Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Serangan jantung (SKA) adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi
pembatasan atau pemutusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung
(miokardium) mati karena kekurangan oksigen (Sudiarto,2011). Proses iskemik
miokardium lama yang mengakibatkan kematian (nekrosis) jaringan otot miokardium
tiba-tiba. Salah satu bagian dari SKA adalah Non-ST Elevation myocardial infarction
(NSTEMI). NSTEMI merupakan suatu keadaan yang diakibatkan karena
ketidakseimbangan permintaan dan suplay oksigen ke myocardium terutama yang
diakibatkan karena adanya penyempitan pada arteri koronaria yang menyebabkan
iskemia ( Reny, 2016).
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan organisasi Federasi Jantung Sedunia
(World Heart Federation) menyatakan jantung akan menjadi penyebab utama
kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian
global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan
menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya
pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler. Di
negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit
jantung akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di
negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada
wanita. Ditahun 2020, diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
kematian 125 orang setiap tahunnya. (Vany, Y, 2010). Di Indonesia, angka kematian
karena penyakit jantung koroner dalam 10 tahun terakhir ini meningkat mencapai
53,5% per 100.000 penduduk Indonesia (Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional,
2015).
Berdasarkan diagnosis atau gejala estimasi jumlah penderita penyakit jantung
kororner di provinsi bali sebanyak 1,2 me% nurut Riskesdas tahun 2018. Sedangkan
menurut karakteristiknya terdapat 0,1 % pada usia < 1 tahun, 0,4 % pada usia 1-4
tahun, 0,7 % usia 5-14 tahun, 0,7% pada usia 15-24 tahun, 0,8 % pada usia 25-34
tahun, 1,3 % pada usia 35-44 tahun, 2,4 % pada usia 45-54 tahun, 3,9% pada usia 55-
64 tahun, 4,6 % pada usia 65-74 tahun, 4,7 % pada usia >75 tahun.
1
Angka kematian yang disebabkan oleh PJK di Indonesia cukup tinggi mencapai 1,25
juta jiwa jika populasi penduduk Indonesia 250 juta jiwa ( Kemenkes, 2014). Data dari
tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia
sebesar 0,5 % atau diperkirakan sekitar 883.447 orang, sedangkan berdasarkan
diagnosis dan gejala sebesar 1,5 % atau diperkirakan sekitar 2.650.340 orang.
Berdasarkan diagnosis dokter penderita penyakit jantung koroner meningkat seiring
dengan bertambahnya umur. Pada rentang antara 65-75 tahun peningkatan sebesar 2,0
% dan 3,6%, sedikit menurun pada kelompok umur lebih besar atau sama dengan 75
tahun (Kemenkes, 2017).
Sedangkan data dari Badan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tabanan pada
pada tahun 2019 didapatkan pasien yang dirawat di ruang ICCU yang menderita Non
ST Elevasi Miocard Infark (NSTEMI) sebanyak 41 orang. Dari data angka kejadian
NSTEMI tersebut maka kami tertarik untuk mengambil kasus NSTEMI sebagai
laporan kasus.
Berdasarkan insiden yang semakin meningkat dan dilihat dari kegawatan dan
komplikasi yang ditimbulkan, maka dibutuhkanlah peran perawat sebagai pelaksana
(care provider) dengan memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara
langsung kepada klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya, sebagai pengelola (manager) yaitu perawat mempunyai peran dan
tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan disemua tatanan layanan
kesehatan, sebagai pembela (advocad) berfungsi membela kepentingan klien, sebagai
Pendidik (edukator) yaitu dengan memberikan informasi kesehatan melalui upaya
perawat secara promotif yang merupakan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan. Upaya preventif dengan menyarankan agar menjalani pola hidup sehat:
makan-makanan yang rendah lemak, kurangi merokok dan rajin berolahraga. Upaya
kuratif yaitu memberi saran pasien agar kooperatif yaitu dengan mentaati peraturan
perawatan dan terapi yang dianjurkan dokter. Dan upaya rehabilitatif yaitu dengan
menganjurkan pasien agar tetap kontrol ke dokter secara rutin, menjaga diet jangan
memakan yang tinggi kolesterol, penyesuaian gaya hidup  rajin berolah raga dan tidak
melakukan aktifitas fisik yang berat.
Berdasarkan uraian di atas, meningkatnya angka kematian setiap tahunnya dan
pentingnya peran perawat dari segi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
sehingga penulis tertarik untuk menerapkan  “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. S

2
dengan diangnosa Non-ST Elevasi Miokard Infark Di Ruang ICCU BRSUD
Kabupaten Tabanan.
B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan diagnosaChest Pain Suspect
Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post Wsd Omi Anterior
Total Av Block?”

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosaChest
Pain Suspect Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post
Wsd Omi Anteriol Total Av Block
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Melakukan pengkajian pada pasien Tn.S dengan diagnosa Chest Pain Suspect
Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post Wsd Omi
Anterior Total Av Block
b. Menetapkan dan memprioritaskan diagnosa keperawatan pada pasienTn.S
dengan diagnosa Chest Pain Suspect Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat
Efusi Pleura Dextra Post Wsd Omi Anterior Total Av Block
c. Menyusun rencana keperawatan pada pasien Tn. S dengan diagnosa Chest Pain
Suspect Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post Wsd
Omi Anterior Total Av Block
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasienTn. S dengan diagnosa Chest
Pain Suspect Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post
Wsd Omi Anterior Total Av Block
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Tn. S dengan diagnosa Chest
Pain Suspect Uap Dd. Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura Dextra Post
Wsd Omi Anterior Total Av Block

3
D. METODE PENULISAN
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan laporan kasus asuhan keperawatan
ini adalah dengan metode gabungan, yaitu gabungan antara studi pustaka dan studi
lapangan. Penulisan yang diawali dari teori dan fakta yang terjadi pada pasien,
bertujuan untuk mengadakan perpaduan antara teori dan praktik, menetapkan konsep-
konsep, membuktikan atau mengembangkan teori ke dalam kenyataan yang terjadi
pada pasien.
Adapun unsur-unsur dalam penulisan ini adalah:
1. Pengumpulan konsep dasar teori.
2. Pembelajaran konsep dasar teori.
3. Pengumpulan dan analisis data dilakukan pada pasien pada waktu yang
bersamaan.
4. Data merupakan sumber teori yang akan disatukan dengan teori.
5. Studi perbandingan untuk menentukan beberapa ketimpangan antara teori dan
kenyataannya.
6. Studi penyebab ketimpangan antara teori dan ketimpangan yang terjadi.

Skema tahap-tahap dalam penulisan laporan ini adalah:

Pengumpulan Pengkajian Analisis Data Teori yang


teori pada pasien menerangkan data

Uraian dan konsep derdasarkan


data dan teori yang ada

E. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan dalam memahami laporan kasus ini maka penulis
mengklasifikasikannya menjadi lima BAB dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I yaitu pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah, tujuan
penulisan, metode dan sistematika penulisan. BAB II mencakup tinjauan teoritis dan
tinjauan kasus, dimana tinjauan teoritis meliputi konsep dasar kasus dan konsep dasar
asuhan keperawatan, konsep dasar kasus menguraikan definisi penyakit, epidemiologi
penyakit, penyebab penyakit, patofisiologi penyakit, klasifikasi, gejala klinis,

4
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, diagnosis, komplikasi dan penatalaksanaan
medis. Konsep dasar asuhan keperawatan meliputi pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. BAB III berisikan data dan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan NSTEMI, BAB IV berisikan pembahasan
antara teori yang ada dengan praktik yang ditemukan pada pasien, BAB V yaitu
penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Sindroma koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spectrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
yang meliputi angina pectoris tidak stabil (APTS), infark miocard gelombang non Q
atau infark miocard tanpa elevasi segmen ST(Non ST elevation myocardial
infarction/NSTEMI),dan infark miocard gelombanng Q atau myocardial infarction
dengan elevasi segmen ST(ST elevation myocardial infarction/STEMI) (Rosdahl,
2017). Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau
embolus (Nurarif, A.H dan Hardi, K, 2015). Iskemia terjadi oleh karena obstruksi,
kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat
disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis ( Reny, 2016).
Unstable Angina Pectoris (UAP) dan Non ST elevasi Infark miokard diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis
sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak ada perbedaan. Diagnosa
NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis Unstable Angina
menunjukkan bukti adanya necrosis miocard berupa peningkatan biomarker jantung
( Reny, 2016).
Non ST elevasi infark miocard merupakan adanya ketidakseimbangan permintaan
dan suplay oksigen ke myocardium terutama akibat penyempitan oleh arteri koroner
akan menyebabkan iskemia myocardium local. Iskemia yang bersifat sederhana akan
menyebabkan perubahan yang reversible pada tingkat sel dan jaringan (Silvia,2009)

Gambar 1. Sumbatan arteri

6
2. Epidemiologi
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan organisasi Federasi Jantung Sedunia
(World Heart Federation) menyatakan serangan jantung akan menjadi penyebab utama
kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian
global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan
menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya
pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler. Di
negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit
jantung akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di
negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada
wanita. Ditahun 2020, diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
kematian 125 orang setiap tahunnya. (Vany, Y, 2010).Di Indonesia, angka kematian
karena penyakit jantung koroner dalam 10 tahun terakhir ini meningkat mencapai
53,5% per 100.000 penduduk Indonesia (Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional,
2014).
Sedangkan data dari BRSUD Kabupaten Tabanan yaitu pada tiga bulan terakhir
tahun 2019 persentase diagnose pasien yang dirawat di ruang ICCU adalah penderita
penyakit acute miocard infark mencapai 38 % (STEMI 28% dan NSTEMI 8%), angka
kejadian miocard infark memiliki persentase paling tinggi daripada penyakit jantung
yang lainnya.( wantiah,2010 )

3. Etiologi
Non-ST Elevasi Miokard Infark disebabkan oleh penurunan suplay oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner.
NSTEMI terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokontriksi koroner, sehingga
terjadi iskemia miocard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miocard dengan
derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada sub endokardium. Keadaan ini tidak dapat
menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miocard yang dihasilkan dari
penyempiitan arteri koroner trombusnonoclusive yang telah dikembangkan pada plak
ateroslerosis sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya (Corwin, E. J. 2009):

7
a. Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh dua faktor, antara lain:
1) Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah
mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan
pembuluh darah diantaranya:timbunan plak kolesterol di dinding arteri yang
menyebabkan terhalangnya aliran darah (atherosclerosis), kontraksi otot secara
mendadak/ penyempitan saluran(spasme), dan peradangan arteri (arteritis).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan
dengan beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress
emosional atau nyeri, terpapar suhu dingin yang ekstrim, merokok.
2) Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke
seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan
pada sirkulasi diantaranya kondisi hipertensi, Stenosis (penyempitan aorta
dekat katup) maupun isufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta,
maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiac output.

b. Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh


Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak
mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk
meningkatkan cardiac output. Oleh karena itu segala aktivitas yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark, misalnya
aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard
bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai
oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak
efektif.

c. Faktor risiko, menurut Wajan J 2010:


1) Merokok terlalu berlebihan selama bertahun-tahun
Menghirup asap rokok menyebabkan peningkatan kadar carbon monoksida
(CO). Hemoglobin lebih mudah berikatan dengan carbon monoksida daripada

8
oksigen. Jadi oksigen yang disuplai ke jantung juga berkurang sehingga kerja
jantung semakin berat. Selain itu, asam nikotin pada tembakau memicu
pelepasan katekolamin yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan adhesi trombosit yang menyebabkan peningkatan
terbentuknya trombus.
2) Diabetes Mellitus
Penderita Diabetes Mellitus (DM) memiliki prevalensi, prematuritas dan
keparahan aterosklerosis koroner yang lebih tinggi. DM menginduksi
hiperkolesterolemia dan secara bermakna meningkatkan timbulnya
aterosklerosis. DM juga berkaitan dengan proliferasi sel otot polos dalam
pembuluh arteri koroner; sintesis kolesterol; trigliserida; dan pospolipid ;
peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL) dan kadar High Density
Lipoprotein (HDL) yang rendah. Hiperglikemi yang terjadi pada penderita DM
juga menyebabkan peningkatan agregasi trombus.
3) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri sehingga beban kerja jantung bertambah.
Sebagai akibatnya, terjadi hipertropi ventrikel untuk meningkatkan kontraksi.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung
dengan kompensasi hipertropi akhirnya terlampaui, terjadi dilatasi dan payah
jantung. Bila proses aterosklerosis berlanjut, penyediaan oksigen miokardium
berkurang. Peningkatan kebutuhan oksigen pada miokradium terjadi akibat
hipertropi ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung sehingga akhirnya
akan menyebabkan Angina atau Infark Miokard.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri
(faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung
terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan
terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini menyebabkan angina
pektoris yang kemudian dapat berkembang menjadi akut miocard infark
(AMI). Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada
penderita hipertensi dibanding orang normal.

9
4) Hiperlipidemia
Penyempitan dan penyumbatan pembuluh arteri koroner disebabkan oleh
penumpukan dari zat-zat lemak (kolesterol, trigliserida) yang makin lama
makin banyak dan menumpuk di bawah lapisan terdalam (endotelium) dari
dinding pembuluh nadi. Hal ini mengurangi atau menghentikan aliran darah ke
otot jantung sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah.

a) Kolesterol Total
Kadar kolesterol total yang normal adalah ( < 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl
maka risiko terjadinya Penyakit jantung koroner (PJK) meningkat. Kadar
kolesterol total normal < 200 mg/dl , agak tinggi (Pertengahan) 200-239
mg/dl, Tinggi >240 mg/dl.
b) LDL Kolesterol
Low Density Lipoprotein (LDL) kontrol merupakan jenis kolesterol yang
bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar LDL yang
meninggi akan menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar
LDL Kolesterol;
 Normal < 130 mg/dl
 Agak tinggi (Pertengahan) 130-159 mg/dl
 Tinggi >160 mg/dl
c) HDL Koleserol
High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol merupakan jenis kolesterol
yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) karena
mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di
buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau
mencegah terjadinya proses arterosklerosis. Kadar HDL Kolesterol:
 Normal <45 mg/dl
 Agak tinggi (Pertengahan) 35-45 mg/dl
 Tinggi >35 mg/dl
Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan
terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi
berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok.

10
d) Kadar Trigliserida
Trigliserid terdiri dari 3 jenis lemak yaitu Lemak jenuh, Lemak tidak
tunggal dan Lemak jenuh ganda. Kadar trigliserid yang tinggi merupakan
faktor resiko untuk terjadinya PJK. Kadar Trigliserid:
 Normal < 150 mg/dl
 Agak tinggi 150 – 250 mg/dl
 Tinggi 250-500 mg/dl
 Sangat Sedang >500 mg/dl
5) Obesitas
Obesitas meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan berperan
pada gaya hidup pasif. Lemak tubuh yang berlebihan (terutama obesitas
abdominal) dan ketidakaktifan fisik berperan dalam terbentuknya resistensi
insulin.
6) Diet
Terdapat hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di dalam
susunan makanan sehari-hari (diet). Makanan orang Amerika rata-rata
mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol
cenderung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-
sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan
didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada orang Amerika (Sudoyo,
A.W, dkk, 2010).

4. Patofisiologi
Aterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli trobus merupakan etiologi
yang paling sering menyebabkan terjadinya infark miokardium. Terjadinya
penyumbatan pembuluh darah koroner menyebabkan aliran darah ke seluruh
miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut menjadi terhambat. Dengan
terhambatnya aliran darah maka oksigen juga tidak dapat disuplai ke sel-sel
miokardium. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya infark
miokardium.. Sel-sel miokardium tersebut mulai mati setelah 20 menit mengalami
kekurangan oksigen. Berkurangnya oksigen mendorong miokardium untuk mengubah
metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur
11
glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob
melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukkan fosfat berenergi tinggi
menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu penimbunan asam laktat
yang menyebabkan nyeri dada yang bisa menyebar ke lengan atau rahang, kadang
gejala terutama timbul dari epigastrium. Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti
dan sel terisi ion natrium dan air yang akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan
lisis, sel melepaskan kalium intrasel dan enzim intrasel, yang mencederai sel-sel di
sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapatkan akses ke sirkulasi sistemik dan ruang
interstitial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan interstitial di sekitar sel
miokardium. Akibat dari kematian sel, tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi,
terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor pembekuan. Terjadi degranulasi
sel mast yang menyebabkan pelepasan histamin dan berbagai prostaglandin. Sebagian
bersifat vasokontriksi. Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium
serta penimbunan asam laktat, jalur hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat
menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau ventrikel atau terjadinya distritmia.
Dengan matinya sel otot, pola listrik jantung berubah, pemompaan jantung menjadi
kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume sekuncup menurun
sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah
merangsang respon baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan sistem saraf simpatis,
sistem renin-angiotensin, dan peningkatan pelepasan hormon antidiuretik. Hormon
stress(kortikotropin dan kortisol) juga dilepaskan disertai peningkatan produksi
glukosa. Pengaktifan sistem saraf parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya
perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya rangsangan simpatis ke nodus SA,
kecepatan denyut jantung meningkat. Demikian juga pada ginjal, terjadi penurunan
aliran darah sehingga produksi urin juga berkurang dan ikut merangsang sistem renin-
angiotensin. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit menyebabkan
individu berkeringat dan merasa dingin.
Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke
jantung, jantung akan memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit
(peningkatan afterload) akibatnya beban jantung yang telah rusak tersebut meningkat.
Kebutuhan oksigen jantung juga meningkat. Hal ini mengakibatkan semakin banyak
sel jantung yang mengalami hipoksia. Apabila kebutuhan oksigen sel miokard tidak
dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah sel yang cedera dan iskemik di sekitar

12
zona nekrotik yang akan berisiko mengalami kematian. Akibatnya kemampuan pompa
jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua jaringan dan organ.
Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan ventrikel kiri dan vena pulmonal. Hal ini meningkatkan tekanan
hidrostatik yang mengakibatkan cairan merembes keluar dan lolos ke jaringan alveoli
di sekitarnya melalui hubungan antara bronkioli dan bronki. Cairan ini kemudian
bercampur dengan udara selama pernapasan. Karena adanya timbunan cairan, paru
menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk sehingga
terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2. (Sudoyo 2014)

Gambar 2. Patofisiologi Infark Miocard

13
5. Klasifikasi
Ada dua jenis infark miokard, yaitu (Sudoyo, A.W, dkk, 2010):
a. Infark Transmural
Infark yang mengenai seluruh tebal dinding ventrikel. Biasanya disebabkan oleh
aterosklerosis koroner yang parah, plak yang mendadak robek dan trombosis
oklusif yang superimposed.
b. Infark Subendokardial
Terbatas pada sepertiga sampai setengah bagian dalam dinding ventrikel yaitu
daerah yang secara normal mengalami penurunan perfusi obstruksi koroner. Gejala
yang ditimbulkan yaitu nyeri dada dengan lokasi khas atau kadang kala
diepigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan
terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan.

6. Gejala Klinis
Adapun gejala klinis dari Non ST Elevasi Miocard Infark yaitu (Sudoyo, A.W, dkk,
2010):
a. Nyeri dada yang terasa berat dan menekan biasanya berlangsung minimal 30
menit. Nyeri dapat menyebar ke lengan kiri, leher dan rahang, kadang gejala
terutama timbul dari epigastrium.

14
Gambar 3. Gejala Infark Miocard
b. Sesak nafas dapat disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan ventrikel kiri.
c. Terjadi mual dan muntah yang mungkin berkaitan dengan nyeri hebat
d. Perasaan lemas yang berkaitan dengan penurunan aliran darah ke otot rangka
e. Kulit yang dingin dan pucat akibat vasokontriksi simpatis
f. Takikardi akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung
g. Keadaan mental berupa perasaan sangat cemas disertai perasaan mendekati
kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormon stres dan
Anti Diuretik Hormon (ADH/vasopresin)
h. Pengeluaran urin berkurang karena penurunan aliran darah ginjal serta peningkatan
aldosteron dan Aiuretik Hormone (ADH).
i. Diaporesis (keringat berlebihan),sakit kepala,mual muntah,palpitasi, gangguan
tidur.
j. Gejala Gastointestinal, peningkatan reflek vagal menyebabkan mual dan muntah,
dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infark
inferior juga bisa menyebabkan cegukan
k. Gejala lain seperti palpitasi, rasa pusing, sinkope dan aritmia ventrikel serta
gelisah.

