampai 25- 30Kkal/kgBB pada hari ke 5 -7.
Protein diberikan 1,3 g/kgBB/24 jam.
22

e. Terapi supportif lain seperti:


1) Vitamin : vitamin C dosis 200-400 mg tiap 8 jam,
vitamin B1/thiamin 100 – 200 mg /24 jam/intravena,
vitamin D 400 IU-1000 IU/hari
2) pertimbangkan terapi tambahan yang lain jika terapi
standar yang sudah diberika memberikan respons
yang kurang baik: metilprednisolon dosis tinggi,
plasma konvalesen, intravenous Immunoglobulin
(IVIG)
3) Pengobatan penyakit penyerta, support dsifungsi
organ lain dan manajemen terhadap komplikasi yang
ada.
f. Tatalaksana oksigenasi
Terapi utama dari CARDS sampai saat ini yaitu untuk
menanggulangi hipoksemia akut. Manajemen ini berhubungan erat
dengan manajemen jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
Manajemen jalan napas bisa dilaksanakan baik invasif ataupun non-
invasif. Non-invasive dapat menggunakan terapi oksigen
konvensional (non rebreathing mask/ NRBM), high flow nasal
cannula (HFNC) dan non-invasive positive- pressure ventilation
(NIPPV). NIPPV biasanya menngunakan ventilator dengan mode
continuous positive airway pressure (CPAP). Untuk yang invasif,
dilakukan intubasi endotrakeal dengan bantuan ventilasi mekanik.
23

ALUR PENENTUAN ALAT BANTU NAFAS MEKANIK (Kementrian


kesehatan republik Indonesia, 2021)
Pasien terkonfirmasi COVID 19

Ganggun jalan Sesak nafas Hipoksemia:SpO2<93% (FiO2 21%),


nafas PaO2/FiO2 <300mmHg

 Apakah kondisi sedang memburuk progresif ? O2 NC s/d NRM 15 lpm


Tidak (target SpO2 92-96%)
 Apakah diyakini akan memburuk ?
Titrasi dan evaluasi/jam

Ya Spo2 < 92%

 Kompos mentis, komunikasi lancar dan HFNC flow 30-60 lpm atau NIV
 RR, 30x/mnt dan Ya FiO2 40-100% dan posisi
 SpO2 > 90% dan telungkup
 Tidak syok Titrasi dan evaluasi tiap jam

Evaluasi, apakah:
 Penurunan kesadaran, atau
 RR > 30x/menit atau
Lanjutkan HFNC/NIV  SpO2 <92% (<95% bila ada
Evaluasi/2 jam komorbid) atau
 Peningkatan otot bantu nafas
atau
 Nadi > 120x/menit
Tidak
 ROX index < 3,85 (pada HFNC)
Ya

Intubasi- ventilator

 PaO2/fiO2 <60mmHg selama > 6 jam Pertimbangkan ECMO bila


 PaO2/fiO2 <50mmHg selama > 3jam tidak ada kontraindikasi dan
 Ph <7,2 dan PaCo2>80mmHg > 6jam faskes memadai

24

11. Komplikasi (Kordzadeh-Kermani, Khalili, & Karimzadeh, 2020)


a. Syok sepsis, didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana
abnormalitas sirkulasi dan selular/ metabolik yang terjadi dapat
menyebabkan kematian secara signifikan. Kriteria klinis untuk
mengidentifikasi septik syok adalah adanya sepsis dengan hipotensi
persisten yang membutuhkan vasopressor untuk menjaga mean
arterial pressure (MAP) ≥ 65 mmHg, dengan kadar laktat ≥ 2
mmol/L walaupun telah diberikan resusitasi cairan yang adekuat.
b. Dissaminated Intravascular Coagulation (DIC), suatu sindrom yang
ditandai dengan terjadinya aktivasi jalur koagulasi sistemik yang
menyebabkan peningkatan aktivitas platelet, faktor koagulasi, serta
deposisi fibrin intravaskular. Keadaan ini akan menghasilkan
trombus mikrovaskular yang dapat berakhir pada iskemik jaringan
dan kegagalan multiorgan
c. Multi Organ Disfungtion Syndrome (MODS), didefinisikan sebagai
adanya penurunan fungsi organ pada pasien dengan penyakit akut
yang menyebabkan ketidakmampuan untuk mempertahankan
homeostasis tanpa intervensi, biasanya melibatkan dua atau lebih
sistem organ

12. Proses penularan COVID 19 (Navas-Blanco & Dudaryk, 2020)


Pengendalian lingkungan sangat penting untuk dipertimbangkan dalam
pendekatan awal untuk pasien pneumonia COVID-19. Kewaspadaan telah
dianjurkan oleh banyak organisasi. Organisasi Kesehatan Dunia dan
Lembaga Perawatan Intensif Australia dan Selandia Baru
merekomendasikan tindakan pencegahan yang ditularkan melalui udara
ketika prosedur aerosol generasi diharapkan pada pasien COVID-19,
termasuk: ventilasi masker wajah, ventilasi non-invasif, intubasi
endotrakeal, penyedotan saluran napas terbuka, obat-obatan aerosol,
bronkoskopi, pemutusan pasien dari ventilator dan resusitasi
kardiopulmoner. Meskipun risiko kontaminasi tinggi selama prosedur ini,
25

bukti saat ini menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri secara
cermat efektif untuk mencegah infeksi di antara petugas kesehatan.

B. KONSEP PRONE POSITIONING (Bamford et al., 2019)


Prone postion atau posisi telungkup/tengkurap merupaka salah satu
management non invasif pada pasien dengan COVID 19 yang mengalami
gangguan ventilasi spontan.
1. Indikasi prone position adalah:
a. ARDS sedabf hingga berat dengan ratio PaO2 : FiO2 < 150
mmHg dengan FiO2 > 60%
b. Awal perjalanan penyakit (ideal < 48 jam) dan setelah 12-24
jam terpasang ventilasi mekanis untuk mendapatkan hasil yang
optimal
c. Volume tidal 6ml/kg BB dan tidak ada fighting
2. Kontraindikasi prone postioning
a. Absolute
 Ketidakstabilan tulang belakang
 Pasca operasi dada / trauma jantung
 24 jam pasca bedah jantung
 Terpasang kanulasi sentral untuk ECMO (Extra-
corporeal membrane oxygenation)
b. Relatif
 Multiple trauma: fraktur panggul atau dada dengan alat
fiksasi di panggul
 Fraktur wajah
 Cedera kepala berat dengan peningkatan TIK
 Kejang
 Peningkatan tekanan intra okuler
 Trakeostomi < 24 jam
 Ketidak stabilan kardiovaskuler
26

 Obesitas
 Kehamilan pada trismester 2 dan 3

C. KONSEP HIGH FLOW NASAL CANULLA (HFNC) (Indonesia, 2021)


1. Definisi
alat pengantaran oksigen dengan sistem pencampuran udara dan
oksigen disertai dengan pemanasan dan pengatur kelembaban,
diantarkan melalui kanula hidung dengan arus tinggi mencapai 60 liter
per menit (lpm)
2. Manfaat pemakaian HFNC : penurunan frekuensi pernapasan,
perbaikan oksigenasi dengan parameter PO2 atau SpO2, penurunan
penggunaan otot bantu pernapasan, kenyamanan pasien, penurunan
kebutuhan intubasi dan mortalitas.
3. Indikasi pemakaian HFNC:
a. Gagal napas akut hipoksemik dengan rasio PaO2:FiO2 <300
mmHg
b. kondisi distres pernapasan yang berat dan target SpO2 ≥ 90%
tidak tercapai dengan pemberian terapi suplementasi oksigen
yang standar (penggunaan sungkup wajah dengan kadar oksigen
10–15 lpm)
c. pasien paliatif,
d. pasien yang menjalani instrumentasi jalan napas seperti intubasi
e. pasien pasca operasi jantung atau abdomen
f. pasien gagal napas pasca ekstubasi
4. pemantahuan HFNC
Salah satu hal yang penting dari penggunaan HFNC adalah deteksi
dini kegagalan terapi oksigen HFNC yang menyebabkan keterlambatan
intubasi endotrakeal yang dapat berhubungan dengan prognosis yang
buruk. Beberapa parameter klinis yang secara signifikan menjadi faktor
prognostik kegagalan KHAT sehingga perlu dilakukan pemantauan,
antara lain frekuensi napas, SaO2, SpO2, analisis gas darah, serta
27

indeks ROX (rasio SpO2/FiO2 terhadap frekuensi napas). Selain itu


kondisi henti napas, hipoksemia persisten, asidosis respiratorik,
perburukan pernapasan, kongesti bronkial dan ketidakstabilan
hemodinamik juga merupakan parameter kegagalan terapi oksigen
HFNC. Salah satu metode pemantauan penggunaan HFNC lainnya
pada gagal napas akut hipoksemik adalah indeks ROX. Indeks ROX
dapat membantu klinisi untuk memprediksi kegagalan penggunaan
HFNC. Nilai indeks ROX <2.85, <3.47 dan <3.85 pada 2, 6 dan 12 jam
pertama penggunaan HFNC merupakan prediktor kegagalan HFNC.
28

D. ASUHAN KEPERAWATAN
Tabel 2.1. Diagnosis Keperawatan Gejala Ringan -Sedang

Diagnosis Intervensi keperawatan


No Kriteria hasil
keperawatan
1 Bersihan jalan Dalam 24 jam, Management jalan nafas
nafas tidak efektif bersihan jalan  Monitor pola nafas

berhubungan nafas meningkat R/ proses terjadinya hipoksia melalui tanda


dengan kroteria p[eningkatan frekuensi, kedalaman dan usaha
dengan
hasil: batuk efektif nafas
hipersekresi jalan
meningkat,  Monitor sekret( jumlah, warna, bau, konsistensi)
nafas, proses
sputum menurun, R/ tanda infeksi berupa sekret keruh dan berbau,
infeksi
wheezing sekret kental dapat meningkatkan hipoksemia
menurun dan dapat menandakan dehidrasi
 Monitor kemmapuan batuk efektif
R/ untuk menilai kemampuan mengeluarkan
sekret dan mempertahankan jalan nafas tetap
paten
 Posisikan semi fowler/ fowler
R/ untuk meningkatkan ekskursi diafragma dan
emsoansi paru
 Berikan meinum hangat
R/ untuk memberikan efek ekspektorasi pada
jalan nafas
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
R/ untuk mengeluarkan sekret jika batuk tidak
efektif
 Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika tidak
ada kontraindikasi
R/untuk meningkatkan aktivitas silia
mengeluarkan sekret dan kondisi dehidrasi dapat
meninfkatkan viskositas sekret
 Ajarakn tehnik batuk efektif
29

