Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUA
N

Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) adalah


resistensi kuman Mycobacterium Tuberculosis terhadap INH dan
Rifampisin dengan atau tanpa OAT lini pertama lain, misalnya
resistan HR, HRE, HRES. Kasus Tuberculosis (TB) baru di dunia
secara umum 10 juta kasus, dan diperkirakan 400 juta kasus diabetes
mellitus tahun 2017, dan 558.000 kasus adalah MDR TB dengan
rifampisin resisten atau resisten Isoniazid (INH) dan rifampisin. TB
dan DM termasuk 10 besar penyebab kematian karena infeksi di
dunia setelah infeksi HIV.1,2 Song dkk tahun 2019 di Cina
melaporkan kasus TB DM pada kasus TB baru di India 54%,
kepulauan pasifik 40% dan Meksiko 25%. Studi epidemiologi dan
analisis sequensing DNA M.TB didapatkan kebanyakan adalah
MDR TB karena infeksi primer, dan DM adalah salah satu
konkommitant faktor risiko MDR. Penelitian di India, Spanyol dan
Turki didapatkan 10-23% pasien MDR adalah dengan DM.3
Badan kesehatan dunia (world health organization /WHO)
memperkirakan di dunia terdapat sekitar 500.000 kasus TB resisten
terhadap INH dan rifampisin (TB MDR) setiap tahunnya dengan angka
kematian 150.000 dan yang ditemukan serta diobatai sebanyak 10%
pada tahun 2016. Kasus MDR TB diseluruh dunia diperkirakan
terdapat 4,1% kasus baru MDR TB dan 19% kasus MDR TB pernah
mendapatkan pengobatan sebelumnya pada tahun 2016. Negara dengan
jumlah kasus terbanyak adalah China, India dan Federasi Rusia.
Indonesia termasuk 27 negara dengan high burden MDR TB di dunia,
diperkirakan 6800 kasus baru per tahun, 2,8% merupakan kasus baru
dan 16% pernah mendapatkan OAT sebelumnya. Tahun 2016, terdapat
2293 pasien terkonfirmasi MDR/RR TB dan 1420 (62%) diantaranya
merupakan kasus baru.1
1
Menurut WHO tahun 2018, TB menyebabkan kematian 1,3 juta

2
setiap tahunnya dan ditemukan 10 juta kasus TB aktif dan TB laten
pada akhir tahun 2017. Factor risiko untuk berkembangnya TB
adalah koinfeksi HIV, malnutrisi, asap rokok dan diabetes mellitus
tipe 2 (DM tipe 2). DM tipe 2 adalah gangguan metabolik kronik
yang disebabkan oleh kerusakan fungsi dari sel beta pankreatik yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin yang progresif dan
inflamasi kronik.1,4 Penelitian Amare tahun 2013 melaporkan
terjadinya peningkatan kasus TB aktif bahkan MDR TB meningkat
2 sampai 4 kali lipat pada pasien dengan DM tipe 2. Tahun 2018,
diperkirakan terjadi peningkatan kasus DM tipe 2 yang juga akan
meningkatkan risiko tinggi terjadinya penyebaran TB untuk tahun
mendatang.5,6 Cristian Alvredo dkk menganalisa perubahan
metabolik pada pasien DM tipe 2 akan mempengaruhi infeksi TB
dan progresifitas TB. Perubahan metabolik itu antara lain
hiperglikemia, peningkatan Hb A1C, peningkatan trigliserida,
penurunan HDL, penigkatan lipoprotein, dan modifikasi dari
hormonal lainnya. Tatalaksana imunitas untuk metabolik sindrom
akan dikembangkan sebagai strategi baru untuk diagnosis,
tatalaksana dan pencegahan tuberculosis.4 Berdasarkan hal diatas
maka penulis tertarik untuk membuat laporan kasus tentang MDR
TB dengan komorbid DM.
BAB II
ILUSTRASI
KASUS

Telah dirawat pasien laki-laki usia 33 tahun dengan


Keluhan utama sesak napas meningkat sejak 6 jam sebelum masuk
rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
 Sesak napas meningkat sejak 6 jam sebelum masuk rumah
sakit
,sesak dirasakan tiba-tiba ketika pasien sedang beraktivitas.
Sesak sudah dirasakan sejak 2 bulan ini bersifat hilang timbul
 Batuk berdahak berwarna putih meningkat sejak 1 minggu
ini , batuk sudah dirasakan sejak 1 tahun ini, bersifat hilang
timbul. Karena batuknya pasien pernah diperiksa BTA dengan
hasil BTA (+) 1 tahun yang lalu dan diberi OAT
 Batuk darah tidak ada
 Nyeri dada saat benapas sejak 1 minggu ini
 Keringat malam sejak 1 minggu ini
 Demam sejak 1 minggu ini hilang timbul tidak tinggi dan
tidak menggigil
 Penurunan nafsu makan ada
 Berat badan tidak menurun
 BAB dan BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat TB tahun 2018 dengan BTA (+) rontgen tidak
diketahui, dan minum OAT selama 9 bulan diberikan oleh
dokter di puskesmas di pariaman, BTA (+) di akhir bulan
ketiga, dilanjutkan dengan OAT 9 bulan di RS BP4 pariaman.
Di akhir pengobatan pasien tidak kontrol lagi.
 Riwayat DM ada selama 3 tahun dengan konsumsi
glimepiride 3 mg/hari
Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat makan OAT tidak ada
 Riwayat DM ada, ayah dan ibu
pasien Riwayat pekerjaan sosial dan
ekonomi
 Pasien seorang pedagang pakaian
 Merokok sejak umur 20 tahun dengan jumlah ± 16 batang /
hari selama 15 tahun, terakhir merokok 1 minggu yang lalu.
(Perokok dengan Indeks Brinkman berat)