15
7. Pemeriksaan Fisik
Gejala sindroma koroner akut yang paling umum adalah nyeri dada sebelah kiri, nyeri
yang dirasakan seperti terhimpit atau tertindih benda berat dan berlangsung lebih dari
15 menit. Nyeri yang dirasakan juga seperti panas yang menjalar ke lengan kiri,
rahang kiri, leher sampai tembus ke punggung, dan nyeri akan berkurang atau hilang
dengan pemberian nitrogliserin yang mengindikasikan nyeri merupakan nyeri kardiak,
mual hingga muntah akibat rangsangan vagal, keluar keringat dingin, sesak nafas,
adanya keluhan pusing hingga adanya penurunan kesadaran akibat syok
kardiogenik.Dari auskultasi mungkin ditemukan murmur pada regurgitasi mitral atau
apabila terjadi peningkataan intensitas murmur yang sudah ada sebelumnya (Perki,
2015)
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Patrick, 2015 :
a. Pemeriksaan EKG
Adanya perubahan gelombang segmen ST merupakan hal penting yang
menentukan risiko pada pasien, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mv
merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al menunjukkan peningkatan
risiko yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi
segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan tambahan
informasi prognosis pasien dengan NSTEMI. Hasil EKG yang menunjukkan
infark myocardium akut dikelompokkan menjadi infark gelombang Q, dan infark
gelombang non-Q. Perubahan hasil EKG yang berhubungan dengan infark
miocardium gelombang Q mencakup peningkatan segmen ST, inversi gelombang
T dan gelombang Q yang nyata pada sadapan yang terpasang pada miocardium
yang mengalami infark. Hasil pemeriksaan EKG pada NSTEMI ditemukan adanya
iskemik yang ditandai dengan adanya penurunan (depresi) segmen ST atau inversi
gelombang T (atau keduanya) pada sadapan EKG.
b. Pemeriksaan Kreatinin kinase (CK)
Kreatinin kinase merupakan suatu enzim yang dapat ditemukan pada berbagai sel,
terutama pada berbagai sel otot. Dilihat dari tipenya, enzim ini terdapat pada otot
rangka (CK-MM), otot jantung (CK-MB),otak dan usus (CK-BB). Jika terjadi
cedera atau kerusakan pada sel-sel ini, maka enzim akan bocor keluar sehingga
akan terjadi peningkatan pada pemeriksaan laboratorium. Pada saat terjadi

16
serangan jantung, CK-MB akan meningkat dalam 4-8 jam dan mencapai puncak
dalam 48-72 jam. Pemeriksaan ini sudah mulai jarang dilakukan karena sudah ada
pemeriksaan yang lebih sensitive.
c. Pemeriksaan Troponin jantung
Troponin merupakan protein yang didapati pada miokardium dan dilepaskan ke
dalam darah apabila terjadi iskemik pada miocardium. Troponin merupakan enzim
jantung yang sangat penting untuk diperiksa. Troponin T akan meningkat kadarnya
setelah 4-9 jam setelah serangan sindroma koroner akut dan mencapai puncak pada
jam ke-12 sampai 24 jam. Kadar troponin T tersebut bertahan di dalam darah
selama 7-14 hari. Kadar troponin Subunit troponin terbagi menjadi 2 yakni :
Troponin T dan Troponi I. Pemeriksaan yang terbaru yaitu: high sensitive
troponin (hsT). Pemeriksaan ini dapat dilakukan mulai 1 jam setelah onset dan
memiliki sensitivitas yang tinggi. Tingginya sensitifitas kadar troponin 1 jam
setelah onset tidak diikuti spesifitas yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan
pemeriksaan troponin 3 jam dan 6 jam setelah onset karena pada sensitifitas dan
spesifitasnya sama-sama tinggi. Perubahan kadar troponin yang mutlak pada
pemeriksaan secara serial memiliki akurasi yang tinggi untuk innfark miocardium.
d. Proten C-reaktiv (CRP) juga dianggap sebagai penanda biokimia pada cedera
miocardium, meningkat 4 sampai 6 jam dan mencapai puncaknya selama 10 hari.  
e. Elektrolit: Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas, contoh hipokalemia atau hiperkalemia.
f. Sel Darah Putih: Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua
setelah terjadinya infark miocard sehubungan dengan proses inflamasi.
g. Kecepatan sedimentasi: Meningkat pada hari kedua sampai ketiga setelah infark
miocard, menunjukkan inflamasi.
h. Pemeriksaan Kimia
Pemeriksaan enzim jantung yang lainnya seperti Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), dan Serum Glutamat Piruvat Transaminase (SGPT).
Kedua enzim ini ada pada otot jantung dan hati. Hasil pengujian ini bisa
menunjukkan kerusakan bila jumlah enzim ini terbukti lebih besar dari kadar
normal.beberapa kondisi yang bisa mendukung peningkatan ennzim ini antara lain:
peningkatan SGOT atau SGPT hingga 20 kali nilai normal adanya indikasi
hepatitis akut atau nekrosis hati. Peningkatan sebanyak tiga-sepuluh kali dari nilai

17
normal, menandakan adanya infeksi mononuklear, hepatitis kronis, infark miocard,
dan peningkatan satu- tiga kali nilai normal merupakan indikasi adanya
pankreatitis, perlemakan hati dan sirosis.
i. Analisa Gas Darah (AGD): Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit
paru akut atau kronis.
j. Kolesterol/Trigeliserida serum: Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai
penyebab STEMI/NSTEMI
k. Foto dada: Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga adanya
ateroslerosis atau aneurisme ventrikuler.
l. Ekokardiogram: Mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi,
gerakan katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Terdapat
gerakan abnormal dinding yang baru terjadi (namun sangat tergantung
operator dan kecermatan pembacaan)
m. Pencitraan darah jantung/ Multigated Acquisition Scan (MUGA): Mengevaluasi
penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional, dan fraksi
ejeksi (aliran darah)dengan cara menyuntikkan larutan glukosa e dalam vena yang
ada di lengan.
n. Angiografi koroner: Menggambarkan penyempitan/sumbatan arteri koroner dan
biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase akut
infark miocard kecuali mendekati bedah jantung angioplasty/emergensi.
o. Digital substraction angiography (DSA): Teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanganan arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri
perifer.
p. Nuclear magnetic resonance (NMR): Memungkinkan visualisasi aliran darah,
serambi jantung/katup ventrikel, katup, lesi vaskuler, pembentukan plak, area
nekrosis/infark, dan bekuan darah.
q. Test stress olahraga : Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas (sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan).
r. Pemeriksaan rekam jantung yang sering disebut dengan pemeriksaan
Elektrokardiogram (EKG).

18
Tabel 1. Gambaran spesifik pada rekaman EKG
Daerah Infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan resiprokal (depresi


ST) pada lead II, III, aVF.

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, II, aVF, perubahan resiproakal
(depresi ST) V1-V6, I, aVL

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6

Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1-V2

Vetrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior

Gambaran spesifik pada rekaman EKG (Patrick, 2015:


1) Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan
nyeri dada atau keluhan yang dicurigai stemi
2) Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di
unit gawat darurat sebagai center untuk menentukan terapi
3) EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST.

9. Penatalaksanaan
Pasien NSTEMI harus istirahat di tempat tidur dengan pemantauan EKG untuk deviasi
segmen ST dan irama jantung. Empat komponen therapy utama yang harus diberikan
pada pasien dengan NSTEMI menurut Dipiro 2015 yaitu:
a. Terapi anti iskemia
Bertujuan untuk menghilangkan nyeri dada dan mencegah nyeri dada berulang.
Dapat diberikan terapi awal mencakup nitrat dan penyekat beta. Terapi ini terdiri
dari nitrogliserin sublingual dan dapat dilanjutkan dengan penyekat beta blocker
oral.
1. Nitrat

19
Pertama kali diberikan sublingual atau spray bukal jika pasien mengalami
nyeri dada iskemia. Jika nyeri menetap setelah diberikan nitrat sublingual 3x
dengan interval 5 menit, direkomendasikan untuk pemberian nitrogliserin
intra vena ( mulai 5-10 microgram/menit). Laju dapat di tingkatkan 10
microgram/mnt tiap 3 -5 menit jika keluhan tidak menghilang / tekanan
darah sistolik > 100 mmHg. Setelah nyeri hilang dapat digantikan dengan
pemberian nitrat oral.
2. Penyekat Beta
Penyekat beta oral diberikan dengan frekuensi jantung 50-60 x/mnt.
Antagonis kalsium yang mengurangi frekuensi jantung seperti veravamil
atau diltiazem direkomendasikan pada pasien dengan nyeri dada persisten
atau rekurens setelah terapi nitrat dosis penuh dan penyekat beta.
b. Therapi anti platelet
1. Aspirin
Berfungsi sebagai penghambat siklookasigenase-1. Pada pemberian
therapy aspirin dapat terjadi sindrom resistensi insulin yang ditandai
dengan penghambatan agresasi platelet dan kegagalan yang dapat
memperpanjang waktu perdarahan
2. Clopidogrel
Sebaiknya diberikan pada pasien yang direncanakan mendapatkan
tindakan invasive dini. Pasien yang bukan merupakan kandidat
operasi koroner segala/memiliki kontraindikasi untuk operasi dan
kateterisasi ditunda selama > 24-36 jam.
3. Therapi anti koagulan
Heparin bermanfaat jika ditambah aspirin telah dibuktikan dalam 7
penelitian acak dan kombinasi Unfractionated Heparin (UFH) dan
aspirin sudah digunakan dalam tatalaksana NSTEMI untuk lebih dari
15 tahun . Namun terdapat kerugian UFH termasuk dalam ikatan
yang nonspesifik dan menyebabkan inaktifasi platelet endotel
vascular fibrin platelet faktor 4 dan jumlah sirkulasi. Heparin
digunakan untuk mengobati atau mencegah pembekuan darah dimana
terdapat risiko tinggi pembekuan darah dan tromboemboli seperti
pada atrial fibrilasi, infarksi miocard, deep vein thrombosis.

