Anda di halaman 1dari 12

Patofisiologi, Farmakologi dan Terapi Diet pada Kasus dengan Gangguan Sistem

Pernafasan TB Paru

A. Pengertian TB Paru

Menurut Depkes, 2008, Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular


langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium Tuberculosis. Sebagian besar
kuman tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya.
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ
di luar paru seperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering
disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra,2012).
Sedangkan menurut Tambayong, 2000, tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan basil Mycobacterium tuberculosis, atau basil tuberkel, yang tahan asam.
Tuberkulosis (TB) adalah penyaakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis,
yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), dari satu individu ke
individu lainnya, dan membentuk kolonisasi di bronkiolus atau alveolus (Corwin, 2009).
Jadi, dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TB paru atau
tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium
Tuberculosis yang menyerang paru-paru dan bisa ditularkan melalui droplet dari satu
individu ke individu lainnya.

B. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882.
Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan kering,
tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil
tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat
tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel (FKUI, 2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe
human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis
tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang
berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat
masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi
oleh bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat
menjadikan infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005).

C. Manifestasi Klinik
Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:
1. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41°C. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
3. Anoreksia
4. Penurunan berat badan
5. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu – minggu
sampai berbulan – bulan).
Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Sifat bentuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
6. Peningkatan frekuensi pernapasan
7. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
8. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
9. Demam persisten
10. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan penurunan berat
badan
D. Patofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang menghirup basil
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis
juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar
melalui sistem limfe dan aliran darah ke b agian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks
serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh
memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah
massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil
hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi
nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju (necrotizing
caseosa). Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada
kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa
di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat
sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan memberikan respons berbeda
kemudian pada akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis
adalah:
1. Sputum Culture
2. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
3. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
4. Chest X-ray
5. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
6. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya selsel besar yang
mengindikasikan nekrosis.
7. Elektrolit
8. Bronkografi
9. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

Sumber lain menyebutkan bahwa ada beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosa


seseorang menderita TBC, menurut (Depkes RI, 2002) antara lain :
1. Pemeriksaan Mikroskopis
Hasil pemeriksaan dahak tersebut adalah :
a. Hasil pemeriksaan di nyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tigaspesimen dahak
sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), maka terdapat BTA positif dan dinyatakan sebagai
penderita tuberkulosis paru.
b. Bila hanya terdapat 1 spesimen yang positif perlu dilakukan pemeriksaan dahak SPS
diulang, apabila hasilnya masih tetap sama maka dilakukan pemeriksaan foto rontgen
dada.
c. Bila ketiga spesimen hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya;
Kontrimoksasol atau amoksilin) selama 1-2 minggu. Unit pelayanan kesehatan yang
tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen.

2. Pemeriksaan foto rontgen dada


Suspek dengan BTA negatif, pemeriksaan foto rontgen dada merupakan pemeriksaan
lanjutan, apabila setelah pemberian antibiotik spekrum luas tanpa ada perubahan dan
pemeriksaan ulang dahak SPS hasilnya tetap negatif.
Untuk penderita dengan BTA positif hanya sebagian kecil dari penderita dengan hasil
pemeriksaan BTA positif. Yang perlu dilakukan foto rontgen dada yaitu:
a. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya: sesak nafas berat
yang memerlukan penanganan khusus.
b. Penderita yang sering hemoptisis berat, untuk menyingkirkan kemungkinan (pelebaran
bronkus setempat).
c. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS yang hasilnya BTA positif dan pemeriksaan
rontgen diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC paru BTA positif.
3. Uji Tuberkulin (mantoux)
Dilakukan dengan cara mantoux, semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberkulin positif bila durasi > 10 mm (pada
gizi baik), atau 5 mm pada gizi buruk. Uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi
TBC. Apabila uji tuberkulin meragukan, maka dilakukan uji ulang.

G. Penatalaksanaan
1. Terapi Obat (Farmakologi)

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persiten)
dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal,
sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat
(jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi
kuman resisten (Depkes RI, 2002).
Adapun jenis dan dosis obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan untuk
pengobatan tuberkulosis, antara lain :
a. Isoniazid (H)
Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari
pertama pengobatan. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitien 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh
bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam
nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat
(mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid
menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh
metanol dari mikobakterium. Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun
parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati,
isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi
oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma.
Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila
obat ini diberikan setiap hari.

