Abstrak
Seorang pasien laki-laki usia 62 tahun dari IGD pada tanggal 29 Juli 2019 kiriman dari RSUD Dharmasraya
dengan keluhan sesak napas meningkat sejak 5 hari ini, tidak menciut, meningkat dengan aktivitas dan batuk.
Sesak sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu dan karena sesaknya pasien dirawat di RSUD Dharmasraya
selama 3 hari dilakukan rontgen toraks dan terapi injeksi, kemudian di rujuk ke RSUP Dr. M Djamil untuk
tatalaksana selanjutnya. Batuk meningkat sejak 1 minggu ini, berdahak, warna kuning kecoklatan. Batuk sudah
dirasakan sejak 1 bulan ini. Demam sejak 5 hari ini, tidak tinggi dan tidak menggigil. Gigi berlubang di geraham
kanan atas sejak 3 bulan yang lalu. Penurunan nafsu makan ada sejak 1 bulan ini. Penurunan berat badan ada
sejak 1 bulan ini kurang lebih 3 kilogram. Pemeriksaan fisik paru pada palpasi didapatkan fremitus kanan lemah
dibanding kiri. Pada Auskultasi kanan ditemukan suara napas melemah di RIC II sampai dengan RIC IV.
Rontgen menunjukkan abses paru kanan.
Kata kunci : sesak, batuk, abses
Abstract
A 62-year-old male patient from the emergency room on July 29, 2019, sent from Dharmasraya district hospital
with complaints of shortness of breath has increased since 5 days, has not shrunk, increased with activity and
coughing. The tightness has been felt since 1 month ago and because of the tightness, the patient was treated at
Dharmasraya district Hospital for 3 days, a chest X-ray and injection therapy were performed, then he was
referred to Dr. M Djamil for further management. Cough increased since 1 week, phlegm, yellow brown color.
Cough has been felt since 1 month. Fever since 5 days, not high and no chills. Cavities in the right upper molar
since 3 months ago. Decrease in appetite since 1 month. Weight loss since 1 month is approximately 3
kilograms. Physical examination of the lungs on palpation revealed that the right fremitus was weaker than the
left. On right auscultation, there was a weak breath sound in RIC II to RIC IV. X-ray shows abscesses of the right
lung.
Key words: tightness, cough, abscess
Korespondensi: Nama
Email: example@gmail.com; Hp: 08xxxxxxxxx
J Respir Indo Vol. xx No. x Januari 20xx
1
Nama penulis pertama: judul pendek dalama Bahasa Indonesia maksimal 140 karakter (termasuk spasi)
Angka kematian abses paru masih menjadi dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes yang
masalah utama kesehatan yaitu sekitar 75% jika tidak ditatalaksana dengan baik akan menjadi
sebelum ditemukan tatalaksana dengan antibotik, abses paru.6 Oleh karena itu penulis tertarik
dan angka ini akan menurun jika dilakukan mengangkat laporan kasus abses paru pada
drainase terbuka yakni sekitar 20-35%, jika pasien DM, sehingga meningkatkan pemahaman
diberikan terapi antibiotik turun sekitar 8,7%. 1 dan memperluas pengetahun dalam diagnosis dan
Prognosis Abses paru masih relatif buruk pada mampu melakukan penatalaksanaan terhadap
sudah diberikan antibiotik adekuat. 2 Di era Seorang pasien laki-laki usia 62 tahun dari
preantibiotik lebih dari 45% pasien dengan abses IGD pada tanggal 29 Juli 2019 kiriman dari RSUD
paru menjalani operasi, dan sepertiga meninggal. Dharmasraya dengan keluhan sesak napas
Penelitian Hirshberg dkk tahun 2009 terhadap 75 meningkat sejak 5 hari ini, tidak menciut, meningkat
pasien abses paru menyimpulkan bahwa tingkat dengan aktivitas dan batuk. Sesak sudah dirasakan
morbiditas dan mortalitas yang tinggi (20%) sejak 1 bulan yang lalu dan karena sesaknya pasien
meskipun telah diberikan terapi antibiotik dan dirawat di RSUD Dharmasraya selama 3 hari
perawatan suportif yang tepat. Pada pasien dilakukan rontgen toraks dan terapi injeksi,
dengan beberapa faktor predisposisi, seperti kemudian di rujuk ke RSUP Dr. M Djamil untuk
ukuran abses yang besar dan lokasi lobus kanan tatalaksana selanjutnya. Batuk meningkat sejak 1
bawah, prognosisnya jauh lebih buruk.2 minggu ini, berdahak, warna kuning kecoklatan.