Pemeriksaan fisik
KU : Pasien tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis cooperative
(CMC) Tekanan darah (TD) : 130/70 mmhg
Nadi (HR) : 98x/menit
Napas (RR) : 24x/menit
Suhu (T) : 36,70C
Saturasi O2 (SpO2):
96% Berat badan (BB)
: 60 kg
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2
cmH2O Thoraks
Paru: Inspeksi : Statis: Dada kanan cembung dari kiri
Dinamis: Pergerakan dada kanan tertinggal
dari kiri Palpasi : Fremitus kanan lemah dari kiri
Perkusi : Kanan hipersonor
Kiri sonor
Auskultasi : Kanan suara nafas melemah
: Kiri suara napas vesikular Rh + , Wh –
Jantung
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC V,
batas jantung
Kanan sukar dinilai, batas atas
RIC II Auskultasi : Irama teratur, bising
tidak ada

Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak
membuncit Palpasi : Supel,
nyeri tekan (-) Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus
normal Ekstremitas : Oedem -/-

Hasil Laboratorium

Hb : 15,8 Na 132
Leukosit : 27.320 K : 3,9
Trombosi : 240.000 Cl 98
t : 48 Total prot : 7,7
Hematokrit
DC : 0/0/2/82/9/7 Albumin :
4,1
PT/APTT : 10,8/48,1 Globulin : 3,6
INR : 1,01 Bilirubin total : 0.6
GDS : 217 Bilirubin direk: 0,4
Ur/Kr : 36/1,2 Bilirubin indirek: 0,2
Anti HIV : Non reaktif SGOT 32
SGPT 14
Gambar 1.Foto toraks
Tampak gambaran hiperradiolusen avaskuler dengan batas paru
kolaps di hemitoraks kanan dengan fibroinfiltrat di lapangan atas
paru kiri. Kesan Pneumotoraks dengan TB paru.

Diagnosis:
Pneumotoraks spontan sekunder dekstra ec bekas TB + Community
Acquired Pneumonia + DM tipe 2 telah dikenal normoweight tidak
terkontrol

Diferential diagnosa:
 Pneumotoraks spontan sekunder dekstra ec TB paru relaps +
community acquired pneumonia + DM tipe 2 telah dikenal
normoweight tidak terkontrol
 Pneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB +
community acquired pneumonia + DM tipe 2 telah dikenal
normoweight tidak terkontrol

Terapi
IVFD NaCl 0,9% 8 jam /kolf
Inj Ampicilin Sulbactam 3x3
gram N asetil sistein 2x1 kap
Paracetamol tab 3x500 mg
Pemasangan WSD
Rencana :
 Cek TCM, BTA I dan II
 Kultur dan sensitifiti kuman banal sputum
 Konsul interne untuk DM

Telah dilakukan pemasangan selang WSD di RIC VII linea axilaris


media (LAM) dekstra sampai no 11, disambungkan dengan botol WSD
undulasi +, bubble +, cairan 100 cc kuning keruh
Kondisi post pemasangan WSD:
Subjektif (S) : Sesak napas berkurang
Objektif (O) : TD 130/70, RR 22
x/menit
Paru : Kanan suara nafas melemah
Kiri suara napas vesikular Rh + , Wh –
WSD undulasi +, bubble +, cairan 100 cc kuning
keruh Assesment (A) : Stabil
Planning (P) : Awasi vital sign, awasi tanda-tanda emfisema
subkutis Cek analisa cairan pleura, BTAcairan pleura
dan kultur cairan pleura

Follow up hari I tanggal 08-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
Nyeri dada (+)
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24
37
Aus SN kiri vesikular Rh + ,
Wh – Kanan SN melemah
WSD Undulasi (+)
Bubble

(+)
Cairan (+) 250 cc kuning
keruh Kesan WSD Lancar
Laboratorium :
 Hitung jenis 0/0/5/76/11/8
 Leukosit 26.720
Hasil TCM : MTB : detected medium, rifampisin resisten
detected
Analisa cairan pleura
 Makroskopis:
 PMN 65%
kekeruhan
 MN 35%
positif,
 Protein 4 gr/dl

warna kuning  Glukosa 3

 Mikroskopis :  Albumin 1,5

 Jumlah sel  Rivalta positif

1425 Kimia
darah:
 GDS 90
 Total protein 6,1
 Albumin /
globulin : 3,0/3,1
Kesan exudat proses
akut

Hasil konsul interne: cek GDP/GD2PP/HbA1C, novorapid


3x6 IU SC, MB DD 1700kkal

A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


+ DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /8 jam
Injeksi ampicilin sulbactam 3x3
gram Infuse metronidazol 3x500
mg
Injeksi novorapid 3x6 IU subkutan
(SC) Paracetamol tablet 3x 500mg
k/p
Rencana :
 Cek BTA I II
 Kultur Sputum dan sensitiviti kuman banal
 Kultur dan sensitiviti kuman banal cairan pleura
 BTA cairan pleura
 Persiapan pemberian OAT MDR paduan Shorter
Regimen:
 konsul mata,
 konsul THT,
 konsul interne,
 konsul jantung,
 konsul jiwa,
 pemeriksaan faal hepar, faal ginjal, faal tiroid,
 EKG,
 kultur MTB dan sensitifiti OAT lini 1 dan lini 2,
 pemeriksaan LPA lini 2

