Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Acut respiratory distress syndrome (ARDS) adalah tipe kegagalan paru
yang disebabkan oleh berbagai penyakit yang menyebabkan terkumpulnya
banyak cairan di paru. ARDS bukan suatu penyakit, tetapi suatu sindrom,
kumpulan dari beberapa gejala yang menyebabkan gagal paru/pernapasan.
Dapat terjadi secara mendadak pada pasien yang sebelumnya dengan paru
yang normal / sehat. Acut respiratory distress syndrome (ARDS) memberikan
kontribusi morbiditas dan mortalitas pada pasien yang dirawat di ICU di
seluruh dunia dan berakibat kerugian material dan nonmaterial yang berat.
Insidensi ARDS yang dilaporkan di Amerika Serikat mencapai 150.000
kasus per tahun.4 Data terbaru menunjukkan insidensi ARDS 15.3– 58.7
kasus per 100,000 orang per tahun dengan mortalitas 41–58%.5 Angka
mortalitas ARDS yang dipublikasikan bervariasi dari 10% sampai 90%.
Kesulitan untuk membedakan insidensi dan outcome ARDS karena adanya
perbedaan dari definisi dan penyakit yang mendasari, perbedaan terapi
kegagalan menentukan populasi yang beresiko terjadi ARDS.
Acut respiratory distress syndrome (ARDS) ditandai dengan kegagalan
respirasi yang akut akibat injuri menyebabkan udem interstisial dan alveoli
serta hipoksemi yang persisten. Meskipun berbagai macam kondisi dapat
mengakibatkan ARDS, kondisi yang umum adalah akibat dari kerusakan paru
sendiri. Kompleks seri inflamasi telah dikenal selama perkembangan ARDS,
tetapi yang terjadi sesungguhnya belumlah jelas. Aktivasi leukosit dan radikal
bebas, protease, asam arakidonat sitokin inflamasi dan anti inflamasi
merupakan hasil dari peningkatan permeabilitas membran kapiler.
1.2. RUMUSAN MASALAH
1. Apa devinisi dari ARDS?
2. Apa penyebab/etiologi dari ARDS?
3. Bagaimana patofisiologi dari ARDS?

1
4. Apa manifestasi klinik dari ARDS?
5. Apa pemeriksaan penunjang dari ARDS?
6. Apa penatalaksanaan dari ARDS?
7. Apa komplikasi dari ARDS?
8. Bagaimana pengkajian pada pasien dengan ARDS?
9. Bagaimana penyimpangan KDM pasien dengan ARDS?
10. Apa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan ARDS?
11. Apa perencanaan atau intervensi keperawatan yang akan diberikan pada
pasien pasien dengan ARDS?
1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui devinisi dari ARDS?
2. Untuk mengetahui penyebab/etiologi dari ARDS?
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS?
4. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari ARDS?
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari ARDS?
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ARDS?
7. Untuk mengetahui komplikasi dari ARDS?
8. Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan ARDS?
9. Untuk mengetahui penyimpangan KDM pasien dengan ARDS?
10. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan ARDS?
11. Untuk mengetahui perencanaan atau intervensi keperawatan yang akan
diberikan pada pasien pasien dengan ARDS?

2
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. KONSEP MEDIS
1. DEVINISI
ARDS merupakan bentuk gagal nafas yang berbeda ditandai dengan
hipoksia berat yang diresisten terhadap pengobatan yang konfensional.
ARDS terjadi setelah berbagai penyakit (sepsis,aspirasi isi lambung,
trauma serius), yang menyebabkan permeabilitas dan edema paru non
kardiogenik yang berat (sylvia a.price)
2. ETIOLOGI
ARDS berkembang berkembang sebagai akibat kerusakan pada
epitelalveolar dan endotel mikrovaskular yang diakibatkan trauma jaringan
paru baik secara langsung maupun secara tidak langsung.(sudoyo aru)
Faktor resiko yang berhubungan dengan ARDS: (sudoyo aru)
a. Trauma langsung pada paru
1) Emboli karena pembekuan darah,lemak,udara,atau cairan amnion
2) Aspirasi asam lambung
3) Terhisap gas beracun
4) TBC miliar
5) Radang paru divus(sars)
6) Obstruksi saluran nafas atas
7) Asap roko yang mengandung kokain
8) Keracunan oksigen
9) Trauma paru
10) Ekspos radiasi
b. trauma tidak langsung
1) sepsis
2) shock
3) dic(dissemineted intra vaskuler coagulation)
4) pankreatitis
5) uremia

