Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN MAKALAH

KELOMPOK I
ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Nama Kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Afrila Bella Sari


Ahmad Firdaus
Anas Ikhwani
Anggya Demen Saputri
Ani Suryani
Dona Andriani
Rina Mitasari
Oktavita sari
Muhibin

: 12031001
: 12031002
: 12031003
: 12031004
: 12031005
: 12031010
: 12031040
: 12031036
: 12031034

10. Armira Gustina


11. Dedi Siswono R.
12. Dola Ulti Sari
13. Arde Sandri N.
14. Efrira Damaina
15. Nora Komala D.
16. Oky Nurvianda D.
17. Pitri Ari Santi
18. Rini Musliawati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2015
KATA PENGANTAR

: 12031007
: 12031008
: 12031009
: 12031006
: 12031011
: 12031035
: 12031037
: 12031038
: 12031041

Puji syukur penyusun sampaikan atas kehadirat Allah SWT, dimana atas Rahmat dan
KaruniaNya penyusun telah dapat menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini merupakan
tugas kelompok dalam mata kuliah Peningkatan Keamanan & Keperawatan Kritis ini membahas
tentang Adult Respiratory Distress Syndrome
Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun mengalami banyak permasalahan. Namun
berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan
terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membimbing penyusun dalam proses
penyusunan makalah ini.
Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan seperjuangan khususnya
Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) nantinya.

Pekanbaru, 9 November 2015


Penyusun
Kelompok I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) awalnya digambarkan pada tahun 1967
sebagai penyakit akut dimanifestasikan oleh dypsnea, takipnea dan penurunan komplians

paru.Definisi ARDS telah diperluas dan disempurnakan selama bertahun-tahun.Pada tahun


1994, American European Consensus Conference merekomendasikan definisi ARDS
sebagai bagian dari cedera paru akut. Definisi termasuk tiga kriteria: rasio PaO2 / FiO2
kurang dari 200, infiltrat bilateral pada rontgen dada, dan tekanan oklusi arteri pulmonalis
kurang dari 18mmHg atau tidak ada bukti klinis hipertensi atrium kiri. Perubahan
patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru interstistial dan penurunan
kapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasis kongestif difus.
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah salah satu penyakit paru akut
yang memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) dan mempunyai angka kematian
yang tinggi yaitu mencapai 60%. Estimasi yang akurat tentang insidensi ARDS sulit karena
definisi yang tidak seragam serta heterogenitas penyebab dan manifestasi klinis.Estimasi
insidensi ARDS di Amerika Serikat sebesar 100.000-150.000 jumlah penduduk per tahun
(1996). Dahulu ARDS memiliki banyak nama lain seperti wet lung, shock lung, leakycapillary pulmonary edema dan adult respiratory distress syndr ome. Tidak ada tindakan
yang spesifik untuk mencegah kejadian ARDS meskipun faktor risiko sudah diidentifikasi
sebelumnya.Pendekatan dalam penggunaan model ventilasi mekanis pada pasien ARDS
masih kontroversial.American European Concencus Conference Committee (AECC)
merekomendasikan pembatasan volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan
hiperkapne.
Penggunaan ventilasi mekanis invasif pada pasien ARDS merupakan pendekatan yang
masih kontroversial. Penggunaan ventilator mekanis pada ARDS perlu diketahui aspek
fisiologi ventilasi mekanis, kapasitas residu fungsional, gerakan diapragma, resistensi paru,
pengaruh intermittent positif pressure ventilation (IPPV) atau positive end expiratory
pressure (PEEP) terhadap hemodinamik, pengaruh IPPV terhadap hubungan ventilasiperfusi dan pertukaran gas.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui asuhan
keperawatan gawat darurat pada pasien distress pernapasan dewasa (adult
respiratory distress syndrome, ARDS).
1.2.2

Tujuan Khusus

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Untuk mengetahui definisi dari ARDS.