Follow up hari II tanggal 09-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24
36,7

Aus SN kiri vesikular Rh + ,


Wh – Kanan SN melemah

WSD Undulasi (+)


Bubble

(+)
Cairan (+) 200 cc kuning
keruh
Kesan
WSD
Lancar
Has
il
lab
orat
oriu
m
bas
elin
e
pen
gob
atan
OA
T
MD
R:
 Na 132  Bil total : 0.6
 K : 3,9  GDS 217
 Cl 98  Ur/Kr : 36/1,2
 Total prot  Bil direk : 0,4
 Bil indirek: 0,2
: 7,7
 SGOT 32
 Albumin : 4,1
 SGPT 14
 Globulin : 3,6

A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


+ DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf/8 jam
Inj. Ampicilin sulbactam 3x3 gram
(H2) Infuse metronidazol 3x500
mg (H2) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari III tanggal 10-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri vesikular Rh - , Wh


– Kanan SN melemah Rh –
WH -
WSD Undulasi (+)
Bubble

10
Cairan

(+)
cc
kuning
keruh
Kesan
WSD
Lancar
Lab
orat
oriu
m:
GD
P/G
D2
PP :
107
/27
9
mg/
dl

11
Hasil kultur sputum: kuman enterobacter colacea

kompleks
Sensitif Resisten

Ceftriaxone Ampicillin sulbactam


Cefepime Ampicillin
Meropenem

Cefazolin Amikasin
Gentamicin
Ciprofloksasin
Trimethoprim sulfametoksazol

A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


+ DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf/8 jam
Inj. Ampicilin sulbactam 3x3 gram (H3) aff ganti dengan
ceftriaxon 1x2 gram
Infus metronidazol 3x500mg
(H3) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari IV tanggal 11-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7
Aus n SN melemah Rh – WH -
WSD Undulasi (+)
k Bubble
i
(+)
r
i

v
e
s
i
k
u
l
a
r

R
h

W
h

K
a
n
a
Cairan (+) 100 cc kuning
keruh Kesan WSD Lancar

Laboratorium:
 Hb 12,3
 leukosit 19.430
 trombosit 448000
 hematokrit 37%
 hitung jenis 0/0/3/81/9/7
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR
TB + DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Inj. Ceftriaxon
1x2gram (H1)
Infuse metronidazol 3x500 mg
(H4) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari V tanggal 12-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri vesikular Rh - , Wh


– Kanan SN melemah Rh –
WH -
WSD Undulasi (+)
B le
u
(+)
b
Cairan (+) 150cc
b
kuning Kesan WSD Lancar
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB
+
DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Inj. Ceftriaxon
1x2gram (H2)
Infuse metronidazol 3x500mg
(H5) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari VI tanggal 13-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri vesikular Rh - , Wh


– Kanan SN melemah Rh –
WH -
WSD Undulasi (+)
Bubble

(+)
Cairan (+) 150 cc
kuning Kesan WSD
Lancar
Hasil BTA :
positif 2 Hasil
LPA lini 2:
 MTB detected
 L m RND
f
 Amk RND
x
 Cm RND
R
N Kesimpulan: MTB terdeteksi, obat lini 2 injeksi dan
D

(
r
e
s
i
s
t
e
n

n
o
t
d
e
t
e
c
t
e
d
)
 M
f
x

R
N
D
 M
f
x

D
t
R
N
D
 K
florokuinolon masih sensitif

A hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


+ DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9%
1kolf/8 jam Inj.
Ceftriaxon 1x2gram (H3)
Infuse metronidazol 3x500 mg
(H6) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap
Rencana regimen MDR shorter regimen  kanamycin,
moxifloxacin, etionamid, etambutol, INH dosis tinggi,
Pirazinamid, clofazimin

Follow up hari VII tanggal 14-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
Nyeri dada (+)
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24
37
Aus SN kiri vesikular Rh + ,
Wh – Kanan SN melemah
WSD Undulasi (+)
Bubble

(+)
Cairan (+) 100 cc
kuning Kesan WSD
Lancar
Laboratorium
m3
Hb :13,4 gr/dl
hematocrit : 42%
leukosit :
GDP :104
17950/mm3
trombosit:607000/
m
GD2PP:174
Hasil kultur sputum kedua : kuman enterobacter
aerogen sensitif resisten

cefepime ampicillin

ceftriaxone ampiciln

sulbactam meropenem

amikacin

gentamicin

ciprofloksas

in

trimethoprim
sulfametoksazol

Hasil pemeriksaan untuk persiapan OAT MDR:


 Hasil konsul mata : tidak ada kelainan di bagian mata
 Hasil konsul THT : tidak ada kelainan dibagian THT
ajuran audiometri
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR
TB + DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Inj. Ceftriaxon
1x2gram (H4)
Infus metronidazol 3x500mg
(H7) Injeksi Novorapid 3x6IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap
Cek Hb, Leukosit dan hitung jenis