R/ untuk memfasilitasi pengeluaran sekret


 Kolaborasi bronkhodilator dan atau mukolitik
jika perlu
Managemen isolasi
 Tempatkan satu pasien satu kamar
R/menurunkan resiko infeksi silang
 Sediakan seluruh kebutuhan harian dan
pemeriksaan sederhana dikamar pasien
R/untukmeminimalkan mobilisasi pasien
 Dekontaminasi alat-alat kesehatan sesegera
mungkin setelah digunakan
R/ menghilangkan virus yang mungkin
menempel pada permukaan alat kesehatan
 Lakukan kebersihan tangan pada 5 moment
R/untuk menurunkan transmisi virus
 Pasang alat proteksi diri sesuai SPO (mis. sarung
tangan, masker N95, gown coverall, apron)
R/untuk memutuskan transmisi virus kepada staf
 Lepaskan alat proteksi diri segera setelah kontak
dengan pasien
R/untuk meminimalkan peluang terjadinya
transmisi virus kepada staf
 Minimalkan kontak dengan pasien, sesuai
kebutuhan
R/ untuk menurunkan transmisi virus kepada staf
yang merawat pasien
 Anjurkan isolasi mandiri di rumah selama 14 hari
(pada pasien tanpa gejala dan dengan gejala
ringan) atau isolasi di RS Darurat Covid (pada
pasien gejala sedang), atau isolasi di RS Rujukan
(pada pasien gejala berat/kritis).
2 Gangguan Dalam 2-4 jam, Terapi oksigen
pertukaran gas pertukaran gas  Monitor bunyi napas
30

berhubungan meningkat dengan R/ untuk mengetahui penyempitan jalan napas,


dengan perubahan kriteria hasil: RR dan /atau ronkhi basah akibat adanya
membran alveolus- 12-20x/menit, penumpukan cairan di interstisial atau alveolus
kapiler SpO2≥ 90%, paru.
PaO2 > 80 mmHg,  Monitor kecepatan aliran oksigen
PaCO2 35-45 R/ untuk memastikan ketepatan dosis
mmHg, pH 7,35- pemberian oksigen
7,45, ronkhi  Monitor integritas mukosa hidung akibat
,menurun pemasangan oksigen
R/ untuk mengidentifikasi terjadinya iritasi
mukosa akibat aliran oksigen
 Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
oksimetri, AGD)
R/ karena SpO2 ↓, PO2 ↓ & PCO2 ↑dapat
terjadi akibat peningkatan sekresi paru dan
keletihan respirasi
 Monitor rontgen dada
R/ untuk melihat adanya peningkatan densitas
pada area paru yang menunjukkan terjadinya
pneumonia
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
R/untuk menghilangkan obstruksi pada jalan
napas dan meningkatkan ventilasi
 Berikan oksigen
R/ untuk mempertahankan oksigenasi adekuat.
Dimulai 5 L/menit dengan target SpO2 ≥90%
pada pasien tidak hamil & ≥92-95% pada
pasien hamil
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai seperti
high flow nasal canulla (HFNC) atau
noninvasive mechanical ventilation (NIV) pada
pasien ARDS atau efusi paru luas
31

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemberian


oksigen untuk meningkatkan keterlibatan dan
kekooperatifan pasien terhadap terapi oksigen
 Kolaborasi penentuan dosis oksigen
R/ untuk memperjelas pemberian terapi
oksigen sesuai kondisi dan kebutuhan pasien

3 Ansietas Dalam 24 jam Reduksi ansietas


berhubungan tingkat ansietas  Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan
dengan krisis menurun dengan nonverbal).
situasional, kriteria hasil: R/ Covid dapat berkembang menjadi kondisi
ancaman terhadap perasaan bingung mengancam jiwa yang mengakibatkan
kematian menurun, kecemasan dan berdampak pada frekuensi dan
perasaan kuatir kedalaman napas sehingga dapat
menurun, gelisah mempengaruhi AGD
menurun, tegang  Temani pasien untuk mengurangi kecemasan,
menurun jika memungkinkan
R/ untuk meningkatkan dukungan keluarga dan
memberikan keamanan/kenyamanan
 Dengarkan dengan penuh perhatian
R/ untuk mendorong keterbukaan dan perasaan
diperhatikan
 Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
R/ meningkatkan stabilitas perasaan pasien
 Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami.
R/ Informasi yang adekuat dapat menurunkan
kecemasan akibat ketidaktahuan
 Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi
R/ untuk memberikan kejelasan persepsi dan
perasaan serta meningkatkan koping
32

 Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri


yang tepat
R/ untuk meningkatkan rasa pengendalian
(sense of control) dan mekanisme koping
 Latih teknik relaksasi
R/ untuk menurunkan stres dan ketegangan

Tabel 2.2. Covid 19 Gejala Berat-Kritis

No Diagnosis Intervensi keperawatan


Kriteria hasil
keperawatan
1 Gangguan Dalam 24-48 jam Dukungan ventilasi
ventilasi spontan ventilasi spontan  Identifikasi adanya kelelahan otot bantu nafas

berhubungan ,meningkat R/ kelelahan otot bantu nafas dapat


dengan kriteria menurunkan kemampuan batuk efektif dan
dengan gangguan
hasil: volume tidal proteksi jalan napas
metabolisme,
meningkat,  Monitor status respirasi dan oksigenasi (mis.
kelemahan/
dispnea menurun, RR dan kedalaman, penggunaan otot bantu,
keletihan otot
PaO2 > 80 mmHg, bunyi napas tambahan, saturasi oksigen)
pernafasan PaCO2 35-45 R/untuk menilai status oksigenasi
mmHg, gelisah  Monitor adanya aritmia
menurun R/ aritmia dapat terjadi akibat hipoksemia,
pelepasan katekolamin, dan asidosis.
 Pertahankan kepatenan jalan napas
R/ untuk menjamin ventilasi adekuat
 Berikan posisi semi Fowler atau Fowler
R/ untuk meningkatkan ekskursi diafragma dan
ekspansi paru
 Berikan posisi pronasi (tengkurap) pada pasien
sadar dengan gangguan paru difus bilateral
R/ untuk mengoptimalkan perfusi pada anterior
paru yang biasanya gangguannya lebih minimal
dibandingkan posterior
33

 Gunakan bag-valve mask, jika perlu


R/ untuk memperbaiki ventilasi dengan
memberikan napas buatan pada pasien yang
tidak mampu napas spontan
 Kolaborasi tindakan intubasi dan ventilasi
mekanik, jika perlu
untuk mempertahankan ventilasi dan
oksigenasi adekuat serta mencegah kondisi
mengancam nyawa

2 Resiko syok Dalam 8 jam Pencegahan syok


berhubungan tingkat syok  Monitor status kardiopulmoner ( nadi, RR, TD,

dengan hiposia, menurun dengan MAP)


kriteria output R/ untuk mengidentifikasi penurunan volume
sepsis, sindrom
urine > 0,5 sistemik
respons inflamasi
ml/kg/jam, akral  Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
sistemik
hangat, pucat AGD)
menurun, TDS R/ untuk mendeteksi perubahan oksigenasi dan
>90mmHg, MAP gangguan asam-basa
≥ 65mmHg, CVP  Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
2-12 mmHg turgor kulit, CRT)
R/ untuk mengetahui keadekuatan volume
cairan sistemik dan kebutuhan cairan
 Monitor tingkat kesadaran
R/ untuk mendeteksi tanda awal hipoksia
serebral
 Berikan oksigen
R/ untuk mempertahankan saturasi oksigen
>90%
 Pasang jalur IV sebagai akses
R/ untuk mengoreksi atau mencegah defisit
cairan
 Pasang kateter urine, jika perlu
34

R/ untuk menilai perfusi ginjal dan produksi


urine
 Batasi resusitasi cairan terutama pada pasien
edema paru
R/ karena resusitasi agresif dapat memperburuk
oksigenasi
 Kolaborasi pemberian kristaloid 30 mL/kg BB
jika terjadi syok
R/ untuk mengoptimalkan perfusi jaringan dan
mengoreksi defisit cairan
 Kolaborasi pemberian antibiotik dalam waktu 1
jam jika sepsis dicurigai infeksi bakteri

3 Gangguan sirkulasi Dalam 30 menit Code management


spontan sirkulasi spontan  Panggil bantuan jika pasien tidak sadar dan
berhubungan meningkat dengan aktifkan code blue
dengan penurunan kriteria hasil:  Pastikan nadi tidak teraba dan napas tidak
fungsi ventrikel tingkat kesadaran ada
meningkat, HR  Lakukan resusitasi jantung paru, jika perlu
60-100 x/menit,  Pastikan jalan napas terbuka dan berikan
TDS >90 mmHg, bantuan napas, jika perlu
ETCO2 35-  Pasang monitor jantung
45mmHg, EKG  Minimalkan interupsi pada saat kompresi
normal dan defibrilasi
 Pasang akses vena, jika perlu
 Siapkan intubasi, jika perlu
 Akhiri tindakan jika ada tanda-tanda
sirkulasi spontan (mis. nadi karotis teraba,
kesadaran pulih)
 Kolaborasi pemberian defibrilasi, jika perlu
 Kolaborasi pemberian epinefrin atau
adrenalin, jika perlu
 Kolaborasi pemberian amiodaron, jika perlu
35

 Lakukan perawatan post cardiac arrest


36
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Seorang laki laki atas nama Tn S usia 35 th dirawat di ruang ICU dengan
keluhan saat masuk demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit, batuk,
pilek, sesak nafas, mual dan muntah serta tidak mencium aroma. Pasien
sudah dilakukan swab PCR hasil positif dengan CT 14,97. Pasien
dianjurkan untuk dirawat diruang perawatan dengan menggunakan O2 3lpm
dengan nasal kanul. Hasil penunjang D dimer 1517 mendapatkan therapi
heparin 10.000 unit/ 24 jam pasien batuk berdahak slim merah kemudian
heparin stop. Kemudian setelah 2 hari ruang perawatan biasa pasien
mengeluh sesak RR 30x/mnt saturasi 89% posisi fowler oksigen dinaikan
menjadi 15lpm dengan non rebreathing mask, saturasi naik menjadi 93%
dan pasien dipindahkan ke ruang ICU untuk dilakukan monitoring secara
ketat pro HFNC.
Pengkajian di ICU didapatkan data keadaan pasien composmentis. GCS
(E4V6M5). Wajah terlihat tegang, gelisah, lemas, sesak nafas. Pernafasan
cuping hidung, bentuk dada simetri, irama nafas teratur, pola nafas dipsnea,
terdapat otot bantu pernafasan , pasien merasa bingung terhadap kondisinya,
saat tidur pasien mengingau, tidur sering terbangun karena sesak, akral
dingin CRT < 3 detik, suara nafas terdengar ronkhi, bunyi jantung 1 dan 2
normal, tidak ada suara mur mur dan gallop, pasien dengan posisi prone,
terpasang oksigen 15 lpm NRM,saturasi 89%, TD 140/80 mmHg MAP
98mmHg, HR 118x/mnt, RR 32 x/mnt suhu 37°c.prone position bertahan
1jam dan saturasi naik sampai dengan 94%. Kemudian pasien dilakukan
pemasangan HFNC flow 50 lpm FiO2 80% temperatur 34 °c. 1 jam setelah
dilakukan pemasangan HFNC TD 123/81mmHg, HR 100x/mnt RR
20x/mnt saturasi 97%, pasien merasa lebih enak sesak berkurang dengan
posisi semi fowler. Di ruang ICU pasien mendapatkan heparin 5000 unit/
24 jam.pasien mendapatkan intake nutrisi enteral entramik 3x200 ml dan

37
38

peptisol 3x200 ml, 1 ml@ 1 kkal jadi total kalori 1200 kkal, target 25 kal
/kg =2250 kal.
Pemeriksaan penunjang : Hb: 15,5 g/dl, Ht 44,8%, trombosit 201.000,
lekosit 9.700, hs CRP 173,9, AGD: Ph: 7,40, PO2 63,3 PCO2 24,9 HCO3
15,4 BE;-7,3 SO2: 92,4%, D dimer 1,565. Hasil foto thorax: konsolidasi
heterogen asimetris di kedua paru terutama perifer, sugestif viral pneumonia
Therapi yang diberikan: heparin 500 unit/24 jam, meropenem 3x1,5 gr
(iv) larce 2x1 gr (iv), remdac 1x100mg, esola 1x40mg (iv), lameson
2x62,5mg (iv), tarontal 600 mg/24 jam. Obat per oral: zinc 2x20mg, prove
D3 2x1000iu, vectrin 3x 300mg, nutriflam neo 3x1 kap, , recolfar 2x0,5
mg, zitrax 1x500mg.