20
10. TINDAKAN
Rencana tindakan yang dapat dilakukan menurut Moprhead 2016:
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Antisipasi dalam penggunaan alat bantu pernafasan
c. Antisipasi dalam menggunakan ventilasi dengan bag valve mask (BVM) jika usaha
ventilasi tidak adekuat.
d. Persiapakan untuk ventilasi mekanik (dengan atau tanpa positive End Exspiratory
Pressure PEEP) Setelah menempatkan alat bantu nafas seperti intubasi.
e. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah sehingga beban jantung
berkurang dan perfusi sistemik meningkat
f. Jika tidak ada nadi awali dengan bantuan hidup dasar/lanjutan resusitasi jantung
dan paru.
g. Dapatkan akses untuk intra vena, ambil sampel darah untuk pemeriksaan
laboratorium dan berikan Normal salin dengan frekuensi terbuka, Pada pasien
infark miocard di indikasikan untuk terapi trombolitik, pemasukan jarum/ tindakan
penusukan yang berlebihan seharusnya di hindari seperti untuk AGD dan kateter
intra vena.
h. Dapatkan rekaman EKG 12-15 lead dan koreksi gejala disritmia (misalnya :
Bradikardi dan Prematur Kontraksi Ventrikel).
i. Koreksi awal adanya kekurangan cairan atau meningkatkan preload (Infark
Ventrikel Kanan) dengan hati-hati, ini di kontraindikasikan pada pasien dengan
kongesti Pulmonal.
j. Berikan caiaran Infus dengan bolus kecil, normal salin, larutan ringer laktat,
produk darah (jika data laboratorium mendukung).
k. Monitor status hemodinamik pasien
l. Dapatkan sampel Analisa Gas Darah untuk menetapkan :
Koreksi ketidak seimbangan asam basa, alkalosis respiratori kemungkinan terjadi
pada fase kompensasi, tidak diperlukan tindakan, kemungkinan asidosis metabolic
pada fase tidak terkompensasi dan fase irreversible, pemberian sodium bikarbonat

21
tidak di anjurkan untuk meningkatkan PH (koreksi asidosis metabolic terjadi
sebagai hasil perbaikan perfusi dan oksigenasi)
m. Atasi hipoksemia
n. Pasang kateter urine
o. Pasang NGT jika di indikasikan untuk mencegah aspirasi
p. Berikan agen farmakologis tunggal atau kombinasi :
1) Menurunkan preload ; furosemid (lasik), nitrat (nitrogliserin), morphin sulfat
(digunakan untuk mengurangi nyeri, reduksi preload adalah efek sekundernya).
2) Meningkatkan kontraktilitas ; dopamin hidroklorida, dobutamin hidroklorida
(dobutrex), amrinone laktat (inocor), milrinone (promacor).
3) Menurunkan afterload ; nitropruside sodium (nipride), nitrat (nitrogliserin),
angiotensin convertin enzim (ACE) inhibitor misalnya ; captopril (capoten),
enapril (vasotec)
4) Meningkatkan afterload ; norepinephrine bitartrate (levophed), epinefrin.
q. Berikan agen farmokologis melalui intra vena atau rute intraosseous
r. Persiapakan pasien untuk terapi reperfusi atau kaji alat misalnya;
PTCA/Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasty (PTCA), Intra Aortic
Ballon Pump (IABP) jika diperlukan.
s. Pertahankan ketenangan
t. Minimalkan rangsangan lingkungan .
u. Monitoring secara berkelanjutan dan kaji respon pasien.

11. Komplikasi
Komplikasi menurut Sudoyo 2014 :
a. Tromboembolus: akibat kontraktilitas miokard berkurang
b. Gagal jantung kongesti yang merupakan kongesti akibat disfungsi miokardium.
Gagal jantung kiri merupakan komplikasi mekanisme yang paling sering terjadi
setelah infark miokardium.
c. Distritmia: paling sering terjadi, terjadi akibat perubahan keseimbangan
elektrolit dan penurunan pH
d. Syok kardiogenik: apabila curah jantung sangat kurang dalam waktu lama. Syok
kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami
infark, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri.

22
e. Ruptur miokardium adalah laserasi ventrikel atau atrium jantug, septum
interventrikular
interatrial atau . Paling sering dilihat sebagai sekuel serius dari infark
miocard.
f. Perikarditis: terjadi sebagai bagian dari reaksi inflamasi setelah cedera dan
kematian sel
g. Setelah, infark miokard sembuh, muncul jaringan parut yang menggantikan sel-
sel miokardium yang mati.
h. Aneurisme ventrikel adalahpenonjolan paradoks sementara pada iskemia
miokardium sering terjadi, dan pada 15% pasien, aneurisme ventrikel akan
menetap. Aneurisme ini sering terjadi pada permukaan anterior atau apeks
jantung.
i. Defek septum ventrikel ruptur jantung
j. Disfungsi otot papilaris
k. Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat.
Oedema terutama paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat
MI acut. Perkembangan oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah
sangat tidak adekuat (Corwin, E. J, 2009)

23
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Anamnesa pada pasien NSTEMI meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah sesak nafas dan nyeri dada
sebelah kiri.
c. Riwayat penyakit sekarang
Mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan
mengenai nyeri dada pada klien secara PQRST meliputi:
1) Provokasi insident: nyeri setelah beraktivitas , tidak berkurang setelah istirahat
dan nyeri berkurang atau hilang setelah diberikan nitrogliserin.
2) Quality of time: seperti apa nyeri yang dirasakan klien. Sifat nyeri dapat seperti
tertekan, diperas atau diremas.
3) Region, radiasi : lokasi nyeri didaerah substernal atau nyeri diatas
perikardium.penyebaran nyeri sampai meluas hingga ke dada sebelah kiri,
lengan kiri, rahang, leher dan tembus ke punggung.Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
4) Severity of pain : klien ditanya dengan menggunakan rentang skala nyeri 0-5
(visual analogue scale-VAS) atau skala 0-10 (Numeric Rating Scale)
dan klien akan menilai seberapa berat nyeri yang dirasakan.
5) Time : biasanya gejala nyeri timbul mendadak.Lama timbulnya umumnya
dikeluhkan > 15 mnt.Nyeri infark oleh miokardium dapat timbul pada waktu
istirahat, nyeri biasanya dirasakan semakin berat (progresif) dan berlangsung
lama.
d. Riwayat penyakit dahulu

24
Apakah sebelumnya klien pernah mengalami nyeri dada , hipertensi, diabetes
melitus atau hiperlipidemia.Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu yang masih relevan dengan obat-obatan antiangina seperti
nitrat dan penghambat beta serta obat-obatan anti-hipertensi,tanyakan efek yang
terjadi, alergi obat dan reaksi alergi yang timbul.Sering klien menafsirkan efek
alergi sebagai efek samping obat.Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang pernah dialami keluarga, anggota keluarga yang meninggal, dan
penyebab kematian.penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada
usia muda merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.

Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran klien NSTEMI biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah
sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
b. B1 (breathing)
Inspeksi, klien sesak, Respirasi Rate meningkat, dispnea kardiak biasanya
ditemukan.Sesak terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena
pulmonalis.Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah jantung
oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
c. B2 (blood)
1) Inspeksi: adanya jaringan parut pada dada klien, nyeri pada daerah substernal
atau diatas perikardium lalu menyebar ke dada, ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
2) Palpasi: denyut nadi perifer melemah,
3) Auskultasi: tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan sekuncup yang
disebabkan Infark Miocard.
4) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran.

25
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, pengkajian objektif klien yaitu wajah meringis,
perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang
merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokard.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran output urine berhubungan intake cairan klien, monitor adanya oliguria
pada klien yang merupakan tanda awal syok kardiogenik.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah.Pada palpasi biasanya ada rasa nyeri
tekan pada keempat kuadran, penurunan paristaltik usus yang merupakan tanda
utama Infark miocard
g. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan, klien sering merasakan kelemahan,
kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap dan jadwal olahraga tak teratur.
h. Head to toe
1) Kepala dan leher: adanya sianosis dan
bendungan vena jugularis
2) Daerah dada: tidak ada jejas akibat trauma,
suara nafas ronchi, suara jantung S4 atau murmur, adanya debaran ictus kordis
3) Daerah Abdomen: adanya hematomegali.
4) Daerah Ektremitas: adanya edema, penurunan
kekuatan otot karena kelemahan, kulit yang dingin dan pucat akibat
vasokontriksi simpati.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup
jantung : preload, afterload dan penurunan kontraktilitas miokard
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisikkurangnya suplai darah ke
miokardium, perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan difusi O2 di alveoli

26
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai
O2 ke jaringan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
3. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
Keperawatan Hasil

1 Penurunan Curah Setelah diberikan NIC:Cardiac care


Jantung asuhan keperawatan 1. Pantau tanda-tanda vital
berhubungan selama .. x .. menit/jam, 2. Pantau kelebihan cairan
dengan perubahan diharapkan curah 3. Evaluasi respon pasien
sekuncup jantung : jantung efektif, dengan terhadap terapi oksigen
preload, afterload kriteria hasil: 4. Ubah posisi pasien ke posis
dan penurunan NOC: cardiac care terlentang atau
kontraktilitas 1. Denyut jantung trendelenburg pada saat
miokard normal (HR: 60-100 tekanan darah pasien berada
x
/menit) pada rentang lebih rendah
2. Bunyi nafas tambahan 5. Monitor enzim jantung dan
tidak ada level elektrolit
3. Edema perifer tidak Kolaborasi:
ada Kolaborasi dengan dokter
4. Acites tidak ada dalam pemberian obat
5. Denyut perifer kuat vasodilator.
dan simetris
6. Status kognitif dalam
batas normal
7. Mempunyai warna
kulit normal
8. Menunjukkan
peningkatan toleransi
terhadap aktivitas
2 Nyeri akut Setelah diberikan NIC:Pain Management
berhubungan asuhan keperawatan 1. Obsevasi perubahan tanda-
dengan agen cidera selama…..x … tanda vital
fisik: kurangnya menit/jam diharapkan 2. Istirahatkan pasien pada
suplai darah ke klien dapat mengontrol posisi yang nyaman dalam
miokardium, nyeri, dengan kriteria batas yang ditoleransi
perubahan hasil: pasien
metabolism, dan NOC: Pain Control 3. Monitor kembali keluhan
peningkatan 1. Melaporkan secara nyeri yang dirasakan pasien
produksi asam verbal nyeri meliputi lokasi,
laktat berkurang atau hilang karakteristik, frekwensi,
2. Wajah tampak rileks kualitas dan intensitas
3. Tidak ada gelisah, 4. Ajarkan tehnik
27
pucat, berkeringat nonfarmakologis (relaksasi
akibat menahan nyeri nafas dalam, distraksi)
4. Tanda-tanda vital 5. Kolaborasi dalam
(nadi dan pernapasan) pemberian analgetik
dalam rentang
normal:
N: 60-100 x/menit
RR: 16-24 x/menit

