Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
HENTI NAPAS

OLEH :
Kelompok 5

1. Muh. Yusuf Adam


2. Suryadi Suterjo
3. Julaeha
4. Nurul Zulfa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


PRIMA BONE
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan hidayahNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas keperawatan
Gawat Darurat dengan judul HENTI NAPAS yang merupakan salah satu
persyaratan akademik dalam pelaksanaan pendidikan di Stikes Prima Bone sudah
terselesaikan.
Dalam penyusunan tugas ini kami berusaha semaksimal mungkin namun
kemampuan kami sangat terbatas, sehingga penyusunan tugas ini jauh dari
sempurna, dan kami menyadari akan segala kekurangan dalam penyusunan tugas
ini. Kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan tugas makalah ini dan kesempatan penulis selanjutnya.
Kami mengucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan tugas ini.Semoga bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pembaca
pada umumnya.
.

Watampone, 13 April 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ................................................................................... 3
B. Insideni ....................................................................................... 4
C. Etiologi ...................................................................................... 5
D. Patofisiologi ................................................................................ 6
E. Tanda Gejala ............................................................................... 7
F. Pemerikasaan Penunjang ............................................................ 7
G. Terapi .......................................................................................... 7
H. Komplikasi ................................................................................ 10
I. Prognosis .................................................................................... 10
J. Asuhan Keperawatan ................................................................ 10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Era yang semakin modern ini semakin banyak bermunculan masalah
kesehatan yang bersifat gawat darurat, sehingga kita sebagai tenaga kesehatan
harus selalu memperbaharui dan meningkatkan pengetahuan untuk dapat
menjadi perawat yang professional, salah satu kasus gawat darurat yang
memerlukan tindakan cepat dan tepat adalah henti napas, karena kasus henti
napas dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti : emboli paru,
fibrosis, penurunan kardiak output, aritmia, perikarditis dan infark miokard
akut, perdarahan, distensi lambung, ileus paralitik, diare dan
pneumoperitoneum. Stress ulcer sering timbul pada Henti napas , namun
apabila mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat maka terjadinya
komplikasi dapat dihindari.
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow.
Kekurangan oksigen dalam hitungan menit saja dapat mengancam jiwa
seseorang, oleh karena itu masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap
system pernapasan (respiratori) menuntut asuhan keperawatan yang serius.
Henti napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya,
meskipun tidak selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada
sistem pernapasan. Keadaan ini semakin sering di temukan sebagai komplikasi
dari trauma akut, septikemia, atau syok.
Henti napas , seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat
di kenali berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi
harus di ingat bahwa pada Henti napas , hubungan antara gambaran klinis
dengan kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal
adalah tidak langsung.
Henti napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di
intensive care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di
Skandinavia, tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory
distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah

1
42,2%. Henti napas akut sering kali diikuti dengan kegagalan organ vital
lainnya. Kematian disebabkan karena multiple organ dysfunction syndrome
(MODS). Pada ARDS, kematian akibat Henti napas ireversibel adalah 10-
16%. Sedangkan di Jerman, insiden Henti napas akut, ALI, dan ARDS adalah
77,6-88,6; 17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000 populasi per tahun dengan
tingkat mortalitas 40%.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Henti napas?
2. Apa sajakah etiologi Henti napas?
3. Bagaimana Insidensi Henti napas?
4. Bagaimana patofisiologi Henti napas?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis Henti napas?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang Henti napas?
7. Bagaimana penatalaksanaan Henti napas?
8. Apa saja Komplikasi dan prognosis Henti napas?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Henti napas?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu menjelasakan pengertian Henti napas?
2. Mahasiswa mampu menjelasakan etiologi Henti napas?
3. Mahasiswa mampu menjelasakan Insidensi Henti napas?
4. Mahasiswa mampu menjelasakan patofisiologi Henti napas?
5. Mahasiswa mampu menjelasakan Manifestasi Klinis Henti napas?
6. Mahasiswa mampu menjelasakan pemeriksaan penunjang Henti napas?
7. Mahasiswa mampu menjelasakan penatalaksanaan Henti napas?
8. Mahasiswa mampu menjelasakan Komplikasi dan prognosis Henti napas?
9. Mahasiswa mampu menjelasakan Asuhan Keperawatan pada pasien Henti
napas?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

