Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

EMFISEMA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah KMB 1
Dosen Pengampu :
Berlian Yuli Saputri, S.Kep,Ners,M.Kep

Disusun Oleh :
TITIN KURNIA WATI
NIM. A1R19033

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan

hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “LAPORAN

PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA” sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini banyak hambatan dan

kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, tugas ini dapat terselesaikan.

Maka patutlah kiranya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah membantu dan kepada Dosen pembimbing mata

kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 Berlian Yuli Saputri,S.Kep,Ns,M.Kep yang

telah memberi tugas untuk tambahan pengetahuan mahasiswa.

Dengan segala kerendahan hati kami berusaha menyajikan yang terbaik

dalam tugas ini. Namun, kami menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh

dari harapan, kritik atau saran yang bersifat konstruktif tetap diharapkan demi

kesempurnaan tugas ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

penulis pada khususnya. Aamiin.

Tulungagung, 12 Juli 2021

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN EMFISEMA
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS PRAKTIKUM KEEPRAWATAN
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

Telah disetujui dan disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Mengetahui

Mahasiswa Dosen Pembimbing

Titin Kurnia Wati Berlian Yuli Saputri, S.Kep,Ns, M.Kep


DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL………………………………………………………………………………
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………………………..
DAFTAR ISI
………………………………………………………............................................
BAB I PANDAHULUAN
………………………………………………………………………...
A. Latar belakang
……………………………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah
…………………………………………………………………………
C. Tujuan………………………………………………………………………….............
.......

BAB II LAPORAN PENDAHULUAN


A. Definisi .
…………………………………………………………………………………….
B. Etiologi………………………………………………………………………………
……...
C. Patofisiologi………..
……………………………………………………………………….
D. Pathway………..
……………………………………………………………………………
E. Manifestasi
Klinis…………………………………………………………………………..
F. Klasifikasi……………………………………………………………………………
……..
G. Penatalaksanaan
……………………………………………………………………………
H. Komplikasi……………………………………………………………………………
…….
I. Pemeriksaan Penunjang
……………………………………................................................
J. Konsep Dasar
Keperawatan……………………………………...........................................

BAB III
PENUTUP………………………………………………………………………………..
A. Kesimpulan
………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banyak penyakit yang dikaitkan secara langsung dengan kebiasaan

merokok. Salah satu yang harus diwaspadai adalah Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, angka kematian

PPOK tahun 2010 diperkirakan menduduki peringkat ke-4. Semakin banyak

jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa waktu menjadi perokok,

semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menemukan peningkatan

konsumsi rokok tahun 1970-1993 sebesar 193% atau menduduki peringkat ke-7

dunia dan menjadi ancaman bagi para perokok remaja yang mencapai 12,8-

27,7%. Saat ini Indonesia menjadi salah satu produsen dan konsumen rokok

tembakau serta menduduki urutan kelima setelah negara dengan konsumsi rokok

terbanyak di dunia, yaitu China mengkonsumsi 1.643 miliar batang rokok per

tahun, Amerika Serikat 451 miliar batang setahun, Jepang 328 miliar batang

setahun, Rusia 258 miliar batang setahun, dan Indonesia 215 miliar batang

rokok setahun. Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak khususnya yang

peduli terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

Atas dasar itulah, kami membahas lebih lanjut mengenai emfisema yang

merupakan salah satu bagian dari PPOK. Sehingga diharapkan perawat mampu

memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada klien emfisema.


B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Emfisema ?
2. Bagaimana Etiologi dari Emfisema ?
3. Bagaimana Patofisiolog dari Emfisema ?
4. Bagaimana Pathway dari Emfisema?
5. Apa saja Manifestasi Klinis dari Emfisema ?
6. Bagaimana Klasifikasi dari Emfisema ?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Medis dari Emfisema ?
8. Apa Komplikasi dari Emfisema ?
9. Bagaimana Pemeriksaan penunjang dari Emfisema ?
10. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan dari Emfisema?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari Emfisema.
2. Untuk mengetahui Etiologi dari Emfisema.
3. Untuk mengetahui Patofisiolog dari Emfisema.
4. Untuk mengetahuia Pathway dari Emfisema.
5. Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari Emfisema.
6. Untuk mengetahui Klasifikasi dari Emfisema.
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis dari Emfisema.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari Emfisema .
9. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari Emfisema.
10. Untuk mengetahui Konsep Dasar Keperawatan dari Emfisema.
LAPORAN PENDAHULUAN
EMFISEMA

A. DEFINISI
Emfisema adalah penyakit obstruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan

luas permukaan alveoli (Price & Wilson, 2013).Emfisema merupakan keadaan dimana

alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah

ekspirasi (Mansjoer, 2008).