3 Gangguan Setelah diberikan NIC:Airway Management


pertukaran gas asuhan keperawatan
yang berhubungan selama …x … 1. Lakukan pemeriksaan AGD
dengan gangguan menit/jam diharapkan
2. Pantau nilai Ph, PaO2, dan
difusi O2 di alveoli pertukaran gas klien
PCO2 melalui hasil
adekuat dengan kriteria
laboratorium
hasil:
3. Pantau adanya gejala gagal
NOC: Respiratory
nafas
Status:Ventilation
4. Observasi frekuensi dan
1. Frekuensi
kedalaman pernafasan
pernapasan klien
5. Observasi warna kulit,
dalam batas normal
membran mukosa dan kuku
2. Tidak terjadi
6. Kolaborasi pemberikan
sianosis
terapi oksigen sesuai
3. PaO2 normal 80-
kebutuhan, misalnya: nasal
100 mmHg
kanul dan masker
4. SatO2 95-100%
5. Ph 7,35-7,45
6. PaCO2 normal 35-
45 mmHg
4 Ketidakefektifan Setelah diberikan askep NIC: Airway Management
pola nafas selama ... x … 1. Pantau tanda vital
berhubungan menit/jam diharapkan 2. Observasi frekuensi,
dengan pola nafas pasien kedalaman pernafasan dan
hiperventilasi. kembali efektif dengan ekspansi dada. Catat upaya
kriteria hasil: pernafasan, termasuk
NOC: Respiratory penggunaan otot
status: Airway Patency bantu/pelebaran nasal
1. Tekanan darah 3. Auskultasi bunyi napas dan
dalam batas normal catat adanya napas ronchi
2. RR dalam batas 4. Berikan posisi semifowler
normal 5. Pantau adanya penggunaan
3. Tidak tampak otot bantu pernapasan dan
retraksi dinding retraksi dinding dada pada
dada klien.
4. Tidak tampak 6. Berikan oksigen sesuai
penggunaan otot indikasi yang tepat
bantu pernapasan
5. Kedalaman
28
pernapasan normal
5 Ketidakefektifan Setelah diberikan NIC: Peripheral Sensation
perfusi jaringan asuhan keperawatan Management
perifer selama …x… 1. Monitor tanda-tanda vital
berhubungan menit/jam diharapkan 2. Pertahankan hidrasi yang
dengan penurunan perfusi jaringan perifer adekuat
suplai O2 ke klien adekuat dengan 3. Pantau data laboratorium
jaringan kriteria hasil : 4. Monitor hasil-hasil lab yang
NOC: Circulation menunjukkan
Status ketidakadekuatan perfusi
1. Frekuensi Nadi 120- jaringan
160x/menit 5. Kolaborasi pemberian cairan
2. CRT <2 detik kristaloid intravena sesuai
3. Ekstremitas teraba kebutuhan
hangat
4. Nadi teraba kuat
pada ekstremitas
7 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan NIC: Activity Therapy
berhubungan asuhan keperawatan 1. Monitor tanda-tanda vital
dengan kelemahan selama ….x…. 2. Pantau respon
umum. menit/jam diharapkan kardiorespirasi terhadap
klien mampu aktivitas (takpnea, dispnea,
mentoleransi aktivitas, pucat, berkeringat)
dengan kriteria hasil: 3. Gunakan teknik relaksasi
NOC: Activity distraksi selama aktivitas
tolerance 4. Ajarkan pasien dan
1. Mengidentifikasi keluarga teknik perawatn
factor-faktor yang diri yang meminimalkan
menurunkan konsumsi oksigen,
intoleransi aktivitas penggunaan peralatan
2. Menunjukkan oksigen selama aktivitas
penghematan 5. Evaluasi motivasi dan
energy (menyadari keinginan pasien untuk
keterbatasan energy, meningkatkan aktivitas
menyeimbangkan
aktivitas dan
istirahat).
3. Melaporkan
penurunan gejala-
jegala intoleransi
4. Memperlihatkan
penurunan tanda-
tanda hipoksia pada
peningkatan
aktivitas (nadi,
tekanan darah,
respirasi normal)
TD:
Sistol: 100-140
29
mmHg
Diastole: <85 mmHg
N: 60-100 x/menit
RR: 16-24 x/menit
9 Defisiensi Setelah dilakukan NIC:Teaching :disease process
pengetahuan asuhan keperawatan
berhubungan selama …..x… 1. Berikan penilaian tentang
dengan kurangnya menit/jam jam, tingkat pengetahuan pasien
informasi diharapkan tentang proses penyakit
pengetahuan klien 2. Jelaskan patofisiologi dari
terhadap penyakit klien penyakit dan bagaimana hal
dapat bertambah ini berhubungan dengan
dengan kriteria hasil : anatomi dan fisiologi dengan
NOC: disease process cara yang tepat
1. Pasien dan keluarga 3. Jelaskan tanda dan gejala
menyatakan yang muncul pada penyakit
pemahaman tentang dengan cara yang tepat
penyakit, kondisi, 4. Gambarkan proses penyakit
prognosis dan dengan cara yang tepat
program pengobatan 5. Berikan innformasi kepada
2. Pasien dan keluarga pasien tentang kemajuan
mampu yang sudah dicapai
melaksanakan 6. Intruksikan kepada pasien
prosedur yang untuk mengungjkapkan
dijelaskan secara gejala yang harrus segera
benar dilaporkan pada pemberi
3. Pasien dan keluarga layanan
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/
tim kesehatan
lainnya

4. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan merupakan kelanjutan dari rencana keperawatan yang telah
ditetapkan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal,
pelaksanaan adalah wujud dari tujuan keperawatan pada tahap perencanaan.

5. Evaluasi
30
a. Curah jantung efektif,
b. Dapat mengontrol nyeri
c. Pertukaran gas pasien adekuat
d. Pola nafas pasien kembali efektif
e. Perfusi jaringan perifer pasien adekuat
f. Mampu mentoleransi aktivitas
g. Klien mengetahui tentang proses penyakitnya

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF PADA PASIEN TN. S DENGAN CHEST


PAIN SUSPECT UAP DD. NSTEMI HT URGENCY + RIWAYAT EFUSI PLEURA
DEXTRA POST WSD OMI ANTERIOR TOTAL AV BLOCK
DI RUANG ICCUBRSUD KABUPATEN TABANAN

31
TANGGAL 28_30JANUARI 2020

A. PENGKAJIAN

Tgl/Jam : 28 Januari 2020/Jam 13.20 wita No. RM : 121XXX

Ruangan : ICCU Diagnosis Medis :Chest Pain Suspect Uap Dd.


Nstemi Ht Urgency + Riwayat Efusi
Pleura Dextra Post Wsd Omi Anteriol
Total Av Block

Nama/Inisial : Tn.S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 64th

Status Perkawinan : Menikah


IDENTITAS

Pendidikan : SMU

Hubungan :-

Pekerjaan : Swasta

Suku/bangsa : Bali

Alamat : Tingkih Kerep Tengkudak, Penebel Tabanan

32
Keluhan utama saat MRS (27/1/2020):Nyeri dada sebelah kiri
Keluhan utama saat pengkajian (28/1/2020): dada sebelah kiri masih terasa nyeri
Riwayat penyakit saat ini :
Pada tanggal 27 januari 2020 pukul 08.56 wita pasien datang ke IGD BRSUD Tabanan
yang diantar bersama keluarganya . pasien rujukan dari Puskesmas Penebel 1 pasien
datang dengan keadaan sadar, kesadaran compos mentis pasien mengeluh nyeri pada dada
sebelah kiri menjalar kepunggung sejak pukul 05.00 wita ( 27/01/2020) mual muntah
tidak ada, alergi obat tidak ada . Pasien mengatakan memiliki riwayat Hipertensi tetapi
tidak terkontrol. Di IGD pasien mendapatkan therapy :O2 nasal kanule 4 liter /menit,
Isosorbid Dinitrat 5 mg sublingual, Clopidogrel 300 mg, Lavenox , Ramipril 10 mg,
Antorvastatin 40 mg Setelah dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan
fisik,EKG, Thorax foto dan pemeriksaan laboratorium. Pasien diobservasi beberapa waktu
di Instalasi Gawat Darurat dan selanjutnya di pindahkan ke ruangan ICCU pada pukul
13.20 wita dalam kondisi pasien sadar komposmentis. E4V5M6, Tekanan darah
130/70mmHg, frekuensi nadi 81x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, Suhu 36, SpO2: 98%,
konjungtiva normal, tidak ada odema palpebrae, dan dari hasil pemeriksaan pasien
didiagnosa Chest Pain Suspect Uap Dd. NSTEMI Ht Urgency + Riwayat Efusi Pleura
Dextra Post Wsd Omi Anteriol Total Av Block
RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Therapy: 28 Januari 2020

No Nama Obat Dosis Fungsi

1 Intra Vena Life line Larutan steril sebagai pengganti cairan


Fluid Drip tubuh
(IVFD) Nacl
0,9%
2 Isosorbid 3x5 mg Nitrat berfungsi sebagai anti angina
Dinitrat (ISDN) yang diharapkan terjadi vasodilatasi
pembuluh darah sehingga
meningkatkan suplay O2 ke jaringan
miocard
3 Aspilet (Asa) 1x80 mg Aspilet berfungsi sebagai
antitrombolitik
4 Clopidogrel 1x75 mg Mencegah terjadinya penggumpalan
darah pada penderita serangan jantung
5 Atorvastatin 1x40mg Sebagai anti lipidemia dan
menurunkan kadar kolesterol dalam
darah

6 Ramipril 1x 10mg ACE inhibitor yang berfungsi untuk


menurunkan tekanan darah dengan
menghambat hormone yang merubah
angiotensin I menjadi angiotensin II
7 Lovenox 2x 0,6 cc Antikoagulan untuk menghancurkan
Thrombus

33
Pada tanggal 28/01/2020pukul 13.20 WITA, dilakukan pengkajian pasien tampak
lemas, pasien mengeluh dada sebelah kiri masih terasa sakit, nyeri yang dirasakan seperti
tertekan benda berat, skala nyeri 4 dari 10 skala yang diberikan(Numerik Rating Scale),
raut wajah tampak meringis sambil memegang dada sebelah kiri dan pasien mengatakan
tidak nyaman , pasien mengatakan sedikit pusing
Riwayat alergi :
Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada alergi makanan, makanan dan minuman
Riwayat pengobatan :
Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi tetapi tidak terkontrol
Riwayat penyakit sebelumnya dan riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah menderita penyakit jantung dan pasien
mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit ataupun riwayat operasi.
RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada yangmenderita tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, Diabetes Mellitus (DM), asma maupun kanker.