Faktor yang menyebabkan timbulnya abses Batuk sudah dirasakan sejak 1 bulan ini. Batuk
paru salah satunya adalah seperti 1) kebersihan darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada.
mulut 4dimana infeksi dari oral higienis yang buruk Nyeri dada tidak ada. Demam sejak 5 hari ini, tidak
menyebabkan terjadinya aspirasi patogen oral ke tinggi dan tidak menggigil. Keringat malam tidak
dalam paru, 2) kolonisasi plak gigi oleh patogen ada. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati
pernapasan diikuti oleh aspirasi, atau fasilitasi tidak ada. Gigi berlubang di geraham kanan atas
kolonisasi jalan napas bagian atas oleh patogen sejak 3 bulan yang lalu. Penurunan nafsu makan
periodontal sehingga terjadi abses paru. 5 Aspirasi ada sejak 1 bulan ini. Penurunan berat badan tidak
dari rongga mulut dianggap sebagai penyebab ada. Napas berbau busuk sudah dirasakan 5 hari
utama abses paru.1 Penelitian yang dilakukan oleh yang lalu.Buang air besar (BAB) dan buang air kecil
Mexico menyatakan bahwa gangguan periodontal Riwayat obat anti tuberculosis tidak ada.
yang berat dapat menyebabkan abses paru Riwayat DM, Hipertensi tidak ada. Riwayat TB paru
sebesar 39% dan berhubungan dengan sosial di keluarga tidak ada. Riwayat DM dan hipertensi
6
ekonomi yang rendah. Kemajuan dalam tidak ada. Pasien seorang petani dan perokok,
kebersihan mulut dan gigi menurunkan kejadian merokok 12 batang/hari selama 50 tahun status
abses paru.1 Faktor lainnya adalah komorbid perokok dengan IB berat.
seperti Diabetes melitus yang menjadi salah satu
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien
komorbid kuat untuk morbiditas dan mortalitas
tampak sakit sedang, kesadaran komposmentis
abses paru. Pasien yang memiliki diabetes dan
kooperatif,. Berat badan 78 kg, tinggi badan 165 cm. glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) 38µl dan
BMI 28,7Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) 35µl.
0
92x/menit, frekuensi napas 25x/menit, suhu 36,8 C. Diagnosis kerja pada pasien ini adalah
Pemeriksaan fisik mata ditemukan konjungtiva tidak Abses Paru kanan + DM tipe II baru dikenal
anemis dan sklera tidak ikterik. Pemeriksaan leher overweight. Pasien direncanakan untuk dilakukan
JVP 5-2 cmH2O, tidak terdapat pembesaran KGB. konsul penyakit dalam untuk DM tipe II. Cek kultur
Pemeriksaan fisik paru didapatkan inspeksi sputum dan sensitivity kuman banal dan USG
simetris dimana sisi kanan sama dengan sisi kiri toraks. Pasien mendapat terapi IVFD NaCl
(statis) serta pergerakan dada kanan sama dengan 0,9%/12jam. Inj ampisilin sulbactam 3x3 gram Infus
kiri (dinamis). Palpasi fremitus kanan lemah Levofloksasin 1x750 mg Infus metronidazole
dibanding kiri. Perkusi kanan redup dari RIC II – RIC 3x500mg, n. asetilsistein 200mg 2x1 (po)
IV dan kiri sonor. Auskultasi kanan ditemukan suara parasetamol 500mg sprn maksimal 3x1. Jawaban
napas melemah di RIC II sampai dengan RIC IV. konsul penyakit dalaam diagnosis DM tipe II baru
Auskultasi kiri suara napas bronkovesikuler, rhonki dikenal. Rencana Cek GDP, GD2PP, HbA1c, Cek
tidak ada, wheezing tidak ada. Pemeriksaan jantung profil lipid. Pasien mendapat terapi diet DD 1900
dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen hepar kkal. Injeksi levemir 1x10iu. Inj novarapid 3x5 dosis
dan lien tidak teraba, nyeri tekan tidak ada. koreksi.
Pemeriksaan ekstremitas tidak ada edema, clubbing
finger tidak ada.
