Anda di halaman 1dari 42

RESPONSI DOKTER MUDA

DIVISI NUTRISI DAN PENYAKIT METABOLIK


14 JUNI 2021

Tuberkulosis & Gizi Buruk


Pembimbing: Dr. Roedi Irawan.,dr,SpA(K)
Kelompok 1B
1. Zsa Zsa Ollyvia 011711133002
2. Aulia Nur Fadilla 011711133062
3. Dian Awaliasari 011711133063
4. Nadhifa Tanesha A. 011711133064
Latar Belakang
Gizi buruk bertanggung jawab atas sepertiga kematian anak di bawah usia lima tahun dengan dominasi dari
negara berkembang. Diperkirakan 13,6 juta anak meninggal setiap tahunnya karena gizi buruk (Shahrin et al.,
2015). Gizi buruk merupakan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi yang berakibat pada
defisit energi, protein, atau mikronutrien yang berdampak negatif pada pertumbuhan, perkembangan, serta
lainnya (Dipasquale et al., 2020). Gizi buruk mempengaruhi imunitas seluler yang menyebabkan penurunan
CD4, hilangnya hipersensitifitas tipe lambat, gangguan fagositosis, serta penurunan sekretori Ig A yang
menyebabkan individu rentan terhadap infeksi (Batool et al., 2015), salah satunya adalah tuberculosis (TB).

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini paling umum mengenai paru-paru. Sistem organ lain yang sering terkena yaitu sistem pernapasan,
sistem gastrointestinal (GI), sistem limforetikuler, kulit, sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal, sistem
reproduksi, dan hati (Adigun and Singh, 2020). Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam perkiraan
jumlah insiden kasus TB per-tahun (WHO, 2020). Pada penderita TB juga terjadi penurunan nafsu makan,
malabsorpsi nutrisi, dan perubahan metabolism yang berpengaruh terhadap nutrisi anak dan dapat menyebabkan
penurunan status nutrisi yang kerap disebut dengan gizi buruk (Cegielski & McMurray; 2004).
01
Pembahasan Kasus
Identitas
Identitas Pasien Identitas Orang Tua

Nama : An. F Nama Ayah : Riyadi

Umur : 14 tahun Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan Pendidikan/pekerjaan : STM/Satpam

Alamat : Kalimas Barat N1A/25

Nama Ibu : Mardiyanti

Umur : 52 tahun

Pendidikan/pekerjaan : SD/IRT
Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan sesak disertai batuk, namun tanpa disertai demam. Pasien
memiliki riwayat penurunan berat badan sebesar 5 kg dalam 3 bulan terakhir dan demam
naik turun sejak 3 bulan terakhir. Pasien sering ke Puskesmas Dupak, namun hanya diberikan
vitamin dan obat batuk. Pasien memiliki riwayat batuk lama sejak 3 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Natal
• Riwayat alergi (-), penyakit jantung Tidak ada data
bawaan (-), asma (-), kejang (-)
• Riwayat operasi tidak ada data Riwayat Tumbuh Kembang
• Riwayat MRS (-) Tidak ada data

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat Vaksinasi


Tidak ada riwayat TB dan asma BCG, DPT, Hepatitis B, HIB, Campak, Polio
bronkial di keluarga
Riwayat Sosial
Riwayat Nutrisi • Pendidikan : SMP/sederajat
Tidak ada data • Ventilasi : lingkungan rumah/tempat tinggal baik
• Air minum : menggunakan air gallon
Riwayat Antenatal • Jumlah keluarga tinggal satu rumah : 8 orang
Tidak ada data (Ayah, Ibu, 6 Anak)
Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum & TTV Antropometri


• Keadaan Umum : Baik • Berat Badan : 19.5 kg
• Kesadaran : Compos Mentis • Tinggi Badan : 142 cm
• Suara Bicara : Pelan • BMI : 9.67 kg/m2
• Tekanan Darah : 120/70 (Lengan kiri) • BB/U : <P5
• Nadi : 123/menit, teratur • TB/U : <P5
• Pernapasan : 44x/menit • IMT/U : <P5
• Suhu : 36.6o C (Aksila) • Lingkar Lengan : 12 cm
• Nyeri : TAD • Status Gizi (Waterlow)
BBA/BBI x 100% = 19.5/36 x 100%
= 54.1 % (Gizi Buruk)
Weight for age percentile
BB/U : <P5
Stature for age percentile
TB/U : <P5 (short stature)
Body Mass Index for age percentile
IMT/U : <P5 (underweight)
Pemeriksaan Fisik
Kulit, Rambut, Kuku
Tonus normal, turgor normal, kulit pucat, rambut normal, koinilochia (-), paronychia (-)

Kepala (Mata dan THT)