Follow up hari VIII tanggal 15-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
Nyeri dada (-)
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24
37
Aus SN kiri vesikular Rh + ,
Wh – Kanan SN melemah
WSD Undulasi (+)
Bubble

(-)
Cairan (+) 50 cc
kuning Kesan WSD
Lancar
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB
+ DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Inj. Ceftriaxon 1x2
gram (H5)
Infuse metronidazol 3x500 mg
(H8) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari IX tanggal 16-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
Demam tidak ada

O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24 37
Aus SN kiri vesikular Rh + ,
Wh – Kanan SN melemah
WSD Undulasi (+)
Bubble

(-)
Cairan (+) 30 cc
kuning Kesan WSD
Lancar
Hasil konsul untuk persiapan OAT MDR:
 Hasil konsul THT : audiometri dalam batas normal
 Hasil konsul jantung: tidak ada kelainan di bagian
jantung, EKG dalam batas normal
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR
TB + DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /8
jam Inj. Ceftraiaxon 1x2
gram (H6)
Infuse metronidazol 3x500 mg
(H9) Injeksi Novorapid 3x6IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap

Follow up hari X tanggal 17-10-2019


S : Sesak napas bila
beraktifitas Batuk (-)
Demam tidak ada
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 130/70 96 24
37
Aus SN kiri vesikular Rh + , Wh –
Kanan SN sudah terdengar sampai ke apeks
WSD Undulasi (+) tinggi lebih dari 10cc diatas
permukaan air
Bubble (-)
Cairan (+) 30 cc kuning
Kesan WSD Lancar, paru
kembang Hasil konsul untuk persiapan
OAT MDR:
 Hasil konsul interne: DM tipe II tidak terkontrol
normoweight
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR
TB
17
 Hasil konsul jiwa tidak ada kelainan di bagian
kejiwaan

A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR


TB
18
perbaikan + DM tipe II normoweight tidak
terkontrol P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /8 jam
Inj. Ceftriaxon 1x2 gram (H7) aff
ganti oral Infuse metronidazol 3x500
mg (H10) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap
Rencana masuk OAT paduan jangka pendek sesuai berat
badan mulai besok pagi
Rontgen torak follow up

Follow up hari XI tanggal 18-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri sama dengan kanan vesikular Rh - ,


Wh – WSD Undulasi (+)
Bubble (-)
Cairan (-)
Kesan WSD Lancar
Gamba
r 2.
Foto
toraks
K
e
s
a
n
p
a
r
u
k
e
m
b
a
n
g
r
e
n
c
a
n
a
k
l
e
m

W
S
D
dalam pengobatan OAT MDR paduan jangka pendek H1
perbaikan + DM tipe II normoweight tidak terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Cefixime 2x200 mg
Infuse metronidazol 3x500 mg
(H11) Injeksi Novorapid 3x6 IU
SC
N Asetil sistein 2x1
cap Klem WSD
OAT MDR (H1)
 Injeksi kanamisin 1x750 mg
 Moxifloksasin 1x800 mg
 Clofazimin 1x1000 mg
 Etambutol 1x1000 mg
 Pirazinamid 1x2000 mg
 INH 1x600 mg
 Etionamid 1x750 mg
 B6 1x100 mg

Follow up hari XII tanggal 19-10-2019


S : Sesak napas (+)
berkurang Batuk (+)
berkurang
Nyeri dada (+) berkurang
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri sama dengan kanan vesikular Rh - ,


Wh – WSD klem H 1
A Hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB
dalam pengobatan OAT MDR paduan jangka pendek H2
19
klem WSD hari kedua + DM tipe II normoweight tidak
terkontrol

20
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Cefixime 2x200mg
Infus metronidazol 3x500 mg
(H12) Injeksi Novorapid 3x6IU
SC
N Asetil sistein 2x1 cap
OAT MDR (H2)
 Injeksi kanamisin 1x750 mg
 Moxifloksasin 1x800 mg
 Clofazimin 1x1000 mg
 Etambutol 1x1000 mg
 Pirazinamid 1x2000 mg
 INH 1x600 mg
 Etionamid 1x750 mg
 B6 1x100 mg

Follow up hari XIII tanggal 22-10-2019


S : Sesak napas bila
beraktifitas Batuk hilang
timbul
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri sama dengan kanan vesikular Rh - ,


Wh – WSD klem H 2

A Pneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


dalam pengobatan OAT MDR paduan jangka pendek H5

20
dengan parapneumonia efusi kompleks perbaikan + DM
tipe II normoweight tidak terkontrol

21
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Cefixime 2x200 mg
Infuse metronidazol 3x500 mg (H15) besok
rencana metronidazol oral 3x500 mg
Injeksi Novorapid 3x6
IU SC N Asetil sistein
2x1 cap OAT MDR (H3)
 Injeksi kanamisin 1x750 mg
 Moxifloksasin 1x800 mg
 Clofazimin 1x1000 mg
 Etambutol 1x1000 mg
 Pirazinamid 1x2000 mg
 INH 1x600 mg
 Etionamid 1x750 mg
 B6 1x100
mg Foto toraks

Follow up hari XIV tanggal 23-10-2019


S : Sesak napas bila
beraktifitas Batuk hilang
timbul
O : KU Kes TD HR RR T
Sedang CMC 120/70 90 22
36,7

