Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Anak laki-laki 6 tahun


dengan sesak

dr. Christa Levina Daniswara

RSU Sumber Waras

Ciwaringin, Kab. Cirebon

2018
LAPORAN KASUS

Identitas

 Nama : An. RA

 Jenis Kelamin : Laki - laki

 Usia : 6 tahun

 Alamat : Ciwaringin

 Pekerjaan : Pelajar

 Agama : Islam

 Status : Belum menikah

 Suku : Sunda

 Tanggal Pemeriksaan : 21 Maret 2018

 Waktu Kedatangan : 09.05 WIB

Anamnesis (Alloanamnesis dengan Ibu pasien)

 Keluhan Utama : sesak napas sejak 4 jam SMRS

 Keluhan Tambahan : mual dan muntah sejak 2 hari SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang karena sesak napas tiba-tiba sejak 5 jam SMRS. Sesak terjadi tiba-
tiba saat pasien sedang tidur. Sesak berlangsung terus-menerus, tidak dipengaruhi oleh
aktivitas maupun posisi. Sesak seperti ini baru pertama kali dialami pasien. Sebelumn sesak
pasien mengeluh nyeri perut. Nyeri dada disangkal. Nyeri dada disangkal. Riwayat asma
disangkal.
Sejak 2 hari SMRS, mual dan muntah setiap diberi makan dan minum. Muntah
lebih dari 5 kali sehari, berisi hanya air. Sejak 2 hari SMRS pasien demam, batuk dan pilek.
Demam tidak diukur tingginya namun menurut pengakuan ibu tidak terlalu tinggi. Demam
berlangsung naik turun. Batuk sejak 2 hari SMRS, batuk berdahak namun sulit dikeluarkan.

Keluhan gangguan BAK, maupun gangguan BAB disangkal.

 Riwayat Pengobatan : insulin tetap diberikan hingga 1 hari SMRS.

 Riwayat Penyakit Dahulu :

o Riwayat diabetes mellitus sejak hampir 2 tahun, rutin menggunakan insulin 5 unit
(3 kali sehari)
o Riwayat asma disangkal
o Riwayat hipertensi disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
o Riwayat alergi disangkal

 Riwayat Keluarga : DM dari keluarga inti dan kakek nenek disangkal

 Riwayat Kehamilan & Persalinan: selama hamil ibu melakukan pemeriksaan di bidan,
tidak pernah melakukan pemeriksaan gula. Menurut pengakuan ibu, BB selama hamil
meningkat drastis. Persalinan secara normal di bidan. BB lahir 4000 gram.

 Riwayat Imunisasi : lengkap sampai campak

Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : tampak sakit berat

 Kesadaran : somnolen, GCS tidak dapat dinilai (E4MxVx)

 Tekanan Darah : 100/50 mmHg

 Nadi : 104 kali/menit

 Pernapasan : 36 kali/menit
 Suhu : 36,40C

 Kepala

o Kepala : normocephali, deformitas (-)


o Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat/bulat,
isokor/isokor, refleks cahaya langsung dan tidak langsung +/+.
o Hidung : bau nafas keton (-)
o Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-), massa (-)
 Thorax

o Paru

o Inspeksi : pergerakan dinding dada cepat dan dangkal (Kussmaul), simetris


baik statis dan dinamis
o Palpasi : remitus taktil teraba simetris
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi : bunyi nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-

o Jantung

o Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


o Palpasi : ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra ICS IV
o Perkusi : batas-batas jantung dalam batas normal
o Auskultasi : bunyi jantung reguler, murmur(-), gallop(-)
 Abdomen

o Inspeksi : datar, lesi(-), sikatriks(-), pelebaran vena(-)


o Auskultasi : bising usus (+), 6x/ menit
o Perkusi : timpani pada seluruh kuadran
o Palpasi : supel, nyeri tekan (-), massa(-)

 Ekstremitas :akral teraba dingin, CRT <2 detik, edema (-)


Resume

Pasien anak laki-laki 6 tahun datang dengan keluhan sesak sejak 4 jam SMRS. Sesak
dirasakan tiba-tiba saat pasien sedang tertidur. Nyeri perut sebelumnya. Sejak 2 hari SMRS, pasien
mual dan muntah setiap diberi makan dan minum. Muntah lebih dari 5 kali berisi air. Demam,
batuk, dan pilek juga sejak 2 hari SMRS.