• Umum: normal
• Mata: Kelopak cowong (+), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-), pendarahan (-), hiperemis (-),
pupil bulat, erosi kornea (-), lensa katarak (-)
• Telinga: bentuk normal, lubang telinga normal, nyeri procesus mastoid (-)
• Mulut dan Faring: mukosa pucat

Leher
Pembesaran KGB dextra sebesar kelereng, fix, keras, tidak berdungkul-dungkul
Thorax
Bentuk: normal
Paru: Jantung:
• Inspeksi: Bentuk dan pergerakan simetris • Inspeksi: Iktus tidak tampak
• Palpasi: Pergerakan dan fremitus raba • Palpasi: Iktus tidak teraba, pulsasi jantung teraba
simetris • Perkusi: Tidak ada data
• Perkusi: Tidak ada data • Auskultasi: S1 S2 tunggal, tidak ada S3, S4, systolic
• Auskultasi: Suara napas vesikuler ejection click, opening snap, dan bising gesekan

Abdomen
• Inspeksi: umbilicus masuk merata, kulit kering
• Auskultasi: Peristaltik usus normal
• Perkusi: Tidak ada data
• Palpasi: bising hepar (-), lien dan ginjal tidak teraba

Inguinal-Genitalia-Anus
Tidak ada data

Ekstremitas
• Otot atrofi pada ekstremitas atas dan bawah
• Tulang belakang tidak ada data
Pemeriksaan Penunjang
CXR
Infiltrat yang tersebar pada kedua lapang paru