Foto toraks pada tanggal 21 Juli 2019
didapatkan kesan abses paru dextra (gambar A),
Rontgen toraks 23/7/2019 dengan kesan sama
dibandingkan rontgen A (gambar B)
Gambar 2. Ultrasonografi (USG) toraks dengan
kesan abses pada paru kanan.
Follow up hari rawatan ke-1, sesak napas
ada, batuk ada, demam ada. Vital sign frekuensi
napas 22 kali/menit dan suhu meningkat yaitu
37,6C. Diagnosis pasien Abses Paru kanan + DM
tipe II baru dikenal overweight. Rencana aspirasi
A B abses, tetapi pasien menolak. Terapi lain msih
lanjut. Cek kultur sputum dan sensitivitas kuman
Gambar 1. Foto toraks banal.
Follow up hari rawatan ke- 2 dan 3, sesak
Hasil pemeriksaan darah lengkap napas ada, batuk ada, demam tidak ada. Vital sign
hemoglobin(Hb) 12,9 g/dl, leukosit 20.650/mm3, didapatkan frekuensi napas 21 kali/menit. Diagnosis
hematokrit 36%, trombosit 239.000/mm3, hitung pasien Abses Paru kanan + DM tipe II baru dikenal
jenis leukosit 0/1/8/83/12/4, gula darah sewaktu overweight. Pasien direncanakan cek GDP, GD2PP,
(GDS) 446 g/dl, ureum 24 mg/dl, kreatinin 0,8 mg/dl, HbA1c. Konsul chest fisioterapi. Jawaban konsul
natrium 132 mmol/l, kalium 4,4 mmol/l, klorida 94 rehabilitasi medik saat ini tidak ada tindakan
mmol/L, total protein 6,4 g/dl, albumin 3,6 g/dl, rehabilitasi pasien. Edukasi pasien untuk tetap
globulin 3,8 g/dl, bilirubin total 0,3 mg/dl, serum
J Respir Indo Vol. xx No. x Januari 20xx
3
Nama penulis pertama: judul pendek dalama Bahasa Indonesia maksimal 140 karakter (termasuk spasi)
activity daily living (ADL) semandiri mungkin + paru 2 minggu lagi. Jawaban konsul gigi yaitu
mobilisasi aktif sesuai toleransi diagnosis pasien gangrene pulpa terapi ekstraksi
Follow up hari rawatan ke-4, sesak napas gigi.
tidak ada, batuk ada, demam tidak ada. Vital sign Kunjungan poli kedua sesak napas tidak
dalam batas normal. Diagnosis pasien Abses Paru ada, batuk sukar dikeluarkan. Demam tidak ada.
kanan + DM tipe II baru dikenal noveroweight. Hasil Vital sign dalam batas normal. Rontgen thoraks
laboratorium Hb 12,5 gr/dl,leukosit 13.190,trombosit dengan kesan perbaikan., terapi antiobiotik masih
233.000/m3,Ht 36%,GDP 169 mg/dl,GD2PP 188 lanjut.
gr/dl, procalsitonin 0,40 ng/ml,dengan kesan
leukositosis perbaikan .
Follow up hari rawatan ke- 5 dan 6, sesak
napas tidak ada, batuk ada, demam tidak ada. Vital
sign dalam batas normal. Hasil kultur sputum dan
sensitivitas kuman banal sputum adalah no growth.
Diagnosis pasien Abses Paru kanan + DM tipe II
baru dikenal overweight . Antibiotik injeksi sampai
hr ke 7 rencana ganti oral jika klinis perbaikan.
Rencana pulang jika klinis perbaikan. Gambar 3. Foto thoraks perbaikan
Follow up hari rawatan ke-7 sesak napas Kunjungan poli ketiga sesak napas tidak
tidak ada, batuk ada, demam tidak ada. Vital sign ada, batuk tidak ada. Demam tidak ada. Vital sign
dalam batas normal. Diagnosis pasien Abses Paru dalam batas normal. Rontgen thoraks dengan kesan
kanan + DM tipe II baru dikenal overweight + perbaikan. Antibiotik stop.
Hipoalbumin. Antibiotik ganti ke oral : ampisiliin
sulbactam ganti cefixime 200mg 2x1 dan
metronidazole infus ganti ke oral. 3x500 mg. Besok
rencana pulang.