B. ANALISA DATA
Tabel 3.1. Analisa Data
Data fokus Etiologi Masalah keperawatan
Data subyektif: Perubahan Kategori: fisiologis
Pasien mengatakan membran alveolus- Subkategori: respirasi
sesak kapiler (D.0003) Gangguan
Data obyektif: pertukaran gas
 Ph:7,40
 PO2: 63,3 →gganguan pertukaran
 PCO2: 24,9 gas b.d perubahan

 Suara nafas membran alveolus kapiler

ronkhi dibuktikan dengan pH:

 Nafas cuping 7.40 PO2: 63,3 PCO2 24,9

hidung
 Pasien gelisah
Data subyektif Kelemahan otot Kategori:fisiologis
Pasien mengatakan pernafasan Subkategori:sirkulasi
sesak
39

Data fokus Etiologi Masalah keperawatan


Data obyektif: D.0004 gangguan ventilasi
 Terdapat otot spontan
bantu →gangguan ventilasi
pernafasan spontan berhubungan
 Pernafasan dengan kelemahan otot
cuping hidung pernafasan yang
 RR 30x/mnt dibuktikan dengan

 Pola nafas cepat menggunaakan otot bantu

dangkal pernafasan, pola nafas

 PO2 63,3 cepat dangkal

 Saturasi 89%
 Pasien gelisah
Data subyektif: Krisis situasional Kategori: psikologis
Pasien mengatakan Sub ketgopri:integritas ego
merasa bingung D.0080 Ansietas
Data obyektif: →ansietas berhubungan
 Tampak gelisah dengan krisis situasional
 Wajah tegang yang dibuktikan dengan
 HR 115x/mnt pasien gelisah, wajah

 RR 30x/mnt tegang

 Tidur sebentar
sebentar dan
tidak merasa
pulas

C. DIAGNOSIS KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran
alveolus-kapiler yang dibuktikan dengan
Data subyektif: pasien mengatakan sesak
40

Data obyektif: Ph:7,40, PO2: 63,3, PCO2: 24,9, Suara nafas ronkhi,
Nafas cuping hidung, Pasien gelisah
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan yang dibuktikan dengan
Data subyektif : pasien mengeluh sesak
Data obyektif: menggunakan otot bantu pernafasan, Pernafasan
cuping hidung, RR 30x/mnt, Pola nafas cepat dangkal, PO2 63,3,
Saturasi 89%, pasien gelisah
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional yang dibuktikan
dengan
Data subyektif: pasien mengatakan bingung
data obyektif: tampak gelisah, wajah tegang, HR 115x/mnt, RR
30x/mnt, tidur sebentar sebentar dan tidak merasa pulas

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tabel 3.2. Intervensi Keperawatan


Diagnosis intervensi
kriteria hasil
keperawatan keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan Terapi oksigen (I.01026)
pertukaran gas tindakan keperawatan Obeservasi:
berhubungan selama 2-4 jam  monitor bunyi nafas
dengan Perubahan pertuaran gas  monitor kecepatan aliran oksigen
membran alveolus- meningkat dengan  monitor integritas mukosa
kapiler yang kriteria hasil hidung akibat pemasangan
dibuktikan dengan  RR 12-20 oksigen
Data subyektif: kali/menit,  monitor efektifitas terapi oksigen
pasien mengatakan  SpO2 ≥90%, Terapeutik
sesak  PaO2 >80 mmHg  bersihkan sekret pada mulut dan
Data obyektif: hidung, jika perlu
Ph:7,40, PO2: 63,3,
41

Diagnosis intervensi
kriteria hasil
keperawatan keperawatan
PCO2: 24,9, Suara  PaCO2 35-45  berikan oksigen
nafas ronkhi, Nafas mmHg,  gunakan perangkat oksigen
cuping hidung,  pH 7.35-7.45, dengan HFNC
Pasien gelisah  ronkhi menurun. edukasi
 jelaskan tujuan dan prosedur
penggunaan oksigen
kolaborasi
 kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Gangguan ventilasi Setelah dilakukan I.01002 dukungan ventilasi
spontan tindakan keperawatan Observasi
berhubungan selama 24-48 jam  Monitor status respirasi dan
dengan kelemahan maka ventilasi oksigenasi (mis. RR dan
otot pernafasan spontan meningkat kedalaman, penggunaan otot
yang dibuktikan dengan kriteria: bantu, bunyi napas tambahan,
dengan  Penggunaan otot saturasi oksigen)
Data subyektif : bantu nafas  Monitor adanya aritmia
pasien mengeluh tambahan  Identifikasi adanya kelelahan
sesak menurun otot bantu nafas
Data obyektif:  dispnea menurun  Identifikasi efek perubahan
menggunakan otot  PaO2 >80 mmHg, posisi terhadap status pernafasan
bantu pernafasan,  PaCO2 35-45 Terapeutika
Pernafasan cuping mmHg  Pertahankan kepatenan jalan
hidung, RR  gelisah menurun napas
30x/mnt, Pola  Berikan posisi semi Fowler
nafas cepat atau Fowler
dangkal, PO2 63,3,
 Berikan posisi pronasi
(tengkurap) pada pasien sadar
42

Diagnosis intervensi
kriteria hasil
keperawatan keperawatan
Saturasi 89%, dengan gangguan paru difus
pasien gelisah bilateral
Edukasi
 Ajarkan melakukan tehnik
relaksasi nafas dalam
Kolaborasi
 Kolaborasi tindakan intubasi dan
ventilasi mekanik, jika perlu
3. Ansietas Setelah dilakukan I.09314 reduksi ansietas
berhubungan tindakan keperawatan Observasi
dengan krisis selama 24 jam,  Monitor tanda-tanda ansietas
situasional yang tingkat ansietas (verbal dan nonverbal).
dibuktikan dengan menurun dengan Terapeutik
Data subyektif: kriteria:  Temani pasien untuk
pasien mengatakan  Perasaan bingung mengurangi kecemasan, jika
bingung menurun memungkinkan
data obyektif:  gelisah menurun  Dengarkan dengan penuh
tampak gelisah,  tegang menurun perhatian
wajah tegang, HR  gangguan tidur  Gunakan pendekatan yang
115x/mnt, RR menurun tenang dan meyakinkan
30x/mnt, tidur  HR 60 sd Edukasi
sebentar sebentar 100x/mnt  Jelaskan prosedur, termasuk
dan tidak merasa  RR 10-25x/mnt sensasi yang mungkin dialami
pulas  Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi
43

Diagnosis intervensi
kriteria hasil
keperawatan keperawatan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tabel 3.3. Implementasi dan Evaluasi

no dx tanggal/jam Implementasi Evaluasi Paraf

1,2,3 8 juli 2021 Melakukan assessment S; pasien mengatakan sesak


08.00 kepasien: berkurang, perasaan sudah
R/ kesadaran compos lebih tenang
mentis, suara nafas O:
terdengar ronkhi, TD  Kesadaran
106/66 mmHg, MAP composmentis
83, HR 79x/mnt RR  Gelisah menurun
28x/mnt cepat dangkal,  Wajah tampak relaks
posisi duduk, terdapat  Terpasang HFNC dg
retraksi dada dan cuping flow 50lpm,Fio2 80% Eka puji
hidung, SPO2 93%,  ROX indek 1 jam
suhu 37°c, pasien setelah HFNC 4,7
gelisah tampak sering  Posisi prone bertahan
miring kanan dan kiri 30 menit
serta membuka selimut,
 TD 117/79mmHg MAP
akarl dingin
95
2 08.30 Menjelaskan manfaat
 HR 95x/mnt, RR
posisi tengkurep,
25x/mnt
menganjurkan, dan
 Spo2 95%.
mendampingi pasien
 Retraksi dada berkurang
saat posisi telungkup/
posisi pasien semi
tengkurep
 Suara nafas terdengar
R/ pasien mengerti dan
ronkhi
mau melakukan posisi
telungkup bertahan A:
selama 30 menit, saat  Gangguan pertukaran
posisi telungkup HR masih terjadi
44

no dx tanggal/jam Implementasi Evaluasi Paraf

80x/mnt RR 25x/mnt  Gangguan ventilasi


Spo2 96% spontan masih terjadi
1,3 09.00 Menjelaskan pasien  Ansietas teratasi
rencana pemeriksaan P:
 Monitor pernafasan
darah untuk periksa
pasien
analisa gas darah
 Motivasi untuk
dengan bahan darah prone position lebih
arteri, tujuan sering
pemeriksaan tersebut  Monitor ROX
R/ pasien mengerti dan indeks pada 4 dan
bersedia untuk diambil 12 jam setelah
darah arteri HFNC
3 09.15 Mengajarkan pasien
untuk relaksasi nafas
dalam
R/ pasien mengerti dan
mau melaksanakan
nafas dalam tapi hanya
sebentar karena merasa
tidak nyaman dan masih
sesak, wajah terlihat
tegang dan gelisah RR
38x/mnt, SPO2 90% HR
109x/mnt
2 09,20 Melakukan kolaborasi
dengan medik untuk
pemasangan HFNC
R/ setiing HFNC flow
50 lpm, FiO2 80%
temperatur 34°c
2,3 09.30 Menjelaskan ke pasien
tentang pemasangan alat
bantu untuk
memberikan oksigen
tinggi dengan tekanan
melalui alat HFNC
45

no dx tanggal/jam Implementasi Evaluasi Paraf

R/ pasien mengerti dan


bersedia dipasang
HFNC
1,2 10.30 Melakukan asessment
ke pasien
R/ kesadaran
komposmentis,
terpasanh HFNC dg
flow 50lpm dan FiO2
80% TD 117/79mmHg
MAP 95 HR 95x/mnt,
RR 25x/mnt, Spo2 95%.
Retraksi dada berkurang
posisi pasien semi
fowler, pasien mulai
tenang, ROX indek 4,7
1,3 11.00 Mengevaluasi keadaan
pasien setelah dengan
HFNC
R/ pasien mengatakan
saat ini sudah lebih
enak, sesak berkurang,
perasaan lebih tenang
BAB IV

PEMBAHASAN

A. LITERATUR REVIEW

Tabel 4.1. Literatur Review

No Judul Peneliti Sampel Sumber Kesimpulan

1 Prone Laveena Penelitian PUBMED Penelitian yang


Position for Munshi 1 , dilakukan menggunakan tehnik
Acute Lorenzo Del pada 2129 tinjauan sistematis dan
Respiratory Sorbo, 2017 pasien meta-analisis
Distress ARDS yang mengumpulkan hasil dari
Syndrome dilakukan delapan uji coba acak yang
dengan dilakukan selama 12 tahun
prone Hasil →mengurangi angka
position kematian pada pasien
ARDS sedang berat dengan
melakukan posisi tengkurap
diterapkan selama 12 jam
atau lebih per hari

46
47

No Judul Peneliti Sampel Sumber Kesimpulan

2 Prone Kevin Venus Penelitian PUBMED Penelitan yang


positioning MD, dilakukan menggunakan studi cross-
for patients Laveena pada 56 sectional kecil yang
with hypoxic Munshi MD pasien melibatkan 56 peserta
respiratory MSc, ARDS dengan COVID19
failure Michael covid yang Hasil → menunjukkan
related to Fralick MD dilakukan bahwa posisi tengkurap
COVID-19 PhD, 2020 dengan yang
prone dilakukan pada 84% peserta
position dan meningkatkan
oksigenasi secara signifikan
yang mana 25% peserta
merespons
menunjukkan peningkatan
yang terus-menerus
3 An index Oriol Roca Penelitian PUBMED Penelitian dengan
combining 1,2 , Berta dilakukan menggunakan studi kohort
respiratory Caralt, 2018 pada 157 observasional prospektif
rate and pasien multisenter yang dilakukan
oxygenation dengan selama 2 th dengan
to predict pneumonia melakukan monitoring hasil
outcome of dan penilaian indeks ROX pada
nasal high dilakukan jam 1, 6 dan 12 jam setelah
flow therapy pemasangan pemasangan HFNC, dengan
HFNC tingkat keberhasilan yang
tinggi bila indeks ROX 4,88
pada 12 jam dan < 3,85
menunjukan angka
kegagalan HFNC dan pasien
48