Hasil Laboratorium
No. Parameter Nilai normal Hasil No. Parameter Nilai normal Hasil
1. WBC (/μL) 4500-11000 5578 11. BE (mEq/L) -2 sampai +2 1,2
2. Na (mmol/L) 135-145 125 12. SpO2 95-100 98
3. K (mmol/L) 3,5-5,5 3,3 13. Alb (g/dL) 3,7-5,5 2,1
4. Cl (mmol/L) 95-105 85 14. GDA (mg/dL) 70-110 90
5. Ca (mg/dL) 9,2-10,7 6,7 15. PT (detik) 12,9-16,9 14
6. pH 7,35-7,45 7,55 16. CRP (mg/ml) <1,0 18,4
7. pCO2 (mmHg) 33-43 27 17. BUN (mg/dL) 5-20 6
8. pO2 (mmHg) 88-105 88 18. SK (mg/dL) 0,12-1,06 0,3
9. HCO3 (mEq/L) 22-26 23 19. GFR (ml/min/1,73m2) ≥ 60 200,3
10. TCO2 (mEq/L) 23-29 24 20. LED (mm/jam) ≤ 20 9
01
Analisis Masalah
Daftar Masalah
1. Sesak 11. Kelopak cowong
2. Batuk sejak 3 bulan lalu 12. Konjungtiva anemis
3. Penurunan BB 5 kg selama 3 13. Atrofi otot ekstremitas atas dan bawah
bulan terakhir 14. CXR: Infiltrat yang tersebar pada kedua
4. Pembesaran KGB leher kanan lapang paru
sebesar kelereng, fix, keras, dan 15. Hipokalemia, hiponatremia,
tidak berdungkul hipokloremia, hipokalsemia
5. Underweight 16. Alkalosis respiratorik terkompensasi
6. Short stature 17. Hipoalbuminemia
7. Takikardi 18. Peningkatan CRP
8. Takipnea 19. Riwayat demam naik turun selama 3
9. Kulit dan mukosa mulut pucat bulan terakhir
Analisis Masalah
An. F, 14 tahun, datang dengan keluhan sesak. Selain sesak, juga ada keluhan batuk lama sejak 3 bulan
lalu. Saat ini pasien tidak demam, namun An. F memiliki riwayat demam naik turun serta disertai penurunan
berat badan sebanyak 5 kg dalam 3 bulan terakhir. Keluhan batuk sudah pernah diobati dengan obat batuk dan
vitamin, namun tidak sembuh. Berdasarkan deskripsi ini, keluhan An. F memenuhi kriteria tuberkulosis (TB)
yaitu satu atau lebih gejala: batuk ≥ 2 minggu; demam ≥ 2 minggu; BB turun dalam 2 bulan terakhir; malaise ≥ 2
minggu, yang menetap meskipun sudah diberikan terapi yang adekuat. Pada kasus ini, diagnosis TB diperkuat
dengan hasil CXR infiltrat yang tersebar pada kedua lapang paru yang khas pada TB Milier. Oleh karena itu,
An. F di diagnosis sebagai TB Milier.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan CRP dengan kadar 18.4 mg/mL (N: <10 mg/mL).
Peningkatan CRP merupakan salah satu marker awal adanya inflamasi atau infeksi pyogenik yang dimediasi IL-6
seperti pada TB aktif (Yoon et al., 2017). Sesuai rekomendasi WHO, diperlukan rencana diagnosis dengan tes
cepat molekuler (TCM) untuk mendukung penegakan diagnosis TB paru serta mengetahui resistensi terhadap
rifampicin (WHO, 2014).
Ditemukan benjolan pembesaran KGB di leher kanan sebesar kelereng, tidak mobile, konsistensi
keras, dan tidak berdungkul. Karakteristik ini sesuai dengan gejala klinis TB limfadenitis yaitu adanya batuk,
demam, malaise, penurunan BB yang menetap ≥2 minggu disertai pembesaran KGB yang tidak nyeri dan
dengan atau tanpa fistula (WHO, 2014). Diagnosis banding pembesaran KGB pada kasus ini adalah limfoma
dengan karakteristik yang serupa salah satunya adalah pembesaran KGB di area leher. Untuk membedakan
keduanya dapat dilakukan fine-needle aspiration biopsy (FNAB) (Storck et al., 2019).
Pada An. F didapatkan sesak yang disertai takikardi dan takipneu. Sesak kemungkinan karena adanya
komplikasi TB milier yaitu pneumothorax dan efusi pleura. Secondary spontaneous pneumothorax (SSP)
dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit paru yang mendasari seperti tuberkulosis (Singh et al., 2014). Efusi
pleura merupakan salah satu abnormalitas yang ditemukan pada pemeriksaan radiologis kasus TB milier
(Sharma et al., 2016). Pada An. F perlu dilakukan CXR untuk menegakkan diagnosis pneumothorax dan efusi
pleura yang merupakan komplikasi dari TB milier.
Dari BGA ditemukan alkalosis respiratorik terkompensasi dengan HCO3 23 mEq/L (N: 22-26).
Alkalosis respiratorik adalah keadaan pH tubuh meningkat di atas 7,45 akibat berbagai proses pernapasan.
Sistem penyangga pH/buffer utama dalam tubuh adalah keseimbangan HCO3/CO2. Kadar CO2 diatur oleh
paru melalui respirasi, sedangkan kadar HCO3 diatur melalui ginjal dengan reabsorpsi. Alkalosis respiratorik
akut atau tidak terkompensasi dikaitkan dengan kadar bikarbonat (HCO3) tinggi karena tidak cukup waktu
untuk menurunkan kadar HCO3, sedangkan alkalosis respiratorik kronis atau terkompensasi dikaitkan dengan
kadar HCO3 yang rendah hingga normal (Brinkman and Sharma, 2020).
Data antropometri grafik CDC 2000 menunjukkan An. F berperawakan pendek (TB/U< P5) dan
underweight (IMT/U <P5). Status gizi ditentukan menggunakan IMT/U dan juga rumus Waterlow (1972) yang
didapatkan hasil 54,1% dengan interpretasi gizi buruk. Diagnosis gizi buruk juga didukung dengan temuan
atrofi otot ekstremitas, kelopak cowong, defisiensi mikronutrien, komorbiditas dengan infeksi (TB), dan
gejala anemia. Atrofi otot disebabkan karena hilangnya massa otot kronis akibat kurangnya intake nutrisi
sehingga mengubah komposisi tubuh (penurunan komposisi otot) dan masa sel tubuh (Cedeholm et al., 2017;
Landi et al., 2018). Tanda dehidrasi tidak dapat dinilai karena kulit dan lemak subkutan mengalami atrofi yang
menyebabkan hilangnya turgor meskipun tidak dehidrasi (IDAI, 2011). Pada An. F, kelopak cowong tidak
dapat dinilai sebagai tanda dehidrasi karena diduga disebabkan karena hilangnya lemak subkutan di sekitar
mata. Dehidrasi dapat ditegakkan apabila ditemukan riwayat kehilangan cairan (diare, muntah) dan penurunan
produksi urin.
Defisiensi mikronutrien ditunjukkan dengan penurunan serum elektrolit (hiponatremia, hipokalemia,
hipokloremia, hipokalsemia) serta hipoalbuminemia yang dapat disebabkan oleh intake nutrisi yang tidak
seimbang dengan kebutuhan tubuh. Selain itu, kondisi hiponatremia, hipokalemia, dan hipokloremia sering
dijumpai pada penderita TB (Kaur et al., 2021) dan dapat diperparah dengan adanya gizi buruk. Evaluasi
menyeluruh perlu dilakukan untuk mengetahui defisit mikronutrien lainnya.
Daftar Masalah Permanen
• Diagnosis Penyakit Utama
TB Milier + TB Limfadenitis

• Diagnosis Penyakit Penyerta


Gizi Buruk

• Diagnosis Banding
Limfoma
Penilaian Awal (Initial Assesment)
No. Problem Planning