34
NG BREATHI
Jalan nafas : ( √ ) paten

Obstruksi : ( √ ) tidak ada

Suara
Nadi nafas : ( √ : () teraba
√ ) tidak ada( - ) tidak teraba ( √ ) N:110x/menit
BLOOD

Tekanan darah : 150/100 mmHg Sat O2: 93%


Pucat : ( ) ya, ( √ ) tidak
Kesadaran : (: ( - √) ya,
) composmentis
( √ ) tidak ( ) delirium
BRAIN

Sianosis
( ) somnolen ( ) apatis

( ) koma
BOWEL R BLADDE

Nyeri penggang :( ) ada ( √ ) tidak ada

BAK
TB : ( cm,
: 168 √ ) lancar (BB): inkontenensia
60 Kg ( ) anuri

Nafsu makan : ( - ) mual ( - ) muntah ( - ) sulit menelan

Makan : frekuensi 3 x/sehari. Jumlah : 1 porsi


BONE

Nyeri : ( √ ) ada ( - ) tidak ada


(Muskulos (Muskulos

Provocative : pasien mengeluh nyeri dada sebelah kiri masih dirasakan dan
BONE

Jika ada luka/vulnus , kaji:

Luas luka :-

Warna dasar luka : -

35
Kepala wajah :
I :Raut wajah tampak meringis, distribusi rambut merata, tampak rambut bersih, bentuk
muka simetris, tidak terdapat hordeolum, konjungtiva pucat, tidak tampak adanya ptosis,
bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak tampak adanya stomatitis, tidak
tampak adanya pembesaran tonsil.
Pa : tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema pada wajah
Leher :
I: warna kulit leher sama dengan warna kulit lain, tampak integritas kulit baik, bentuk
leher simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar gondok maupun pembesaran pada
vena jugularis
Pa: tidak teraba pembesaran kelenjar gondok, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba
pembesaran vena jugularis.
Dada :
Paru – paru :
I: bentuk dada simetris, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan, paru kiri kanan tidak
tertiggal, tidak tampak benjolan.
Pa : pergerakan dinding dada simetris, tidak teraba massa, tidak ada nyeri tekan.
Pe : sonor (+/+)
A: suara napas vesikuler (+/+)
Jantung :
HEAD TO TOE

I : dada tampak simetris, tidak tampak benjolan, adanya bekas luka penggunaan wsd, tidak
tampak adanya debaran iktus cordis, tampak irama jantung sinus ritme.
Pa : adanya nyeri tekan, tidak adanya massa.
Pe : dullness
A : S1 S2 tunggal regular
Abdomen dan pinggang :
I: bentuk simetris, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak benjolan, tidak tampak
adanya distensi abdomen maupun ascites
A: bising usus terdengar 10x/menit.
Pa : tidak teraba adanya massa pada abdomen.
Pe : terdengar timpani.
Pelvis dan perineum :
Pasien mengatakan tidak ada keluhan pada bagian kelamin
Ekstremitas :
Superior: rentang gerak baik,tidak tampak atropi otot bentuk tangan kanan dan kiri
simetris, tidak tampak adanya edema,terpasang infus ditangan kanan
Anterior: rentang gerak baik, kemampuan melakukan Range Of Motion (ROM) aktif, tidak
tampak atropi otot bentuk kaki kanan dan kiri simetris, tidak tampak adanya edma pada
extremitas bawah.
Lain - lain : ADLs pasien tampak dibantu
Masalah keperawatan : Intoleransi akrivitas

36
Hasil laboratorium: kimia klinik Tanggal: 28-01-2020

Parameter Hasil Satuan Nilai rujukan Remarks

HEMATOLOGI
Darah Lengkap (5diff) :
Hemoglobin 13.5 g/dL 13.2-17.3 Cyanide free
specthrofotometry
Hematokrit 40.0 % 40-52 Kalkulasi
Lekosit 12.4 103/uL 3.8-10.6 Flowcytometri
Trombosit 260 103/uL 150-440 Flowcytometri
TEST DIAGNOSTIK DAN TERAPI MEDIS

Eritrosit 4.57 10 ˆ6/uL 4.4-5.9 Flowcytometri

Hitung Jenis (diff) :


NEU% 76.6 % 50-70 Flowcytometri
LIM% 11.5 % 25-40 Flowcytometri
MONO% 6.3 % 2-8 Flowcytometri
EOS % 4.7 % 2-4 Flowcytometri
BASO% 1.0 % 0-1 Flowcytometri

Index Eritrosit :
MCV 88.4 fL 80-100 Flowcytometri
MCH 29.5 pg 26-34 Kalkulasi
MCHC 33.4 g/dL 32-36 Kalkulasi
RDW 12.2 % 11.5-14.5 Kalkulasi
MPV 6.8 fL 7.0-11.0 Kalkulasi

ELEKTROLIT :
Natrium 145 mmol/L 135-147 ISE
Kalium 3.2 mmol/L 3.5-5.0 ISE
Klorida 108 mmol/L 95-105 ISE

Creatinin 0.88 mg/dl Laki-laki : 0.62- Enzimatic


1.10 colorimetric
Perempuan
0.6 – 1.0
Imunologi
hsTnI 5.0 pg/ml <24.2 CMIA

EKG :

Tanggal 28 Januari 2020 ECG heart rate 43 x/menit

37
Terapi medis saat ini: Tanggal: 28 Januari 2020

No. Nama Obat Jalur pemberian Dosisi Obat Indikasi Obat

1 Clopidogrel Peroral 1X75mg Mengurangi kekentalan darah dan


(CPG) membantu mencegah terjadinya
pembekuan darah di arteri
TEST DIAGNOSTIK DAN TERAPI MEDIS

2 Isosorbide Peroral 1x5mg Nitrat berfungsi untuk vasodilatasi


dinitrat pembuluh darah
(ISDN)

3 Ramipril Peroral 1x2,5mg ACE inhibitor yang berfungsi


untuk menurunkan tekanan darah
dengan menghambat hormone
yang merubah angiotensin I
menjadi angiotensin II

4 Lovenox Subcutan 0,6cc Sebagai antikoagulan untuk


meenghancurkan trombus
@12jam

5 Intra Vena Intra vena Life line Cairan fisiologis untuk mengganti
Fluid Drip cairan tubuh
(IVFD)
Natrium
clorida 0,9%

6 Amlodipine Peroral 1 x 2,5 mg Untuk menurunkan tekanan darah


5mg

7 Atorvastatin Peroral 1 x 20 mg Untuk menurunkan kadar


kolestrol dalam darah

38
ANALISA DATA

ANALISA DATA PASIEN Tn.S DENGAN CHEST PAIN SUSPECT UAP DD. NSTEMI

HT URGENCY + RIWAYAT EFUSI PLEURA DEXTRA POST WSD OMI ANTERIOR

TOTAL AV BLOCKDI RUANG ICCU BRSUD KABUPATEN TABANAN

TANGGAL 28 JANUARI 2020

No Tgl / Jam Data Fokus Penyebab Masalah


1 28/1/2020 Ds: Hipertensi Risiko penurunan
- pasien mengatakan nyeri dada curah jantung
10.00 sebelah kiri
Aterosklerosis di dinding
Do:
arteri
- Sat O2 : 93%
- Ada ST elevasi di V2-V3-V4
(Anteroserptal)
Penyempitan lumen
arteri

Sumbatan arteri koroner

Penurunan suplay O2 ke
jantung

39
Iskemia miokard

Nekrosis miokard

Infark Miokard

Penurunan kontraksi otot


jantung

Penurunan aliran darah


dari jantung ke seluruh
tubuh

Risiko penurunan
curah jantung

40
2 28/1/2020
DS:
10.15 wita Aterosklerosis, di Nyeri akut
- Pasien mengatakan nyeri pada dinding arteri
dada sebelah kiri nyeri dirasakan
seperti tertekan benda berat, Penyempitan lumen
menurut pasien nyeri yang arteri
dirasakan dengan skala 6
(numeric rating scale 0-10) dan Sumbatan arteri koroner
nyeri yang dirasakan hilang
timbul Penurunan suplay O2 ke
- Pasien mengatakan tidak nyaman jantung
DO
Iskemia miokard
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegang dada Nekrosis miokard
sebelah kiri
Infark Miokard
metabolisme anaerob di
jantung
penumpukan asam laktat
Nyeri dada
Nyeri Akut

41
3 28/1/2020 DS: Infark Miokard Intoleransi Aktivitas
- pasien mengatakan lemah dan
10.15 wita letih
- Pasien mengatkan aktivitas
Penurunan kontraksi otot
dibantu oleh keluarga atau
jantung
perawat
DO :
- ADLS pasien tampak dibantu
- Pasien tampak lemah dan letih Penurunan aliran darah
dari jantung keseluruh
tubuh

Penurunan aliran darah


ke ekstremitas

kelemahan fisik

Intoleransi aktivitas

42
B. DIAGNOSA

1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan infark miokard akut ditandai dengan pasien mengatakan nyeri dada bagian
kiri SpO2 : 93% ,ada ST elevasi di V2-V3-V4 ( Anteroseptal)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan cidera biologis ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri nyeri dirasakan
seperti tertekan benda berat, menurut pasien nyeri yang dirasakan dengan skala 6 (numeric rating scale 0-10) dan nyeri yang
dirasakan hilang timbul, pasien mengatakan tidak nyaman, pasien tampak meringis, pasien tampak memegang dada sebelah kiri
3. Intoleransi aktivitas berhubungan denganpenurunan aliran darah ke ekstremitas ditandai dengan pasien mengatakan lemah dan
letih, pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarga atau perawat, ADLS pasien tampak dibantu, pasien tampak lemah dan
letih

43
C. PERENCANAAN

RENCANA KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S DENGAN CHEST PAIN SUSPECT UAP DD. NSTEMI

HT URGENCY + RIWAYAT EFUSI PLEURA DEXTRA POST WSD OMI ANTERIOR

TOTAL AV BLOCKDI RUANG ICCU BRSUD KABUPATEN TABANAN

TANGGAL 28Januari 2020

Nomor
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD
Diagnosa

1 1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x NIC : Cardiac Care Klp A


24 jam diharpakan risiko penurunan curah jantung
efektif, dengan kriteria hasil: a. Monitir tanda-tanda vital
b. Monitor balance cairan
NOC : Cardiag care
c. Monitor adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi ,
a. Denyut jantung normal (HR: 60-100 x/ durasi )
menit ) d. Monitor laboratum enzim jantung dan level
b. Bunyi nafas tambahan tidak ada elektrolit
c. Edema perifer tidak ada e. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen
d. Acites tidak ada
f. Ubah posisi pasien ke posisi terlentang
e. Denyut perifer kuat dan simetris
f. Status kognitif dalam batas normal g. Catat adanya disritmia jantung dan rekam
g. Mempunyai warna kulit normal EKG
h. Menunjukkan peningkatan toleransi h. Kolaborasi dalam pemberian obat
terhadap aktivitas antikoagulan dan anti trombolitik
mclopidogrel 75mg tiap 24 jam dan levenox

44
2x0,6cc
i. Kolaborasi pemberian obat-obatan intropik
bila diperlukan

2 2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC : Pain Management


3x24 jam diharapkan nyeri berkurang
a. Observasi tanda-tandaa vital KlP A
Dengan kriteria hasil : b. Lakukan pengkajian skala nyeri
NOC : Pain level c. Istirahatkan pasien pada posisi yang nyaman
dalam batas yang ditoleransi oleh pasien (semi
a. Pasien mengatakan nyeri pada dada kiri sudah fowler)
berkurang d. Berikan posisi terlentang
b. Wajah tampak rileks e. Monitor kembali keluhan nyeri yang dirasakan
c. Tidak ada gelisah, pucat, berkeringat akibat pasien meliputi lokasi, karakteristik, frekwensi,
menahan nyeri kualitas, intensitas
d. Tekanan darah: 100/60mmHg- 130/90 mmHg f. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi napas
x
e. Frekuensi Nadi: 60-100 /mnt dalam dan distraksi)
x
f. Respirasi rate : 16-24 /mnt g. Gunakan teknik komunikasi therapeutic untuk
g. Skala nyeri 0-1 dari 10 skala nyeri (NRS) mengetahui pengalaman nyeri pasien
h. Beri KIE unntuk meningkatkan istirahat