No Judul Peneliti Sampel Sumber Kesimpulan

segera memerlukan tindakan


intubasi dan pemasangan
ventilator
Hasil → menunjukan 21
pasien berada di zona grey
yaitu dengan indeks ROX
3,85 sd 4,88 dan dilakukan
penilaian kembali pada 1
atau 2 jam kemudian dan
terdapat dari 7 pasien dari
21 pasien memerlukan
tindakan intubasi

4 A Rationale Dante A. Penelitian PUBMED Penelitian yang dilakukan


for Use of Suffredini, dilakukan dengan studi observasional
High Flow MD 1 , and pada 57 Hasil →menunjukan
Nasal Michael G. pasien peningkatan PF ratio pasien
Cannula for Allison, MD, dengan pada ARDS berat dari 180
Select 2020 ARDS berat menjadi 285 dan
Patients pada covid menghindari intubasi
With 19 yang
Suspected dilakukan
or pemasangan
Confirmed HFNC
Severe kombinasi
Acute dengan
Respiratory prone
Syndrome position
Coronavirus-
2 Infection
49

B. HASIL PENINJAUAN
Prone position pada pasien COVID 19 untuk mengatasi gangguan
ventilasi
Prone positioning saat ini sangat ramai dibicarakan karena bisa
digunakan pasien covid yang mengalami sesak nafas. Dalam seminggu ini
terutama di Jabodetabek mengalami kelangkaan oksigen, oleh karena itu
dengan posisi prone bisa membantu pasien meningkatkan ventilasi yang
mempunyai dampak terhadap peningkatan saturasi perifer. Prone
pisitioning merupakan strategi untuk meningkatkan oksigenasi dan
rekrutmen paru-paru pada gagal napas akut (Munshi et al., 2017). Hal itu
terjadi karena dengan prone positioning pada ARDS tipikal dapat
mengurangi ketidak sesuaian ventilasi/perfusi, hipoksemia, dan shunting.
Prone positioning menurunkan gradien tekanan pleura antara daerah paru
dependen dan nondependen sebagai akibat dari efek gravitasi dan
pencocokan bentuk konformasi paru dengan rongga dada. Hal ini diyakini
untuk menghasilkan aerasi paru yang lebih homogen dan distribusi
regangan, sehingga meningkatkan perekrutan unit paru-paru dorsal
(Koeckerling et al., 2020). Setelah dilakukan prone position ini, secara
klinis pasien akan menunjukkan peningkatan status respirasi dan kadar
saturasi oksigen (Neville, Vanzillotta, & Quintão, 2020). Peningkatan status
oksigenasi menjadi >95% dan penurunan kejadian intubasi sehingga
mampu meningkatkan angka kelangsungan hidup (Guérin et al., 2020).
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka prone positioning dapat
dilakukan selama 12 – 16 jam sehari dapat sudah terbukti mengurangi angka
kematian selama 28 hari (Koeckerling et al., 2020).

HFNC alat bantu meningkatkan pertukaran gas pada pasien covid 19


Penambahan kasus baru pasien covid saat ini meningkat drastis yang
mana banyak pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi sesak berat dan
sangat memerlukan perawatan di ruang kritis yang memerlukan ventilator,
tetapi ketersediaan ruang intensif dan ventilator belum mencukupi sehingga
50

pemakaian ventilator digunakan pada pasien yang mengalami ARDS kritis


(Ferrando et al., 2020). Untuk mengatasi kekurangan fasilitas tersebut
adalah dengan menggunakan alat bantu nafas non infasif atau yang dikenal
dengan High Flow Nasal Canulla (HFNC). HFNC memberikan oksigen
dengan tekanan ekspirasi akhir positif yang telah dilembapkan dan
dihangatkan sebelum melalui nasofaring sehingga dapat menurunkan kerja
metabolisme (Lee et al., 2020).
Prinsip terapi oksigen dengan HFNC didasarkan pada sebuah alat yang
mampu memberikan kebutuhan oksigen yang hangat dan lembab pada
aliran yang tinggi melalui nasal kanul. Kanul ini dapat memberikan aliran
sampai 60 L/menit dengan suhu 31-37 o C dengan kelembaban absolut 44
mg H 2 O/L; FiO 2 bervariasi antara 21-100%. Kelebihan HFNC mencakup
pembersihan dead space faring, reduksi usaha respirasi, efek PEEP
(Positive End-Expiratory Pressure), pemberian fraksi oksigen inspirasi
yang konstan, perbaikan pembersihan mukosiliar, dan kenyamanan pasien.
HFNC juga dikenal dapat memberikan PEEP yang rendah, dimana dapat
memberikan efek menguntungkan bagi kondisi gagal napas ringan-sedang.
Selain itu, dengan memberikan gas yang hangat dan terhumidifikasi, HFNC
mengurangi usaha metabolik yang diperlukan untuk mengkondisikan udara.
HFNC lebih dapat ditoleransi dibandingkan dengan bantuan ventilasi
lainnya dan mengurangi kejadian intubasi sehingga memberikan prognosis
klinis yang baik pada pasien dengan gagal napas akut (Procopio et al., 2020)
Penggunaan HFNC yang dapat menghangatkan dan melembabkan
aliran udara memberikan keuntungan fisiologis. Aliran udara yang tinggi
membersihkan karbondioksida pada ruang mati anatomis. HFNC juga
mengurangi WOB (work of breathing) sehingga menurunkan frekuensi
napas (Nishimura, 2016). Penggunaan terapi HFNC dini pada pasien dengan
COVID-19 gejala berat dapat memperbaiki oksigenasi, dan menurunkan
frekuensi napas, terapi HFNC dapat memperbaiki indeks infeksi pasien
(CRP dan hitung jenis leukosit) dan menurunkan lama rawat ICU (Teng et
al., 2021).
51

Untuk menilai kegagalan atau keberhasilan pasien terhadap pemakaian


HFNC dengan menggunakan indeks ROX (Respirasi Oxigenation) yang
dinilai dalam 2, 6 dan 12 jam setelah pemakaian sehingga pasien
memerlukan tindakan intubasi atau tidak dengan dengan menggunakan
rumus: index ROX = SpO2 : FiO2 : respiratori rate. Indeks ROX dibawah
2,85 pada 2 jam, dibawah 3,47 pada 6 jam dan dibawah 3,85 pada 12 jam
merupakan tanda kegagalan terapi HFNC. Indeks ROX 4,88 setelah 12 jam
terapi HFNC lebih kecil kemungkinannya untuk diintubasi tetapi bila hasil
indeks ROX 3,85 – 4,88 pasien berada pada zona abu-abu yang mana sulit
untuk menyimpulkan sehingga perlu dilakukan pemantahuan kembali 1 atau
2 jam bila hasil indeks ROX mengalami peningkatan keberhasilan dan
resiko intubasi minimal (Roca et al., 2019).
HFNC merupakan terapi oksigen untuk pasien hipoksemia, di mana
saluran hidung aliran tinggi (HFNC) efektif dalam meningkatkan oksigenasi
dan penggunaan HFNC tidak meningkatkan penyebaran atau kontaminasi
mikrobiologis ke lingkungan. Pasien dapat memakai masker bedah di atas
HFNC, untuk mengurangi transmisi aerosol selama batuk atau bersin,
merupakan manfaat tambahan (Li, Fink, & Ehrmann, 2020).

Kombinasi prone positioning dan HFNC pada pasien COVID 19


Posisi tengkurap telah diselidiki dan ditemukan untuk meningkatkan
oksigenasi dan hasil pada pasien dengan ARDS. Pasien yang menggunakan
HFNC dengan prone position dalam waktu rata-rata 2 jam meningkatkan
PaO2 ; FiO2 ratio dan menghindari intubasi. Jadi HFNC dengan posisi
tengkurap tampaknya menjadi intervensi yang aman dan masuk akal untuk
mencoba pada pasien kooperatif untuk meningkatkan indeks oksigenasi dan
mungkin menunda atau menghindari kebutuhan intubasi (Suffredini &
Allison, 2021).

Berdasarkan hasil peninjauan literatur tersebut, penulis menganalisa


bahwa tindakan prone positioning dan high flow nasal canulla (HFNC)
52

dapat membantu mengatasi gangguan ventilasi spontan dan pertukaran gas


pada pasien ARDS. Dengan memberikan oksigen tekanan tinggi yang telah
dihangatkan akan mengurangi work of breathing, mengurangi respiratory
rate serta meningkatkan oksigenisasi. Untuk menilai kegagalan atau
keberhasilan pasien terhadap pemakaian HFNC dengan menggunakan
indeks ROX (Respirasi Oxigenation) yang dinilai dalam 2, 6 dan 12 jam
setelah pemakaian sehingga pasien memerlukan tindakan intubasi atau tidak
dengan dengan menggunakan rumus: index ROX = SpO2 : FiO2 :
respiratori rate. Prone positioning dan HFNC dilakukan secara bersamaan
akan meningkatkan indeks oksigeniasai sehingga meminimalkan tindakan
intubasi. Prone positioning dan pemberian oksigen dengan menggunakan
HFNC merupakan salah satu tindakan terapeutik keperawatan sesuai
dengan standar intervensi keperawatan Indonesia (SIKI).
Penulis menggunakan analisa SWOT untuk menjelaskan kekuatan,
kelemahan, peluang serta ancaman dari keseluruhan artikel yang sudah di
analisa. Strength (kekuatan) pada beberapa kajian literatur ini ditemukan
sudah banyak yang membuktikan bahwa tindakan meningkatkan
oksigenisasi kepasien sehingga menurunkan pemasangan intubasi dan
menurunkan angka kematian dan tindakan tersebut tidak dilakukan secara
invasif, tidak mempunyai resiko infeksi. Weakness (kelemahan) penulis
merasa sulit mendapatkan jurnal di Indonesia tentang penelitian
keperawatan terhadap tindakan tersebut, penulis menemukan perawat
belum bisa melakukan penilaian terhadap keberhasilan HFNC dengan
indeks ROX, prone positioning belum bisa dilakukan dengan maksimal.
Opportunities (peluang) mampu menjadi acuan bagi perawat dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien COVID 19. Threats
(hambatan/ancaman) pandemi dengan kenaikan kasus baru pasien
COVID 19 yang banyak membuat kelelahan perawat sehingga perawat
belum maksimal dalam melakukan asuhan keperawatan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada bab ini, penulis akan mengemukakan kesimpulan dari hasil


pembahasan serta memberikan saran kepada beberapa pihak agar dapat
dijadikan acuan untuk perkembangan keilmuan khususnya dibidang
keperawatan.

1. Hasil analisa didapatkan 1 pasien kasus kelolaan yaitu Tn.S dengan


diagnosa medis terkonfirmasi COVID 19. Masalah keperawatan
yang ditemukan pada pasien kelolaan yaitu gangguan pertukaran
gas, gangguan ventilasi spontan dan ansietas.

2. Intervensi inovasi yang diberikan berupa prone positioning dan


penilaian keberhasilan high flow nasa canulla (HFNC) pemberian
kombinasi deep yang mampu meningkatkan oksigenisasi, status
respirasi, menurunkan work of breathing sehingga menurunkan
tindakan intubasi

B. SARAN

1. Diharapkan perawat mampu melaksanakan asuhan keperawatan pasien


dengan ARDS dengan Covid-19.
2. Diharapkan perawat mampu melakukan penilaian terhadap keberhasilan
pasien yang menggunakan HFNC.
3. Diharapkan perawat mempunyai kompetensi dan mampu melakukan
implementasi secara mandiri dengan memberikan prone positioning pada
pasien dengan ARDS.
4. Diharapkan perawat mampu memberikan peyuluhan kesehatan kepada
pasien dan keluarga untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19
dengan mematuhi protokol kesehatan 6M dan penyuluhan tanda dan gejala
Covid-19.