Untuk mengetahui etiologi dari ARDS.
Untuk mengetahui manifestasi klinis dari ARDS.
Untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ARDS.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic ARDS.
Untuk mengetahui komplikasi dari ARDS.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan ARDS.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan gangguan
pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001).
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50

mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).
Adult Respirator Distress Syndrome

(ARDS) merupakan keadaaan gagal napas

mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat
banyak factor predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis, rudakpaksa / trauma pada
paru atau bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi
heroin, atau metadon. (Arif Muttaqin, 2009).
Sindrom distress pernapasan dewasa (adult respiratory distress syndrome, ARDS)
adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan/atau membrane kapiler
paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskular,
atau tubuh secara luar (Corwin, 2009).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS (Gagal nafas Akut) merupakan
ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran
oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam selsel tubuh.sehingga tegangan oksigen
berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar.
2.2 Etiologi
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung pada kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya
biasanya menyebabkan distruksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim
litik oleh sel-sel yang mati,sertabreaksi peradangan ysng terjadi setelah cedera dari kematian
sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dari alveolus disajikan di bawah ini
(Corwin, 2009).
DESTRUKSI KAPILER apabila kerusakan berawal di membran kapiler ,maka akan
terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium . Hal yang
meningkatkan jarak yang harus di tempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
berdifusi,sehingga kecepatan gas menurun Sehingga kecepatan pertuksran gas menurun.
Cairan yang menumpuk di ruang intrerstisium bergerak ke dalam alveolus ,mengencerkan
surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan . gaya yang diperlukan untuk
mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat . peningkatan tegangan permukaan di

tambahdi tambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan
atelektasis komprensi yang luas ,sehingga complienci paru berkurang . hal ini krmudian
menyebababkan penurunan ventilasi dan hipoksia . penyrbab kerusakan kapimer paru antara
lain adalah septikemia ,pankreatid,bisa ,danurenia. Pnrmonis,inhalasi asapa,trauma ,dan
tenggelam juga dapat merusak kapiler (Corwin, 2009).
DISTRUKSI ALVEOLUS

apabila

alveolus

adalah

tempat

awal

terjadinya

kerusakan ,maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga
kecepatan pertukaran gas juga menurun.penyebab kerusakan alveoulus antara lain adalah
pneomunia,aspirasi,dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen ,yang timbul setelah 24-36 jam
terali oksigen tinggi , juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui
pembentukan radikal - radikal bebas oksigen (Corwin, 2009).
Tanpa oksigen, jaringan vaskural dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus an kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan tetjadinya idema dan pembengkan ruang
intertsisium serta kerusakan kapiler dan alveolus disekuitarnya. Dalam 24 jam setelas awitan
ARDS,terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan
vinbrin putih yang bertambah secara progresif dan semakin mengurangi pertukaran gas.
Akhirnya terjadi vibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi,respirasi,dan perfusi
semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50% (Corwin, 2009).
Penyebab dari ARDS antara lain :
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang
menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla)
sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf
spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi
pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks


Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi
paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit
pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang
mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia
diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah
beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

2.3 Manifestasi Klinis


Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
a. Peningkatan jumlah pernapasan
b. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
c. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
d. Penurunan kesadaran mental
e. Takikardi, takipnea
f. Dispnea dengan kesulitan bernafas
g. Terdapat retraksi interkosta
h. Sianosis
i. Hipoksemia
j. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing

k. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop


l. Penurunan compliance paru
m. Pernapasan yang dangkal dan cepat pada mulanya, yang menyebabkan alkalosis
respiratorik karena karbon dioksida banyak terbuang.
(Corwin, 2009).
2.4 Patofisiologi
Sindrom gagal pernafasan pada orang dewasa selalu berhubungan dengan penambahan
cairan dalam paru, merupakan suatu edema paru yang berbeda dari edema patu karena
kelainan jantung olah karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler
paru.Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan
permeabilitas enditel kapiler paru dan epitel alveoli yang mengakibatkan edema alveoli dan
interstitial. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes
ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru dan atelektasis kongesti yang
luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru menjadi kaku dan keluwesan paru
(compliance) menurun.Kapasitas sisa berfungsi (fungsional residual capacity) juga menurun.
Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal pernafasan pada
orang dewasa dan penyebab hipoksemia adalah ketidak seimbangan ventilasi-perfusi,
hubungan arterio-venus (aliran darah mengalir ke alveoli yang kolaps) dan kel;ainan difusi
alveoli-kapiler sebab penebalan dinding alveoli-kapiler. Meskipun kejadian presipitasi
spectrum luas berhubungan dengan ARDS, patogenesis pada umumnya adalah kerusakan
difusi pada membrane alveolokapiler, teorinya karena satu dari dua kategori mekanisme
Aspirasi bahan kimia tertentu atau inhalasi gas berbahaya kedalam jalan nafas yang secara
langsung toksik terhadap epithelium alveolar, menyebabkan kerusakan dan peningkatan
permeabilitas membrane alveolokapilar. Kerusakan pada membrane alveolokapilar dapat
diawali pada mikrovaskular pulmonal.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik,
meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan
(misal awitan mendadak infeksi akut). Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari
waktu cedera paru sampai berkembangnya gejala. Durasi sindrom dapat beragam dari
beberapa hari sampai minggu. Pasien yang tampak akan pulih dari ARDS dapat secara
mendadak relaps kedalam penyakit pulmonari akut akibat serangan sekunder seperti
pneumotoraks atau infeksi berat.

2.5 Penatalaksanaan
Pengobatan ARDS yang pertama-tama adalah pencegahan, karena ARDS tidak merupakan
penyakit primer tetapi timbul setelah penyakit lain yang parah. Apabila ARDS tetap timbul,
maka pengobatannya adalah:
a. Diuretic untuk mengurangi beban cairan, dan obat-obat perangsang jantung untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung dan volume sekuncup agar penimbunan cairan di
paru berkurang. Penatalaksanaan cairan dan obat-obatan digunakan untuk mengurangi
kemungkinan gagal jantung kanan.
b. Terapi oksigen dan ventilasi mekanis sering diberikan.
c. Kadang-kadang digunakan obat-obat anti-inflamasi untuk mengurangi efek merusak dari
proses peradangan, walaupun efektivitasnya masih dipertanyakan.
(Corwin, 2009).
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada pasien ARDS antara lain :
a. Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
b. Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau positive end
expiratory pressure (PEEP)
c. Inhalasi nebulizer
d. Fisioterapi dada
e. Pemantauan hemodinamik/jantung
f. Pengobatan Brokodilator Steroid
g. Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan fungsi ventilasi
a) Frekuensi pernafasan per menit
b) Volume tidal
c) Ventilasi semenit
d) Kapasitas vital paksa
e) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
f) Daya inspirasi maksimum

g) Rasio ruang mati/volume tidal


h) PaCO2, mmHg
2) Pemeriksaan status oksigen
3) Pemeriksaan status asam-basa
4) Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada PaO2,
PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 lebih
dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5) Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6) Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7) Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum) untuk
menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8) Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9) EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan, disritmia.
b. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Analisis gas darah arteri akan memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri.
Terapi oksigen tidak efektif untuk ARDS, berapapun jumlah oksigen yang diberikan,
karena difusi gas terbatas akibat penimbunan fibrin, edema, dan rusaknya kapiler dan
alveolus (Corwin, 2009).
1) Hipoksemia ( pe PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi
2) Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
3) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
4) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
c. Pemeriksaan Rontgent Dada :
1) Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
2) Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
d. Tes Fungsi paru :
1) Pe komplain paru dan volume paru
2) Pirau kanan-kiri meningkat

2.7 Komplikasi
a. kegagalan pernapasan dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu
harus bekerja lebih keras untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya individu
kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis respiratorik karena
terjadi penimbunan karbon dioksida di dalam darah. Melambatnya pernapasan dan
menurunnya pH arteri adalah indikasi akan datangnya kegagalan pernapasan dan
mungkin kematian.
b. Pneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di paru dan
kurangnya ekspansi paru.
c. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal dan tukak saluran cerna karena stress (stress
ulcers).
d. Dapat timbul koagulasi intravascular diseminata akibat banyaknya jaringan yang rusak
pada ARDS.
(Corwin, 2009).
2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
1. Survey Primer
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan: pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
2. Survey Sekunder
a. Mata
1) Konjungtiva pucat (karena anemia)

2) Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)


3) Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau endokarditis)
b. Kulit
1) Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
2) Sianosis secara umum (hipoksemia)
3) Penurunan turgor (dehidrasi)
4) Edema
5) Edema periorbital
c. Jari dan kuku
1) Sianosis
2) Clubbing finger
d. Mulut dan bibir
1) Membrane mukosa sianosis
2) Bernafas dengan mengerutkan mulut
e. Hidung
1) Pernapasan dengan cuping hidung
f. Vena leher
1) Adanya distensi/bendungan
g. Dada
1) Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan,
dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
2) Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
3) Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
4) Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
5) Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,
pleural friction)
6) Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
h. Pola pernafasan
1) Pernafasan normal (eupnea)
2) Pernafasan cepat (tacypnea)

3) Pernafasan lambat (bradypnea)


2.8.2

Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk batuk, adanya selang endotrakeal, sekret yang kental, kelelahan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak adekuat,
peningkatan sekresi, penurunan kemampuan untuk oksigenasi dengan
adekuat.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli.

2.8.3

Intervensi

Diagnosa NANDA
Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif :
Nanda-NIC-NOC 2010
Definisi : Ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari
saluran pernafasan untuk mempertahankan
kebersihan jalan nafas.

Batasan Karakteristik :
Dispneu, Penurunan suara nafas
Orthopneu
Cyanosis
Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
Kesulitan berbicara
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada

Mata melebar
Produksi sputum
Gelisah
Perubahan frekuensi dan irama nafas

NOC

Respiratory status : Ventilation


Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control

NIC

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan


suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten


(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Mampu mengidentifikasikan dan


mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas

Faktor-faktor yang berhubungan:

Lingkungan : merokok, menghirup asap

Airway suctio
Pastikan keb
suctioning
Auskultasi su
dan sesudah su
Informasikan
keluarga tenta
Minta klien n
suction dilaku
Berikan O2 d
nasal untuk m
nasotrakeal
Gunakan ala
melakukan tin
Anjurkan pas
dan napas dala
dikeluarkan da
Monitor statu
Ajarkan kelu
melakukan suk
Hentikan suk
oksigen apabil
menunjukkan
peningkatan sa

rokok, perokok pasif-POK, infeksi

Fisiologis : disfungsi neuromuskular,


hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas,
asma.

Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas,


sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya
jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya
eksudat di alveolus, adanya benda asing di
jalan nafas.

Pola Nafas tidak efektif : Nanda-NIC-NOC


2010

Terapi Oksige

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau


ekspirasi tidak adekuat

Respiratory status : Ventilation

Batasan karakteristik :

Respiratory status : Airway patency

Vital sign Status

Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi

Penurunan pertukaran udara per menit

Menggunakan otot pernafasan


tambahan

Nasal flaring

Dyspnea

Airway Manag
Buka jalan n
chin lift atau j
Posisikan pa
memaksimalk
Identifikasi p
pemasangan a
Pasang mayo
Lakukan fisi
Keluarkan se
atau suction
Auskultasi su
adanya suara t
Lakukan suc
Berikan bron
Berikan pele
basah NaCl Le
Atur intake u
mengoptimalk
Monitor resp

Kriteria Hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan


suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)

Bersih
dan sec

Pertaha
yang p

Atur p

Monito

Pertaha

Onserv
tanda h

Monito

Orthopnea

Perubahan penyimpangan dada

Nafas pendek

Assumption of 3-point position

Pernafasan pursed-lip

Tahap ekspirasi berlangsung sangat


lama

Peningkatan diameter anterior-posterior

Menunjukkan jalan nafas yang paten


(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal
Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)

pasien

Vital sign Mo

Monito
RR

Catat a
tekana

Monito
berbari
berdiri

Ausku
lengan

Monito
sebelum
setelah

Faktor yang berhubungan :