Diagnostik Terapi Monitoring Edukasi

1. Sesak e.c susp. CXR • O2 2 lpm nasal • Klinis • Mengedukasi


Pneumothorax cannule (gejala) perjalanan penyakit
+ Efusi Pleura • Water Seal • TTV pneumothorax dan
Drainage • SpO2 efusi pleura.
(WSD) • Mengedukasi
pemasangan WSD.
No. Problem Planning

Diagnostik Terapi Monitoring Edukasi

2. TB Milier • FNAB • Fase intensif • Klinis (gejala) • Mengedukasi perjalanan


dan TB • TCM (2 bulan): 4 • Efek samping penyakit TB, penanganan, dan
Limfadenitis tab KDT + pengobatan prognosis.
Ethambutol • CXR • Mengedukasi meminum obat
15-20 • Kontrol TB secara rutin.
mg/kgBB/hari setiap 2 • Mengedukasi efek samping
• Piridoksin 10 minggu dari obat TB salah satunya
mg//hari yaitu cairan tubuh berwarna
• Prednison 1-2 merah.
mg/kgBB/hari • Mengedukasi jika timbul efek
3dd samping seperti kuning, mual,
muntah, gangguan penglihatan
segera dibawa ke rumah sakit.
No. Problem Planning

Diagnostik Terapi Monitoring Edukasi

• Mengedukasi bahwa
obat sebaiknya
diminum dalam
keadaan perut kosong
(1 jam sebelum
makan).
3. Gizi Buruk - • Pemberian makan awal: • Klinis • Mengedukasi untuk
Fase stabilisasi: F75 1680- (gejala) mengonsumsi nutrisi
2352 ml diberikan setiap 2 • TTV yang diberikan secara
jam (12x (140-196 ml)) • Produksi teratur.
ditingkatkan 10% per urin
harinya. • Asupan
• Berat
Protein: RDA prot. HA x badan
BBI x F. Stress
= 1 x 36 x 1.5
= 54 gr
No. Problem Planning

Diagnostik Terapi Monitoring Edukasi

Cairan : BBA x RDA Cairan • Mengedukasi bahwa obat


HA sebaiknya diminum dalam
= 19.5 x 70 = 1365 ml keadaan perut kosong (1
jam sebelum makan).
• Mineral mix 20ml pada
1L F75
• Asam folat 5 mg single
dose PO
• Vit. A 200.000 IU single
dose.
• Amoxicillin 1 g 4x1 hari.
• Mencegah hipoglikemia,
hipotermi, dehidrasi.
4. Susp. Anemia • Hb Menunggu hasil lab • Klinis • Menjelaskan perjalanan
(gejala) anemia dan komplikasinya
• Hb • Menjelaskan rencana
pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis.
Catatan Perkembangan Pasien (SOAP)
Hari/Tanggal Anamnesis-Pemeriksaan Fisik Diagnosis Tatalaksana (Diagnosis, Terapi,
Monitoring, Edukasi)
04/02/2020 S : tidak muntah, tidak demam, mau makan minum, T 100x21 = 2100 kkal
BAB BAK biasa, tidak sesak -> 80 x 36 = 2880 kkal

O : keadaan umum lemah, HR= 108 bpm, K 70% = 1470 kkal


RR=24x/min, T= 36.8 derajat celcius, SpO2= 99%, -> 70% = 2016 kkal
usia 14 th, BB= 19,5 kg, BBI = 36 kg, BBI%= 54%,
TB= 142 cm C 150 x 19.5 = 2925 kkal

A : TB milier + limfadenitis + fluido pneumothorax P 2x21 = 42 gram


sinistra AFF WSD hari ke-3 + Anemia + Gizi -> 39 gram
Buruk + Hipoalbuminemia + Hiponatremia
(membaik) + Hipokalemia (membaik) + Rute oral
Hipokalsemia (membaik) + Ensefalopati + Fase Formula = pediasure 8 x 100
Rehabilitasi minggu ke-3 hari ke-6 ml = 800 ml ~ 800 kkal
nasi= 900 kkal
P : mencapai RDA-HA
Hari/Tanggal Anamnesis-Pemeriksaan Fisik Diagnosis Tatalaksana (Diagnosis,
Terapi, Monitoring, Edukasi)
XX/02/2020 S: pasien tidak ada demam, mau makan dan minum, TB milier + TB
tidak sesak limfadenitis +
gizi buruk
O: keadaan umum lemah, HR= 100 bpm, RR=
24x/men, T= 36,8 derajat celcius, SpO2= 99. Usia
14 tahun, BB= 19,5 kg, BBI= 36 kg, %BBI= 54%,
TB= 142 cm

A: TB milier + TB limfadenitis + gizi buruk

P: mencapai RDA-HA, mencapai penambahan


berat badan >10 gram/kgbb/ hari
Pembahasan Tatalaksana
Diagnosis Utama – TB Milier & TB limfadenitis
Berdasarkan Petunjuk Manajemen dan Tatalaksana TB Anak oleh Kemenkes tahun 2016, pengobatan TB Milier
dan TB limfadenitis dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (min. 4 macam obat) selama 2 bulan pertama dan fase
lanjutan (min. 2 macam obat) selama 10 bulan. Penyesuaian dosis obat dilakukan seiring penambahan BB. Pada fase
intensif diberikan:

• BB 19,5 kilogram dibutuhkan 4 tablet KDT (@ Rifampisin 75 mg, Isoniazid 50 mg, Pirazinamid 150 mg) dan
Ethambutol 15-20 mg/kgBB/hari (292,5–390 mg, diberi 300 mg puyer).
• Isoniazid menyebabkan defisiensi piridoksin terutama pada anak gizi buruk, sehingga perlu diberikan suplementasi
Piridoksin dengan dosis 10 mg/hari.
• Kortikosteroid untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan pada TB milier. Diberikan
prednison dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis yaitu 19,5-39 mg/hari dibagi 3 dosis : 6,5-13 mg/x
(tiap minum 2 tablet 5 mg, 3 kali sehari) dengan lama pemberian 2 hingga 4 minggu dengan dosis penuh,
kemudian tappering off dalam jangka waktu 2 hingga 6 minggu.

Pengobatan dipantau setiap 2 minggu untuk menilai respon pengobatan, kepatuhan minum obat, dan efek samping obat.
Setelah diberikan OAT selama 2 bulan harus dilakukan evaluasi respon hasil pengobatan. Dikatan baik jika gejala klinis
berkurang, nafsu makan meningkat, BB meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang.
Diagnosis Penyerta – Gizi Buruk
Rencana terapi gizi buruk didasarkan pada 10 Langkah Tatalaksana Gizi Buruk berdasarkan panduan WHO (2013)
dan Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik IDAI (2011). Pengobatan gizi buruk dilakukan bersamaan
dengan terapi TB milier dan TB limfadenitis.

1. Dilakukan penghitungan kebutuhan kalori, protein, dan cairan yang dapat dihitung dengan rumus RDA height age
(RDA-HA) (UKK NPM, 2011; IDAI, 2011):
• Kebutuhan kalori = BB ideal x RDA kalori height age= 36 x 70 = 2520 kkal.

An. F diterapi terlebih dahulu pada fase stabilisasi dengan diberikan makanan awal Formula WHO 75 (F75) yang
mengandung 75 kkal/100 ml. Karena An. F mengalami gizi buruk, maka hanya diberikan 50 – 70% dari total kebutuhan
kalori, yaitu 1260 – 1764 kkal. Pemberian 50 – 70% dari total kalori bertujuan agar tidak terjadi refeeding syndrome.
Dengan menggunaan F75, dibutuhkan 1680 – 2352 ml yang diberikan setiap 2 jam sekali, sehingga diberikan 140 –
196 ml tiap 2 jam (12 x (140 – 196 ml). F75 diberikan sepanjang hari hingga malam, dengan porsi kecil dan sering.
Pemberian F75 juga bertujuan mencegah hipoglikemia dan hipotermia, serta mengoreksi gangguan elektrolit pada
pasien. Setelah itu, pemberian dapat ditingkatkan 10% per harinya.

• Kebutuhan protein = RDA protein height age x BB Ideal x faktor stress = 1 x 36 x 1,5 = 54 gram.
• Kebutuhan cairan = BB aktual x RDA cairan height age = 19,5 x 70 = 1365 ml.
2. Mineral mix 20 ml yang ditambahkan pada 1 L makanan F75 untuk memenuhi kebutuhan kalium, magnesium,
seng, dan tembaga. Juga diberikan vitamin-mix untuk memperbaiki kekurangan vitamin yang tidak tampak pada klinis.

3. Koreksi mikronutrien dimulai pada hari pertama dengan vitamin A 200.000 IU single dose dan asam folat 5 mg
single dose per oral.

4. Diberikan antibiotik Ampicillin 50 mg/kgBB IV sebanyak empat kali sehari selama 2 hari, sehingga diberikan IV
Ampicillin 1 g 4x1 hari selama 2 hari. Antibiotik spektrum luas diberikan karena pada anak dengan gizi buruk
terdapat infeksi saluran pernapasan yang bermanifestasi (WHO, 2013).

An. F tidak perlu diberikan ReSoMal karena tidak tampak klinis dehidrasi (turgor baik), tidak terdapat riwayat
diare/muntah, dan tidak terdapat data penurunan produksi urin. Selama dirawat di rumah sakit, perlu pendampingan dari
ibu untuk memberikan stimulasi fisik, sensorik, dan dukungan emosional yang berdampak pada kesembuhan anak.