53
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, A. F. (2020, Oktober 31). Data Lengkap COVID-19 di Indonesia Per Sabtu
31 Oktober 2020 . Retrieved from IDN TIMES:
https://www.idntimes.com/news/indonesia/aldzah-fatimah-aditya/data-
lengkap-covid-19-di-indonesia-per-sabtu-31-oktober/4
Adrian, d. K. (2020). Mengenal Arti Kasus Suspek, Kasus Probable, dan Kasus
Konfirmasi dan Istilah Baru Lainnya pada COVID-19. Jakarta:
https://www.alodokter.com/mengenal-arti-kasus-suspek-kasus-probable-
dan-kasus-konfirmasi-dan-istilah-baru-lainnya-pada-covid-19.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 3 Buku 3. Jakarta: ELSIVIER.
Burhan, E., Susanto, A. D., Nasution, S. A., & Ginanjar, E. (2020). PROTOKOL
TATALAKSANA COVID-19. 1-45.
Chauhan, A. J., Wiffen, L. J., & Brown, T. P. (2020). COVID-19: A Collision of
Complement, Coagulation and Inflammatory Pathways. J Thromb Haemos,
2110-2117.
Cucinotta, D., & Vanelli , M. (2020). WHO Declares COVID-19 a Pandemic. Acta
Biomed 2020; Vol. 91, 157-160.
Gibson, P. G., Qin, L., & Poah, S. H. (20 Juli 2020). COVID-19 acute respiratory
distress syndrome (ARDS): clinical features and differences from typical
pre-COVID-19 ARDS . MIJA, 54-56.
Handayani, D., Hadi, D. R., Isbaniyah, F., Burhan, E., & Agustin, H. (2020).
Penyakit Virus Corona 2019. Jurnal Respirologi Indonesia, 119-129.
Huether, E. S., McCance, K. L., Brashers, V. L., & Rote, N. S. (2019). Buku Ajar
Patofisiologi. Indonesia: ELSIVIER.
Isbaniyah, F., & Susanto, A. D. (2020). Pneumonia Corona Virus Infection Disease-
19 (COVID-19). J Indon Med Assoc, Volum: 70, 87-94.
Kementrian kesehatan republik Indonesia. (2021). Buku Saku Protokol Tatalaksana
COVID19 ED2. 1–100. Retrieved from
https://drive.google.com/file/d/1lfHiM735UGadTPx0QqdFi-
mAG0iAkrpd/view
Kurina, T. (2020, Oktober 31). Update 31 Oktober: 45 Juta Kasus COVID-19 di
Dunia, AS Tembus 9 Juta. Retrieved from Liputan 6.com:
https://www.liputan6.com/global/read/4396618/update-31-oktober-45-
juta-kasus-covid-19-di-dunia-as-tembus-9-juta
Li, J., Fink, J. B., & Ehrmann, S. (2020). High-flow nasal cannula for COVID-19
patients: Low risk of bio-aerosol dispersion. European Respiratory Journal,
55(5). https://doi.org/10.1183/13993003.00892-2020
Murphy, J. H. (2020). Personal protective equipment during the COVID-19
pandemic: a comment. Anaesthesia, 75(8), 1121.
https://doi.org/10.1111/anae.15145
Navas-Blanco, J. R., & Dudaryk, R. (2020). Management of Respiratory Distress
Syndrome due to COVID-19 infection. BMC Anesthesiology, 20(1), 4–9.
https://doi.org/10.1186/s12871-020-01095-7
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.
PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: PPNI.
Puspa, A. (2020, November 03). Media Indonesia. Retrieved from
mediaindonesia.com: Sumber:
https://mediaindonesia.com/read/detail/351108-816-pasien-covid-19-
dengan-gejala-pneumonia-meninggal-dunia
Roca, O., Caralt, B., Messika, J., Samper, M., Sztrymf, B., Hernández, G., …
Ricard, J. D. (2019). An index combining respiratory rate and oxygenation
to predict outcome of nasal high-flow therapy. American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine, 199(11), 1368–1376.
https://doi.org/10.1164/rccm.201803-0589OC
Rothan, H. A., & Byraredd, S. N. (2020). The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. Journal of Autoimmunity, 1-4.
Rozie, F. (2020, Oktober 31). Jakarta Catat Penambahan Kasus Positif, Sembuh,
dan Meninggal Covid-19 Tertinggi. Retrieved from Liputan 6.com:
https://www.liputan6.com/news/read/4396605/jakarta-catat-penambahan-
kasus-positif-sembuh-dan-meninggal-covid-19-tertinggi
Rumende, C. M. (2018). Acute Respiratory Distress Syndrome.
Stillwell, S. B. (2011). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC.
Umasugi, R. A. (2020, Oktober 31). UPDATE 31 Oktober: Tambah 585, Kasus
Covid-19 di DKI Jadi 105.597. Retrieved from Kompas.com:
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/31/20075931/update-31-
oktober-tambah-585-kasus-covid-19-di-dki-jadi-105597
Zheng, Y.-y., Ma, Y.-T., Zhang, J.-Y., & Xie, X. (May 2020). COVID-19 and the
cardiovascular. Cardiology Volume 17, 159-160.Bamford, P., Denmade, C.,
Newmarch, C., Shirley, P., Singer, B., Webb, S., & Whitmore, D. (2019).
Guidance For : Prone Positioning in Adult Critical Care. Intensive Care
Society, 1–39.
Burhan, E., & Mukminin, U. (2020). A systematic review of respiratory infection
due to air pollution during natural disasters. Medical Journal of Indonesia,
29(1), 11–18. https://doi.org/10.13181/mji.oa.204390
Fatoni, A. Z., & Rakhmatullah, R. (2021). Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) pada Pneumonia COVID-19. Journal of Anaesthesia and Pain, 2(1),
11–24. https://doi.org/10.21776/ub.jap.2021.002.01.02
Ferrando, C., Suarez-Sipmann, F., Mellado-Artigas, R., Hernández, M., Gea, A.,
Arruti, E., … Vidal, A. (2020). Clinical features, ventilatory management,
and outcome of ARDS caused by COVID-19 are similar to other causes of
ARDS. Intensive Care Medicine, 46(12), 2200–2211.
https://doi.org/10.1007/s00134-020-06192-2
Guérin, C., Reignier, J., Richard, J.-C., Beuret, P., Gacouin, A., Boulain, T., …
Ayzac, L. (2013). Prone Positioning in Severe Acute Respiratory Distress
Syndrome. New England Journal of Medicine, 368(23), 2159–2168.
https://doi.org/10.1056/nejmoa1214103
Hairunisa, N., & Amalia, H. (2020). Review: penyakit virus corona baru 2019
(COVID-19). Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 3(2), 90–100.
https://doi.org/10.18051/jbiomedkes.2020.v3.90-100
Indonesia, P. D. P. (2006). Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis.
Kementrian kesehatan republik Indonesia. (2021). Buku Saku Protokol
Tatalaksana COVID19 ED2. 1–100. Retrieved from
https://drive.google.com/file/d/1lfHiM735UGadTPx0QqdFi-
mAG0iAkrpd/view
Koeckerling, D., Barker, J., Mudalige, N. L., Oyefeso, O., Pan, D., Pareek, M., …
Andre Ng, G. (2020). Awake prone positioning in COVID-19. Thorax,
75(10), 833–834. https://doi.org/10.1136/thoraxjnl-2020-215133
Kordzadeh-Kermani, E., Khalili, H., & Karimzadeh, I. (2020). Pathogenesis,
clinical manifestations and complications of coronavirus disease 2019
(COVID-19). Future Microbiology, 15(13), 1287–1305.
https://doi.org/10.2217/fmb-2020-0110
Lee, J. Y., Kim, H. A., Huh, K., Hyun, M., Rhee, J. Y., Jang, S., … Chang, H. H.
(2020). Risk factors for mortality and respiratory support in elderly patients
hospitalized with COVID-19 in Korea. Journal of Korean Medical Science,
35(23), 1–12. https://doi.org/10.3346/JKMS.2020.35.E223
Li, J., Fink, J. B., & Ehrmann, S. (2020). High-flow nasal cannula for COVID-19
patients: Low risk of bio-aerosol dispersion. European Respiratory Journal,
55(5). https://doi.org/10.1183/13993003.00892-2020
Munshi, L., Del Sorbo, L., Adhikari, N. K. J., Hodgson, C. L., Wunsch, H.,
Meade, M. O., … Fan, E. (2017). Prone position for acute respiratory distress
syndrome: A systematic review and meta-analysis. Annals of the American
Thoracic Society, 14(October), S280–S288.
https://doi.org/10.1513/AnnalsATS.201704-343OT
Navas-Blanco, J. R., & Dudaryk, R. (2020). Management of Respiratory Distress
Syndrome due to COVID-19 infection. BMC Anesthesiology, 20(1), 4–9.
https://doi.org/10.1186/s12871-020-01095-7
Neville, M. F. L., Vanzillotta, P. P., & Quintão, V. C. (2020). The paradox of
COVID-19 and pediatric anesthesiology: opinion of the Pediatric Anesthesia
Committee of the Brazilian Society of Anesthesiology. Brazilian Journal of
Anesthesiology (English Edition), 70(2), 187–188.
https://doi.org/10.1016/j.bjane.2020.04.025
Nishimura, M. (2016). High-flow nasal cannula oxygen therapy in adults:
Physiological benefits, indication, clinical benefits, and adverse effects.
Respiratory Care, 61(4), 529–541. https://doi.org/10.4187/respcare.04577
Procopio, G., Cancelliere, A., Trecarichi, E. M., Mazzitelli, M., Arrighi, E., Perri,
G., … Pelaia, G. (2020). Oxygen therapy via high flow nasal cannula in
severe respiratory failure caused by Sars-Cov-2 infection: a real-life
observational study. Therapeutic Advances in Respiratory Disease, 14, 1–10.
https://doi.org/10.1177/1753466620963016
Roca, O., Caralt, B., Messika, J., Samper, M., Sztrymf, B., Hernández, G., …
Ricard, J. D. (2019). An index combining respiratory rate and oxygenation to
predict outcome of nasal high-flow therapy. American Journal of Respiratory
and Critical Care Medicine, 199(11), 1368–1376.
https://doi.org/10.1164/rccm.201803-0589OC
Sherren, P. B., Ostermann, M., Agarwal, S., Meadows, C. I. S., Ioannou, N., &
Camporota, L. (2020). COVID-19-related organ dysfunction and
management strategies on the intensive care unit: a narrative review. British
Journal of Anaesthesia, 125(6), 912–925.
https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.08.050
Suffredini, D. A., & Allison, M. G. (2021). A Rationale for Use of High Flow
Nasal Cannula for Select Patients With Suspected or Confirmed Severe
Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 Infection. Journal of Intensive
Care Medicine, 36(1), 9–17. https://doi.org/10.1177/0885066620956630
Teng, X. bao, Shen, Y., Han, M. feng, Yang, G., Zha, L., & Shi, J. feng. (2021).
The value of high-flow nasal cannula oxygen therapy in treating novel
coronavirus pneumonia. European Journal of Clinical Investigation, 51(3),
0–1. https://doi.org/10.1111/eci.13435
Lampiran 1
LEMBAR KONSULTASI PENYUNAN KARYA TULIS ILMIAH
Nama Mahasiswa : Eka Puji Hastuti
NIM : 20317039
Pembimbing : Ns. Zahrah Maulidia Septimar., S.kep., M.Kep
Tanggal Materi konsulan Metode Masukan Paraf
bimbingan pembimbing
5 juli 21 Email Rumusan
masalah belum
ada