Aus SN kiri sama dengan kanan vesikular Rh - ,


Wh – WSD klem H 3
Rontgen torak paru kembang

A Pneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB


dalam pengobatan OAT MDR paduan jangka pendek
H6 terpasang
WSD klem hari ke tiga + DM tipe II normoweight tidak
terkontrol
P IVFD NaCL 0,9% 1kolf /
8 jam Cefixime 2x200 mg
Metronidazol oral 3x500
mg Injeksi Novorapid
3x6IU SC N Asetil sistein
2x1 cap
OAT MDR (H4)
 Injeksi kanamisin 1x750 mg
 Moxifloksasin 1x800 mg
 Clofazimin 1x1000 mg
 Etambutol 1x1000 mg
 Pirazinamid 1x2000 mg
 INH 1x600 mg
 Etionamid 1x750 mg
 B6 1x100 mg
Pasien rencana pulang kontrol poli MDR
BAB III
PEMBAHASA
N

Telah dirawat seorang pasien laki-laki usia 33 tahun di


bangsal paru RSUP Dr.M.Djamil Padang selama 15 hari dengan
diagnosis hidropneumotoraks spontan sekunder dekstra ec MDR TB
dalam pengobatan OAT MDR paduan jangka pendek + DM tipe II
normoweight tidak terkontrol.
Diagnosis pasien ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik
dan penunjang. Anamnesa sesak napas setelah dirasakan sejak 2
bulan meningkat sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, batuk
berwarna putih sejak 1 tahun ini, telah minum OAT dengan BTA +
diminum selama 9 bulan tapi tidak teratur kadang diminum kadang
tidak diminum. Demam sejak 1 minggu hilang timbul, keringat
malam, penurunan nafsu makan, pasien seorang pedagang pakaian
merokok dengan indeks brinkman berat. Riwayat DM sejak 3 tahun
terkontrol dengan minum obat glimepiride 3mg 1x sehari. Riwayat
DM dikeluarga ada.
Sesak napas meningkat terjadi karena adanya udara di rongga
pleura yang terjadi akibat robeknya rongga pleura. Robekan rongga
pleura
terjadi akibat pecahnya focus sub kaseosa dekat dengan rongga
pleura sehingga mengalami pencairan dan nekrosis kemudian
terbentuklah fistule rongga pleura. Fistula rongga pleura akan
menyebabkan mudahnya masuk kuman dari saluran napas ke rongga
pleura dan akan terjadilah infeksi di rongga pleura yang kita sebut
dengan parapneumonia efusi. Sesak napas juga terjadi karena
pneumotorak yang luas 65% yang menyebabkan penekanan dan
kolap paru ipsilateral, penurunan kapasitas vital dan gangguan
ventilasi perfusi. Gangguan ventilasi perfusi akan menyebabkan
terjadinya hipoksemia dan pasien akan mengeluh sesak napas.7
Batuk merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk ke saluran napas. Pada
pasien ini batuk telah dirasakan sejak 1 tahun dan telah berobat
mendapatkan OAT selama 9 bulan tapi OAT diminum tidak teratur
(adherence) pasien tidak bagus. Kepatuhan terhadap pengobatan
yang buruk dan pemakaian obat yang tidak teratur akan
menyebabkan terjadinya resisten pada OAT tersebut. Resistensi
dapat terjadi pada keadaan sebagai berikut 1) pemberian regimen
yang tidak tepat seperti pemberian OAT dengan monoterapi
contohnya penggunaan florokuinolon tunggal pada pasien TB,
pemberian regimen yang gagal secara terus menerus, modifikasi
regimen yang tidak memamdai. 2) penggunaan dosis yang lebih
rendah dari yang dianjurkan, 3) kualitas obat rendah, kepatuhan
pengobatan yang buruk dan pemakaian obat tidak teratur.8
Pemeriksaan fisik ditemukan inspeksi kanan cembung dari
kiri, pergerakan kanan tertinggal dari kiri, palpasi fremitus kanan
lemah dari kiri, perkusi kanan hipersonor, kiri sonor, auskultasi
kanan suara napas menghilang kiri suara napas bronkovesikular
ronki ada, wheezing tidak ada. Pemeriksaan hemitorak kanan
cembung dari kiri, fremitus melemah dan perkusi hipersonor terjadi
karena rasio udara dijaringan padat meningkat akibat akumulasi
udara dalam rongga pleura yang menghasilkan suara lebih bebas
dalam rongga pleura di bandingkan udara
di dalam sehingga terdengar seperti hipersonor. Pemeriksaan paru
kiri ditemukan adanya ronki terjadi karena ada cairan di rongga
alveolus akibat reaksi inflamasi dari bakteri di parenkim paru.
Pemeriksaan penunjang rontgen torak tampak gambaran
hiperradiolusen di hemitorak kanan tanpa corakan vascular dengan
batas paru kolap dan fibroinfiltrat di lapangan atas paru kiri, leukosit
27.320, dan GDS 217. Analisa cairan pleura makroskopis kekeruhan
positif, jumlah sel 1425, PMN 65% dan MN 35% glukosa 3,
albumin 1,5 kesan eksudat proses akut. Hasil TCM MTB detected
medium, rifampisin resisten detected. Pasien didaignosis dengan
hidropneumotorak dekstra ec MDR TB. Gambaran rontgen sesuai
dengan penumotorak setelah dilakukan pemasangan WSD kelaur
cairan warna keruh sehingga diagnosanya hidropneumotorak
dekstra.
Hasil analisa cairan pleura adalah eksudat proses akut yang
terjadi karena adanya reaksi inflamasi di rongga pleura yang
menyebabkan eksudasi cairan di rongga pleura kemudian ada fistel
rongga pleura yang menyebabkan mudahnya masuk kuman dari
saluran napas ke rongga pleura dan akan terjadilah infeksi di rongga
pleura, sehingga pada pasien ini kita berikan antibiotik.
Faktor utama penyebab terjadinya resistensi kuman terhadap
OAT adalah ulah manusia sebagai akibat tatalaksana pengobatan
pasien TB yang tidak dilaksanakan dengan baik. Penatalaksanaan
pasien TB yang tidak adekuat tersebut ditinjau dari sisi 1) Petugas
kesehatan seperti diagnosis tidak tepat, pengobatan tidak
menggunakan panduan yang tepat, dosis, jenis, jumlah obat dan
jangka waktu pengobatan tidak adekuat, dan penyuluhan kepada
pasien tidak adekuat, 2) Pasien seperti tidak mematuhi anjuran
dokter atau petugas kesehatan, tidak teratur menelan OAT,
menghentikan pengobatan secara sepihak sebelum waktunya,
gangguan penyerapan obat, dan 3) Program pengendalian TB seperti
persediaan OAT kurang, kualitas OAT yang disediakan rendah. Pada
pasien ini faktor risiko terjadinya MDR adalah akibat dari pasien itu
sendiri
yaitu ketidakteraturan (adheren) dalam minum OAT, dan juga
kesalahan dari perugas kesehatan kurangnya mengadakan penyuluhan
bahaya tidak minum OAT secara teratur. Kemungkinan ada
keterlambatan diagnosis MDR pada pasien ini karena seharus pada
saat follow akhir bulan kedua dengan hasil BTA positif dilanjutkan
dengan pemeriksaan TCM dan harus di evaluasi kepatuhan dari
pengobatan pasien atau hal lain yang menyebabkan BTA tidak
konversi.9