Emfisema adalah penyakit paru kronik dan progresif yang terjadi ketika dinding-

dinding alveoli rusak/hancur bersama dengan pembuluh-pembuluh darah kapiler yang

mengalir didalamnya. Hal ini mengurangi total area didalam paru dimana darah dan

udara dapat bersentuhan sehingga membatasi potensi untuk pertukaran oksigen dan

karbon dioksida. Akibatnya terjadi penurunan aliran udara ekspirasi dan terjadi

hiper-inflasi yang menyebabkan aliran udara terhambat dan terperangkap di paru-paru,

sehingga tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan (Price & Wilson, 2013).

Emfisema paru adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan

adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagain distal bronkhiolus

terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Emfisema adalah penyakit

paru menahun yang paling umum dan sering diklasifikasikan dengan bronkitis

menahun karena kejadian simultan dari dua kondisi. (Arif Muttaqin, 2008).

Definisi emfisema menurut beberapa ahli :


1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus
menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (Kus Irianto, 2004, hlm. 216).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-
ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya (Robbins,
1994, hlm. 253).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli (Corwin, 2000, hlm. 435).
4. Empisema adalah suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai
kerusakan dinding alveolus atau perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai
pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (The
American Thorack society 1962). 
https://fdokumen.com/document/laporan-pendahuluan-emfisema.html

B. ETIOLOGI
Menurut Brunner & Suddarth (2002), merokok merupakan penyebab utama
emfisema. Akan tetapi pada sedikit pasien (dalam presentasi kecil) terdapat predisposisi
familiar terhadap emfisema yang yang berkaitan dengan abnormalitas protein plasma,
defisiensi antitripsin-alpha1 yang merupakan suatu enzim inhibitor. Tanpa enzim
inhibitor ini, enzim tertentu akan menghancurkan jaringan paru. Individu yang secara
ganetik sensitive terhadap faktor-faktor lingkungan (merokok, polusi udara, agen-agen
infeksius, dan alergen) pada waktunya akan mengalami gejala-gejala obstruktif kronik.
Sangat penting bahwa karier genetik ini harus diidentifikasikan untuk memungkinkan
modifikasi faktor-faktor lingkungan untuk menghambat atau mencegah timbulnya gejala-
gejala penyakit. Konseling genetik juga harus diberikan.
https://fdokumen.com/document/laporan-pendahuluan-emfisema.html

C. PATOFISIOLOGI
Menurut Black (2014), patofisologi penyakit tersebut adalah :
Emfisema adalah gangguan yang berupa terjadinya kerusakan pada dinding
alveolus. Kerusakan tersebuat menyebabkan ruang udara terdistensi secara permanen.
Akibatnya aliran udara akan terhambat, tetapi bukan karena produksi mukus yang
berlebih seperti bronchitis kronis. Beberapa bentuk dari emfisema dapat terjadi akibat
rusaknya fungsi pertahanan normal pada paru melawan enzim-enzim tertentu. Peneliti
menunjukkan enzim protease dan elastase dapat menyerang dan menghancurkan jaringan
ikat paru. Ekspirasi yang sulit pada penderita emfisema merupakan akibat dari rusaknya
dinding di antara alveolus (septa), kolaps parsial pada jalan nafas, dan hilangnya
kelenturan alveolus untuk mengembang dan mengempis. Dengan kolapsnya alveolus dan
septa, terbentuk kantong udara di antara alveoli (belb) dan di dalam parenkim paru (bula).
Proses tersebut menyebabkan peningkatan ruang rugi ventilasi (ventilator dead space),
yaitu area yang tidak berperan dalam pertukaran udara maupun darah. Usaha untuk
bernafas akan meningkat karena jaringan fungsional paru untuk pertukaran oksigen dan
karbon dioksida 14 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta berkurang. Emfisema menyebabkan
kerusakan pada pembuluh darah kapiler paru, serta penurunan perfusi dan ventilasi
oksigen lebih jauh.
D. PATHWAY

E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Mansjoer (2008) dan GOLD (2010) yaitu: Malfungsi kronis pada

sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan

produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Nafas pendek sedang

yang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas akut, frekuensi nafas yang

cepat, penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi lebih lama daripada

inspirasi.

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit

bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada

umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru.

Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi

sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah

ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

Pada pengkajian fisik didapatkan :

1. Dispnea

2. Pada inspeksi: bentuk dada „burrel chest‟

3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan

penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid).


4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.

5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan

perpanjangan ekspirasi.

6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum

7. Distensi vena leher selama ekspirasi.

Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:

1. Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis.

2. Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit.

3. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai

membungkuk.