Pasien memiliki riwayat DM tipe 1 sejak hampir 2 tahun, dengan pengobatan insulin 5 unit
3 kali sehari.

Pemeriksaan fisik didapatkan:

Tanda-tanda vital

o Keadaan Umum : tampak sakit berat


o Kesadaran : somnolen
o Tekanan Darah : 100/50 mmHg
o Nadi : 104 kali/menit
o Pernapasan : 36 kali/menit
o Suhu : 36,40C
 Pemeriksaan Fisik
o Paru : gerak nafas cepat dan dangkal (Kussmaul)
o Ekstremitas : akral teraba dingin

Diagnosis

 Diagnosis Kerja :

Dyspnea ec suspek ketoasidosis diabetes (KAD)

 Diagnosis Banding :

-
Pemeriksaan Penunjang

 Lab (21 Maret 2018):

o Darah Lengkap
 Hb : 14,3 g/dL
 Leukosit : 5.230 uL
 Hematokrit : 42 %
 Trombosit : 512.000 uL
o Gula Darah Sewaktu : 969 mg/dL
o Ureum : 75 mg/dL
o Creatinin : 0,94 mg/dL
 AGD (21 Maret 2018):
o pH : 6,855
o pCO2 : 17,2 mmHg
o pO2 : 49 mmHg
o BE : -30 mmol/L
o HCO3 : 3,0 mmol/L
o TCO2 : < 5mmol/L
o sO2 : 55%
 Urinalisa (21 Maret 2018)
o Protein : 75 ( Normal : Negatif / <10 )
o Glukosa : 1000 ( Normal : Negatif / <15 )
o Keton : 150 ( Normal : Negatif / <5 )
 Elektrolit (21 Maret 2018)
o Natrium : 125 mg/dL
o Kalium : 7,4 mg/dL
o Kalsium : 1,25 mg/dL
Penatalaksanaan IGD

 Loading NaCl 0,9% 100 cc


 IVFD NaCl 0,9% 20 TPM
Penatalaksanaan DPJP

 O2 2 lpm via nasal canul


 IVFD NaCl 1250 cc / 24 jam
 Insulin Novorapid bolus 15 unit di IGD (lapor GDS dalam 1 jam)
 Cefotaxim 3 x 600 mg IV
 Ranitidin 2 x 15 mg IV
 Pantau KU, TTV, dan diuresis

Prognosis

 Quo ad vitam : dubia ad bonam

 Quo ad fungsionam : dubia ad malam

 Quo ad sanationam : dubia ad malam


TINJAUAN PUSTAKA
Diabetik Ketoasidosis (DKA)

Pendahuluan
Diabetik ketoasidosis (DKA) dan hiperglikemi hyperosmolar non ketotik (HHNK)
merupakan komplikasi akut dari diabetes mellitus (DM). DKA sering terjadi pada penderita DM
tipe 1 namun juga dapat terjadi pada DM tipe 2. Baik pada DKA maupun HHNK berkaitan dengan
kondisi defisiensi insulin absolut / relatif, kekurangan cairan, dan abnormalitas asam basa.
DKA dapat menjadi kumpulan gejala yang mengarah ke diagnosis DM tipe 1, namun lebih
sering ditemukan pada pasien dengan diagnosis DM tipe 1 sebelumnya. DKA dapat dicetuskan
oleh beberapa hal seperti infeksi, iskemia (otak, jantung) atau ketidakpatuhan penggunaan insulin,
gangguan mental dan eating disorder atau gangguan lingkungan psikososial.1