Jika An. F membaik setelah diterapi fase stabilisasi selama 2 hari, maka dapat dilanjutkan ke fase rehabilitasi
(kejar tumbuh). Makanan F75 diganti dengan F100 dengan dosis yang sama seperti F75, diberikan selama 48 jam
(fase transisi). Volume F100 dapat dinaikkan sebanyak 10 ml/kali. Lanjutkan penambahan volume F100 hingga
anak tidak mampu menghabiskannya. Jika An. F tampak kelaparan, menolak makanan (formula), dan
menginginkan makanan padat, maka menunjukkan anak sudah pada fase rehabilitasi. Makanan biasa dapat diberikan,
tetapi tetap ditambah dengan mineral mix dan vitamin mix untuk memperbaiki kadar kalium dan magnesium tubuh.
An. F dianjurkan untuk tetap mengonsumsi formula di antara jadwal makanan padat.
01
Tinjauan Pustaka
Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Myobacterium
tuberculosis dan dapat mengenai berbagai sistem didalam tubuh. TB milier adalah salah
satu bentuk TB berat akibat penyebaran secara hematogen dan TB Limfadenitis adalah TB
pada kelenjar limfe yang merupalan salah satu bentuk dari TB ekstrapulmonal pada anak
dengan kejadian paling sering (Kemenkes, 2016).

2019 Berusia ≥ 15 tahun Berusia < 15 tahun

10 juta penderita TB 56% 32% 12%


Patofisiologi
Klasifikasi
Berdasarkan definisi:
• Terduga TB Anak
• Pasien TB Anak
1. TB anak terkonfirmasi bakteriologis
2. TB anak terdiagnosis secara klinis

Berdasarkan lokasi:
• TB paru
1. TB pada parenkim paru
2. TB limfadenitis
3. TB paru sekaligus TB ekstra paru
• TB ekstra paru
TB pada organ selain paru, seperti pada kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi,
selaput otak, dan tulang
(Kemenkes, 2016)
Algoritma Alur
Diagnosis TB Anak
Keterangan:
*) Dapat dilakukan bersamaan dengan
pemeriksaan sputum
**) Kontak TB paru dewasa dan kontak TB paru
anak terkonfirmasi bakteriologis
***) Evaluasi respon pengobatan. Jika tidak ada
respon dengan pengobatan adekuat, evaluasi
ulang diagnosis TB dan adanya komorbiditas
atau rujuk

Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak (2016)


Tatalaksana
Tuberkulosis
Gizi Buruk
Gizi buruk didefinisikan sebagai adanya edema kedua kaki atau adanya severe wasting, atau adanya gejala
klinis gizi buruk seperti kwashiorkor, marasmus, atau marasmik-kwashiorkor (WHO, 2009). Pada anak
5-18 tahun, gizi buruk didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai <P5 atau disertai
edema nutrisional. Pada stunting (TB/U rendah), diagnosis dilakukan dengan nilai <P3 (IDAI, 2011).

Gizi Buruk Primer


Riset Kesehatan Dasar 2018 01
Gabungan faktor sosial ekonomi, lingkungan,
Kurang 17,7 % (3,9% Gizi Buruk + penurunan asupan, BBLR, infeksi berulang, dan
Gizi 13,8 % Gizi Kurang) enteropati lingkungan. Dominasi negara berkembang.
Stunting 30,8% (11,5% sangat pendek Gizi Buruk Sekunder
+ 19,3% pendek ) 02
Kehilangan nutrisi yang abnormal, nafsu
Wasting 10,2 % makan / penyerapan nutrisi terganggu, atau
(Kemenkes, 2019) peningkatan pengeluaran energi yang didasari
oleh penyakit yang sebagian besar kronis.

(Mehta et al., 2013; Shahrin et al., 2015; Dipasquale et al., 2020)


Patofisiologi
Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
asupan nutrisi yang berakibat pada defisit
energi, protein, atau mikronutrien yang
berdampak negatif pada pertumbuhan,
perkembangan, serta aspek lainnya
(Dipasquale et al., 2020).

(Bhutta et al., 2017)


Klasifikasi
Marasmus Marasmus-Kwasihorkor Kwasihorkor
Kekurangan total kalori, yang Marasmus yang dapat Diet tinggi karbohidrat dengan
menyebabkan kehilangan jaringan berkembang dengan pitting edema kualitas buruk tetapi mengandung
lemak dan otot. karena kekurangan protein. rendah protein.

• Sangat kurus seperti tulang • Apatis, rewel, anoreksia.


terbungkus kulit, wajahnya • Pitting edema, atrofi otot, wajah
tampak seperti orang tua. membulat dan sembab.
• Penurunan lemak subkutan • Dermatosis kulit, hipopigmentasi
dan kulit kering, terutama rambut yang mudah rontok
pantat dan tungkai. • Hepatomegali dan kehilangan
• Mudah rewel dan apatis. lemak subkutan
• Rentan terkena infeksi.