4. Bibir tampak kebiruan

5. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun

F. KLASIFIKASI

Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan tempat

terjadinya yaitu:

1. Centriacinar atau Centrilobular Emfisema (CLE)

CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus

respiratorius. Dinding- dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan

akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Penyakit ini sering kali menyerang

bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih

banyak ditemukan pada perokok berat dengan bronchitis kronik, dan jarang
ditemukan pada mereka yang tidak merokok. (Price & Wilson, 2013).

2. Panacinar atau Panlobular Emfisema (PLE)

Panlobular Emfisema mempengaruhi bagian bawah paru-paru. Jenis

emfisema ini disebabkan terutama karena kekurangan enzim alfa-1 antitrypsin,

yang penting untuk fungsi normal paru-paru. Merupakan bentuk emfisema yang

kurang umum, dan dapat dijumpai pada orang yang tidak pernah

merokok/perokok pasif. (Price & Wilson, 2013).

CLE dan PLE sering kali ditandai dengan adanya bullae tetapi bisa juga

tidak. Biasanya bullae timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur

bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara

dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.

Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit,

sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara (Brunner & Suddarth,

2008).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan amfisema menurut Mansjoer (2002) adalah : Pencegahan yaitu
mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara. Terapi eksasebrasi akut dilakukan
dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x
0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab
infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien
yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari
selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram
diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25- 0,5 g iv secara perlahan.
Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
c) Fisioterapi, program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk mengeluarkan
mukus dari saluran nafas, memperbaiki efisiensi ventilasi, Memperbaiki dan
meningkatkan kekuatan fisis
d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO2
f) Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2128/1/KTI%20CORNELIS%20YOHNI
%20MENGKO.pdf

H. KOMPLIKASI
Komplikasi amfisema menurut Irman Soemantri (2009) :

1. Hipoksemia

Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, Pada

tahap lanjut akan timbul sianosis.

2. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul

antara lain nyeri kepala, fatgue, letargi, dizzines, dan takipnea.

3. Infeksi Respiratori

Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan

rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa Terbatasnya aliran akan

menyebabkan peningkatan kerja otot napas dan timbulnya dispnea.

4. Kardiak Disritmia

Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis

respiratori.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)

Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan kapasitas paru total (TLC) dan

volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan

volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan-temuan ini menegaskan kesulitan ynag

dialami klien dalam mendorong udara keluar dari paru.

No Normal Pada klien Emfisema

TLC 6000 ml  6000 ml

RV 1200 ml  1200 ml

VC 4800 ml < 4800 ml

FEV 1100 ml < 1100 ml

b. Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan
perkembangan penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya
hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
 Hemoglobin normal: 11.0-16.5 gr/dl
 Hemoglobin pasien emfisema: 17 gr/dl
 Hematokrit normal: 35.0-50.0 %
 Hematokrit pasien emfisema: 51 %
c. Pemeriksaan radiologis

Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran

diafragma, pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai

tergantung ( Heart till drop). (Dilihat pada gambar berikut)

Gambar (Kanan) Gambar paru-paru normal (Kiri) perubahan dalam

struktur rontgen thoraks menunjukkan hiperinflasi dengan hemidiafragma

mendatar dan rendah.

d. Analisis Gas Darah

Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh

pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi

hemoglobin pasien hampir mencukupi.


J. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

https://fdokumen.com/download/laporan-pendahuluan-emfisema

PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
A. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan
pasien, dan nama penanggungjawab.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit emfisema bervariasi,
antara lain: sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat
bernafas. Banyak sekeret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental, merasa cepat lelah
ketika melakukan aktivitas.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas , batuk, dan nyeri
di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak secret keluar ketika batuk,
secret berwarna kuning kental , merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit lain seperti
TB Paru, DM, Asma, Kanker,Pneumonia dan lain-lain. Hal ini perlu diketahui untuk
melihat ada tidaknya faktor predisposisi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau
mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat menyebabkan penyakit emfisema.

C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas
Pasien umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat sekret.
2. Makan dan Minum
Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak pasien menghabiskan
makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak dan seberapa sering pasien minum.
3. Eliminasi
Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK nya normal atau
bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine, seberapa sering, seberapa banyak, cair
atau pekat, ada darah tau tidak,dll.
4. Gerak dan Aktivitas
Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan aktivitas atau hanya duduk
saja(aktivitas terbatas). Biasanya pasien dengan anemia mengalami kelemahan pada
tubuhnya akibat kurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh.
5. Istirahat dan tidur
Kaji kebutuhan/kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak/sering terbangun di sela-sela
tidurnya.
6. Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh
orang lain. Berapa kali pasien mandi ?
7. Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C),
hiperpireksia=40°C< ataupun hipertermi <35,5°C.
8. Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Pasien dengan
penyakit emfisema biasanya mengalami sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada.
9. Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya.
10. Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakah pasien mampu berkomunikasi dengan keluarganya, seberapa besar
dukungan keluarganya.
11. Prestasi dan Produktivitas
Prestasi apa yang pernah diraih pasien selama pasien berada di bangku sekolah hingga
saat usianya kini.
12. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kalipasien sembahyang, dll.
13. Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya
untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
14. Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi mual yang dirasakan dan caranya
meningkatkan nafsu makannya.Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat.