BAB 1
6 juli 21 Email

BAB 2
8 juli 21 Email

BAB 3
9 juli 21 Email

BAB 4
9 juli 21 Email

BAB 5
Lampiran 2
FORMAT ASKEP KELOLAAN

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KMB

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn S

DENGAN pneumonia terkonfirmasi COVID 19

DI HCU RSRT

A. BIODATA PASIEN

1. Nama : tn S

2. Umur : 35 th

3. Jenis Kelamin : laki laki

4. No. Register : 10317325

5. Alamat : karet pasar

6. Status : menikah

5. Kekuarga terdekat : ny T

6. Diaqnosa Medis :COVID 19

7. Tanggal Pengkajian : 8 juli 2021

B. ANAMNESE
1. Keluhan Utama ( Alasan MRS ) :
Saat Masuk Rumah Sakit : demam sejak 5 hari sebelum masuk
RS, batuk, pilek dan tidak bisa mencium aroma
Saat Pengkajian : keadaan pasien composmentis.
GCS (E4V6M5). Wajah terlihat tegang, gelisah, lemas, sesak nafas.
Pernafasan cuping hidung, bentuk dada simetri, irama nafas teratur,
pola nafas dipsnea, terdapat otot bantu pernafasan , pasien merasa
bingung terhadap kondisinya, saat tidur pasien mengingau, tidur
sering terbangun karena sesak, akral dingin CRT < 3 detik, suara
nafas terdengar ronkhi, pasien belum bisa mencium aroma
2. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien mengatakan baru kali ini
terkonfirmasi COVID 19, dalam keluarga semua anggota keluarga
terpapar COVID, setelah demam, batuk, pilek, merasa sesak dan
tidak mencium aroma pasien langsung Swab PCR secara mandiri
setelah ada hasil positif pasien langsung berobat ke RS
3. Riwayat Penyakit Yang Lalu : pasien belum pernah dirawat di RS,
pasien tidak keluhan sakit yang memerlukan perawatan di RS
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : dalam keluarga tidak ada menderita
penyakit keturunan

C. POLA PEMELIHARAAN KESEHATAN


1. Pola Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
Pemenuhan
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Makan/Minum

1 Jumlah / Waktu Pagi : 1 porsi Pagi : 1 porsi

Siang : 1 porsi Siang : 1 porsi

Malam : 1 porsi Malam : 1 porsi

2 Jenis Nasi : nasi Nasi : diganti susu

Lauk : ikan daging Lauk :diganti susu


telur
Sayur : diganti susu
Sayur :bergantian
Minum/ Infus :
Minum
:2000ml/24 jam Infus: asering
1000ml/24 jam
Pemenuhan
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Makan/Minum

Diet:entramix 3x200
ml dan peptisol
3x200ml @1 kkal

3 Pantangan Tidak ada Tidak ada

4 Kesulitan Saat mulai tidak Pasien menghabiskan


Makan / Minum bisa mencium diet susu yang
aroma nafsu diprogramkan
makan berkurang
tapi pasien
berusaha
menghabiskan
makanan

5 Usaha-usaha Makan dalam porsi Tidak ada masalah


mengatasi kecil tapi sering,
masalah makan tidak
tergesa gesa
minum air hangat

Masalah Keperawatan : tidak terdapat masalah keperawatan

2. Pola Eliminasi
Pemenuhan
No Eliminasi BAB Di Rumah Di Rumah Sakit
/BAK

1 Jumlah / Waktu Pagi : ± Pagi : 250ml


300ml
Siang : 450ml
BABA
1xsehari Malam : 200ml

Siang :
±700ml

Malam
:±400ml
Pemenuhan
No Eliminasi BAB Di Rumah Di Rumah Sakit
/BAK

2 Warna Kuning jernih Kuning jernih

3 Bau Khas Khas

4 Konsistensi BAB BAB konsistensi


konsistensi lembek
lembek

Pasien BAK Pasien mengeluh


lancar tidak lemas dan sesak bila
5 Masalah Eliminasi ada hambatan BAK

6 Cara Mengatasi Tidak ada Pasang dower


Masalah masalah katheter no 16

Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

3. Pola istirahat tidur


Pemenuhan Istirahat
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidur

1 Jumlah / Waktu Pagi : tidak tidur Pagi : tidak bisa


tidur
Siang : tidak
tidur siang Siang : tidur 30
menit
Malam : 6 jam
Malam : tidur 5
jam

2 Gangguan Tidur Tidak ada Sebentar sebentar


gangguan tidur bangun, ada
mengingau

3 Upaya Mengatasi Tidak ada Tidur bila lg tidak


Gangguan tidur gangguan tidur sesak
Pemenuhan Istirahat
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Tidur

4 Hal Yang Memper- Membaca buku Tidak ada


mudah Tidur

5 Hal Yang Memper- Pasang alarm Sesak


mudah bangun setiap jam 5 pagi

Masalah Keperawatan : pola tidur pasien terganggu karena sesak

4. Pola kebersihan diri / Personal Hygiene :


Pemenuhan Personal
No Di Rumah Di Rumah Sakit
Hygiene

1 Frekuensi Mencuci Sehari dua kali Belum mencuci


Rambut rambut

2 Frekuensi Mandi Sehari sampai 2xsehari


3x

3 Frekuensi Gosok Gigi 3xsehari 2xsehari

4 Keadaan Kuku Pendek bersih Pendek bersih

Masalah Keperawatan : pasien tidak mengalami gangguan


personak hygiene

5. Aktivitas Lain
No Aktivitas Yang Di Rumah Di Rumah Sakit
Dilakukan

1 Sehari hari Pasien sebagai Aktivitas dibantu


karyawan semua oleh
perusaah jadi perawat
setiap hari
bekerja dan libur
sabtu minggu
D. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
1. Latar belakang sosial, budaya dan spiritual klien
 Kegiatan kemasyarakatan : pasietidak pernah mengikuti
kegiatas di masyarakat
 Konflik sosial yang dialami klien :pandemi pasien merasa
aktivitas, berhubungan dengan orang lain terbatas
 Ketaatan klien dalam menjalankan agamanya :kegiatan
ibadah dilakukan secara virtual
 Teman dekat yang senantiasa siap membantu : istri
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah
keperawatan
2. Ekonomi
 Siapa yang membiayai perawatan klien selama dirawat :
asuransi
 Apakah ada masalah keuangan dan bagaimana
mengatasinya : tidak ada masalah ekonomi dalam keluaraga
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan tanda-tanda vital
 Tensi : 140/80 mmHg HR:118x/mnt
 RR :32x/mnt suhu: 37°c
 BB : 91 kg TB : 165cm
Setelah dihitung berdasar rumus Borbowith
Pasien termasuk : ( Kurus / Ideal / Gemuk )
2. Keadaan umum :keadaan umum sakit pberat, pasien sesak,
gelisah posisi fowler

F. PEMERIKSAAN INTEGUMENT, RAMBUT DAN KUKU


1. Integument
 Inspeksi : Adakah lesi ( + / - ), Jaringan parut ( + / - )
Warna Kulit : putih
Bila ada luka bakar lokasi : tidak terdapat luka bakar
 Palpasi : Tekstur (halus/ kasar ), Turgor / Kelenturan (
baik / jelek ), Struktur ( keriput /tegang ), Lemak
subcutan ( tebal / tipis ),Nyeri tekan ( + / - ) pada daerah :
tidak terdapat nyeri tekan
Identifikasi luka / lesi pada kulit
 Tipe Primer : Makula ( + / - ), Papula ( +/ - ) Nodule ( + / - )
Vesikula ( + / - )
 Tipe Sekunder :Pustula ( + / - ), Ulkus ( + / - ), Crusta ( + / -
), Exsoriasi ( + / - ), Sear (+/-), Lichenifikasi ( + / - )
Kelainan- kelainan pada kulit :
 Naevus Pigmentosus ( + / - ), Hiperpigmentasi ( + / - ),
Vitiligo/Hipopigmentasi ( + / - ), Tatto ( + / - ),
Haemangioma ( + / - ), Angioma/toh ( + / - ), Spider Naevi (
+ / - ), Strie ( + / - )

2. Pemeriksaan Rambut
Ispeksi dan Palpasi :
 Penyebaran (merata / tidak), Bau: tidak bau rontok ( + / - ),
warna hitam Alopesia ( + / - ), Hirsutisme ( + / - ), alopesia
(+/-)

3. Pemeriksaan Kuku
Inspeksi dan palpasi, warna merah mudan bentuk normal
kebersihan pendek dan bersih
Keluhan yang dirasakan oleh klien yang berhubungan dengan
Px. Kulit : tidak ada
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
4. Pemeriksaan kepala, wajah dan leher
a. Pemeriksaan Kepala
 Inspeksi : bentuk kepala ( dolicephalus/ lonjong,
Brakhiocephalus/ bulat ), kesimetrisan ( + / - ).
Hidrochepalu( + / - ), Luka ( + / - ), darah ( +/-),
Trepanasi ( + / - ).
 Palpasi : Nyeri tekan ( + / - ), fontanella / pada bayi
(cekung / tidak)
b. Pemeriksaan Mata
Inspeksi :
 Kelengkapan dan kesimetrisan mata ( + / - )
 Ekssoftalmus ( + / - ), Endofthalmus ( + / - )
 Kelopak mata / palpebra : oedem ( + / - ), ptosis ( + /
- ), peradangan ( + / - ) luka ( + / - ), benjolan ( + / - )
 Bulu mata : rontok atau tidak
 Konjunctiva dan sclera : perubahan warna :tidak ada
perubahan warna
 Warna iris normal, reaksi pupil terhadap cahaya
(miosis / midriasis) isokor ( + / - )
 Kornea : warna hitam Nigtasmus ( + / - ) Strabismus
(+/-)
Pemeriksaan Visus
 Dengan Snelen Card : tidak dikerjakan
 Tanpa Snelen Card : Ketajaman Penglihatan ( Baik
/ Kurang )
Pemeriksaan lapang pandang: Normal / Haemi anoxia /
Haemoxia
Pemeriksaan tekanan bola mata
 Dengan tonometri tidak dikerjalan, dengan palpasi
taraba taraba sama kanan dan kiri
c. Pemeriksaan Telinga
Inspeksi dan palpasi
 Amati bagian telinga luar: bentuk normal
 Ukuran simteris kanan dan kiri Warna normal lesi ( +
/ - ), nyeri tekan ( + / - ), peradangan ( + / - ),
penumpukan serumen ( + / - ).
 Dengan otoskop periksa membran tympany amati,
warna , transparansi tidak dikerjakan perdarahan ( + /
- ), perforasi ( + / - ).
Uji kemampuan kepekaan telinga :
 Tes bisik : pasien mendengarkan gesekan dua jari
ditelinga kiri dan kanan
 Dengan arloji pasien mendengarkan detak jarum jam
 Uji weber : seimbang / lateralisasi kanan /
lateralisasi kiri (tidak dikerjakan)
 Uji rinne : hantaran tulang lebih keras / lemah /
sama dibanding dengan hantaran udara (tidak
dikerjakan)
 Uji swabach : memanjang / memendek /
sama(tidak dikerjakan)
d. Pemeriksaan Hidung
Inspeksi dan palpasi
 Amati bentuk tulang hidung dan posis septum nasi (
adakah pembengkokan Atau tidak )
 Amati meatus : perdarahan ( + / - ), Kotoran ( + / - ),
Pembengkakan ( + / - ), pembesaran / polip ( + / - )
e. Pemeriksaan Mulut dan Faring
Inspeksi dan Palpasi
 Amati bibir : Kelainan konginetal ( labioseisis,
palatoseisis, atau labiopalatoseisis (tidak ada
kelaianan)
 warna bibir merah, lesi ( + / - ), Bibir pecah (+ / - )
 Amati gigi ,gusi, dan lidah : Caries ( + / - ), Kotoran ( +
/ - ), Gigi palsu ( + / - ), Gingivitis ( + / - )
 Warna lidah :merah muda Perdarahan ( + / - ) dan abses
( + / - ).
 Amati orofaring atau rongga mulut : Bau mulut : tidak
ada bau mulut, uvula ( simetris / tidak ), Benda asing : (
ada / tidak )Adakah pembesaran tonsil, T 0 / T 1 / T 2 /
T 3 / T 4 Perhatikan suara klien : ( Berubah atau tidak )
f. Pemeriksaan Wajah
Inspeksi :
 Perhatikan ekspresi wajah klien : tegang / rileks,
Warna dan kondisi wajah klien : merah, Struktur
wajah klien : normal Kelumpuhan otot-otot fasialis (
+/-)
g. Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :
 Bentuk leher (simetris atau asimetris), peradangan ( +
/ - ), jaringan parut ( + / - ), perubahan warna ( + / - ),
massa ( + / - )
 Kelenjar tiroid, pembesaran ( + / - )
 Vena jugularis, pembesaran ( + / - )
Palpasi :
 pembesaran kelenjar limfe ( + / - ), kelenjar tiroid ( +
/ - ), posisi trakea (simetris/tidak simetris)
Keluhan yang dirasakan klien terkait dengan Px. Kepala,
wajah, leher tidak ditemukan keluhan lain
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah
keperawatan

