DI SUSUN OLEH :
IMROATUR ROSIDAH, S.Kep
2022032017
CI LAHAN CI INSTITUSI
9) Tranfusi berulang
10) PIH (Pregnan Inducet Hipertencion)
11) Peningkatan tik
12) Terapi radiasi
13) Luka bakar dan luka berat
4. Patofisiologi
ARDS terjadi akibat cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler
yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar dan
perubahandalam jaring-jaring kapiler, terdapat ketidakseimbangan ventilasi dan
perfusi yangjelas akibat kerusakan pertukaran pertukaran gas dan
pengalihan pengalihanekstansif ekstansif darah dalam paru-paru. paru-
paru. ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang
mengarah pada kolaps alveolar.alveolar. Komplians Komplians paru menjadi
menjadi sangat menurun atau paru - paru menjadi menjadi kaku akibatnya
akibatnya adalah penurunan karakteristikdalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia. Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS :
a. Fase Eksudatif : Fase permulaan, dengan cedera pada
endotheliumdan epitelium, inflamasi, dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari
sejak serangan akut.
b. Fase Proliferatif : Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks
danproliferasi fibroblast, sel tipe II, dan miofibroblast, menyebabkan
penebalan dinding alveolus dan perubahan eksudat perdarahan
menjadi jaringangranulasi seluler/membran seluler/membran hialin.
Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai
sembuh atau menjadimenetap, ada resiko terjadi lung rupture
(pneumothorax).
c. Fase Fibrotik/Recovery : Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan
mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur angsur membaik
dalam waktu 6 – 12 bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung
keparahan cederanya.
Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis
yang dikenalsebagai ARDS:
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade
menjadiaktif yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocorkedalam
ruang interstisiel interstisiel antar kapiler dan alveoli, padaakhirnya
kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka
areapermukaan untuk pertukaran oksigen dan CO menurun
sehingga₂mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi-perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional,
sehinggamengakibatkan hipokapnea dan alkalosis resiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-sel
yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian
meningkatkantekanan pembukaan alveolar.
ARDS biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah
mengalamitrauma fisik, meskipun dapat juga terjadi pada individu yang
terlihat sangatsehat segera sebelum awitan, misalnya awitan mendadak
seperti infeksiakut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari
waktu cederaparu sampai berkembang menjadi gejala. gejala. Durasi
sindrom dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu.
minggu. Pasienyang tampak sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara
mendadakrelaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat serangan sekunder
sepertipneumotorak atau infeksi berat . Sebenarnya sistim vaskuler paru
sanggupmenampung penambahan volume darah sampai 3 kali normalnya,
namunpada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan
jaringaninterstisiel interstisiel dan terjadi terjadi edema paru.
5. Klasifikasi
Kriteria Berlin mengklasifikasikan ARDS menjadi tiga kelompok berdasarkan
nilai PaO2/ FiO2 . Tidak ada istilah Acute Lung Injury (ALI) dalam kriteria ini.
Berikut merupakan definisi ARDS berdasarkan kriteria Berlin (Schreiber,
2019):
a. ringan (mild), yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 200 mmHg, tetapi kurang dari
dan sama dengan 300 mmHg dengan positive-end expiratory pressure
(PEEP) atau continuous positive airway pressure (CPAP) ≥5 cmH2O.
b. sedang, yaitu PaO2 /FiO2 lebih dari 100 mmHg, tetapi kurang dari dan sama
dengan 200 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O.
c. berat, yaitu jika PaO2 /FiO2 ≤ 100 mmHg dengan PEEP ≥5 cmH2O
6. Manifestasi klinis
a. Pirauintravulmonal yang nyata
b. Hipoksimia
c. Keregangan paru yang berkurang secara progresif yang
berakibatbertambahnya kerja pernafasand.
d. Dispnea serta takipnea yang berat akibat hipoksimiae.
e. Rongkibasah
f. Kapasitas berkurang
g. Peningkatan p(A-a)O2 ,penurunan Pa2O2 dan penurunan PaCO₂.
h. Sinar kurang X dada menunjukan paru yang putih(keputihan)
ateleksiskongestif yang difusi.
i. Gambaran klinis lengkap dapat bermanivestasi 1-2 hari setelah cidera
7. pemeriksaan fisik
a. Airway : look (pengembangan dada), listen ( suara pernapasan), feel
( hembusan udara saat Klien melakukan ekspirasi dapat dirasakan
b. Breathing : inspeksi ( adanya sesak napas, adanya penggunaan otot bantu
dalam pernapasan, frekuensi napas), palpasi ( adanya pengembangan
dinding dada), auskultasi (adanya suara tambahan).