Gambar 3. Faktor risiko terjadinya


MDR
Dikutip
dari 10

Faktor risiko lain yang menyebabkan terjadinya MDR TB


adalah penyakit DM yang tidak terkontrol.11 Cristian Alvredo dkk
menganalisa perubahan metabolik pada pasien DM tipe 2 akan
mempengaruhi infeksi TB dan progresifitas TB. Perubahan
metabolik itu antara lain hiperglikemia, peningkatan Hb A1C,
peningkatan trigliserida, penurunan HDL, penigkatan lipoprotein,
dan modifikasi dari hormonal lainnya. Tatalaksana imunitas untuk
metabolik sindrom akan dikembangkan sebagai strategi baru untuk
diagnosis, tatalaksana dan pencegahan tuberculosis.4
Gambar 4. Perubahan respon imun pada metabolik sindrom.
Dikutip dari 4

DM dapat mempersulit diagnosis dan manajemen TB karena


perubahan gambaran klinis dari penyakit TB dan perlambatan
periode konversi sputum, selain itu DM juga mempengaruhi hasil
pengobatan karena perlambatan rekasi mikrobiologis terhadap obat,
percepatan perkembangan infeksi serta peningkatan risiko kematian
dan risiko TB relaps. Obat-obat untuk DM dan TB dapat
berintegrasi sehingga menghambat aktifitas satu sama lainnya.12

Rekomendasi untuk pasien DM dengan TB adalah:12


a. Pada pasien dengan DM perlu dilakukan skrining TB dan
sebaliknya pasien TB juga perlu dilakukan skrining DM
b. Skrining dilakukan bila ada gejala klinis TB batuk lebih 2
minggu, skrining berupa pemeriksaan sputum dan rintgen
torak
c. Tatalaksana TB dengan DM tidak ada perbedaan dengan
TB tanpa DM, kecuali jika DM tidak terkontrol waktu
pengobatan dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.
d. Jika pasien mendapatkan oabt jenis rifampisin maka
gula harus dikontrol ketat karena rifampisin mengurangi
efektifitas obat oaral antidiabetik golongan sulfenilarea,
dan dianjurkan untuk menggunakan obat diabetic seperti
insulin yang dapat meregulasi gula darah tanpa
mempengaruhi efektifitas obat.
Tatalaksana DM pada pasien ini adalah kita berikan insulin
2x6IU subkutan sesuai dengan hasil konsul interne. Pemberian
insulin diharapkan tidak mempengaruhi efektifitas dari OAT. Gula
darah pada pasien ini tetap tidak terkontrol dengan pemberian
insulin karena pasien tidak mematuhi diet yang diberikan dari rumah
sakit, pasien lebih suka membeli makanan dari luar. Semakin tidak
terkeontrol gula darah maka perkembangan infeksi akan meningkat
dan konversi sputum akan semakin lama. Pasien ini harus diberikan
konsultasi gizi yang baik untuk pengaturan diet selain pemberian
obat-obat antidiabetik
Pasien ini kita rencana pemberian OAT MDR dengan paduan
standar jangka pendek yaitu kanamycin, moxifloxacin, INH dosis
tinggi, clofazimin, etionamid, etambutol dan pirazinamid. Syarat
pemberian OAT MDR jangka pendek adalah pasien tidak terbukti
resistensi florokuinolon, tidak ada kontak dengan pasien Pre XDR
atau XDR, tidak mendapat OAT lini 2 >1 bulan, tidak ada intoleran
terhadap OAT paduan jangka pendek, tidak hamil, bukan tb ekstra
paru berat, bukan tb ekstra paru pada ODHA, dan bukan pasien
dengan unpavorable outcome. Kriteria unpavorable outcome yaitu
TB paru lesi luas dengan severe underweight, Gizi buruk (BMI <
16), Gangguan fungsi hati: kenaikan kadar SGOT/SGPT > 5x
normal, Gangguan fungsi ginjal: klirens kreatinin < 30 cc/menit
Gambar 5. Alur pengobatan TB resiten obat tahun
2019
Dikutip
dari 13