45
3 3 Setelah diberikan asuhan keperawayan selama Klp A
3x24jam diharapkan intoleransi aktivitas dapat NIC : Terapi Aktivitas
teratasi. Dengan kriteria hasil :
a. Monitor ttv pasien
NOC : Self Care : ADL’s b. Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas
c. Pantau kemampuan pasien dalam melakukan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa aktivitas
disertai peningkatan tekanan darah, nasi dan d. Bantu pasien untuk istirahat setelah aktivitas
respirasi
2. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
3. Keseimbangan aktivitas dan istirahat

46
D. PELAKSANAAN

PELAKSANAAN KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn.S DENGAN CHEST PAIN SUSPECT UAP DD. NSTEMI

HT URGENCY + RIWAYAT EFUSI PLEURA DEXTRA POST WSD OMI ANTERIOR

TOTAL AV BLOCKDI RUANG ICCU BRSUD KABUPATEN TABANAN

TANGGAL 28 Januari -30 Januari 2020

No Hari/Tgl DX Implementasi Respon TTD


Jam
1 Selasa 28, -1-20 1,2,3 1. Mengukur TTV Pasien S : Pasien mengatakan bersedia diperiksa
13.20 wita
O : TD =150/100mmHg, N = 50x/mnt, Klp A
RR: 20x/mnt, S = 360C

13.30 1 2. Memonitor balance cairan S : Pasien mengatakan minum 200 cc,


produksi urine 100 cc per 3 jam Klp A

O : Tidak tampak edema periter, turgor


kulit elastis

13.40 2 3. Mengkaji adanya nyeri dada yang dirasakan S : Pasien mengatakan nyeri pada dada
pasien (intensitas,lokasi, durasi) menjalar ke punggung dengan skala nyeri
4 Klp A

O : Pasien tampak merintih

47
13.50 2 4. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam S : Pasien mengatakan mau untuk
dan distraksi diajarkan teknik relaksasi

O : Pasien tampak melakukan teknik


relaksasi napas dalam Klp A

14.00 2 5. Memberikan obat oral ( Delegatif ) ISDN S: Pasien mengatakan berseedia minum
5mg obat
O : Obat oral ISDN 5 mg sudah diminum Klp A

14.05 3 6. Mengkaji kemampuan pasien melakukan S : Pasien mengatakan hanya dapat


aktivitas seperti makan,minum, ganti baju, melakukan aktivitas seperti duduk saja
toileting, duduk
Klp A
O : ADL’s pasien tampak dibantu oleh
keluarga

14.10 3 7. Memantau kemampuan pasien dalam S : Pasien mengatakan aktivitas selalu


melakukan aktivitas seperti ROM, duduk, dibantu oleh keluarga
miring kiri dan kanan
O : Pasien tampak melakukan latihan
miring kiri dan kanan
Klp A

48
2 Rabu, 29-1-20 1,2,3 S : Pasien mengatakan bersedia diperiksa
08.45 1. Mengukur TTV
O : TD = 140/60 mmHg, N = 60x/mnt, Klp A
RR: 20x/mnt, S = 360C

09.00 1 2. Memonitor balance cairan S : Pasien mengatakan minum 200 cc,


produksi urine 100 cc perjam
Klp A
O : Tidak tampak edema periter, turgor
kulit elastis

09.10 1 3. Memonitor irama jantung S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah


mulai berkurang, skala nyeri 2 dari ( 0-
10) Klp A
O: TD = 140/60 mmHg, N = 60x/mnt,
RR: 20x/mnt, S = 360C, irama sinus
ryteme

09.45 1 4. Mengubah posisi pasien ke posisi terlentang S : Paien mengatakan lebih nyaman tidur
dalam posisi terlentang Klp A

O : Pasien tampak rileks

10.00 1 5. Memberikan obat ( Delegatif) antikoagulan S : Pasien bersedia disuntikkan obat


dan anti trombolitik clopidogrel 75 mg lovenox diperut dan bersedia minum
peroral tiap 24 jam dan lovenox 2x0,6 cc obat clopidogrel
O : Pasien tampak disuntikkan obat Klp A
injeksi Subcutan
Lovenox 0,6 cc peroral dan minum
obat clopidogrel 75 mg injeksi subcutan

49
12.30 1 6. Berikan pasien posisi semi fowler S : Pasien mengatakan ingin tidur
terlentang Klp A

O : Pasien tampak nyaman saat tidur


terlentang

12.45 2 7. Mengkaji kembali keluhan nyeri yang S : Pasien mengatakan nyeri masih Klp A
dirasakan pasien meliputi lokasi, dirasakan dengan skala nyeri 3
karakteristik, frekwensi, kualitas, intensitas
O : Pasien tampak lebih rileks

13.00 3 8. Mengkaji kemampuan pasien melakukan S : Pasien mengatakan aktivitas masih


aktivitas seperti makan,minum, ganti baju, dibantu oleh keluarga seperti toileting,
toileting, duduk ganti baju Klp A
O : Pasien tampak dibantu meminum air
oleh keluarganya

15.00 1 9. Mengukur TTV Pasien S : Pasien mengatakan bersedia diperiksa

O : TD = 145/60 mmHg, N = 62x/mnt, Klp A


RR: 20x/mnt, S = 360C

15.50 1 10. Mengevaluasi respon pasien terhadap terapi S : Pasien mengatakan tidak merasa sesak
oksigen
O : RR : 20x /menit Klp A

50
16.30 2 11. Melakukan pengkajian skala nyeri S : Pasien mengatakan nyeri bila posisi
tidur dengan posisi miring
O : Pasien tampak lebih nyaman dengan Klp A
posisi terlentang

16.55 2 12. Memonitor kembali keluhan nyeri yang S : Pasien mengatakan nyeri sudah mulai
dirasakan pasien meliputi lokasi, berkurang, dengan skla nyeri 2 Klp A
karakteristik, frekwensi, kualitas, intensitas
O : Pasien tampak rileks

18.00 3 13. Memantau kemampuan pasien dalam S : Pasien mengatakan sudah mulai bisa
melakukan aktivitas seperti makan,minum, makan tanpa bantuan keluarganya Klp A
ganti baju, toileting, duduk
O : Pasien tampak makan tanpa bantuan
keluarga

20.10 1 14. Mengubah posisi pasien ke posisi terlentang S : Pasien mengatakan ingin tidur dengan
keadaan terlentang

O : Pasien tampak nyaman tidur dengan Klp A


posisi terlentang

21.35 2 15. Melakukan pengkajian skala nyeri S : Pasien mengatakan merasa tidak
nyaman karena udara terlalu dingin
Klp A
O : Pasien tampak kurang rileks

51
22.00 1 16. Memberikan obat (Delegatif) antikoagulan S : Pasien bersedia disuntikkan obat
dan anti trombolitik clopidogrel 75 mg lovenox diperut dan bersedia minum
peroral tiap 24 jam dan lovenox 2x0,6 cc obat clopidogrel Klp A
injeksi subcutan O : Pasien tampak disuntikkan obat
Lovenox 0,6 cc peroral dan minum
obat clopidogrel 75 mg injeksi
subcutan
3 Kamis, 30-1- 1,2,3 1. Mengukur TTV Pasien S : Pasien mengatakan bersedia diperiksa
2020
08,45 O : TD = 140/65 mmHg, N = 60x/mnt, Klp A
RR: 20x/mnt, S = 360C

09.00 1 2. Memonitor balance cairan S: Pasien mengatakan minum 200 cc,


produksi urine 100 cc per 3 jam
Klp A
O : Tidak tampak edema periter, turgor
kulit elastis

10.00 1 3. Memberikan obat ( Delegatif) antikoagulan S : Pasien bersedia disuntikkan obat


dan anti trombolitik clopidogrel 75 mg lovenox diperut dan bersedia minum
peroral tiap 24 jam dan lavenox 2x0,6 cc obat clopidogrel
injeksi subcutan O : Pasien tampak disuntikkan obat Klp A
Lovenox 0,6 cc peroral dan minum obat
clopidogrel 75 mg injeksi subcutan

11.30 1 4. Memberikan posisi semi fowler S : Pasien mengatakan ingin tidur


setengah duduk

O : Pasien tampak nyaman saat tidur Klp A


setengah duduk

52
12.15 2 5. Memonitor kembali keluhan nyeri yang S : Pasien mengatakan nyeri masih
dirasakan pasien meliputi lokasi, dirasakan dengan skala nyeri 2
karakteristik, frekwensi, kualitas, intensitas
O : Pasien tampak lebih rileks Klp A

12.55 2 8. Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam S : Pasien mengatakan sudah mengerti
dan distraksi cara melakukan teknik relaksasi napas
dalam Klp A

O : Pasien sangat kooperatif

14.00 3 6. Mengkaji kemampuan pasien melakukan S : Pasien mengatakan aktivitas masih


aktivitas seperti makan,minum, ganti baju, dibantu oleh keluarga seperti toileting
toileting, duduk dan ganti baju Klp A

O : Pasien tampak dibantu meminum air


oleh keluarganya

14.25 1,2,3 7. Mengukur TTV Pasien S : Pasien mengatakan bersedia diperiksa


Klp A
x
O : TD = 140/70 mmHg, N = 60 /mnt,
RR: 20x/mnt, S = 360C

15.50 1 8. Mengevaluasi respon pasien terhadap terapi S : Pasien mengatakan tidak merasa sesak
oksigen
O : RR : 20x /menit Klp A
Pasien tampak menggunakan oksigen
nasal kanul 4 lpm

53
17.15 2 9. Memonitor kembali keluhan nyeri yang S : Pasien mengatakan tidak nyaman saat Klp A
dirasakan pasien meliputi lokasi, tidur dengan posisi miring
karakteristik, frekwensi, kualitas, intensitas
O : Pasien tampak kurang nyaman

20.10 3 10. Memantau kemampuan pasien dalam S : Pasien mengatakan sudah mulai bisa
melakukan aktivitas seperti makan,minum, makan tanpa bantuan keluarganyadan
ganti baju, toileting, duduk duduk Klp A

O : Pasien tampak makan tanpa bantuan


keluarga

21.25 23 11. Membantu pasien untuk istirahat setelah Pasien mengatakan ingin tidur setelah
aktivitas melakun tekniks relaksasi napas dalam
untuk menghilangkan nyeri Klp A

O : Pasien tampak mengantuk

22.00 1 12. Memberikan obat ( Delegstif) antikoagulan S : Pasien bersedia disuntikkan obat
dan anti trombolitik clopidogrel 75 mg lovenox diperut dan bersedia minum
peroral tiap 24 jam dan lavenox 2x0,6 cc obat clopidogrel Klp A
injeksi subcutan O : Pasien tampak disuntikkan obat
Lovenox 0,6 cc peroral dan minum
obat clopidogrel 75 mg injeksi
subcutan