Epidemiologi
Di negara berkembang, sekitar 15 – 70 % bayi dibawah 1 tahun dan anak-anak terdiagnosis
dengan DKA. Seiring berjalannya waktu, prevalensi DKA menurun menjadi 36% pada anak < 5
tahun dan 16% pada anak > 14 tahun namun tidak berbeda secara jenis kelamin atau etnis.1

Patofisiologi
DKA merupakan akibat kombinasi antara defisiensi insulin relatif atau absolut dan peningkatan
regulasi hormon (glukagon, katekolamin, dan kortisol). Penurunan rasio insulin terhadap glucagon
akan meningkatkan proses glukoneogenesis, glikogenolisis, dan pembentukan keton di hepar serta
peningkatan pengangkutan asam lemak bebas dan asam amino dari otot ke hepar. Pembentukan
keton berasal dari peningkatan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposit yang berakibat
terjadinya peningkatan sintesis keton di hepar. Selain itu, penurunan level insulin bersama dengan
peningkatan katekolamin dan hormon pertumbuhan akan meningkatkan proses lipolisis dan
pelepasan asam lemak bebas. Pada kondisi normal, asam lemak bebas akan diubah menjadi
trigliserid atau VLDL di hepar. Pada DKA, kondisi hiperglukagonemia akan mengubah
metabolisme keton di hepar. Pada pH fisiologis, keton akan dinetralisasi oleh bikarbonat, namun
pada kondisi berkurangnya bikarbonat , asidosis akan terjadi. Peningkatan asam lemak bebas tentu
akan berakibat meningkatnya VLDL dan trigliserida. Hipertrigliseridemia dapat cukup parah
untuk mengakibatkan pankreatitis.2

Sumber : Wolfsdorf, Joseph. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescent A consensus statement
from the American Diabetes Association. 2006. Diabetes Care 29 (5):1150-9.

Secara umum, insulinopenia akan mengakibatkan 3 respon fisiologis3 :


a. Peningkatan produksi glukosa diikuti dengan penurunan pemakaian glukosa akan
meningkatkan serum glukosa. Hal ini akan mengakibatkan diuresis osmotik, dehidrasi dan
aktivasi renin-angiotensin-aldosteron dengan peningkatan kehilangan kalium.
b. Peningkatan proses katabolic yang mengakibatkan kehilangan natrium, kalium, dan fosfat.
c. Peningkatan perpindahan asam lemak bebas dari jaringan perifer ke hepar untuk produksi
keton di hepar. Ketika akumulasi keton disertai tidak adanya sistem buffer yang memadai
maka asidosis metabolik akan terjadi.
Manifestasi Klinis
 DKA
Keluhan yang sering muncul adalah mual dan muntah. Sering disertai adanya nyeri perut yang
menyerupai pankreatitis akut atau adanya rupture organ berongga. Hiperglikemi akan
mengakibatkan glukosuria, dehidrasi dan takikardi. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan
pernapasan kussmaul dan “fruity odor” akibat asidosis metabolic dan peningkatan aseton.
Letardi dan depresi susunan pernapasan pusat dapat mengakibatkan koma dengan DKA berat
namun memerlukan evaluasi lebih lanjut mengenai penyebab lain perubahan status mental
seperti infeksi dan hipoksemia. Pada DKA yang berat dapat mengakibatkan kondisi edema
serebral yang sering terjadi pada anak.2