Sebelum memulai pengobatan harus dilakukan persiapan


awal termasuk pemeriksaan penunjang seperti: 1) Anamnesis ulang
untuk memastikan kemungkinan terdapat riwayat dan kecendrungan
alergi obat tertentu, riwayat pennyakit dahulu seperti hepatitis,
diabetes mellitus, gangguan ginjal dan kejiwaan, kejang, kesemutan
sebagai gejala kelainan saraf tepi(neuropati perifer), 2) Pemeriksaan
: penimbangan berat badan, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran,
pemeriksaan kondisi kejiwaan berguna untuk menetapkan strategi
konseling dan harus dilaksanakan sebelum, selama dan setelah
pengobatan selesai, memastikan data dasar pasien terisi dengan
benar dan terekam dalam sistem pencatatan yang digunakan (eTB
manager dan pencatatan manual), kunjungan rumah dilakukan oleh
petugas fasyankes wilayah untuk memastikan alamat yang jelas dan
kesiapan keluarga untuk mendukung pengobatan melalui kerjasana
jejaring eksternal, pemeriksaan baseline penunjang seperti
:pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kimia darah: faal ginjal
(ureum, kreatinin), faal hati (SGOT, SGPT) serum elektrolit
(natrium, kalium, klorida),
asam urat, gula darah (puasa dan 2 jam puasa), pemeriksaan tiroid
stimulating hormone, tes kehamilan untuk wanita usia subur,
fototorak, tes pendengaran (audiometri), pemeriksaan EKG dan tes
9
HIV. Pemeriksaan ini dilakukan karena OAT MDR mempunyai
efek samping ke telinga, mata, dan irama jantung.
Pada pasien ini semua hasil labor dalam batas normal selain
dari GDP dan GD2PP yaitu 104 dan 174. Hasil konsul dari THT,
mata, jiwa dan jantung tidak ada kelainan di bagian mereka. Pasien
di rencanakan pemberian OAT MDR paduan jangka pendek, dan
hasil LPA tidak ditemukan resistensi OAT lini 2. Paduan yang
diberikan pada pasien ini adalah Injeksi kanamisin 1x750 mg,
Moxifloksasin 1x800 mg, Clofazimin 1x1000 mg, Etambutol
1x1000 mg, Pirazinamid 1x2000 mg, INH 1x600 mg, Etionamid
1x750 mg, dan B6 1x100 mg, sesuai dengan berat badan pasien 58
kg.
Pengobatan pada pasien MDR TB mengikuti panduan yang
ditetapkan secara nasional yaitu:
 Jangka pendek (shorter regimen 9-11 bulan)
Panduan pengobatan standar jangka pendek
yaitu: 4-6 Km-Mfx-Eto(Pto)-HDT-Cfz-E-Z /
5Mfx-Cfz-E-Z
Diberikan dalam 2 tahap: awal dan lanjutan, tahap awal
selama 4-6 bulan, tahap lanjutan diberikan selama 5 bulan.
Tabel 1. Obat pada paduan standar jangka pendek
Tahap awal (diberikan
Tahap lanjutan
setiap hari selama 4-6
(diberikan setiap hari
bulan)
selama 5 bulan)
Kanamisin (Km) Moxifloxacin (Mfx)
Moxifloxacin (Mfx) Clofazimin (Cfz)
Etionamid (Eto)/Protionamin
Etambutol (E) (Pto)
Isoniazid dosis tinggi (HDT) Pirazinamid
(Z) Clofazimin (Cfz)
Etambutol (E)
Pirazinamid (Z)
30
Dikutip dari 13

31
Tabel 2. Dosis OAT paduan jangka pendek

Nama Obat Dosis berdasarkan kelompok berat


badan
<33 kg 33-50 kg >50-70 kg >70 kg
Kanamisin O,5 g 0,75 g 0,75 g 1g
Moxifloxacin 400 mg 600 mg 800 mg
800 mg
Clofazimin 50 mg 100 mg 100 mg 100 mg
Etambutol 600 mg 800 mg 1000 mg 1200 mg
Pirazinamid 750 mg 1500 mg 2000 mg 2000 mg
Isoniazid DT 300 mg 600 mg 600 mg
900 mg
Etionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
Protionamid 500 mg 500 mg 750 mg 1000 mg
Dikutip
dari 13

