Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kontusio paru dalah memar atau peradangan pada paru yang dapat terjadi pada cedera tumpul
dada akibat kecelakaan kendarraan atau tertimpa benda berat. Kontusio didefinisikan sebagai
cedera fokal dengan edema, perdarahan alveolar dan intersisial. Ini adalah cedera yang paling
umum yang berpotensi mematikan. Kegagalan pernfasan mungkin lambat dan berkembang dari
waktu daripda yang terjadi seketika. Kontusio paru terjadi pada sekitar 20% dari pasien trauma
tumpul dengan skor keparahan cedera lebih dari 15, dan itu adalah cedere dada yang paling umum
pada anak-anak. Berkisar kematian dilaporkan dari 10-25%, dan 40-60% dari pasien akan
memerlukan ventilasi mekanis. Komplikasi luka memar paru ARDS, seperti yang disebutkan, dan
kegagalan pernafasan, ateleksis dan pneumonia.

Konstusio paru dapat disebabkan oleh beberapa hal, sepertin kecelakaan lalu lintas, taruma
tumpul dengan fraktur Iga yang multiple, ceder ledakan atau gelombang kejut yang terkat dengan
trauma penitrasi, organ yang paling rentan terhadap cedera ledakan adalah mereka yang
mengandung gas, seperti paru-paru, fail chest, dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan
mekanisme perdarahan dan luka tembak.

1.2 Rumusan Masalah

Mengetahui Tentang Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Kontusio Paru

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Definisi Kontusio Paru


2. Untuk Mengetahui Etiologi Kontusio Paru
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi Kontusio Paru
4. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Kontusio Paru
5. Untuk Mengetahui Komplikasi Kontusio Paru
6. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Kontusio Paru
7. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Kontusio Paru
8.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar
2.1 Definisi
Contusio paru adalah kerusakan jaringan paru yang terjadi pada hemoragie dan edema
setempat (Smeltzer, 2002), sedangkan menurut Asih (2003) diartikan sebagai memarnya parenkim
paru yang sering disebabkan oleh trauma tumpul. Kelainan ini dapat tidak terdiagnosa saat
pemeriksaan rontgen dada pertama, namun dalam keadaan fraktur scapula, fraktur rusuk atau flail
chest harus mewaspadakan perawat terhadap kemungkinan adanya contusio pulmonal.

2.2 Etiologi
Penyebab utama terjadinya contusio paru adalah trauma tumpul pada dada. (Smeltzer, 2002)
Penyebab lain:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Cedera ledakan atau gelombang kejut yang terkait dengan trauma penetrasi.
3. Flail chest
4. Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema parenkim.
Kontusio paru terjadi pada 25-35% dari semua trauma dada tumpul. Terjadi pada 30-75%
dari luka dada yang parah dengan angka kematian diperkirakan 14-40%. Sekitar 70% dari kasus
hasil dari tabrakan kendaraan bermotor, cedera olah raga, ledakan adalah penyebab lainnya.
2.3 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer ( 2002) adalah
1. Ringan : nyeri saja.
2. Sedang : sesak nafas, mucus dan darah percabangan bronchial, batuk tetapi tidak
mengeluarkan sekret.
3. Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takhikardi, sianosis,agitasi, batuk produktif dan
kontinyu, secret berbusa, berdarah dan mukoid.
Tanda dan gejala klinis yang tampak termasuk dispnea, rales, hemoptisis, dan takipnea. Kontusio
hebat dapat juga mengakibatkan peningkatan puncak tekanan jalan napas, hipoksemia, respiratori
asidosis. Kontusio pulmonal dapat menyerupai ARDS, dimana keduanya berespon buruk terhadap
fraksi oksigen inspirasi yang tinggi (FiO2).
2
2.4 Patofisiologi
Kontusio paru menghasilkan perdarahan dan kebocoran cairan ke dalam jaringan paru-
paru, yang dapat menyebabkan paru menjadi kaku dan kehilangan elastisitas normal. Kandungan
air dari paru-paru meningkat selama 72 jam pertama setelah cedera, berpotensi menyebabkan
edema paru pada kasus yang lebih serius. Sebagai hasil dari ini dan proses patologis lainnya,
memar paru berkembang dari waktu ke waktu dan dapat menyebabkan hipoksia.
Perdarahan dan edema; robeknya parenkim paru menyebabkan cairan kapiler bocor ke
dalam jaringan di sekitarnya. Kerusakan membran kapiler-alveolar dan pembuluh darah kecil
menyebabkan darah dan cairan bocor ke dalam alveoli dan ruang interstisial (ruang sekitar sel)
dari paru-paru. Memar paru ditandai oleh microhemorrhages (pendarahan kecil) yang terjadi
ketika alveoli yang traumatis dipisahkan dari struktur saluran napas dan pembuluh darah. Darah
awalnya terkumpul dalam ruang interstisial, dan kemudian edema terjadi oleh satu atau dua jam
setelah cedera. Sebuah area perdarahan di paru-paru yang mengalami trauma, umumnya dikelilingi
oleh daerah edema. Dalam pertukaran gas yang normal, karbon dioksida berdifusi melintasi
endotelium dari kapiler, ruang interstisial, dan di seluruh epitel alveolar, oksigen berdifusi ke arah
lain. Akumulasi cairan mengganggu pertukaran gas, dan dapat menyebabkan alveoli terisi dengan
protein dan robek karena edema dan perdarahan. Semakin besar daerah cedera, kompromi
pernafasan lebih parah, menyebabkan konsolidasi.
Memar paru dapat menyebabkan bagian paru-paru untuk mengkonsolidasikan, alveoli
kolaps, dan atelektasis (kolaps paru parsial atau total) terjadi. Konsolidasi terjadi ketika bagian
dari paru-paru yang biasanya diisi dengan udara digantkan dengan bahan dari kondisi patologis,
seperti darah. Selama periode jam pertama setelah cedera, alveoli di menebal daerah luka dan dapat
menjadi konsolidasi. Sebuah penurunan jumlah surfaktan yang dihasilkan juga berkontribusi pada
rusaknya dan konsolidasi alveoli, inaktivasi surfaktan meningkatkan tegangan permukaan paru.
Radang paru-paru, yang dapat terjadi ketika komponen darah memasuki jaringan karena
memar, juga bisa menyebabkan bagian dari paru-paru rusak. Makrofag, neutrofil, dan sel-sel
inflamasi lainnya dan komponen darah bisa memasuki jaringan paru-paru dan melepaskan faktor-
faktor yang menyebabkan peradangan, meningkatkan kemungkinan kegagalan pernapasan.
Sebagai tanggapan terhadap peradangan, kelebihan lendir diproduksi, berpotensi masuk ke bagian
paru-paru dan menyebabkan rusaknya paru-paru. Bahkan ketika hanya satu sisi dada yang terluka,