(Titi-Lartey & Gupta, 2021; Rabinowitz, 2016; Benjamin & Lappin, 2020)
Salah satu dari: Anamnesis
Untuk menemukan tanda bahaya

Penegakan
• BB/TB < -3SD
• LILA <115 mm Pemeriksaan Fisik
• Edema pada kedua kaki Tanda syok, dehidrasi, infeksi,

Diagnosis
defisiensi vit. A dan lainnya
• Klinis: tampak severe wasting, tulang iga
Pemeriksaan Penunjang
terlihat jelas, tidak memiliki jaringan lemak di
Hb atau HCT terutama bila
(WHO, 2009; WHO, 2013) bawah kulit terutama bahu, lengan, pantat, paha. pucat parah

Tatalaksana
(WHO, 2013; IDAI, 2011; Kemenkes, 2019)

• Tanpa Komplikasi -> Rawat Jalan


• Dengan Komplikasi -> Rawat Inap
(Fase stabilisasi, rehabilitasi, tindak
lanjut berisi 10 langkah penanganan)
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan diagnosis
penyakit utama pada Anak F yaitu TB Milier dan TB Limfadenitis, dengan diagnosis penyakit penyerta yaitu
gizi buruk, dan diagnosis banding limfoma.
Pasien mendapatkan terapi untuk TB fase intensif (2 bulan) 4 tab KDT + Ethambutol 15-20
mg/kgBB/hari + Piridoksin 10 mg//hari + Prednison 1-2 mg/kgBB/hari 3dd dan terapi gizi buruk dengan
menggunakan F75 1680 – 2352 ml, yang diberikan setiap 2 jam (12 x (140 – 196 ml)), protein sebanyak 54
gram, dan cairan sebanyak 1365 ml, mineral mix 20 ml, vitamin A 200.000 IU single dose dan asam folat 5
mg single dose per oral, serta Amoxicillin 500 mg 2x/hari. Jika An. F membaik setelah terapi fase stabilisasi
selama 2 hari, maka dapat dilanjutkan ke fase rehabilitasi (kejar tumbuh). Makanan F75 diganti dengan F100
dengan dosis yang sama seperti F75, diberikan selama 48 jam (fase transisi). Volume F100 ditambahkan
hingga anak tidak mampu menghabiskannya. Jika An. F tampak kelaparan, menolak makanan (formula), dan
menginginkan makanan padat, maka menunjukkan anak sudah pada fase rehabilitasi. Makanan biasa dapat
diberikan, tetapi tetap ditambah dengan mineral mix dan vitamin mix, dan dianjurkan untuk tetap
mengonsumsi formula di antara jadwal makanan padat.
TERIMA KASIH
Referensi
Adigun, R. and Singh, R. (2020) ‘Tuberculosis’, in StatPearls. StatPearls Publishing Cegielski, J.P., McMurray, D.N. 2004. The relationship between malnutrition and
LLC, Treasure Island (FL), p. 23. Available at: tuberculosis: evidence from studies in humans and experimental animals. Int. J.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441916/#_NBK441916_pubdet_. Tuberc. Lung Dis. 8:286–98.