 Panduan OAT individual, ini diperuntukkan bagi pasien


TB XDR dan TB pre XDR serta untuk pasien yang
memerlukan OAT jenis baru karena efek samping berat
atau alergi
Follow up pasien MDR yaitu dilakukan kultur dan
pmeriksaan BTA tiap bulan selama fase intensif, dan tiap 2 bulan
selama fase lanjutan, pemeriksaan labor faal hepar, ginjal tiap bulan,
elektrolit tiap bulan pada fase intensif, rontgen torak dilakukan pada
bulan 1, ke 4, ke 6, dan ke 9. Pasien ini gula darahnya harus dicek
setiap bulan karena pasien dengan DM untuk menentukan apakah
gula darah terkontrol atau tidak dan untuk follow up pengobatan
DMnya.
Tabel 3. Follow up pasien MDR
Bulan pengobatan

Tahap awal 4 bulan (dapat


Jenis Tahap lanjutan 5
bulan
pemeriksaan diperpanjang sampai 6 bulan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Anamnesis V V V V V V V V V V V V

Pemeriksaan V V V V V V V V V V V V
fisik/ klinis BB

BTA sputum V V V V VV VV VV V V VV

Biakan sputum V V V V V V V V V V

LPA lini kedua V

Uji kepekaan V VV

EKG V V V V V V V V V V V V

Tes V
pendengaran

Tes V
penglihatan
Rontgen torak V V V V

Darah lengkap V

GDp/GD2PP V

Ureum kreatinin V V V V V V V
serum

Elektrolit V V V V V V V

SGOT/SGPT, V
bilirubin total

TSH/TSHs V

TEs kehamilan V

Tes HIV V

dikutip dari 13

BAB IV
KESIMPULA
N

1. DM dapat mempersulit diagnosis dan manajemen TB karena


perubahan gamabaran klinis dari TB, perlambatan periode
konversi sputum, dan perubahan dari hasil pengobatan.
2. DM mempercepat perkembangan infeksi serta peningkatan
risiko kematian, TB relaps dan MDR TB.
3. Pada pasien dengan DM perlu dilakukan skrining TB dan
sebaliknya pasien TB juga perlu dilakukan skrining DM
4. Skrining dilakukan bila ada gejala klinis TB batuk lebih 2
minggu, skrining berupa pemeriksaan sputum dan rintgen
torak
5. Tatalaksana TB dengan DM tidak ada perbedaan dengan TB
tanpa DM, kecuali jika DM tidak terkontrol waktu pengobatan
dapat dilanjutkan sampai 9 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. (WHO) W dHealth O. Global Tuberrculosis Report 108. 1st


ed. Geneva; 2019. 27–72 p.
2. Ali S, Rose Alinda A, Syed Norris H, Marlia P, Siti Hamisah T,
Cotet GB, et al. World Health Statistic 2019 [Internet]. Vol. 2,
WHO. 2018. 5–7 p.
3. Song WM, Shao Y, Liu JY, Tao NN, Liu Y, Zhang QY, et al.
Primary drug resistance among tuberculosis patients with
diabetes mellitus: A retrospective study among 7223 cases in
China. Infect Drug Resist. 2019;12:2397–407.
4. Segura-Cerda CA, López-Romero W, Flores-Valdez MA.
Changes in Host Response to Mycobacterium tuberculosis
Infection Associated With Type 2 Diabetes: Beyond
Hyperglycemia. Front Cell Infect Microbiol.
2019;9(October):1–10.
5. Amare H, Gelaw A, Anagaw B, Gelaw B. Smear positive
pulmonary
tuberculosis among diabetic patients at the Dessie referral
hospital, Northeast Ethiopia. Infect Dis Poverty.
2013;2(1):2–9.
6. Saeedi P, Salpea P, Karuranga S, Petersohn I, Malanda B,
Colagiuri S, et al. OP-0256 – Global and regional diabetes
prevalence : estimates for 2019 and projections for 2030 and
2045. Int Diabetes Fed. 2019;2045.
7. Lobão B, Carreira P, Parreira M. Hydropneumothorax due
to tuberculosis. BMJ Case Rep. 2013;1–2.
8. (WHO) W dHealth O. WHO treatment guidelines for drug-
resistant tuberculosis 2016. 1st ed. Geneva: WHO; 2016.
9. Indonesia K kesehatan republik. Petunjuk teknis pengobatan
pasien TB resisten Obat dengan paduan standar jangka pendek
di fasyankes TB resisten obat. 1st ed. Jakarta: Kemenkes;
2016. 1–40 p.
10. Saravanan M, Niguse S, Abdulkader M, Tsegay E, Hailekiros
H, Gebrekidan A, et al. Review on emergence of drug-resistant
tuberculosis (MDR & XDR-TB) and its molecular diagnosis in
Ethiopia. Microb Pathog [Internet]. 2018;117(February):237–
42.
11. Baghaei P, Tabarsi P, Moniri A, Marjani M, Velayati AA.
Impact of diabetes mellitus on tuberculosis drug resistance
in new cases of tuberculosis. Int J Mycobacteriology
[Internet]. 2015;4:128.
12. Soelistijo SA. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes MEllitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia tahun 2019.
1st ed. Soelistijo SA, editor. Jakarta: PB PERKENI; 2019. 68–
9 p.
13. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Petunjuk Teknis
Pengobatan Pasien TB Resistan Obat dengan Paduan Standar
Jangka Pendek Di Fasyankes TB Resistan Obat. 1st ed.
Jakarata: Kementrian Kesehatan RI; 2017. 2–30 p.

Anda mungkin juga menyukai