STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS
OS mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan tinggi.
Demam dirasakan terus menerus. Demam timbul baik siang maupun malam hari.
Keluhan mimisan, BAB darah, ataupun gusi berdarah disangkal.
Selain itu OS merasa nyeri perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan
terutama di daerah ulu hati. Keluhan mual dan muntah disangkal. Sebelum perut terasa
sakit OS hanya makan makanan di rumah seperti biasa.
OS juga mengaku perut mulai membesar sejak 3 minggu SMRS. Semakin hari dirasakan
semakin membesar sehingga OS merasa begah dan cepat kenyang saat makan. Sejak perut
mulai membesar OS juga merasa lebih cepat lelah dan sesak. Sebelumnya OS juga
mengaku kedua kaki juga membengkak dan jika ditekan kulit tampak cekung dan lama
untuk kembali lagi. Tetapi saat ini kaki OS sudah tidak bengkak sehabis meminum obat
1
dari dokter penyakit dalam. Sebelumnya perut OS pernah membesar seperti ini 1 tahun
yang lalu dan dirawat dengan sirosis ec. hepatitis C.
OS bekerja sebagai satpam, bekerja sebagian besar di waktu sore hingga pagi hari. OS
mengaku sering mengkonsumsi alkohol sejak usia 15 tahun. OS mengkonsumsi alkohol
lebih dari 5 botol dalam sehari. OS berhenti minum minuman keras sejak dinyatakan sakit
1 tahun yang lalu. Riwayat menggunakan narkoba dengan jarum suntik, berganti pasangan,
maupun transfusi darah disangkal. Di keluarga OS juga tidak ada yang menderita penyakit
seperti ini.
Saat ini BAK dirasakan normal seperti biasa, 4-5x/hari. Urine berwarna coklat tua seperti
teh. Keluhan nyeri pada saat BAK disangkal. Urin juga dirasakan tidak berpasir, tidak
berdarah, dan tidak keruh. BAB juga dirasakan normal seperti biasa, 1x/hari berwarna agak
pucat. Riwayat BAB berwarna hitam disangkal.
Sebelumnya OS sering kontrol ke dokter penyakit dalam dan diberikan obat sehingga
bengkak pada kaki berkurang. Tetapi dirasakan demam tinggi sehingga dibawa ke RS.
Di keluarga OS tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. Riwayat penyakit
Asma,, Penyakit Jantung, DM, Hipertensi dan TB Paru di keluarga disangkal
Riwayat Pengobatan:
Riwayat Alergi:
Riwayat Psikososial :
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : composmentis
Tanda vital:
Nadi : 102x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 38,5 oC
Antropometri
BB : 88 kg
TB : 170 cm
Status generalis:
Kepala : Normocephal,
3
Hidung : Mukosa edema (-/-), hiperemis (-/-), sekret (-/-), Konka inferior eutrofi
Thorax :
Pulmo :
Cor :
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), tidak teraba adanya benjolan, hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : timpani
4
Ascites : Shifting dullnes (+)
Ekstremitas :
Ekstr. Atas : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), sianosis (-)
Ekstr. Bawah : Akral hangat, RCT< 2 detik, edema (-), sianosis (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
Tampak ascites
Buli-buli normal
2. Laboratorium
5
Hitung Jenis
Basofil %
0% 0-0,3
Eosinofil %
0% 2-4
Netrofil batang %
2% 1-5
Netrofil segmen %
65% 51-67
Limfosit %
30% 20-30
Monosit %
3% 2-6
LED 62 0-20 mm/jam
Trombosit 96 185-402 103 /uL
Hematokrit 37,6 % 42,0-50 %
GDS 104 mg/dl < 120 103 /uL
Enzym
SGOT 78 0-37 U/L
SGPT 47 0-40 U/L
Faal Ginjal
Ur 28 20-40 mg/dl
CR 1,0 0,6-1,2 mg/dl
Elektrolit
Natrium 133 134-146 mEq/L
Kalium 3,7 3,4-4,5 mEq/L
Chlorida 96 96-108 mEq/L
Faal Hati
Bil Direct 0,9 mg/dl mg/dl
< 0,3
Bil. Total 4,7 g/dl g/dl
6,0-7,8
Bil. Indirect 0,6 mg/dl mg/dl
< 0,7
Albumin 2,9 g/dl g/dl
3,2-4,5
Globulin 1,8
Resume
6
Laki-laki 40 tahun dengan febris sejak 2 hari SMRS. Febris mendadak dan terus menerus. OS
juga nyeri perut terutama daerah epigastrium sejak 2 hari SMRS. OS juga mengaku perut
membesar sejak 3 minggu SMRS. Semakin hari dirasakan semakin membesar sehingga OS
merasa begah dan cepat kenyang saat makan dan merasa lebih cepat lelah dan sesak.1 tahun yang
lalu OS pernah mengalami keluhan serupa dan dirawat dengan sirosis ec. hepatitis C. OS
mengkonsumsi alkohol ± 35 tahun dan dikonsumsi lebih dari 5 botol dalam sehari. Urin
berwarna coklat tua seperti the dan feses berwarna agak pucat.
Pemfis:
Suhu: 38,5 ˚C
Sklera: ikterik +/+
Palmar eritema +/+
Abdomen
Inspeksi: Inspeksi: perut tampak cembung
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : timpani
Ascites: Shifting dullnes (+)
Auskultasi : Bising usus 10x/m
Pemeriksaan penunjang:
• USG Sirosis Hepatis dengan ascites dan splenomegali
• Laboratorium Anti HCV (+)
– Hemoglobin = 12,8 g/dl
– LED= 62 mm/jam
– Trombosit= 96 ribu/mm3
– Hematokrit= 37,6 %
– SGOT= 78 U/L
– SGPT= 47 U/L
– Natrium= 133 mEq/l
– Billirubin direct= 0,9 mg/dl
7
– Billirubin total= 4,7 g/dl
– Albumin= 2,9 g/dl
– Globulin= 1,8
Daftar masalah:
1. Susp. SBP
Assesment
1. Susp. SBP
OS mengeluh demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan mendadak dan tinggi.