3
6) overdosis obat
7) idiopahaticI(tidak dikethui)
8) bedah cardiobaipas yang lama
9) tranvusi berulang
10) pih(pregnaninducethipertencion)
11) peningkatan tik
12) terapi radiasi
13) luka bakar dan luka berat
3. PATOFISIOLOGI
ARDS terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membran
alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang
interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan
pertukaran gas dan pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. ARDS
menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah
pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-
paru menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam
kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia (Brunner &
Suddart 616).
Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS:
a. Fase Eksudatif : Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan
epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak
serangan akut.
b. Fase Proliferatif : Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks
dan proliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan
penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi
jaringan granulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan
fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap,
ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).
c. Fase Fibrotik/Recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru
akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsurangsur

4
membaik dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar
individu, tergantung keparahan cederanya.
Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis
yang dikenal sebagai ARDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade
menjadi aktif yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding
kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein
bocor kedalam ruang interstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada
akhirnya kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka
area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh
sel-sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian
meningkatkan tekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami
trauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang terlihat sangat
sehat segera sebelum awitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi
akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera
paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi sindrom dapat dapat
beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu. Pasien yang tampak
sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara mendadak relaps kedalam
penyakit pulmonary akut akibat serangan sekunder seperti pneumotorak
atau infeksi berat .
Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan
volume darah sampai 3 kali normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan
bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel dan terjadi edema paru.( Jan
Tambayog 2000, hal 109).

5
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Pirauintravulmonal yang nyata
b. Hipoksimia
c. Keregangan paru yang berkurang secara progresif yang berakibat
bertambahnya kerja pernafasan
d. Dispnea serta takipnea yang berat akibat hipoksimia
e. Rongkibasah
f. Kapasitas berkurang
g. Peningkatan p(A-a)O2,penurunan PaO2 dan penurunan PaCO2
h. Sinar kurang X dada menunjukan paru yang putih(keputihan)ateleksis
kongestif yang difus
i. Gambaran klinis lengkap dapat bermanivestasi 1-2 hari setelah cidera
5. PEMRIKSAAN PENUNJANG
a. ABGs / analisa gas darah,leukosit,fungsi ginjal dan hati
b. Fulmonary fungsion
c. Shunt measurement(qs/qt)
d. Alveolar-arterial gradient(A-a gradien)
e. Lactice acide level
f. Foto toraks dan ct scan
6. PENATALAKSANAAN
Walaupun tidak ada terapi spesifik untuk menghentika proses
inflamasi,penanganan RADS di fokuskan tiga hal penting:
a. mencegah lesi paru secara iatrogenik
b. mengurangi cairan dalam paru
c. mempertahankan oksigenasi jaringan
Terapi umum :
a. Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara antara lain drainase
push,antibiotik,fiksasi bila ada fraktur tulang panjang
b. Sedasi dengan kombinasi opiat benzodiasepin,oleh karena penderita akan
memerlukan bantuan fentilasi mekanik dalam jangka lama.berikan dosis
minimal.

6
c. Memperbaiki hemodinamik untuk meningkatkan oksigenasi dengan
memberikan vairan,obat obat fasodilator/konstriktor,inotropik,atau
diuretikun
Terapi ventilasi :
a. Ventilasi mekanik dengan instubasi endotrakeal merupakan terapi yang
mendasar pada penderita RADS bila ditemukan laju nafas ≤ 30 xmin atau
terjadi peningkatan kebutuhan FiO2≤60% (dengan menggunakan masker
wajah)untuk mempertahankan PO2 sekitar 70 mmHg atau dilebih
beberapa jam
b. Lebih spesifik lagi dapat diberikan ventilasi dengan rasio I:E terbalik
disertai dengan PEEP untuk mengembalikan cairan yang membanjiri
alveolus dan atelaktasis sehingga memperbaiki ventilasi dan perfusi(V/Q)
c. Tergantung keparahannya,maka penderita dapat diberi non ifasis
femtilation seperti CPAP,BIPAP atau positive,
pressure,ventilation.walaupun metode ini tidak direkomendasikan bagi
penderita penurunan kesadaran atau dijumpai adanya peningkatan jumlah
otot pernafasan disertai peningkatan laju nafas dan PCO2 darah arteri
d. Pemberian volume tidal 10-15 mm/kg dapat mengakibatkan kerusakan
bagian paru yang masih normal sehingga terjadi robekan
alveolus,deplesissurfaktan dan lesialfeolar-capillari inter face.untuk
mengindari dipergunakan folume tidal 6-7 ml/kg dengan tekanan puncak
inspirasi ≥35 cm H2O,plateu presure inspiratori yaitu ≥ 30 cm H2O dan
pemberian positive end ekspiratori presure (peep)antara 8-14 cm H20
untuk mencegak aktelatase dan kolaps dari alveolus
e. Penggunaan peep da FIO2 tidak ada ketentusn mengenai batas maksimal.
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam
tatalaksananya adalah :
a. Barotrauma akibat penggunaan PEEP atau CPAP yang tinggi
b. Komplikasi saluran napas atas akibat ventilasi mekanik jangka panjang
seperti edema laring dan stenosis subglotis

7
c. Risiko infesi nosokomial yang meningkat : VAP (Ventilator-Associated
Pneumonia), ISK, flebitis. Infeksi nosokomial tersebut terjadi pada 55%
kasus ARDS.
d. Gagal ginjal terutama pada konteks sepsis
e. Multisystem organ failure
f. Miopati yang berkaitan dengan blockade neuromuskular jangka panjang
g. Tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna dan anemia.