Gambar 2 Manifestasi DKA dan Edema Serebral

Sumber : Kasper, Denis et al. Harrison’s Principal of Internal Sumber : Wolfsdorf, Joseph. Diabetic
Medicine. 19th Edition. New York : McGraw Hill. 2015. Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescent
2418p. A consensus statement from the American
. Diabetes Association. 2006. Diabetes Care 29
(5):1150-9
Diagnosis
 Laboratorium
DKA ditandai dengan adanya hiperglikemia, ketosis dan asidosis metabolik. Pada beberapa
kasus, serum glukosa hanya sedikit meningkat. Serum bikarbonat biasanya < 10 mmol/L, dan pH
arteri berkisar 6,8-7,3. Peningkatan ureum dan kreatinin menandakan kurangnya cairan
intravaskular. Berbeda dengan DKA, pada HHNK asidosis dan ketonemia biasanya ringan dan
tidak dijumpai. Tanda utama HHNK terdiri dari hiperglikemia ditandai dengan glukosa plasma
dapat mencapai 1000 mg/dL, hiperosmolalitas (>350 mosmol/L), dan prerenal azotemia. Kadar
natrium dapat normal atau sedikit turun akibat hiperglikemia.2,3

Sumber : Kasper, Denis et al. Harrison’s Principal of Internal Medicine. 19th Edition. New York : McGraw Hill.
2015. 2417p.

 Kalium
Total kalium tubuh pada pasien dengan DKA biasanya mengalami penurunan dalam batas
3 – 6 mmol/kg. Penyebab utama penurunan kalium berasal dari intraseluler dimana terjadi
perpindahan kalium intrasel akibat kondisi hipertonik. Peningkatkan osmaliltas plasma
mengakibatkan perpindahan cairan dari sel ke ekstraseluler yang mengakibatkan
perpindahan kalium keluar dari intrasel. Proses glikogenolisis dan proteolisis akibat
defisiensi insulin juga mengakibatkan keluarnya kalium dari intrasel. Penurunan kalium
dari tubuh juga merupakan akibat dari muntah, ekskresi keton urin dan diuresis osmotik.
Meskipun terjadi penurunan kadar kalium dalam tubuh, level kalium serum dapat
menunjukkan nilai normal, meningkat atau bahkan menurun. Disfungsi renal akibat
kondisi hiperglikemia menyebabkan penurunan ekskresi kalium yang berakibat terjadinya
hiperkalemia. Penggunaan insulin dan perbaikan kondisi asidosis akan mengembalikan
kalium kembali ke dalam sel sehingga menurunkan level serum kalium.
Terapi kalium diperlukan setelah pemberian terapi cairan awal dan bersamaan dengan
pemberian insulin. Namun pada kasus hipokalemia, pemberian kalium diperlukan
secepatnya, sedangkan pada kasus hiperkalemia, pemberian terapi kalium harus ditunda
sampai urin output diketahui. Pemberian terapi kalium maksimal yang direkomendasikan
biasanya 0,5 mmol/kg/jam.2,4
Penatalaksanaan
Pasien anak dengan DKA harus dirawat di unit intensif yang memungkinkan monitoring
tanda-tanda vital, status neurologis (tanda-tanda edema serebral), input output cairan, serum
glukosa, elektrolit dan analisa gas darah secara rutin. Pasien dengan DKA berat (durasi gejala lebih
lama, gangguan sirkulasi, penurunan kesadaran) atau dengan risiko edema serebral (usia < 5 tahun,
pCO2 rendah, kadar ureum tinggi) memerlukan ruangan intensif pediatrik.2
o Cairan
Kekurangan cairan baik intraseluler dan ekstraseluler merupakan karakteristik DKA.
Pemberian cairan menjadi terapi awal penanganan DKA karena akan menurunkan kadar glukosa
dalam darah. Pada 1 jam pertama, cairan yang digunakan adalah bolus NaCl 0,9% sebenyak 10-
20 ml/kgBB.
Pada anak dengan DKA defisit cairan ekstraseluler sekitar 5-10%. Oleh karena itu
digunakan panduan dehidrasi 5-7% pada moderate DKA dan dehidrasi 10% pada severe DKA.
Secara umum, cairan awal yang digunakan 85 ml/kg (dehidrasi 8,5%) pada 24 jam pertama.4