5. Pemeriksaan payudara dan ketiak


a. Inspeksi
 Ukuran payudara normsl bentuk (simetris /
asimetris), pembengkakan (+ /-).
 Kulit payudara : warna putih, lesi ( + / - )
 Areola : perubahan warna (+ / - )
 Putting : cairan yang keluar ( + / - ), ulkus ( + / - ),
pembengkakan ( + / - )
b. Palpasi
 Nyri tekan ( + / - ), dan kekenyalan
(keras/kenyal/lunak), benjolan massa ( + /- )
c. Keluhan lain yang terkait dengan Px. Payudara dan ketiak
:tidak ditemukan keluhan lain
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

6. Pemeriksaan torak dan paru


a. Inspeksi
 Bentuk torak (Normal chest / Pigeon chest / Funnel
chest / Barrel chest)
 susunan ruas tulang belakang (Kyposis / Scoliosis /
Lordosis): normal
 bentuk dada (simetris / asimetris), keadaan kulit utuh
 Retrasksi otot bantu pernafasan : Retraksi intercosta (
+ / - ), retraksi suprasternal ( + / - ), Sternomastoid ( +
/ - ), pernafasan cuping hidung ( + / - ).
 Pola nafas :(Eupnea / Takipneu / Bradipnea / Apnea
/ Chene Stokes / Biot’s / Kusmaul)
 Amati : cianosis ( + / - ), batuk (produktif / kering /
darah ).tidak ada batuk
b. Palpasi
 Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran antara
kanan dan kiri teraba (sama / tidak sama).
 Area paru : ( sonor / Hipersonor / dullnes )
c. Auskultasi
 Suara nafas: Area Vesikuler : ( bersih / halus / kasar )
, Area Bronchial : ( bersih / halus / kasar ) Area
Bronkovesikuler ( bersih / halus / kasar )
 Suara Ucapan Terdengar : Bronkophoni ( + / - ),
Egophoni ( + / - ), Pectoriloqy ( + / - )
 Suara tambahan Terdengar : Rales ( + / - ), Ronchi (
+ / - ), Wheezing ( + / - ), Pleural fricion rub ( + / - )
Keluhan lain yang dirasakan terkait Px. Torak dan Paru :
pernafasan cepat dan dangkal

7. Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi
 Ictus cordis ( + / - ), pelebaran 1cm
b. Palpasi
 Pulsasi pada dinding torak teraba : ( Lemah / Kuat /
Tidak teraba )
c. Perkusi
Batas-batas jantung normal adalah :
 Batas atas : ICS II
 Batas bawah : ICS V
 Batas Kiri : ICS V Mid Clavikula Sinistra
 Batas Kanan : ICS IV Mid Sternalis Dextra
d. Auskultasi
 BJ I terdengar (tunggal / ganda, ( keras / lemah ), (
reguler / irreguler )
 BJ II terdengar (tunggal / ganda ), (keras / lemah), (
reguler / irreguler )
 Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop
Rhythm (+ / -), Murmur (+ / - )
Keluhan lain terkait dengan jantung : tidak ditemukan masalah

8. Pemeriksaan abdomen
a. Inspeksi
 Bentuk abdomen : ( cembung / cekung / datar )
 Massa/Benjolan ( + / - ), Kesimetrisan ( + / - ),
 Bayangan pembuluh darah vena (+ /-)
b. Auskultasi
 Frekuensi peristaltic usus 5-7 x/menit ( N = 5 – 35
x/menit, Borborygmi ( + / - )
c. Palpasi
 Palpasi Hepar : tidak teraba, Nyeri tekan ( + / - ),
pembesaran ( + / - ), perabaan (keras / lunak),
permukaan (halus / berbenjol-benjol), tepi hepar
(tumpul / tajam) . ( N = hepar tidak teraba).
 Palpasi Lien: Gambarkan garis bayangan Schuffner
dan pembesarannya : tidak teraba Dengan Bimanual
lakukan palpasi : tidak teraba membesar dan tidak
adanyei tekan
 Palpasi Appendik : Buatlah garis bayangan untuk
menentukan titik Mc. Burney . nyeri tekan ( + / - ),
nyeri lepas ( + / - ), nyeri menjalar kontralateral ( + / -
). Palpasi dan Perkusi Untuk Mengetahui ada Acites
atau tidak : Shiffing Dullnes ( + / - )
Undulasi ( + / - ) Normalnya hasil perkusi pada
abdomen adalah tympani.
 Palpasi Ginjal :Bimanual diskripsikan : nyeri tekan( +
/ - ), pembesaran ( + / - ).(N = ginjal tidak teraba).
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Abdomen :
tidak ditemukan keluhan lain
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

9. Pemeriksaan genetalia
a. Genetalia Pria
Inspeksi : Rambut pubis (bersih / tidak bersih ), lesi ( + / - ),
benjolan ( + / - ) Lubang uretra : penyumbatan ( + / - ),
Hipospadia ( + / - ), Epispadia ( + / - )
Palpasi Penis : nyeri tekan ( + / - ), benjolan ( + / - ), cairan
tidak ada Scrotum dan testis : beniolan ( + / - ), nyeri tekan (
+ / - ) (tidak dikerjakan)
Kelainan-kelainan yang tampak pada scrotum : Hidrochele (
+ / - ), Scrotal Hernia ( + / - ), Spermatochele ( + / - )
Epididimal Mass/Nodularyti ( + / - ) Epididimitis ( + / - ),
Torsi pada saluran sperma ( + / - ), Tumor testiscular ( + / - )
tidak dikerjakan
Inspeksi dan palpasi Hernia :Inguinal hernia ( + / - ),
femoral hernia ( + / - ), pembengkakan ( + / - )

b. Pada Wanita (tidak dilakukan pasien kelollan laki laki)


Inspeksi Kebersihan rambut pubis (bersih / kotor), lesi ( + / -
),eritema ( + / - ), keputihan ( + / - ), peradangan ( + / -
).Lubang uretra : stenosis /sumbatan ( + / - )
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
10. Pemeriksaan anus
a. Inspeksi :Atresia ani ( + / - ), tumor ( + / - ), haemorroid ( + /
- ), perdarahan ( + / - ) Perineum : jahitan ( + / - ), benjolan (
+/-)
b. Palpasi Nyeri tekan pada daerah anus ( + / - ) pemeriksaan
Rectal Toucher tidak dikerjakan
Keluhan lain yang dirasakan terkait dengan Px. Anus : tidak
ada keluhan lain
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

11. Pemeriksaan muskuloskeletal ( ekstremitas )


a. Inspeksi
Otot antar sisi kanan dan kiri (simetris / asimetris),
deformitas (+ / -), fraktur (+ /-)
b. Palpasi
Oedem : tidak ada edema
Lingkar lengan : 25 cm
Lakukan uji kekuatan otat :tidak ada kelemanahan otot

Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

12. Pemeriksaan neurologis


a. Menguji tingkat kesadaran dengan GCS ( Glasgow Coma
Scale )
 Menilai respon membuka mata 4
 Menilai respon Verbal 6
 Menilai respon motorik 5
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis / Apatis / Somnolen / Delirium / Sporo
coma / Coma)
b. Memeriksa tanda-tanda rangsangan otak
Penigkatan suhu tubuh ( + / -), nyeri kepala ( + / -), kaku
kuduk ( + / -), mual –muntah ( + / -) kejang ( + / -) penurunan
tingkat kesadaran ( + / -)
c. Memeriksa nervus cranialis
 Nervus I , Olfaktorius (pembau ) tidak bisa mencium
aroma
 Nervus II, Opticus ( penglihatan ) dapat melihat
semua lapang pandang
 Nervus III, Ocumulatorius dapat menggerakan bola
mata
 Nervus IV, Throclearis dapat menggerakan mata
keatas dan kebawah
 Nervus V, Thrigeminus :
 Cabang optalmicus : reflek kornea dan
berkedip +
 Cabang maxilaris : dapat membuka mulut
 Cabang Mandibularis : dapat membuka dan
menutup mulut
 Nervus VI, Abdusen bisa menggerakan bola mata
 Nervus VII, Facialis dapat tersenyum dan
menjulurkan lidah
 Nervus VIII, Auditorius dapat mendengar dengan
baik
 Nervus IX, Glosopharingeal bisa merasakan manis
dan asin
 Nervus X, Vagus bisa menelan makanan
 Nervus XI, Accessorius bisa menggerakan bahu
 Nervus XII, Hypoglosal bisa menggerakan lidah
d. Memeriksa fungsi motorik
Ukuran otot (simetris / asimetris), atropi ( + / -) gerakan-
gerakan yang tidak disadari oleh klien ( + / -)
e. Memeriksa fungsi sensorik
Kepekaan saraf perifer : benda tumpulbisa merasakan usapan,
benda tajam bisa merasakan sakit saat diambil darah Menguji
sensai panas / dingin pasien bisa merasakan dingin .kapas
halus :pasien bisa merasakan kapas halus saat diusap didahi
minyak wangi tidak dapat mencium bau parfum
f. Memeriksa reflek kedalaman tendon
Reflek fisiologis
 Reflek bisep ( + / -)
 Reflek trisep ( + / -)
 Reflek brachiradialis ( + / -)
 Reflek patella ( + / -)
 Reflek achiles ( + / -)
Reflek Pathologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus-
kasus tertentu.
 Reflek babinski ( + / -)
 Reflek chaddok ( + / -)
 Reflek schaeffer ( + / -)
 Reflek oppenheim ( + / -)
 Reflek Gordon ( + / -)
 Reflek bing ( + / -)
 Reflek gonda ( + / -)
Keluhan lain yang terkait dengan Px. Neurologis: tidak ada
keluhan lain
G. RIWAYAT PSIKOLOGIS
1. Status Nyeri :
a. Menurut Skala Intensitas Numerik

● ● ● ● ● ● ● ● ● ●

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

b. Menurut Agency for Health Care Policy and Research

No Intensitas Nyeri Diskripsi

1 □ Tidak Nyeri Pasien mengatakan tidak

merasa nyeri

2 □√ Nyeri ringan Pasien mengatakan sedikit nyeri


atau ringan.