2.2. KONSEP KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Anamnesa
a. Keadaan Umum: Takipnea, dispnea, sesak nafas, pernafasan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak nafas, bisanya berupa pernafasan
yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari
beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Sepsis, Shock (hemoragi, pankreatitis
hemoragik), Luka bakar hebat, Tenggelam DIC (Dissemineted
Intravaskuler Coagulation), Pankreatitis, Uremia, Bedah Cardiobaypass
yang lama, PIH (Pregnand Induced Hipertension), Peningkatan TIK,
Trauma hebat (cedera kepala, cedera dada, rudapaksa paru), Radiasi,
Fraktur majemuk (emboli lemak berkaitan dengan fraktur tulang panjang
seperti femur), Riwayat merokok.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
e. Riwayat Alergi
Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath) : sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi
basah, krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
b. B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan darah bisa normal
atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium

8
lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal tanpa
murmur atau gallop.
c. B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung dan atau agitasi),
tremor.
d. B4 (Bowel) : -
e. B5 (Bladder) : -
f. B6 (Bone) : kemerahan pada kulit punggung setelah beberapa hari
dirawat.

9
2. PENYIMPANGAN KDM

Trauma langsung/trauma
tidak langsung pada paru

Mengganggu mekanisme Toksik terhadap


pertahanan saluran napas epithelium alveolar

Kehilangan fungsi silia Kerusakan membran


jalan napas kapiler alveoli

BERSIHAN JALAN Sesak napas Kerusakan Gangguan


NAPAS TIDAK epithelium alveolar endothelium kapiler
EFEKTIF
Kelemahan otot
Kebocoran cairan Kebocoran cairan
ke dalam alveoli kearah interstisial
Mudah lelah

Edema alveolar Edema interstisial


INTOLERANSI
AKTIVITAS
Sesak napas Volume paru
menurun

dispneu
Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi dan
kelainan difusi
POLA NAPAS alveoli-kapiler
TIDAK EFEKTIF

GANGGUAN
PERTUKARAN GAS

10
3. DIAGNOSA
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
b. Intoleransi aktivitas
c. Pola napas tidak efektif
d. Gangguan pertukaran gas
4. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Intervensi (Siki)
(Sdki) Hasil (Slki)
1 Bersihan jalan Setelah dilakulakan Intervensi utama :
napas tidak intervensi selama 1x24 Latihan batuk efektif
efektif jam bersihan jalan a. Observasi
napas Meningkat 1. Identifikasi kemampuan batuk
dengan kriteria hasil : 2. Monitor adanyan retensi sputum
a. Batuk efektif (5) 3. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Produksi sputum (1) saluran napas
c. Mengi (1) 4. Monitor input dan output cairan
d. Wheezing (1) b. Terapeutik
e. Mekonium (pada 1. Atur posisi semi fowler / fowler
neonatus) (1) 2. Pasang perlak dan bengkok di
f. Dispneu (1) pangkuan pasien
g. Ortophneu (1) 3. Buang sekret pada tempat sputum
h. Sulit bicara (1) c. Edukasi
i. Sianosis (1) 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
j. Gelisah (1) batuk efektif
k. Frekuensi napas (5) 2. Anjurkan tarik napas dalam
l. Pola napas (5) melalui hidung ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (di
bulatkan) selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas
dalam selama 3 kali

11
4. Anjurkan batuk dengan kuat
setelah tarik tarik napas dalam
yang ke 3
d. Kolaborasi
1. Pemberian mukolitik
(ekspektoran) , jika perlu
2 Intoleransi Setelah dilakulakan Intervensi Utama
aktivitas intervensi selama 1x24 Manajemen Energy
jam Toleransi Aktivitas a. Observasi
Meningkat dengan 1. Dentifikasi gangguan funsi tuuh
kriteria hasil : yang kan mengakibatkan
a. Frekuensi nadi kelelahan
Meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan
b. Saturasi oksigen emosional
Meningkat 3. Monitor pola dan jam tidur
c. Kemudahan dalam 4. Monitor lokasi dari
melakukan ketidaknyamanan selama
Meningkat melakukan aktivitas
Aktivitas sehari-hari b. Terapeutik
d. Kecepatan berjalan 1. Sediakan lingkungan nyaman dan
Meningkat rendah stimulus (mis.cahaya,
e. Jarak berjalan suara, kunjungan)
Meningkat 2. Lakukan latihan rentang gerak
f. Kekuatan tubuh pasif dan/ atau aktif
bagian atas 3. Berikan aktivitas distraksi yang
Meningkat menenangkan
g. Kekuatan tubuh 4. Fasilitas duduk di sisi tempat
bagian bawah tidur, jika tidak dapat berpindah
Meningkat atau berjalan
c. Edukasi
1. Anjurkan tirah baring