Follow up hari rawatan ke-8 sesak napas
tidak ada, batuk ada, demam tidak ada. Vital sign
dalam batas normal. Diagnosis pasien Abses Paru
kanan + DM tipe II baru dikenal overweight. Pasien
boleh pulang dan rontgen toraks di poli paru, serta
Gambar 4. Rontgen kesan perbaikan
kontrol poli penyakit dalam untuk DM nya., dan poli
gigi untuk masalah giginya.
DISKUSI
Kunjungan poli pertama (3 hari setelah Telah dilaporkan pasien laki laki berusia 62
rawatan) sesak napas tidak ada, batuk sukar tahun dengan diagnosa abses paru dextra. Abses
dikeluarkan. Demam tidak ada. Vital sign dalam paru adalah salah satu proses pengumpulan dan
batas normal. Diagnosis pasien abses paru dextra penumpukan nanah disertai nekrosis jaringan dan
+ DM tipe II normoweight baru dikenal dan Caries pembentukan kavitas dalam jaringan paru yang
denti. Pasien direncanakan konsul ke poli gigi, disebabkan oleh peradangan kuman piogen atau
rontgen toraks ulang pada kunjungan 1 hari sebelum dengan kata lain proses infeksi supuratif yang
kontrol berikutnya, postural drainase, kontrol poli menimbulkan destruksi parenkrim dan
J Respir Indo Vol. xx No. x Januari 20xx
4
Nama penulis pertama: judul pendek dalama Bahasa Indonesia maksimal 140 karakter (termasuk spasi)
pembentukan satu atau lebih cavitas yang atau dari penyebaran langsung (fistula
7
mengandung pus sehingga membentuk gambaran bronkoesofageal, abses subfrenik).
7
radiologis Air fluid level. Secara epidemiologi Pasien pada laporan kasus ini berdasarkan
abses paru terbanyak pada laki laki dengan rasio durasi termasuk akut dengan onset gejala < 6
2,73 : 1. Berdasarkan rentang usia : kelompok usia minggu dan bersadarkan etiologi termasuk primer
tersering berada di rentang 41-60 tahun (51,2%) karena kemungkinan besar abses paru berasal dari
dan usia 20-40 tahun (29,3%). aspirasi sekresi orofaringeal disertai adanya
Abses paru berdasarkan klasifikasi menurut komorbid yang berisiko untuk menjadi pasien
durasi dibagi menjadi akut (kurang dari 6 minggu) imunokompromise yaitu diabetes mellitus. Pada
dan kronis (lebih dari 6 minggu). Abses paru pasien ini tidak ada dijumpai tanda tanda sekunder
berdasarkan etiologi menjadi primer jika disebabkan yang menjadi abses paru.
oleh aspirasi secret orofaring (infeksi Penelitian Noboru Takayanagi tahun 2010 di
Jepang membagi karakteristik dan juga faktor risiko
abses paru terbagi menjadi 3 yakni tanpa adanya
faktor risiko, adanya penyakit paru sebelumnya dan
kondisi di luar paru. Penelitian ini menyatakan
bahwa kondisi di luar paru seperti gangguan pada
gigi menjadi penyebab terbanyak untuk terjadinya
abses paru diikuti oleh adanya diabetes melitus.8
Kuman anaerob merupakan 60-80% dari
patogen etiologi abses paru.9 Penyakit gigi seperti
gingivitis biasanya menyediakan inokulum di mana
sejumlah besar bakteri anaerob terkolonisasi dan
kemudian menyebar ke paru untuk
mengembangkan abses paru aspirasi. Beberapa
bakteri dapat terhirup ke paru dengan tetesan kecil
air liur. Penelitian Takayanagi menyelidiki patogen
Gambar 5. Mekanisme terjadinya infeksi etiologi abses paru di Jepang, bahwa penyakit
paru.11 periodontal sangat banyak ditemukan pada 61%
gigi/periodontal, sinusitis paranasal, gangguan pasien dengan abses paru.10 Ada dua faktor
kesadaran, gastro-esophageal reflux disease, patofisiologis untuk pneumonia aspirasi. Salah
muntah berulang, pneumonia nekrotikan atau pasien satunya karena infeksi odontogenik:
imunokompromise. Abses paru sekunder terjadi mikroorganisme mulut yang disedot mencapai
pada obstruksi bronkus (disebabkan oleh tumor, alveoli paru, tumbuh, dan mengembangkan
benda asing, dan pembesaran kelenjar getah patogenisitasnya.