54
E. EVALUASI

EVALUASI KEPERAWATAN PADA PASIEN Tn. S Tn.S DENGAN CHEST PAIN SUSPECT UAP DD. NSTEMI

HT URGENCY + RIWAYAT EFUSI PLEURA DEXTRA POST WSD OMI ANTERIOR

TOTAL AV BLOCKDENGAN DI RUANG ICCU BRSUD KABUPATEN TABANAN

TANGGAL 30 JANUARI 2020

No Hari/ tanggal No Dx Jam Evaluasi Ttd


S : Pasien mengatakan nyeri dada kiri sudah berkurang skala
1 Kamis 30-1- 1 22.00 nyeri 1 dar ( 0-10)
2020 O : Wajah pasien tampak rileks
TD = 140/70 mmHg, N = 60x/mnt, Kelompok A
RR: 20x/mnt, S = 360C
SpO2 : 98 %

A:-
P : Pertahankan kondisi klien

55
2 Kamis, 30 2 22.00 S : Pasien mengatakan nyeri dada sudah berkurang skala
Januari 2020 nyeri 1 dari ( 1-10 ) yang diberikan
O : Wajah pasien tampak rileks , pasien tampak tenang dan
mampu untuk beristirahat. N: 62 x/ menit, RR: 20x/
menit .
A:-
P : Pertahankan kondisi pasien

3 Kamis, 30 3 22.00 S : Pasien mengatakan pasien mampu untuk melakukan


Januari 2020 aktivitas ringan seperti makan minum secara mandiri, Kelompok A
mobilisasi secara mandiri.
O : Pasien tampak mampu untuk memenuhi ADL secara
mandiri
A:-
P : Pertahankan kondisi pasien

56
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam Bab ini dibahas tentang kesenjangan antara teori yang ada dengan
kenyataan yang terjadi dalam kasus, argumen atas kesenjangan yang terjadi dan solusi
atau pemecahan yang diambil untuk mengatasi masalah yang terjadi saat memberikan
asuhan keperawatan pada pasien TN. S dengan Di Ruang ICCU RSUD Kabupaten
Tabanan, Tanggal 28 sampai dengan 30 Januari 2020.Pembahasan meliputi
pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaaan dan evaluasi.

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang dilaksanakan
pada pasien Tn,S” melalui beberapa teknik yaitu wawancara, observasi, pemeriksaan
fisik, studi dokumentasi dan studi kepustakaan. Pengkajian yang kami lakukan
berpaduan pada pengkajian keperawatan intensif yang terdiri dari pendataan identitas
pasien, riwayat penyakit dan kesehatan, status pernapasan (breathing), status sirkulasi
(blood), tingkat kesadaran (brain), eliminasi urin (bladder), eliminasi fekal (bowel),
musculoskeletal dan integument (bone), dan pemeriksaan fisik head to toe (kepala,
wajah, leher, dada, abdomen dan pinggang, pelvis dan perineum, ekstremitas).
Dalam pengkajian juga ditampilkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pasien
dalam menentukan diagnosis yang tepat, juga terapi yang didapatkan pasien sesuai
dengan indikasinya.

B. DIAGNOSA
Secara teori diagnosa yang muncul pada pasien dengan infark miokard akut adalah
sepuluh diagnosa keperawatan yaitu:
1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan sekuncup
jantung: preload, afterload dan penurunan kontraktilitas miokard, peningkatan
beban kerja ventrikel.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis: infark miokard,
perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat ditandai dengan
meringis, gelisah, berfokus pada nyeri, perubahan selera makan, perubahan
tekanan darah.

86
57
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi, perubahan membran kapiler-alveolar ditandai dengan sakit kepala
ketika bangun, dyspnoe, gangguan penglihatan, penurunan CO2, takikardi,
hiperkapnia, keletihan, hypoxia, sianosis, warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman, hipoksemia, hiperkarbia, agd abnormal, pH arteri abnormal,
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri,
kecemasan ditandai dengan dyspnea, napas pendek, penurunan tekanan
inspirasi atau ekspirasi, penurunan pertukaran udara per menit, menggunakan
otot pernafasan tambahan, orthopnea, tahap ekspirasi berlangsung sangat lama,
penurunan kapasitas vital.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke jaringan, merokok, gaya hidup monoton, ditandai dengan tidak
ada nadi, perubahan fungsi motorik, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
lemas, letih, pusing, riwayat intoleransi, perubahan interpretasi EKG yang
mencerminkan iskemia.
7. Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan, stres, ancaman
kematian, ditandai dengan gelisah, insomnia, kontak mata yang buruk,
bingungan, ketakutan.
8. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi
jantung
Sedangkan setelah dilakukan pengkajian pada pasien, terdapat tiga diagnosa yang
muncul yaitu:
1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan infark miokard akut
ditandai dengan pasien mengatakan nyeri dada bagian kiri , Sat O2 : 93% ,ada
ST elevasi si V2-V3-V4
2. Nyeri Akut b.d agen cidera biologis d.d Pasien mengatakan nyeri pada dada
sebelah kiri nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat, menurut pasien nyeri
yang dirasakan dengan skala 4 (numeric rating scale 0-10) dan nyeri yang
dirasakan hilang timbul, Pasien mengatakan tidak nyaman, Pasien tampak
meringis, Pasien tampak memegang dada sebelah kiri.

58
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan aliran darah ke ekstremitas d.d pasien
mengatakan lemah dan letih, Pasien mengatkan aktivitas dibantu oleh keluarga
atau perawat, ADLS pasien tampak dibantu, Pasien tampak lemah dan letih

Dapat disimpulkan bahwa, tidak semua diagnosa yang muncul pada teori
ditemukan pada pasien,ada beberapa diagnosa yang tidak ditemukan yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas, diagnosa ini tidak diangkat karena berdasarkan
hasil pengkajian kondisi fisik pasien tidak menunjukkan terjadinya gangguan
pertukaran gas seperti, sakit kepala ketika bangun, dyspnoe, gangguan
penglihatan, penurunan CO2, frekuensi dan kedalaman nafas abnormal.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri,
kecemasan tidak diangkat karena berdasarkan hasil pengkajian pasien tidak
menunjukkan dyspnea, napas pendek, penurunan tekanan inspirasi atau
ekspirasi, penurunan pertukaran udara per menit, menggunakan otot
pernafasan tambahan, orthopnea, tahap ekspirasi berlangsung sangat lama,
penurunan kapasitas vital.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai O2 ke jaringan, merokok, gaya hidup monoton, tidak diangkat karena
berdasarkan hasil pengkajian pasien tidak menunjukkan tidak ada nadi,
perubahan fungsi motorik, penurunan nadi, edema, nyeri ekstremitas.

C. INTERVENSI
Tindakan yang kami rencanakan untuk mengatasi masalah yang dialami oleh
pasien antara lain
Diagnosa 1:
1. Monitir tanda-tanda vital
2. Monitor balance cairan
3. Monitor adanya nyeri dada ( intensitas, lokasi , durasi )
4. Monitor laboratum enzim jantung dan level elektrolit
5. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen
6. Ubah posisi pasien ke posisi terlentang
7. Catat adanya disritmia jantung dan rekam EKG

59
8. Kolaborasi dalam pemberian obat antikoagulan dan anti trombolitik
mclopidogrel 75mg tiap 24 jam dan levenox 2x0,6cc
9. Kolaborasi pemberian obat-obatan intropik bila diperlukan

Diagnosa 2:
1. Monitor karakteristik dan intensitas nyeri
2. Monitor pengalaman nyeri masa lampau
3. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
4. Evaluasi respon pasien terhadap terapi oksigen
5. Beri posisi yang nyaman (semi fowler)
6. Monitor laboratorium enzim jantung dan level elektrolit
7. Kolaborasi dalam pemberian obat untuk mencegah kekentalan darah
8.
Diagnosa 3:
1. Monitor ttv pasien
2. Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas
3. Pantau kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
4. Bantu pasien untuk istirahat setelah aktivitas

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai rencana selama 3 x 24 jam dengan kriteria hasil:
Diagnosa 1 :
1. Denyut jantung normal (HR: 60-100 x/ menit )
2. Bunyi nafas tambahan tidak ada
3. Edema perifer tidak ada
4. Acites tidak ada
5. Denyut perifer kuat dan simetris
6. Status kognitif dalam batas normal
7. Mempunyai warna kulit normal
8. Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

60
Diagnosa 2:
1. Melaporkan secara verbal nyeri berkurang atau hilang
2. Raut wajah tampak rileks
3. Tidak ada gelisah, pucat, berkeringat akibat menahan nyeri
4. Tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan dalam rentang normal (HR: 60-100
x/mntdan RR 16-20x/mnt).

Diagnosa 3:
1. Tanda- tanda vital pasien dalam batas normal
2. Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri
3. Pasien mampu untuk beristirahat setelah aktivitas

E. EVALUASI
Setelah dilakukan asuhan keperawan, selama tiga hari, dari tiga diagnosa yang timbul
pada pasien, semua masalah keperawatan pasien dapat teratasi, sesuai dengan kriteria hasil
yang diarapkan pada pasien.

61
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan Non-ST Elevasi adalah suatu sindroma
klinik yang disebabkan oleh oklusi partial atau emboli distal arteri koroner tanpa
elevasi segmen ST pada gambaran EKG. Diagnosa NSTEMI ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan fisik. Sesuai dengan teori diagnosa yang muncul pada penderita,
penurunan curah jantung, nyeri akut, gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola
nafas, ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, kelebihan volume cairan, intoleransi
aktivitas, nausea, ansietas. Setelah kami melakukan pemeriksaan fisik dan asuhan
keperawatan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien adalah Nyeri akut,
penurunan curah jatung dan Intoleransi Aktivitas.

Berdasarkan analisis, tidak semua diagnosa yang muncul pada teori, muncul pada
pasien. Hal ini dikarenakan teori merupakan landasan kita sebagai perawat untuk
melakukan pengkajian pada pasien, kita selalu berusaha berpedoman pada teori yang
ada namun bagaimana pun juga kondisi pasien tidak dapat selalu sama dengan teori
yang ada karena banyak faktor yang mepengaruhi seperti perkembangan pengetahuan
pasien, perkembangan ilmu pengobatan, keadaan daya tahan tubuh yang berbeda,
social ekonomi, pola hidup pasien yang sehat dan lingkungan tempat tinggal dan lain
sebagainya.

B. SARAN
Kami mengharapkan dengan disusunnya laporan kasus ini dapat menjadi inspirasi atau
sumber pengetahuan baru bagi pembaca dan dapat dikembangkan kembali dalam
penyusunan laporan kasus lainnya.

62

Anda mungkin juga menyukai