Dosis Obat

5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari

Efek samping

Mual, muntah, anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan
nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise
(perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan lain,
neuritis perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus (peradangan pada
ujung saraf optik yang masuk ke dalam mata), reaksi hipersensitivitas, demam, ruam
(gatal-gatal pada kulit), ikterus (warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat
penumpukan bilirubin), diskrasia darah (perdarahan hidung, memar spontan), psikosis
(gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita
dengan fantasi dirinya, misalnya gejala halusinasi), kejang, sakit kepala, mengantuk,
pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara,
hiperglikemia (peningkatan glukosa darah melebihi batas normal), asidosis metabolik
(keasaman darah yang berlebihan), ginekomastia (pembengkakan pada jaringan payudara
pada laki-laki atau laki-laki, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen
dan testosterone), gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.

Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit dari SSP.

Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan
beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi
resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam
meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien
banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC.
Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk
mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).

b. Rifampisin (R)
Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isonoid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian
maupun intermitten 3 kali seminggu.
Dosis Obat

10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).

Efek Samping

Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi
kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi
terutama pada terapi intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills, demam,
dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock,
anemia hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver,
jaundice(penyakit kuning); flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain dilaporkan :
edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative, toxic epidermal
necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia, gangguan menstruasi; urin,
saliva dan sekresi tubuh yang lain berwarna orange-merah; tromboflebitis dilaporkan
pada penggunaan secara infus pada periode yang lama.

Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam sediaan;
penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease
inhibitor), jaundice (penyakit kuning).

c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut
dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi
asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam.
Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang
diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar
luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.

Dosis Obat

15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).

Efek Samping

Efek samping pirazinamid paling umum yaitu kelainan hati yang diawali oleh gangguan
fungsi hati berupa peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, yaitu
enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot jantung dan sebagian kecil oleh otot hati)
dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian
besar oleh otot hati dan sebagian kecil oleh otot jantung). Bila terjadi kerusakan hati,
pemberian pirazinamid harus dihentikan. Efek samping lain pirazinamid yaitu demam,
anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran limpa),
jaundice (warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti
bagian putih mata), yang terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin),
gagal hati; mual, muntah, urtikaria ( reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna
merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit), artralgia (nyeri sendi), disuria
(perasaan tidak enak berkemih), anemia sideroblastik, ruam dan kadang-kadang
fotosensitivitas.

Kontraindikasi
Porfiria (sekelompok penyakit yang disebabkan oleh kekurangan enzim-enzim yang
terlibat dalam sintesa heme, yang mengakibatkan warna urin berubah menjadi merah atau
biru gelap), gangguan fungsi hati berat, dan hipersensitif pirazinamid.
d. Sterptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan untuk dosis yang sama. Penderita yang
berumur sampai dengan 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk yang berumur
>60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari. Streptomisin merupakan obat antibiotik yang
termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara
menghambat sintesis protein. Obat ini larut dalam air dan sangat larut dalam alkohol.
Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic,
perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam
jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.

Dosis Obat

15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).

Efek Samping

Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia (kesemutan) pada mulut.

Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap streptomisin atau komponen lain dalam sediaan, kehamilan,
gangguan pendengaran, myasthenia gravis (kelainan immun bawaan yang cukup langka,
biasanya menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang
biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan otot).

e. Ethambutol
Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesis
RNA. Absorbsi setelah pemberian per oral cepat. Eksresi sebagian besar melalui ginjal,
hanya lebih kurang 10% diubah menjadi metabolit yang inaktif.

Ethambutol tidak dapat menembus jaringan otak tetapi pada penderita meningitis,
tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik dalam cairan serebrospinal.

Dosis Obat

 Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari
selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg BB/hari.
 Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.

Efek Samping

Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) , pruritus
(gatal-gatal), urtikaria dan trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel keping darah
(trombosit) di dalam tubuh (darah)).

Kontraindikasi
Anak-anak di bawah usia 5 tahun, pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, epilepsi,
alkoholisme kronik dan kerusakan hati, neuritis optik, penderita yang hipersensitif
terhadap komponen obat ini.

2. Terapi Diet

Terapi diet bertujuan memberikan makanan secukupnya guna memperbaiki dan


mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki status gizi agar
penderita dapat melakukan aktifitas normal. Terapi untuk penderita kasus Tuberkulosis
Paru menurut (Almatsier Sunita, 2006) adalah:
a. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan
normal.
b. Protein tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar albumin
serum yang rendah (75-100 gr).
c. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energi total.
d. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energi total.
e. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total.

Macam diit untuk penyakit TBC:


a. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1)
Energi: 2600 kkal, protein 100 gr (2/kg BB).
b. Diit Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
Energi 3000 kkal, protein 125 gr (2,5 gr/kg BB)
Penderita dapat diberikan salah satu dari dua macam diit Tinggi Energi Tinggi
Protein (TETP) sesuai tingkat penyakit penderita.
Dapat dilihat dibawah ini bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada
penderita tuberculosis.

Anda mungkin juga menyukai