3
radang juga dapat mempengaruhi paru-paru lainnya. akibat terluka jaringan paru-paru dapat
menyebabkan edema, penebalan septa dari alveoli, dan perubahan lainnya. Jika peradangan ini
cukup parah, dapat menyebabkan disfungsi paru-paru seperti yang terlihat pada sindrom distres
pernapasan akut.
Ventilasi/perfusi mengalami mismatch, biasanya rasio ventilasi perfusi adalah sekitar satu
banding satu. Volume udara yang masuk alveoli (ventilasi) adalah sama dengan darah dalam
kapiler di sekitar perfusi. Rasio ini menurun pada kontusio paru, alveoli terisi cairan, tidak dapat
terisi dengan udara, oksigen tidak sepenuhnya berikat hemoglobin, dan darah meninggalkan paru-
paru tanpa sepenuhnya mengandung oksigen Kurangnya inflasi paru-paru, hasil dari ventilasi
mekanis tidak memadai atau yang terkait, cedera seperti flail chest, juga dapat berkontribusi untuk
ketidakcocokan ventilasi/perfusi. Sebagai ketidakcocokan antara ventilasi dan perfusi, saturasi
oksigen darah berkurang. Vasokonstriksi pada hipoksik paru, di mana pembuluh darah di dekat
alveoli yang hipoksia mengerut (diameter menyempit) sebagai respons terhadap kadar oksigen
rendah, dapat terjadi pada kontusio paru. Para resistensi vaskular meningkat di bagian paru-paru
yang memar, yang mengarah pada penurunan jumlah darah yang mengalir ke dalamnya,
mengarahkan darah ke daerah yang lebih baik-berventilasi. Jika sudah parah cukup, hipoksemia
yang dihasilkan dari cairan dalam alveoli tidak dapat dikoreksi hanya dengan memberikan oksigen
tambahan, masalah ini adalah penyebab sebagian besar kematian yang diakibatkan trauma.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. AGD (Analisa Gas Darah)
Cukup oksigen dan karbondioksida berlebihan, namun kadar gas tidak menunjukkan kelainan
pada awal perjalanan luka memar paru.
2. Rontgen Thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat.
3. CT Scan Thorax : memberikan gambaran kontusio.
4. EKG : memberikan gambaran iskemik.
5. USG : menunjukkan memar paru awal, terdapat garis putiih vertical B-garis.

4
2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Utama: Patency Air way, Oksigenasi adekuat, kontrol nyeri
2. Perawatan utama: menemukan luka memar yang menyertai, mencegah cedera tambahan,
dan memberikan perawatan suportif sambil menunggu luka memar paru sembuh.
3. Penatalaksanaan pada kontusio ringan
a. Nebulisasi
b. Postural drainase
c. Fisio terapi dada
d. Suctioning
e. NyeriàAnastesi Spinal, Opioid
f. Oksigenasi 24-36 Jam pertama
g. Antibiotik
4. Penatalaksanaan pada kontusio sedang
a. Intubasi
b. Ventilator PEP
c. Deuretik
d. NGT
e. Cek Kultur
5. Penatalaksanaan pada Kontusi berat
a. Penanganan Agresif Intubasi Endotracheal
b. Ventilator
c. Deuretik
d. Anti mikrobal
e. Pembatasan cairan

2.7 Komplikasi

a. Memar paru dapat mengakibatkan kegagalan pernafasan, sekitar setengah dari kasus terjadi
dalam beberapa jam dari trauma awal.