Hiperventilasi

Deformitas tulang

Kelainan bentuk dinding dada

Monito

Penurunan energi/kelelahan

Monito
pernap

Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal

Monito

Obesitas

Posisi tubuh

Monito
abnorm

Kelelahan otot pernafasan

Monito
kelemb

Hipoventilasi sindrom

Monito

Nyeri

Kecemasan

Monito
triad (t
meleba

Disfungsi Neuromuskuler

Kerusakan persepsi/kognitif

Perlukaan pada jaringan syaraf tulang


belakang

Imaturitas Neurologis

pening

Identif
peruba

Gangguan Pertukaran Gas : Nanda-NICNOC 2014


NOC:

manajemen ja

Factor yang berubungan

Perubahan membrane kapiler-alveolar

Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

respon alergi: sistemik; keparahan


respon hipersensitifitas imun sistemik
terhadap antigen lingkungan tertentu

Keseimbangan elektrolit dan asam


basa; keseimbangan elektrolit dan
non elektrolit dalam kompartemen
intrasel dan ekstrasel tubuh

Batasan karakteristik

identif
pasien
jalan
potens

auskul
tandai
hilangn
adanya

pantau
dan
kebutu

Subjektif

Dispnea

Sakit kepala pada saat bangun tidur

Gangguan penglihatan

Status pernapasan: pertukaran gas;


pertukaran O2 dan CO2 di alveoli
untuk mempertahankan konsentrasi
gas darah

Status
pernapasan:
ventilasi;
pergerakan udara yang masuk dan
keluar ke dan dari paru

Perfusi jaringan paru; keadekuatan


aliran darah melewati vaskular paru

Objektif

Gas darah arteri yang tidak normal

pH arteri yang tidak normal

ketidaknormalan frekuensi, irama, dan

Respon ventilasi mekanis: orang


dewasa; pertukaran alveolar dan
perfusi jaringan yang disokong oleh
ventilasi mekanis

kedalaman pernapasan

yang utuh untuk perfusi unit alveolikapiler

warna kulit tidak normal

konfusi

sianosis

karbondioksida menurun

diaphoresis

hiperkapnia

hiperkarbia

hipoksia

hipoksemia

iritabilitas

napas cuping hidung

gelisah

somnolen

takikardi

TTV; TTv dalam batas normal

Tujuan dan criteria evaluasi

BAB III
PENUTUP

Gangguan pertukaran gas berkurang


yang
dibuktikan
oleh
tidak
terganggunya respon alergi: sistemik,
keseimbangan elektrolit dan asam
basa, respon ventilasi mekanis: orang
dewasa, status pernapasan: pertukaran
gas, status pernapasan: ventilasi,
perfusi jaringan paru, TTV

3.1 Kesimpulan
Adult Respirator Distress Syndrome

(ARDS) merupakan keadaaan gagal napas

mendadak yang timbul pada kilen dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
Sulit untuk membuat definisi secara tepat, karena patogenesisnya belum jelas dan terdapat
banyak factor predisposisi seperti syok karena perdarahan, sepsis, trauma pada paru atau
bagian tubuh lainnya, pancreatitis akut, aspirasi cairan lambung, intoksikasi heroin, atau
metadon. (Arif Muttaqin, 2009).Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS
(Gagal nafas Akut) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen
dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak
dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam selsel
tubuh, sehingga tegangan oksigen berkurang dan peningkatan karbondioksida akan menjadi
lebih besar.
Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak faktor penyebab yang dapat
berperan padagangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebutsebagai penyakit tetapi
sebagai sindrom.
Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDSadalah edema paru interstistial dan
penurunankapasitas residu fungsional (KRF) karena atelektasiskongestif difus.Pendekatan
dalam penggunaan model ventilasi mekanis pada pasien ARDS masih kontroversial.
American European Concencus Conference Committee (AECC) merekomendasikan
pembatasan volume tidal, positive end expiratory pressure (PEEP) dan hiperkapne.
3.2 Saran
Kelompok menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, kelompok mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar
kelompok dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kelompok khususnya pembaca pada umumnya. Dan diharapkan kepada
tenaga kesehatan khususnya perawat untuk lebih maksimal dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) dan
memberikan penanganan kepada pasien sesuai dengan Evidance Based.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Miracle, Vickie A. Springhouse Review for Critical Care Nursing Certification: An Indispensable
Study Guide for the C.C.R.N Exam. Third Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Muttaqin, Arif & Nurachman, Elly. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Segel, Barbara. 1998. Critical Care Nursing Care Plans. America: Delmar.

Anda mungkin juga menyukai