Pasien nampak gelisah

3 □ Nyeri sedang Pasien mengatakan nyeri masih bisa


ditahan atau sedang

Pasien nampak gelisah

Pasien mampu sedikit berparsitipasi


dalam perawatan

4 □ Nyeri berat Pasien mangatakan nyeri tidak dapat


ditahan atau berat.

Pasien sangat gelisah

Fungsi mobilitas dan perilaku pasien


berubah

5 □ Nyeri sangat Pasien mengatan nyeri tidak


berat tertahankan atau sangat berat

Perubahan ADL yang mencolok

( Ketergantungan ), putus asa.


Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Status Emosi
Bagaimana ekspresi hati dan perasaan klien : pasien merasa bingung
dengan kondisinya saat ini, Tingkah laku yang menonjol : pasien
gelisah tampak miring kanan dan kiri duduk tiduran, merasa
punggungnya tidak enak Suasana yang membahagiakan klien :
tindakan claping dada Stressing yang membuat perasaan klien tidak
nyaman : sesak, punggung berasa pegal
Masalah Keperawatan : ansietas
3. Gaya Komunikasi
Apakah klien tampak hati-hati dalam berbicara ( ya / tdk ), apakah
pola komunikasinya ( spontan / lambat ), apakah klien menolak
untuk diajak komunikasi ( ya / tdk ), Apakah komunikasi klien jelas
( ya / tdk ), apakah klien menggunakan bahasa isyarat( ya / tdk ).
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

4. Pola Interaksi
Kepada siapa klien berspon : kepada semua orang Siapa orang
yang dekat dan dipercaya klien : istri dan orang tua
Bagaimanakah klien dalam berinteraksi ( aktif / pasif ), Apakah tipe
kepribadian klien ( terbuka / tertutup ).

Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan


5. Pola Pertahanan
Bagaimana mekanisme kopping klien dalam mengatasimasalahnya
: berdoa
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

6. Dampak di Rawat di Rumah Sakit


Apakah ada perubahan secara fisik dan psikologis selama klien di
rawat di RS : tidak ada karena pasien paham betul bila tdk ada yang
menunggu
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
H. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL DAN SPIRITUAL
1. Kondisi emosi / perasaan klien
 Apa suasana hati yang menonjol pada klien ( sedih / gembira
)
 Apakah emosinya sesuai dengan ekspresi wajahnya ( ya / tdk
)
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
2. Kebutuhan Spiritual Klien :
 Kebutuhan untuk beribadah ( terpenuhi / tidak terpenuhi )
 Masalah- masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual
:merasa sedih karena semua dikerjakan secara virtual
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
 Upaya untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan
spiritual : sediakan paket data supaya tetap bisa berdoa
bersama keluarga
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
3. Tingkat Kecemasan Klien :

Komponen Cemas Cemas Cemas Panik


No Yang dikaji
Ringan Sedang Berat

1 Orintasi □ Baik □ Menurun □ Salah □ Tdk


terhadap
Ada reaksi
Orang,
tempat,waktu

2 Lapang □ Baik □ Menurun □ □ Kacau


persepsi Menyem
pit

3 Kemampuan □ □ Mampu □Tidak □Tdk


menyelesaika Mampu dengan mamp
ada
n masalah bantuan u
tanggap
an
4 Proses □Mamp □ Kurang □Tidak □Alur
Berfikir u mampu mampu fikiran
berkon mengingat mengin kacau
sentras dan gat dan
i dan berkonsent berkons
mengin rasi entrasi
gat
dengan
baik

5 Motivasi □ Baik □ Menurun □ Kurang □ Putus


asa

4. Konsep diri klien:


a. Identitas diri :tn S adalah seorang karayawan di perusahaan
b. Ideal diri : ingin cepat sembuh dan segera bisa melakukan
aktifitas walaupun secara virual
c. Gambaran diri : seorang karyawan dan harus
bertanggungjawab terhadap keluarga
d. Harga diri :belum merasa puas apa yang sudah didapatkan
selama ini harus bersemangat untuk sembuh
e. Peran : sebagai karyawan dan kepala rumah tangga
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan

I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Darah lengkap :
 Leukosit : 7,400( N : 3.500 – 10.000 / µL )
 Eritrosit : ....... ( N : 1.2 juta – 1.5 juta µL )
 Trombosit : 201.000( N : 150.000 – 350.000 / µL )
 Haemoglobin : 15,5 ( N : 11.0 – 16.3 gr/dl )
 Haematokrit : 44,8 ( N : 35.0 – 50 gr / dl )
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
2. Kimia darah :
 Ureum : 24 ( N : 10 – 50 mg / dl
 Creatinin : 1,22 ( N : 0,7 – 1.5 mg / dl
 SGOT : 64 ( N : 2 – 17 )
 SGPT : 44 ( N : 3 – 19 )
 BUN : ..................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl
 Bilirubin : ..................( N : 1,0 mg / dl )
 Total Protein : ................. ( N : 6.7 – 8.7 mg /dl )
Masalah Keperawatan : fungsi hati tinggi
3. Analisa elektrolit :
 Natrium : 137 ( N : 136 – 145 mmol / l )
 Kalium : 3,63( N ; 3,5 – 5,0 mmol / l )
 Clorida : ....( N : 98 – 106 mmol / l )
 Calsium : ........ ( N : 7.6 – 11.0 mg / dl )
 Phospor : ...........( N : 2.5 – 7.07 mg / dl )
 D dimer :1565 (N:<500)
Masalah Keperawatan : tidak ditemukan masalah keperawatan
4. Analisa gas darah
 Saturasi Oksigen : 92,4 (N : >90%)
 PH : 7,40 (N :7,35-7,45)
 PaO2 : 63,3 (N : 80 - 100)
 PaCo2 : 24,9 (N : 35-45mmHg)
 Hco3 : 15,4 (N : 22 – 26 mEq/L)
 Be :_7,3(N : 2/+2)

J. PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Hasil foto Rongent: konsolidasi heterogen asimetris di kedua paru
terutama perifer, sugestif viral pneumonia
Masalah Keperawatan : tedapat konsolidasi
K. THERAPI YANG DIBERIKAN:
No Jenis therapi Indikasi Kontraindikasi

1 heparin 5000 Untuk pencegahan pemberian heparin


unit/24 jam dan terapi trombosis adalah pasien dengan
vena dalam dan riwayat heparin induced
emboli paru, thrombocytopenia
pencegahan dan (HIT), memiliki risiko
terapi komplikasi perdarahan umum
tromboemboli ataupun lokal, seperti
akibat atrial pada hipertensi berat
fibrilasi, terapi tidak terkontrol,
koagulopati insufisiensi hati berat,
konsumtif akut dan ulkus peptik aktif,
kronik, serta endokarditis septik akut
pencegahan dan atau subakut,
terapi emboli arteri perdarahan intrakranial,
perifer operasi pada sistem
saraf pusat, mata, dan
telinga, abortus iminens,
dalam anestesi epidural
untuk persalinan, serta
memiliki riwayat
hipersensitivitas
terhadap heparin.

2 meropenem Meropenem hipersensitif terhadap


3x1,5 gr merupakan meropenem
antibiotik golongan
carbapenem yang
menghentikan
pertumbuhan dan
perkembangan
bakteri dengan cara
menghambat
pembentukan
dinding sel bakteri.
Obat ini tersedia
dalam bentuk suntik
infeksi gram positif
dan Gram negatif,
No Jenis therapi Indikasi Kontraindikasi

aerobik dan
anaerobik
3 larce 2x1 gr Larce 1000 IU Kontraindikasi
adalah sediaan merupakan suatu
cairan injeksi yang petunjuk mengenai
kondisi-kondisi dimana
mengandung Asam
penggunaan obat
askorbat (vitamin C) tersebut tidak tepat atau
Pengobatan pada tidak dikehendaki dan
kekurangan Vitamin kemungkinan
untuk meningkatkan berpotensi
daya tahan tubuh membahayakan jika
diberikan. Pemberian
Larce
dikontraindikasikan
pada kondisi-kondisi
berikut ini:

Penderita yang
hipersensitif terhadap
Vitamin C

4 remdac Merupakan obat anti Remdesivir


/rendesivir virus saat ini adalah dikontraindikasikan
1x100mg sebagai obat uji pada pasien yang
untuk pengobatan hipersensitivitas
COVID-19. terhadap remdesivir.
Pedoman pemberian Selain itu, remdesivir
berdasarkan juga tidak dianjurkan
pengalaman untuk diberikan kepada
pengembangan penderita COVID-19
pengobatan infeksi dengan gangguan ginjal
virus Ebola, SARS- sedang sampai berat.
CoV, dan MERS- Semua pasien harus
CoV. Dari beberapa dilakukan pemeriksaan
uji in vitro, selain fungsi ginjal sebelum
memiliki aktivitas pemberian remdesivir.
antivirus yang kuat, Remdesivir tidak
remdesivir juga direkomendasikan
No Jenis therapi Indikasi Kontraindikasi

terbukti dapat untuk pasien dewasa


mengurangi dan anak usia >28 hari
patologi pulmona dengan eGFR kurang
dari 30 ml/menit, atau
pada neonatus cukup
bulan (≥7 hari hingga
≤28 hari) dengan serum
kreatinin ≥ 1 mg/dl,
kecuali jika potensi
keuntungan melebihi
potensi risiko.

5 esola 1x40mg Esola adalah obat Hindari penggunaan


yang memiliki Esola pada pasien yang
kandungan memiliki indikasi:
esomeprazole Hipersensitif (alergi).
sebagai zat aktifnya. Penggunaan bersamaan
Esomeprazole dengan atazanavir dan
termasuk dalam nelfinavir
kelas obat Inhibitor
Pompa Proton (PPI)
yang digunakan
untuk mengobati
masalah lambung
dan kerongkongan
(seperti refluks
asam). Esola
digunakan untuk
mengurangi
produksi jumlah
asam lambung, juga
untuk meringankan
gejala seperti mulas,
kesulitan menelan,
dan batuk terus-
menerus
6 lameson Lameson adalah Hindari pemberian
2x62,5mg obat yang Lameson pada pasien
mengandung dengan kondisi:
Methylprednisolone Tuberculosis
dan merupakan Infeksi jamur sistemik
golongan hormon Herpes simpleks
kortikosteroid. Diabetes melitus
No Jenis therapi Indikasi Kontraindikasi

Hormon Varisela
kortikosteroid Osteoporosi
merupakan
golongan hormon
steroid yang
diproduksi di
korteks adrenal.
Hormon
kortikosteroid
berperan dalam
sistem fisiologis,
seperti respon stres,
respon kekebalan
tubuh dan
pengaturan
inflamasi,
metabolisme
karbohidrat,
katabolisme protein,
kadar elektrolit
darah dan perilaku.
Lameson dapat
membuat kenaikan
tingkat gula darah,
yang dapat
menyebabkan atau
memperburuk
diabetes.
7 tarontal 600 Tarontal merupakan Hindari penggunaan
mg/24 jam sediaan obat yang Tarontal pada pasien
mengandung yang memiliki indikasi:
Hipersensitivitas pada
Pentoxifylline.
pentoxifylline, xanthine
Tarontal digunakan metil lainnya.
untuk meningkatkan Perdarahan retina otak,
aliran darah aritmia jantung berat
sehingga
meringankan gejala
berupa nyeri pada
kaki atau tangan.
Tarontal bekerja
dengan membantu
aliran darah lebih
No Jenis therapi Indikasi Kontraindikasi

mudah mengalir
melalui arteri yang
sempit. Tarontal
meningkatkan
jumlah oksigen yang
dapat disampaikan
oleh darah ketika
otot-otot
membutuhkan lebih
banyak (seperti
selama latihan)
sehingga dapat
meningkatkan jarak
berjalan kaki atau
berolahraga

Anda mungkin juga menyukai