5
b. Komplikasi lainnya, termasuk infeksi akut dan sindrom gangguan pernapasan (ARDS).
Sekitar 50% pasien dengan ARDS memar paru, dan 80% pasien dengan kontusio paru
melibatkan lebih dari 20% dari volume paru-paru.
c. Orang tua dan mereka yang punya penyakit hati, paru-paru, atau penyakit ginjal sebelum
cedera lebih mungkin untuk tinggal lebih lama di rumah sakit dan memiliki komplikasi
dari cedera. Komplikasi terjadi pada 55% orang dengan jantung atau penyakit paru-paru
dan 13% dari mereka tanpa penyakit tertentu dengan memar paru saja, 17%
mengembangkan ARDS, sementara 78% orang dengan setidaknya dua cedera tambahan
mengembangkan kondisi.
d. Pneumonia, komplikasi lain potensial, berkembang pada sebanyak 20% dari orang dengan
memar paru.

6
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges, (2009)
a Data fokus
Inspeksi :jalan nafas, bentuk thoraks, vena leher, pernfasan, tanda vital dan
warna kulit.
Palpasi : thoraks, adakah nyeri tekan, krepitasi dan posisi
Auskultasi : bunyi nafas, bunyi jantung

b Aktivitas/ isitrahat
Gejala : kekurangan energi, kelelahan, insomnia
c Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya fenomen embolik (darah, udara, lemak)
Tanda vital : tekanan darah normal atau meningkat pada awal berlanjut menjadi
(hipoksia) hipotensi terjadi tahap lanjut (syok), takikardi buyi jantung normal pada
tahap dini, S2 dapat terjadi, EKG dapat terlihat distrimia, kulit dan membrane
mukosa pucat, dingin, sianosis
d Makanan/ cairan
Gejala : Mual, kehilangan selera makan
Tanda : Odema, perubahan BB, hilang atau berkurangnya bising usus
e Neurosensori
Gejala : adanya trauma kepala, mental lamban, disfungsi motor
f Pernafasan
Gejala : adanya aspirasi/ tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi paru

2. Diagnosa
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformita dinding dada
c. Gangguan pertukuran gas berhubungan dengan keseimbangan ventilasi perfusi
d. Bersihan jalan tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret
e. Ketidakefektifan perfusi cerebral

7
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan& Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Nyeri akut Tujuan : a Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan 1. Pain Level secara komperhenif
dengan 2. Pain Control termasuk lokasi,
agen cedera fisik 3. Comfort Level karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, dan
1. Mampu mengontrol faktor prediposisi
nyeri (tahu b Observasi reaksi non
menyabab nyeri dan verbal dari
mampu ketidaknyamanan
menggunakan c Gunakan teknik
teknik farmakologi komunikasi terapeutik
utnuk mengurangi unutk mengetahui
nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
bantuan) d Kaji kultur yang
2. Melaporkan nyeri mempengaruhi respon
berkurang dengan nyeri
mnggunakan e Evaluasi pengalaman
managemen nyeri nyeri
3. Mampu mnegenlai f Kontrol lingkungan yang
nyeri (skala, dapat mempengaruhi nyeri
intesitas, frekuensi, septi suhu ruangan,
tanda nyeri) pencahayaan, kebisingan
4. Menyatakan rasa g Ajarkan teknik nion
nyaman setelah farmakologi
nyeri berkurang h Tingkatan istirahat

8
2 Gangguan pertukaran Tujuan : Airway Management :
gas berhubungan 1. Respiratory status : a Buka jalan nafas, gunakan teknik
dengan gas exchange chin lift atau jaw thrust bila perlu
keseimbangan 2. Respiratory status : b Posisikan pasien untuk
ventilasi perfusi ventilasi memimalkan ventilasi
3. Vital sign status c Identifikasi pasien untuk
Kriteria Hasil : pemasangan alat jalan nafas
1. Mendesmostrasikan buatan
peningkatan d Pasang mayo bila perlu
ventilasi dan e Lakukan fisioterapi dada
oksigenasi yang f Keluarkan secret dengan batuk
adekuat atau suction
2. Memlihara g Aukultasi suara nafas, catat
kebersihan paru- adanya suara nafas tambahan
paru dan bebas dari h Monitor respirasi dan status
tanda distress tambahan
pernafasan
3. Mendemostrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspnea (mampu
mengeluarkan
sputum, tidak ada
pernafasan pursed
lips)
4. Tanda-tanda vital
dalam retan normal

9
10

Anda mungkin juga menyukai