1. Henti napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk


melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran
karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari kemampuan
jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida.
Indikasi Henti napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg,
dan atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002)
2. Kegagalan pernafasan adalah pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga
terjadi hipoksia, hiperkapnia (peningkatan konsentrasi karbon dioksida
arteri), dan asidosis. (Muttaqin, 2009)
3. Henti napas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida (price& Wilson, 2005)
4. Henti napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh
ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau

3
membuang karbon dioksida secara adekuat(kapita selekta penyakit,
2011)
5. Henti nafas adalah suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adanya
gerakan dada dan aliran udara pernafasan dari korban atau pasien. Henti
nafas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan Hidup
Dasar. Henti nafas terjadi dalam keadaan seperti tenggelam atau lemas,
stroke, obstruksi jalan napas, epiglotitis, overdosis obat-obatan, tersengat
listrik, infark miokard, tersambar petir, koma akibat berbagai macam
kasus (Suharsono, T., & Ningsih, D. K., 2008).
6. Henti napas adalah ganguan pertukaran gas antara udara dengan sirkulasi
yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau gangguan gerakan
udara dan masuk keluar paru (Hood Alsagaff, 2004:185).
7. Henti napas merupakan keadaan ketidakmampuan tubuh untuk menjaga
pertukaran gas seimbang dengan kebutuhan tubuh sehingga
mengakibatkan hipoksemia dan atau hiperkapnia. Dikatakan Henti napas
apabila PaCO2 > 45 mmHg atau PaO2 < 55mmHg (Boedi Swidarmoko,
2010:259).

B. Insidensi
Henti napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering
di ICU dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat
mortalitas dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome
(ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Henti napas
akut sering kali di temukan dengan kegagalan organ vital lainnya. Kematian
disebabkan karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS). Pada
ARDS, kematian akibat Henti napas ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan
di Jerman, inside dengan Henti napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6;
17,9-34; dan 12,6-28 kasus per 100.000 populasi pertahun dengan tingkat
mortalitas 40%.

4
C. Etiologi (buku ajar patofisiologi,kowalak dkk, 2011)
1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan Henti napas karena ventilasi
tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak
dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan
dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan
intrapulmonal maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi
kelainan pada saluran napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan
daerah kapiler alveolar. Kelainan ekstrapulmonal disebabkan oleh
obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi akut disebabkan oleh
fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau oedema larink,
epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya pada
emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan
deadspace (ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan
bronkhiektasis.
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab
Henti napas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala,
ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah
pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks,
pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin
meyebabkan Henti napas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada Henti napas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi
yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang
mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau
trauma dan cedera dan dapat menyebabkan Henti napas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang

5
mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial,
atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain
yang menyababkan Henti napas.

D. Patofisiologi
Henti napas ada dua macam yaitu Henti napas akut dan Henti napas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Henti napas
akut adalah Henti napas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara
struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan
Henti napas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik
seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit
penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah Henti napas akut
biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada Henti napas kronik
struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator Henti napas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt
tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja
pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah
ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Henti napas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak
adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke Henti napas akut.

6
E. Tanda dan Gejala (Kapita Selekta Panyakit, 2011)
1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

F. Pemeriksaan Penunjang (Kowalak Jenifer, 2011)


1. Pemerikasan Gas-Gas Darah Arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arterial.
3. Kadar hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas
mengangkut oksigen.
4. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasiyang merupakan
upaya tubuh untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur
darah dapat menemukan kuman patogen.
5. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner
atau kardiovaskuler pasa Henti napas akut dan memantau tekanan
hemodinamika.

G. Terapi
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan
intubasi dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu
memelihara patensi jalan napas.