12
2. Anjurkan melaksanakan aktivitas
secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3 Pola napas Setelah deberikan Intervensi utama :
tidak efektif intervensi selama 1x24 Manajemen jalan napas
jam pola napas a. Observasi
membaik dengan 1. Monitor posisi selang
kriteria hasil : endotrakheal (ETT), terutama
a. Frekuensi napas setelah mengubah posisi
membaik 2. Monitor tekanan balon ETT
b. Kedalaman napas setiap 4-8 jam
membaik 3. Monitor kulit area stoma
c. Ekskursi dada trakheostomi (Mis. Kemerahan,
membaik drainase, perdarahan)
b. Terapeutik
1. Kurangi tekanan balon secara
periodik setiap shift
2. Pasang orofaringheal airway
(OPA) untuk mncegah ETT
tergigit
3. Cegah ETT terlipat (Kinking)
4. Berikan p-oksigenasi 100%
selama 30 detik (3-6kali

13
ventilasi) sebelum dan setelah
penghisapan
5. Berikan volume pre-oksigenasi
(bagging atau ventilasi mekanik)
1,5 kali volme tidal
6. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 1,5 detik jika
diperlukan (bukan secara
berkala/rutin)
7. Ganti viksasi ETT setiap 24 jam
8. Ubah posisi ETT secara
bergantian (kiri dan kanana) tutup
setiap 24 jam
9. Lakukan perawatan mulut
(mis.dengan sikat gigi, kasa,
pelembab bibir)
10. Lakukan perawatan stoma
trakeostomi
c. Edukasi
1. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tujuan dan prosedur
pemasangan jalan napas bauatan.
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi intubasi ulang jika
terbentuk mucous plug yang tidak
dapat dilakukan penghisapan
4 Gangguan Setelah deberikan Inervensi utama :
pertukaran gas intervensi selama 1x24 Pemantauan respirasi
jam pertukaran gas a. Observasi
meningkat dengan 1. Monitor frekuensi, irama,
kriteria hasil : kedalam dan upaya napas

14
a. Tingkat kesadaran 2. Monitor pola napas (seperti
(5) bradipneu takipneu,
b. Dispneu (1) hiperventilasi, kusmaul, cheyne-
c. Bunyi napas stokes,biot,ataksik)
tambahan (1) 3. Monitor kemampuan batuk
d. Pusing (1) efektif
e. Penglihatan kabur 4. Monitor adanya produksi sputum
(1) 5. Monitor adanya sumbatan jalan
f. Diaforesis (1) napas
g. Gelisah (1) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi
h. Napas cuping paru
hidung (1) 7. Auskultasi bunyi napas
i. PCO2 (5) 8. Monitor saturasi oksigen
j. PO2 (5) 9. Monitor nilai AGD
k. Takikardia (5) 10. Monitor hasil x/ray toraks
l. pH arteri (5) b. Terapeutik
m. Sianosis (5) 1. Atur interval pemantauan
n. Pola napas (5) respirasi sesuai kondisi pasien
o. Warna kulit (5) 2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
c. Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan pemantauan, jika
perlu
Terapi oksigen
a. Observasi
1. Monitor kecepatan aliran
oksigen
2. Monitor posisi alat terapi
oksigen

15
3. Monitor aliran oksigen secara
periodik dan pastikan fraksi
yang diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. Oksimetri, analisa
gas darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan aktelektasi
8. Monitor timgkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas hidung akibat
pemasangan oksigen
b. Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakhea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan
napas
3. Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
5. Tetap berikan oksigen saat
pasein di transportasi
6. Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
c. Edukasi

16
1. Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
d. Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
1. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan tidur

17
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
ARDS merupakan bentuk gagal nafas yang berbeda ditandai dengan
hipoksia berat yang diresisten terhadap pengobatan yang konfensional.
ARDS terjadi setelah berbagai penyakit (sepsis,aspirasi isi lambung,
trauma serius), yang menyebabkan permeabilitas dan edema paru non
kardiogenik yang berat (sylvia a.price)

3.2. SARAN
1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terurama pada ARDS untuk pencapaian kualitas
keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teratumnya pengobatan tanpa
perawatan yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak
tercapai, oleh sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga
mengenai manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.

18
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardhi.2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC.Yogyakarta : Mediaction
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta
: EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI)

19

Anda mungkin juga menyukai