c. B1 (Breath) (Breath) : sesak nafas, : sesak nafas, nafas cepat dan nafas
cepatdan dangkal, batuk dangkal, batuk kering, ronkh kering,
ronkhi basah,krekels halus di seluruh bidang paru, stridor, wheezing.
eezing.
d. B2 (Blood) : pucat, sianosis (stadium lanjut), tekanan lanjut), tekanan
darahbisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia), hipotensi terjadi
pada stadium lanjut (shock), takikardi biasa terjadi, bunyi jantung normal
tanpa murmur atau gallop.
e. B3 (Brain) : kesadaran menurun (seperti bingung atau agitasi), tremor.
f. B4 (Bowel : -
g. B5 (Bladder) : -
h. B6 (bone) : pemeriksaan kulit punggung selama perawatan tirah baring
8. pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
AGDA: hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena hiperventilasi),
hiperkapnia (pada emfisema atau keadaan lanjut), bisa terjadi alkalosis
respiratorik pada proses awal dan kemudian berkembang menjadi asidosis
respiratorik. Pada darah perifer bisa dijumpai gambaran leukositosis (pada
sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi sistemik dan kerusakan
endotel, peningkatan kadar amylase (pada kasus pancreatitis sebagai
penyebab ARDSnya). Gangguan fungsi ginjal dan hati, gambaran
koagulasi intravascular disseminata yang merupakan bagian dari MODS.
b. Radiologi
Pada awal proses, dari foto thoraks bisa ditemukan lapangan paru yang
relatif jernih, namun pada foto serial berikutnya tampak bayangan
radioopak yang difus atau patchy bilateral dan diikuti pada foto serial
berikutnya tampak gambaran confluent tanpa gambaran kongesti atau
pembesaran jantung. Dari CT scan tampak pola heterogen, predominan
limfosit pada area dorsal paru (foto supine).
c. USG Paru untuk mengetahui adanya kelainan serta adanya gambaran lesi
pada kedua lapang paru
d. Foto Thoraks ditujukan untuk menegakan diagnosa apabila terdapat
gambaran lesi
e. Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan
infeksi pada pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat
diperoleh dengan bronkoskop bronkus subsegmental dalam dan
mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan cairan garam
nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk
diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan
kuantitatif (Muna & Soleha, 2019)
f. BAL (bronchoalveolar lavage)
9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
a. Onset akut umumnya 3-5 hari sejak adanya diagnosis kondisi yang menjadi
faktor resiko ARDS
b. Tanda pertama adalah "takipnea"
c. Pada auskultasi di temukan ronkhi basah
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan suportif,
bantuan ventilator dan terapi farmakologis. Prinsip umum perawatan suportif
bagi pasien ARDS dengan atau tanpa multiple organ dysfungsi syndrome
(MODS) meliputi.
a. Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.
b. Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi, barotrauma, infeksi
nosokomial atau toksisitas oksigen dan mencegah terjadinya lesi di paru
secara iatrogenik serta mengurangi adanya cairan di dalam paru.
c. Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-organ dengan
cara meminimalkan angka metabolik
d. Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan cairan tubuh.
e. Dukungan nutrisi.
1) Terapi Umum
Sedapat mungkin hilangkan penyebab dengan cara misalnya drainase pus,
c) Novel Terapi
Sebelumnya telah dibahas bahwa klirens cairan alveolar dipengaruhi
oleh katekolamin. Sebuah studi meneliti efek pemberian salbutamol
intravena dibandingkan dengan plasebo terhadap 40 pasien dengan
ARDS. Pasien yang mendapat salbutamol intravena mengalami
pengurangan jumlah cairan di paru, namun mengalami kejadian
aritmia yang lebih tinggi. Studi ini dihentikan lebih awal karena
terdapat peningkatan angka mortalitas pada kelompok pasien yang
mendapatkan salbutamol intravena.2 Studi serupa menggunakan
albuterol aerosol untuk pasien ARDS, namun tidak memberikan hasil
yang memuaskan. Oleh karena itu pemberian ?2 agonis belum
direkomendasikan untuk ARDS. Terapi sel punca (stem cell) untuk
ARDS sedang diteliti lebih lanjut karena didapatkan hasil yang
menguntungkan saat dilakukan pemberian sel punca melalui
endotrakeal maupun intravena pada binatang.
d) Deuretik
Diuretikum lebih ditujukan untuk meminimalkan atau mencegah
kelebihan cairan, dan hanya diberikan bila eksresi cairan oleh ginjal
terganggu, oleh karena itu cara paling baik untuk mencegah
kelebihan cairan adalah dengan mempertahankan pengeluaran cairan
yang adekuat.Dengan demikian penggunaan diuretikum tidak rutin,
karena tidak sesuai dengan patogenesis ARDS.
11. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin timbul pada ARDS dan yang berkaitan dalam
tatalaksananya adalah :
a. Barotrauma akibat penggunaan PEEP atau CPAP yang tinggi
b. Komplikasi saluran napas atas akibat ventilasi mekanik jangka panjang
seperti edema laring dan stenosis seperti edema laring dan stenosis
subglotis subglotis
c. Risiko infesi nosokomial yang meningkat : VAP (Ventilator-Associated
Pneumonia), ISK, flebitis. Infeksi nosokomial tersebut terjadi pada 55%
kasus ARDS.
d. Gagal ginjal terutama pada konteks sepsis
e. Multisystem organ failure
f. Miopati yang berkaitan dengan blockade neuromuskular jangka panjang
g. Tromboemboli vena, perdarahan saluran cerna dan anemia.
12. Pathway
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien.
a. Identitas atau Biodata pasien
1) Identitas : Acute Rrespiratory Distress Syndrome (ARDS) umumnya
sering terjadi pada pasien neonatus dan 11 sampai dengan 48 tahun
keatas.
b. Keluhan Utama : Timbulnya rasa nyeri pada dada serta sesak nafas dan
sianosis yang terlihat pada pasien. Adapun yang perlu dikaji pada rasa
nyeri tersebut adalah : Lokasi nyeri, Intensitas nyeri, waktu dan durasi,
kualitas nyeri.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang : Saat dilakukan pengkajian terlihat sesak
nafas serta kesulitan dalam bernafas dan nyeri dada, adakah otot bantu
pernafasan
2) Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan jenis pengobatan yang pernah
dilakukan, sudah berapa lama mengeluh sesak dan apakah ada
penyakit bawaan yang menyertai seperti TB, Pneumoni dll.
3) Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga dengan riwayat penyakit
pernafasan serta pria dengan Ras kulit hitam memiliki 2 kali resiko
lebih tinggi terserang ARDS.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : Kaji Respirasi, SPO2 dan pantau irama nafas
pasien serta amati apakah ada otot bantu nafas
2) Pemeriksaan Fisik Head To Toe :
a) Kepala dan rambut : lihat kebershan kepala dan rambut
b) Mata : lihat konjungtiva anemis, apakah skelra ikterik atau tidak
serta amati pergerakan bola mata simetris
c) Hidung : Lihat kesimetrisan dan kebersihan serta apakah ada lesi
atau polip
d) Telinga : lihat kebersihan pada telinga dan amati apakah terdapat
lesi atau perdarahan dan kelainan bentuk pada telinga
e) Mulut : Lihatkesimetrisan mulut, kaji mukosa bibir kering atau
lembab, apakah terlihat sianosis pada bibir serta apakah ada
perdarahan dan apakah pasien menggunakan gigi palsu
f) Leher dan tenggorokan : raba dan rasakan adanya pembengkakan
kelenjar getah bening serta amati apakah terdapat lesi pada leher
atau tidak
g) Dada/torax : paru-paru, jantung, sirkulasi. Inspeksi kesimetrisan
paru dan apakah terdapat lesi atau tidak, Auskultasi apakah
terdapat suara nafas tambahan, Perkusi dan palpasi apakah
terdapat krepitasi dan bentuk abnormal
h) Abdomen
Inpeksi : bentuk, adanya lesi, terlihat menonjol
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada abdomen.