7
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau
trakeostomi jika perlu untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan
membalikkan keadaan asidosis.

c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap


terapi yang di berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan
nafas terbuka, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli
paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan
beban kerja jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah
jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan
cairan.
3. Penanganan Kegawatdaruratan
a. Memeriksa Jalan Napas

8
Pada klien yang tidak sadar akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk
otot-otot di dalam mulut. Yang mengakibatkan lidah akan jatuh ke
bagian belakang dari tenggorokan dan akan menutup jalan napas. Disini
penolong memeriksa apakah korban masih bernapas atau tidak. Bila
tidak bernapas akibat adanya sumbatan maka penolong harus
membersihkan jalan napas agar menjadi terbuka.
b. Manuver Heilmich (hentakan subdiafragma abdomen)
Suatu hentakan yang menyebabkan peningkatan tekanan pada
diafragma sehingga memaksa udara yang ada di dalam paru untuk
keluar dengan cepat sehingga diharapkan dapat mendorong atau
mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan nafas, mungkin
dibutuhkan pengulangan 6-10x untuk membersihkan jalan napas.
4. Algoritma
Fase I: Tunjangan hidup dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur
pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
jantung. Indikasi tunjangan hidup dasar terjadi karena adanya henti nafas
dan henti jantung yang terdiri dari:
A Airway menjaga jalan nafas tetap terbuka
B Breathing ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat. Pernapasan yang
adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong. Yang diperhatikan yaitu
adanya gerakan dada, merasakan tahanan ketika memberikan bantuan nafas
dan isi paru klien saat mengembang dengan suara dan rasakan adanya udara
yang keluar saat ekspirasi.
C Circulation mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.
Fase II: Tunjangan hidup lanjutan (Advanced Life Support) yaitu tunjangan
hidup dasar ditambah dengan :
D drugs yaitu pemberian obat-obatan sekaligus cairan yang dibagi menjadi
2 yaitu penting: sodium bikarbonat, epinephrine, sulfat atoprin, lidokain,
morphin sulfat, kalsium khlorida, oksigen. Berguna yaitu obat-obatan
vasoaktif (laverterenol), isoproterenol, propanolol dan kortikosteroid.
Fase III: tunjangan hidup terus menerus

9
G Gauge pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring klien secara terus-
menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
5. Pemantauan
Pemantauan yang dilakukan adalah monitoring RR, volume nafas yang
adekuat, posisi, pemberian oksigen, tanda vital dan kesadaran.

H. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2. Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan
tubuh lebih asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung

I. Prognosis
Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan
pada pasien dengan Henti napas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis
atau adanya kegagalan organ utama didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan
bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom Henti napas amat berat. Pada pasien
yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan kembali setelah berbulan-
bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang menderita
ARDS akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan
fibrosis.

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan

10
frekuensi nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara
menyeluruh apakah klien tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah
tampak mengalami kesukaran bernafas.
c. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan
penyakit yang dialami klien
d. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat Henti napas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi
obat berlebihan.
e. Dasar Data Pengkajian
1) Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
2) Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena
embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut
menjadi hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat
faktor pencetus seperti pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia
dapat terjadi ,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi
(tahaplanjut).
3) Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
4) Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
5) Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.

11
6) Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru,
timbulnya tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh
retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan
oksigen konsentrasi tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi
bunyi napas bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar
vibrasi pada dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa,
pucat atau sianosis, penurunan mental , bingung.
7) Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode
anafilaktik.
8) Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
9) Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
f. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara.
Denyut nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, sianosis.
1) B1 (Breathing)
a) Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi
pernafasan. Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan
amplitude yang cukup besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal,

12
itu menunjukan adanya depresi pusat pernafasan. Penyakit akut paru
sering menunjukan frekuensi pernafasan > 20x/menit atau karena
penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan gangguan
metabolic seperti diabetes militus.
b) Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil
fremitus yang menjadi penyebab utama Henti napas.
c) Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan
daerah redup- sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang
disebabkkan oleh peneballan pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan
hipersonor, bila ditemukan pneumothoraks atau emfisema paru.
d) Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti
wheezing dan ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang
didapat dari kelainan yang ada.
2) B2 (Blood)
Monitor dampak Henti napas pada status kardovaskuler meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah dan CRT.
3) B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena
merupakan gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas.
Diperlukanan pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
4) B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan
intake cairan. Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal
tersebut merupaka tanda awal dari syok.
5) B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas

13
potensial terjadi kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi
dipnea saat makan, laju metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
6) B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada
ekstermitas, turgon kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada
dermis/ integument.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi
jalan napas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
napas.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, peningkatan secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi,
kelelahan.
3. Intervensi Keperawatan