o Insulin
Insulin harus diberikan pada awal terapi DKA untuk meningkatkan perpindahan glukosa
ke dalam sel dan menekan produksi glukosa di hepar serta perpindahan asam lemak dari perifer ke
hepar. Bolus insulin tidak akan mempercepat penyembuhan dan justru dapat meningkatkan risiko
hypokalemia dan hipoglikemi. Oleh Karena itu, infus insulin dimulai tanpa pemberian bolus
sebelumnya dengan kecepatan 0,1 unit/kg/jam.
Rehidrasi juga menurunkan level glukosa dengan memperbaiki perfusi renal dan
meningkatkan ekskresi di renal. Kombinasi terapi di atas biasanya akan menurunkan level glukosa
dengan baik.2,3,4
Sumber : Kleigman, Robert et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th Edition. Philadelpia : Elsevier. 2016. 2773p.

o Asidosis
Asidosis berat akan mengalami perbaikan secara reversible seiring dengan pemberian
terapi cairan dan insulin. Insulin akan menghentikan produksi keton dan memungkinkan
metabolism keton yang akan menghasilkan bikarbonat. Terapi hypovolemia pada DKA
akan memperbaiki perfusi jaringan dan fungsi renal, sehingga akan meningkatkan ekskresi
asam organic. Beberapa penelitian menunjukkan tidak adanya keuntungan dari pemberian
bikarbonat, dan bikarbonat menunjukkan beberapa efek samping seperti asidosis system
saraf pusat dan hypokalemia akibat perbaikan asidosis yang terlalu cepat. Namun ada
beberapa kondisi yang menjadi pertimbangan pemberian bikarbonat seperti asidosis berat
(pH <6.9) dengan penurunan kontraktilitas jantung dan vasodilatasi perifer dan kondisi
hiperkalemi yang mengancam nyawa. Jika bikarbonat dipertimbangkan maka dapat
diberikan 1-2 mmol/kg dalam 60 menit.4

o Pemberian cairan oral dan insulin subkutan


Pemberian cairan secara oral diberikan ketika sudah terjadi perbaikan klinis meskipun
masih mengalami asidosis atau ketosis ringan. Ketika pemberian cairan oral sudah
dilakukan, cairan IV harus dikurangi. Infus insulin diganti menjadi injeksi insulin subkutan
setelah ketoasidosis telah teratasi yang ditandai dengan serum bikarbonat 18 mEq/l , pH
>7,3, glukosa plasma < 200 mg/dL dan intake oral sudah dapat ditoleransi. Injeksi insulin
subkutan paling baik diberikan pada saat sebelum makan. Untuk mencegah hiperglikemia
pasca DKA, insulin subkutan diberikan 15-60 menit (rapid acting insulin) atau 1-2 jam
(insulin reguler) sebelum menghentikan infus insulin tergantung konsentrasi plasma
glukosa. Pada pasien yang sudah diketahui DM, pemberian dosis insulin dapat dilanjutkan
seperti kondisi sebelumnya. Monitoring gula darah diperlukan untuk menghindari kondisi
hipoglikemi atau hiperglikemia. Rapid acting insulin diberikan dalam interval 4 jam untuk
memperbaiki level glukosa yang mencapai > 200 mg/dL.4,5
DAFTAR PUSTAKA

1. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi Revisi
tahun 2014. Jakarta : 2014. 538p.
2. Kasper, Denis et al. Harrison’s Principal of Internal Medicine. 19th Edition. New York :
McGraw Hill. 2015. 2417-2419p.
3. Kleigman, Robert et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th Edition. Philadelpia : Elsevier.
2016. 2773p.
4. Wolfsdorf, Joseph. Diabetic Ketoacidosis in Infants, Children, and Adolescent A
consensus statement from the American Diabetes Association. 2006. Diabetes Care 29
(5):1150-9
5. Pasquel, Fransisco. Hyperosmolar Hyperglycemic State: A Historic Review of the Clinical
Presentation, Diagnosis, and Treatment Diabetes Care 2014;37:3124–3131

Anda mungkin juga menyukai