Perkusi : timpani, pekak
Auskultasi : bagaimana bising usus
i) Ekstremitas : apakah terdapat pembengkakan pada ekstremitas
atas dan bawah serta apakah terdapat lesi atau tidak
j) Genetaalia dan anus : perhatikan kebersihan, serta apakah
terdapat lesi atau perdarahan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap adanya
pengalaman dan respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap
masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses
kehidupan. Diagnosis keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan
proses asuhan keperawatan yang sesuai dalam membantu pasien mencapai
kesehatan yang optimal. Mengingat diagnosis keperawatan sangat penting
maka dibutuhkan standar diagnose keperawatan yang bisa diterapkan secara
nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosa yang telah
dibakukan sebelumnya (PPNI, 2019). Diagnosa keperawatan yang muncul
pada Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), (SDKI, 2020)
diantaranya :
a. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif berhubungan dengan Spasme jalan
nafas (edema interstisisial). D.0001
b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan jalan napas
D.0005
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
Alveolus kapiler menyebabkan kolaps alveoli D.0003
d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen D.0056
3. Intervensi
1. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif Setelah dilakulakan 1. Monitor pola napas 1. mengetahui pola
berhubungan dengan Spasme jalan intervensi (frekuensi, napas klien
nafas (edema interstisisial). D.0001 selama …..x24 jam kedalaman, usaha 2. mengetahui adanya
bersihan jalan napas) suara napas
napas Meningkat 2. Monitor bunyi napas tambahan dan
dengan kriteria tambahan (mis. keefektifan jalan
hasil : gurgling,mengi, napas untuk
a. Batuk efektif wheezing, memenuhi O2 pada
meningkat ronchikering) klien
b. Produksi sputum 3. Berikan minum 3. untuk memobilisasi
menurun hangat dan mengeluarkan
c. Wheezing menurun 4. Lakukan fisioterapi secret
d. Dispnea menurun dada,jika perlu 4. meningkatkan
e. Gelisah menurun 5. Ajarkan tehnik batuk mobilisasi sekresi
f. Frekuensi napas efektif yang mengganggu
membaik 6. Kolaborasi oksigenasi
pemberian 5. agar klien dapat
g. Pola napas membaik bronkodilator, melakukan mandiri
ekspektoran,mukolit dalam mengeluarkan
ik, jika perlu secret
6. mengurangi atau
mencegah
pembentukan
sumbatan pada jalan
napas
2. Pola napas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan 1. Monitor pernapasan 1. Mengetahui status
dengan hambatan jalan napas D.0005 tindakan keperawatan 2. Posisikan pasien pernafasan
selama ….x 24 jam semi fowler 2. Untuk
pasien menunjukkan 3. Auskultasi suara memaksimalkan
keefektifan pola nafas, nafas. potensial ventilasi
dengan kriteria hasil: 4. Kolaborasi dalam 3. Memonitor
a. Frekuensi, irama, pemberian oksigen kepatenan jalan
kedalaman terapi napas
pernapasan dalam 4. Meningkatkan
batas normal ventilasi dan
b. Tidak asupan oksigen
menggunakan otot-
otot
bantu pernapasan
c. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal
(TD 120-90/90-60
mmHg,
nadi 80-100
x/menit,
RR : 18-24
x/menit,
suhu 36,5 – 37,5
C)
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan Setelah deberikan 1. Monitor kecepatan 1. Untuk melihat ada
dengan perubahan membran Alveolus intervensi aliran Oksigen tidaknya aliran
kapiler menyebabkan kolaps alveoli selama ….x24 jam 2. Monitor posisi alat oksigen yang
D.0003 pertukaran terapi oksigen
pertukaran gas 3. Pertahankan masuk
meningkat dengan kepatenan jalan 2. Untuk mengetahui
kriteria hasil : napas apakah posisi alat
a. Tingkat kesadaran 4. Berikan oksigen terapi tidak sesuai
b. Dispneu tambahan, jika dengan klien
c. Bunyi napas perlu 3. Klien dapat
tambahan 5. Ajarkan pasien dan bertahan dengan
d. Pusing keluarga cara mudah
e. Penglihatan kabur menggunakan 4. Meningkatkan otot-
f. Gelisah (1) oksigen dirumah otot pernapasan
g. Napas cuping hidung 6. Kolaborasi 5. Untuk
h. Takikardia penentuan dosis memudahkan dalam
oksigen penggunaan
oksigen di rumah
6. Menurunkan beban
pernapasan dan
mencegah
terjadinya sianosis
5. Evaluasi
Bakhtiar, A. dan R.A. Maranatha 2019. Acute Respiratory Distress Syndrome Jurnal
Respirasi : 4
Pham, T’ai Dan Gordon D. Rubenfeld 2021 the epidemiology of acute respiratory
distress syndrome a 5o th birthday review. American jornal of respiratory and
critical care medicine. 195