bening), disertai dengan penyakit paru Abses paru terjadi akibat pengumpulan
(bronkiektasis, emfisema bulosa, fibrosis kistik, kuman piogen pada jaringan paru melalui beberapa
infark paru terinfeksi dan kontusio paru), menyebar macam cara yaitu infeksi karena aspirasi, piema dan
ke ekstrapulmoner secara hematogen (sepsis infark paru yang terinfeksi, komplikasi pneumonia
abdominal, endocarditis infektif, kanula atau kateter dan perluasan infeksi dari subdiagfragma seperti
vena sentral terinfeksi, tromboembolisme sepsis) abses hepar. Abses paru yang paling sering terjadi
adalah akibat aspirasi kuman yang berasal dari Pertumbuhan massa karsinoma bronkogenik yang
saluran napas bagian atas yang teraspirasi ke cepat tidak diimbangi peningkatan suplai vaskular,
dalam paru terutama paru kanan. Abses karena sehingga terjadi likuifikasi nekrosis sentral. Bila
aspirasi dimulai dari suatu infeksi lokal pada bronkus terjadi infeksi dapat terbentuk abses.
atau bronkiolus. Pembuluh darah lokal mengalami Pada pasien ini selain mempunyai
trombosis sehingga terjadi proses nekrosis dan komorbid DM, ternyata pasien mempunyai
likuefaksi. Jaringan granulasi terbentuk jaringan masalah ada gigi yaitu gangren atau infeksi pada
nekrosis dan membentuk suatu kavitas (air fluid gigi. Hubungan antara diabetes dengan abses
level). Materi abses dapat dibentuk keluar atau lebih ke arah infeksi pada gigi yang
diaspirasi ke dalam saluran napas dan membentuk terjadi akibat gula darah yang tidak terkontrol.
abses paru yang lain. Pecah abses ke rongga pleura Respon inflamasi yang meningkat dan
jarang terjadi yaitu membentuk empiema tetapi lebih tidak teratur merupakan inti dari interaksi dua arah
sering terjadi pecah ke dalam bronkus berupa yang terjadi antara diabetes dan
bronkofistula.12 periodontitis, dan keadaan proinflamasi yang
Teori lain menyatakan bahwa proses menghasilkan berbagai efek proinflamasi
terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut : berdampak pada beberapa sistem tubuh, termasuk
(a) merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi jaringan periodontal. Adipokin yang diproduksi oleh
bakteri pada penderita dengan faktor predisposisi. jaringan adiposa termasuk mediator proinflamasi
Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak seperti TNF-α, IL-6 dan leptin. Hasil keadaan
parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila hiperglikemik dalam pengendapan AGEs di
berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah jaringan periodontal (serta di tempat lain di tubuh),
air fluid level. Pada pasien ini gambaran ronsen dan pengikatan reseptor AGE (RAGE)
toraks memperlihatkan adanya air fluid level, hal ini menghasilkan pelepasan sitokin lokal dan respon
sama dengan teori yaang dijelaskan inflamasi yang berubah. Fungsi neutrofil juga
sebelumnya.Bakteri masuk kedalam parenkim paru berubah pada keadaan diabetes, menghasilkan
selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran peningkatan pernapasan dan tertundanya
hematogen (emboli sepsis) atau dengan perluasan apoptosis (menyebabkan peningkatan kerusakan
langsung dari proses abses ditempat lain (nesisitas) jaringan periodontal). Produksi lokal sitokin di
misal abses hepar. (b) kavitas yang mengalami jaringan periodontal dapat mempengaruhi kontrol
infeksi. Beberapa penderita tuberkolosis dengan glikemik melalui paparan sistemik dan berdampak
kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses pada pensinyalan insulin.Semua faktor ini
peradangan supuratif. Penderita emfisema paru bergabung untuk berkontribusi pada respon
atau polikistik paru yang mengalami infeksi inflamasi disregulasi yang berkembang di jaringan
sekunder. (c) Obstruksi bronkus dapat periodontal sebagai respons terhadap infeksi
menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses kronis oleh bakteri dalam biofilm subgingiva, dan
abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi yang selanjutnya diperburuk oleh merokok13
karena karsinoma bronkogenik. Gejala yang sama Pada pasien keluhan respirasinya yaitu
juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum batuk yang produktif yang disertai dengan napas
keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi bau dan demam. Penurunan berat badan dan
karena pembesaran kelenjar limfe peribronkial. (d) keluhan sesak napas juga dikeluhkan pada pasien.
Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pada pemeriksaan fisik terdapat kelainan di paru
yang terkena, namun tidak ditemukan ada nya jari didapatkan pemeriksaan penunjang gambaran
tabuh pada pasien. radiologis menunjukkan hal yang sama dengan teori
Tanda dan gejala awal abses paru tidak yakni kavitas disertai air fluid level didalamnya yang
dapat dibedakan dari pneumonia dan meliputi mengarahkan kita ke arah abses paru.
demam disertai menggigil, batuk, keringat malam, Langkah pertama dalam pengelolaan abses
dispnea, penurunan berat badan dan kelelahan, paru adalah dengan antibiotik parenteral bersama
nyeri dada, dan terkadang anemia. Demam terjadi dengan fisioterapi untuk memfasilitasi drainase
pada 70%- 80% penderita abses paru, kadang postural.15 Pilihan pertama antibiotik adalah
dijumpai demam tinggi. Batuk pada stadium awal golongan Penicillin. Saat ini sering dijumpai
cendrung non produktif namun bila terjadi hubungan peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh
rongga abses dengan bronkus maka batuk akan kuman anaerob (lebih dari 35% kuman gram negatif
meningkat dan disertai bau busuk yang khas foetor anaerob). Maka bisa dipertimbangkan untuk memilih
1
ex eroe, kadang disertai hemaptoe. Pemeriksaan kombinasi antibiotik antara golongan penicillin G
fisik pada abses paru dijumpai tanda tanda proses dengan clindamycin atau metronidazole, kombinasi
konsolidasi seperti perkusi redup, suara napas yang clindamycin dengan Cefoxitin. Klindamisin 600 mg iv
meningkat, takikardi. Pada penderita abses paru tiap 8 jam diikuti dengan 150- 300 mg tiap 6 jam po
kronis, jari tabuh bisa muncul.7 dianggap sebagai antibiotik pilihan pertama untuk
Diagnosis abses paru tidak bisa ditegakkan infeksi paru akibat bakteri anaerob. Monoterapi
hanya berdasarkan kumpulan gejala seperti dengan metronidazole harus dihindari karena tidak
pneumonia dan pemeriksaan fisik saja. Diagnosa adekuat untuk Streptococcus aerob dan
harus ditegakkan berdasarkan: 1) Riwayat penyakit mikroaerofilik seperti Streptococcus milleri. Alternatif
sebelumnya. 2) Keluhan penderita yang khas lain adalah kombinasi imipenem dengan anti B
misalnya malaise, penurunan berat badan, panas Lactamase, pada penderita dengan pneumonia
badan yang ringan, dan batuk yang produktif nosokomial yang berkembang menjadi abses paru.
dengan sputum berbau khas. 3) Adanya riwayat Waktu pemberian antibiotik tergantung dari gejala
penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, klinis dan respon radiologis pasien. Pasien diberikan
trauma atau serangan epilepsi. Riwayat terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau
penyalahgunaan obat, teraspirasi asam lambung adanya resolusi kavitas. Terapi alternatif lain yang
waktu tidak sadar. 4) Hasil pemeriksaan fisik yang mungkin adalah kombinasi sefalosporin generasi ke-
mendukung adanya data tentang penyakit dasar 2 (cefuroxime, cefoxitin) atau sefalosporin generasi
yang mendorong terjadinya abses paru. 5) ke-3 (ceftriaxone) dengan klindamisin atau
Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur metronidazol. Abses paru yang disebabkan oleh
darah yang dapat mengarah pada organisme MRSA menggunakan antibiotik linezolid dengan
penyebab infeksi. 6) Gambaran radiologis yang dosis awal pemberian 600 mg iv dua kali sehari dan
menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi penggunaan oral berikutnya setelah ada perbaikan
disekitarnya, adanya air fluid level yang berubah klinis. Pilihan alternatif adalah vankomisin 15
posisi sesuai dengan gravitasi. 7) Bronkoskopi: mg/kgbb 2x iv, dengan dosis berdasarkan dengan
Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk kadar serum optimal (15-20 mcg /ml) dan fungsi
melakukan terapi drainase bila kavitas tidak ginjal. Pada pasien diberikan antibiotik kombinasi
berhubungan dengan bronkus.14 Pada pasien ini beta lactam yang termasuk golongan penisilin
selain dari anamensis dan pemeriksaan fisik dikombinasikan dan floroquinolone repirasi serta