Ahmed, T., Michaelsen, K. F., Frem, J. C., & Tumvine, J. 2012. Malnutrition: Report Dipasquale, V., Cucinotta, U., & Romano, C. 2020. Acute Malnutrition in Children:
of the FISPGHAN Working Group. Journal of pediatric gastroenterology and Pathophysiology, Clinical Effects and Treatment. Nutrients, 12(8), 2413.
nutrition, 55(5), 626–631. Elia, M. 2017. Defining, Recognizing, and Reporting Malnutrition. The International
Batool, R., Butt, M. S., Sultan, M. T., Saeed, F., & Naz, R. 2015. Protein-energy Journal of Lower Extremity Wounds, 16(4), 230–237.
malnutrition: a risk factor for various ailments. Critical reviews in food science and Fischer Walker, C. L., Lamberti, L., Adair, L., Guerrant, R. L., Lescano, A. G.,
nutrition, 55(2), 242–253. Martorell, R., Pinkerton, R. C., & Black, R. E. 2012. Does childhood diarrhea
Benjamin, O., Lappin, S.L. Kwashiorkor. 2020. StatPearls Publishing. Available at: influence cognition beyond the diarrhea-stunting pathway?. PloS one, 7(10), e47908.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK507876/. IDAI, 2009. Pedoman Pelayanan Medis. s.l.:Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Bhutta, Z. A., Berkley, J. A., Bandsma, R., Kerac, M., Trehan, I., & Briend, A. 2017. IDAI. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Badan Penerbit
Severe childhood malnutrition. Nature reviews. Disease primers, 3, 17067. IDAI: Jakarta.
Boah, M., Azupogo, F., Amporfro, D. A., & Abada, L. A. 2019. The epidemiology Jaspreet, K., Gitanjali, G., Renu, C., Mithilesh, K.S. 2021. Evaluation of serum
of undernutrition and its determinants in children under five years in Ghana. PloS electrolyte status among newly diagnosed cases of pulmonary tuberculosis: an
one, 14(7). observational study. International Journal of Health and Clinical Research. 4(5):219-
Brinkman, J. E. and Sharma, S. (2020) ‘Respiratory Alkalosis’, in StatPearls. 222
StatPearls Publishing, Treasure Island (FL), p. 11. Available at: Karyadi, E., Schultink, W., Nelwan, R.H., Gross, R., Amin, Z., Dolmans, W.M., et
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482117/#!po=22.7273. al. 2000. Poor micronutrient status of active pulmonary tuberculosis in Indonesia. J
Cederholm, T., Barazzoni, R., Austin, P., Ballmer, P., Biolo, G., Bischoff. SC., et al. Nutr. 130:2953–8.
2017. ESPEN guidelines on definitions and terminology of clinical nutrition. Clin Kementerian Kesehatan RI (2016) Petunjuk Klinis Manajemen dan Tatalaksana TB
Nutr. 36:49e64. Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2019. Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Singh, A. S., Atam, V. and Das, L. (2014) ‘Secondary spontaneous pneumothorax
Buruk Pada Balita di Layanan Rawat Jalan: Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: complicating miliary tuberculosis in a young woman’, BMJ Case Reports, pp. 2013–
Kementerian Kesehatan RI. 2014. doi: 10.1136/bcr-2013-201109.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. Warta Kesmas Edisi 1. Jakarta: Direktorat Jenderal Suryadi, D.., Delyuzar, dan Soekimin, 2020. Analisis Gambaran Morfologi
Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. Limfadenitis Tuberkulosis Menggunakan Metode Biopsi Aspirasi Jarum Halus dan
Polymerase Chain Reaction. Maj Patol Indonesia 2020; 29(2): 95-100. Available
Landi, F. et al. 2018. Muscle loss: The new malnutrition challenge in clinical [online]
practice, Clinical Nutrition. https://majalahpatologiindonesia.com/p/index.php/patologi/article/download/419/295
Mehta, N. M., Corkins, M. R., Lyman, B., Malone, A., Goday, P. S., Carney, L. N., Storck, K. et al. (2019) ‘Clinical presentation and characteristics of lymphoma in the
Monczka, J. L., Plogsted, S. W., Schwenk, W. F., & American Society for Parenteral head and neck region’, Head and Face Medicine, 15(1), pp. 4–11. doi:
and Enteral Nutrition Board of Directors. 2013. Defining pediatric malnutrition: a 10.1186/s13005-018-0186-0.
paradigm shift toward etiology-related definitions. JPEN. Journal of parenteral and
enteral nutrition, 37(4), 460–481. Titi-Lartey, O.A., Gupta, V. 2021. Marasmus. StatPearls Publishing. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559224/.
Rabinowitz, S.S. 2016. Marasmus. New York. Medscape. Diakses 6 Juni 2021.
Available at: https://emedicine.medscape.com/article/984496-clinical#b4. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik (NPM). Rekomendasi IDAI: Asuhan Nutrisi
Pediatrik. Edisi 1. Jakarta: IDAI.
Safithri, F., 2011. Diagnosis TB Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC (International
Standard for TB Care. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran World Health Organization. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang, Vol. 7 No.2, Sakit. 1 ed. Jakarta: World Health Organization.
available [online] https://doi.org/10.22219/sm.v7i2.4078
World Health Organization (WHO). 2013. Pocket Book of Hospital Care for
Saunders, J., & Smith, T. 2010. Malnutrition: causes and consequences. Clinical Children: Guidelines for the Management of Common Childhood Ilness. Edisi
medicine (London, England), 10(6), 624–627. Kedua. Geneva: WHO Press.

Shahrin, L., Chisti, M. J., & Ahmed, T. 2015. 3.1 Primary and secondary World Health Organization (2014) Guidance for National Tuberculosis Programmes
malnutrition. World review of nutrition and dietetics, 113, 139–146 on the Management of Tuberculosis in Children. 2nd Editio.

Sharma, S. K., Mohan, A. and Sharma, A. (2016) ‘Miliary tuberculosis: A new look World Health Organization (2020) Global Tuberculosis Report 2020.
at an old foe’, Journal of Clinical Tuberculosis and Other Mycobacterial Diseases,
Yoon, C. et al. (2017) ‘Diagnostic accuracy of C-reactive protein for active
3, pp. 13–27. doi: 10.1016/j.jctube.2016.03.003.
pulmonary tuberculosis: a systematic review and meta-analysis’, in StatPearls.
StatPearls Publishing, Treasure Island (FL), p. 23. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5633000/#__ffn_sectitle

Anda mungkin juga menyukai