Dx. Tujuan Dan


Intervensi Rasional
Kep Kriteria Evaluasi
I Mempertahankan 1. Monitor fungsi 1. Penggunaan otot-otot
jalan napas efektif pernapasan, Frekuensi, interkostal/abdominal/l
irama, kedalaman, eher dapat
bunyi dan penggunaan meningkatkan usaha
otot-otot tambahan. dalam bernafas
2. Berikan Posisi semi 2. Pemeliharaan jalan
Fowler nafas bagian nafas
dengan paten
3. Berikan terapi O2 3. Mengeluarkan secret
meningkatkan transport
oksigen
4. Lakukan suction 4. Untuk mengeluarkan

14
Dx. Tujuan Dan
Intervensi Rasional
Kep Kriteria Evaluasi
secret
5. Berikan fisioterapi 5. Meningkatkan drainase
dada sekret paru,
peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot
pernafasan
II Meningkatkan 1. Kaji status pernapasan 1. mekanisme
pertukaran gas , catat peningkatan kompensasi untuk
yang adekuat . respirasi dan hipoksemia dan
perubahan pola napas . peningkatan usaha
nafas
2. Selalu berarti bila
2. Kaji adanya sianosis diberikan oksigen
dan Observasi (desaturasi 5 gr dari
kecenderungan Hb) sebelum cyanosis
hipoksia dan muncul
hiperkapnia 3. Menyimpan tenaga
3. Berikan istirahat yang pasien, mengurangi
cukup dan nyaman penggunaan oksigen
4. Memaksimalkan
4. Berikan humidifier pertukaran oksigen
oksigen dengan secara terus menerus
masker CPAP jika ada dengan tekanan yang
indikasi sesuai
5. Berikan obat-obat jika 5. Untuk mencegah
ada indikasi seperti kondisi lebih buruk
steroids, antibiotik, pada Henti napas.
bronchodilator dan
ekspektorant

15
Dx. Tujuan Dan
Intervensi Rasional
Kep Kriteria Evaluasi

III Kebutuhan cairan 1. monitor vital signs 1 Berkurangnya


klien terpenuhi dan seperti tekanan volume/keluarnya
kekurangan cairan darah, heart rate, cairan dapat
tidak terjadi denyut nadi (jumlah meningkatkan heart
dan volume). rate, menurunkan TD,
dan volume denyut
nadi menurun
2. Amati perubahan 2 mempengaruhi
kesadaran, turgor perfusi/fungsi
kulit, kelembaban cerebral. Deficit
membran mukosa cairan dapat
dan karakter sputum. diidentifikasi dengan
penurunan turgor
kulit,
3. Hitung intake, output 3 Keseimbangan cairan
dan balance cairan. negatif merupakan
Amati insesible indikasi terjadinya
loss deficit cairan.
4. Timbang berat badan 4 Perubahan yang
setiap hari drastis merupakan
tanda penurunan total
body wate
5. Berikan cairan IV 5 mempertahankan/me
dengan observasi mperbaiki volume
ketat sirkulasi dan tekanan
osmot

16
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan kategori dari perilaku
keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah melakukan
rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi masalah klien.
(Haryanto. 2007: Hal. 81).
5. Evaluasi Keperawatan
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil
mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing
diagnosa keperawatan sehingga :
a. Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)
b. Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
c. Masalah tidak teratasi/tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian
ulang & intervensi dirubah).

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Henti napas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida
dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan
pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Henti napas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas.
Henti napas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan
pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat
mengakibatkan gangguan pada kehidupan. Henti napas ada dua macam yaitu
Henti napas akut dan Henti napas kronik dimana masing masing mempunyai
pengertian yang berbeda.
Indikator Henti napas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg).

B. Saran
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa
keperawatan pada khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan
awal, serta mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Henti napas.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta:


DIVA Press.
Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC.

Haryanto, 2007. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Pemetaan Konsep (Concept


Mapping). Jakarta : Salemba Medika.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta


Kedokteran edisi 2. Jakarta: EGC

Muttaqin, 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.


Jakarta:EGC.
Sumarsono, T., Ningsih, D. K. (2008). Penatalaksanaan Henti Jantung DI Luar
RUmah Sakit Sesuai dengan Algoritma AHA 2005. Malang: UMM Press.

19

Anda mungkin juga menyukai