D. Pemeriksaan Fisik
1. Rambut dan hygene kepala
Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit kepala bersih.
2. Mata ( kanan/kiri )
Posisi mata simetris, konjungtiva merah muda, skelera putih, dan pupil isokor, dan respon
cahaya baik.
3. Hidung
Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakkan, dan berfungsi dengan baik.
4. Mulut dan tenggorokan
Rongga normal, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada pembesaran.
5. Telinga
Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak terganggu.
6. Leher
Kelenjer getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada pembesaran.
7. Dada/ thorak
a. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan
serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai
bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektik dan penggunaan
otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat
aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasi adanya
tanda pertama infeksi pernapasan
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c.  Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurun.
d. Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya
obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah
(hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap
lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk
untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea
eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan. Klien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini
terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia,
penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis
mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
8. Kardiovaskular
a. Irama jantung regular; S1,S2 tunggal.
b. Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10
c. Akral lembab
d. Saturasi Hb O2  hipoksia
9. Persyarafan
a. Keluhan pusing ada
b. Gangguan tidur ada
10. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan normal
b. Bentuk alat kelamin normal
c. Uretra normal
11. Pencernaan
a. Anoreksi disertai mual
b. Berat badan menurun
12. Muskuloskeletal/integument
a. Berkeringat
b. Massa otot menurun

E. Data Penunjang
Analisa gas darah
- Pa O2 : rendah (normal 80 – 100 mmHg)
- Pa CO2 : tinggi (normal 36 – 44 mmHg).
- Saturasi hemoglobin menurun.
- Eritropoesis bertambah
1. Sputum : Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen
2. Tes fungsi paru : Untuk menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi.
3. Foto sinar X rontgen

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan nafas d/d sputum
berlebih, adanya suara nfas tambahan ronkhi, batuk tidak efektif.
2. (D.0037) Risiko ketidak seimbangan elektrolit b/d ketidakseimbangan cairan.
3. (D.0056) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen d/d mengeluh lelah dan lemah.

INTERVENSI
1. Dx : (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d hipersekresi jalan nafas d/d
sputum berlebih, adanya suara nfas tambahan ronkhi, batuk tidak efektif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
bersihan jalan nafas meningkat.
Kriteria Hasil :

- Batuk efektif meningkat


- Produksi seputum menurun
- Ronkhi menurun
- Pola nafas membaik

Intervensi
(I.01006) Latihan Batuk Efektif
Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas

Terapeutik
a. Buang sekret pada tempat sputum

Edukasi
a. Jelaskan tuuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan selama 2
detik kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir mecucu selama 8 detik
c. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafa dalam yang ke 3

Kolaborasi
a. Kolaborasi peberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.

2. Dx. : (D.0037) Risiko ketidak seimbangan elektrolit asupa b/d ketidakseimbangan


cairan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


keseimbangan cairan meningkat.
Kriteria Hasil :

- Asupan cairan meningkat


- Haluaran urine menurun
- Kelembapan membran mukosa meningkat

Intervensi
( I.03121) Pemantauan cairan
Observasi
a. Monitor frekuensi nafas
b. Monitor intake dan output cairan
c. Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
a. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Edukasi
a. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

3. Dx : (D.0056) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen d/d mengeluh lelah dan lemah

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam keseimbangan


toleransi aktivitas meningkat.

Kriteria hasil :

- Frekuensi nadi meningkat


- Saturasi oksigen meningkat
- Keluhan lelah menurun
- Frekuensi nafas membaik

Intervensi :

(I.05186) Terapi Aktivitas

Observasi
- Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi fokus pada kemampuan
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin
Edukasi
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, spiritul, dan kognitif dalam dalam menjaga
fungsi dan kesehatan

IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu
dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan diprioritaskan pada upaya untuk mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi, memperlambat
memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses penyakit (Doenges Marilynn
E, 2000, Re mcana Asuhan Keperawatan)

EVALUASI
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien  terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil pasien yang
mungkin diperlukan.
1. Diagnosa I
Individu atau pasien akan:
a. Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.
b. Melaporkan penurunan dispnea.
c. Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.
d. Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.
2. Diagnosa II
Individu atau pasien akan:
a. Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas/hari.
b. Batuk berkurang.
c. Jalan napas kembali efektif.

3. Diagnosa IV
Individu atau pasien akan :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
b. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang mungkin)
c. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas

Anda mungkin juga menyukai