Demam dirasakan terus menerus. Demam timbul baik siang maupun malam hari. Selain
itu OS merasa nyeri perut sejak 4 hari SMRS. Nyeri dirasakan terus menerus dan
terutama di daerah ulu hati. OS riw. Sirosis hepatis ec. Hepatitis C
Abdomen:
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : timpani
8
LED= 62 mm/jam
DD:
1. Dengue Fever
Planing:
Rontgen thorax
OS juga mengaku perut mulai membesar sejak 3 minggu SMRS. Semakin hari dirasakan
semakin membesar sehingga OS merasa begah dan cepat kenyang saat makan. Sejak perut
mulai membesar OS juga merasa lebih cepat lelah dan sesak. Sebelumnya OS juga mengaku
kedua kaki juga membengkak dan jika ditekan kulit tampak cekung dan lama untuk kembali
lagi. Tetapi saat ini kaki OS sudah tidak bengkak sehabis meminum obat dari dokter penyakit
dalam. Sebelumnya perut OS pernah bengkak seperti ini 1 tahun yang lalu dan dirawat
dengan sirosis ec. hepatitis C
PF:
9
Abdomen :
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien sulit dinilai
Perkusi : timpani
Planing:
1. Diagnostik: Laboratorium: Darah Lengkap, Elektrolit
USG Abdomen
2. Medikamentosa: Spironolakton 1x100 mg
Propanolol 1x10 mg
Lasix 1x2 amp
3. Non-Medikamentosa: Diet lunak hepatitis 1900 kkal
Follow Up
Pemeriksaan
S O A P
penunjang
26/1 /2013
Demam (+), sesak Suhu : 38,5˚ C
Febris susp. IVFD Asering/ 12 jam
(+), batuk (-), nyeri Nadi : 86 x/m SBP O2 2-3 l/m GDS= 188 mg/dl
Asites masif Diet lunak hepatitis 1
perut (+) RR : 18 x/m
pada sirosis 1900 kkal
TD: 130/80 hepatis ec. Cefotaxim 3x 1 gr
Hepatitis B Ciprofloxacin inj.
Nyeri tekan
2x400 mg
epigastrium (+) Lasix 1x2 amp
Sumagesic 4x600 mg
Aldactone 1x100 mg
Propanolol 1x10 mg
SS/6 jam
10
Rdx. Darah lengkap
Elektrolit
Ro. Thorax PA
27/1 /2013
Febris susp. IVFD Asering/ 12 jam
Demam (-), sesak Suhu : 36˚ C SS:
SBP O2 2-3 l/m
(-), batuk (-), nyeri Nadi : 86 x/m perbaikan Diet lunak hepatitis 1 18.00 216 mg/dl
Asites masif 1900 kkal
perut (-), Perut RR : 18 x/m 24.00 178 mg/dl
pada sirosis Cefotaxim 3x 1 gr
terasa begah, BAB TD: 130/70 hepatis ec. Ciprofloxacin inj. 06.00 115 mg/dl
Hepatitis B 2x400 mg
cair berwarna mmHg 12.00 128 mg/dl
Lasix 1x2 amp
hitam Nyeri tekan Sumagesic 4x600 mg 18.00 130 mg/dl
Aldactone 1x100 mg
epigastrium (+) H2TL=
Propanolol 1x10 mg
SS ganti CH 12,0/6400/63.000/
36,4
28/1 /2013
Febris susp. IVFD Asering/ 12 jam
Cepat lelah saat Suhu : 36˚ C CH:
SBP O2 2-3 l/m
berjalan, demam Nadi : 89 x/m perbaikan Diet lunak hepatitis 1 24.00 140 mg/dl
Asites masif 1900 kkal
(-), BAB (-), badan RR : 18 x/m 06.00 105mg/dl
pada sirosis Cefotaxim 3x 1 gr
terasa pegal-pegal TD: 130/90 hepatis ec. Ciprofloxacin inj. 12.00 1135mg/dl
Hepatitis B 2x400 mg
mmHg 18.00 195mg/dl
Lasix 1x2 amp
Sumagesic 4x600 mg Hb= 12,2 g/dl
Aldactone 1x100 mg
Leukosit= 6900
Propanolol 1x10 mg
Rdx. DPL/ 24 jam sel/mm3
Tampung urine/24 jam
Hematokrit= 37%
→ min. 200cc
Timbang BB/ 24 jam Trombosit=
Lingkar perut/ 24 jam
74.000/ mm3
29/1 /2013
Febris susp. IVFD stop
Perut terasa begah, Suhu : 36,4˚ C H2TL
SBP Diet lunak hepatitis 1
BAB cair berwarna Nadi : 68 x/m perbaikan 1900 kkal 12,2/6900/37/74.0
Asites masif Cefotaxim 3x 1
hitam 2x, demam RR : 16 x/m 00
pada sirosis Ciprofloxacin 2x500
(-), pegal-pegal TD: 120/90 hepatis ec. mg H2TL
Hepatitis B Lasix 1x2 amp
mmHg 12,0/6400/36,4/63.
Sumagesic 4x600 mg
BB= 88,5 kg Aldactone 1x100 mg 000
11
LP= 112 cm Propanolol 1x10 mg CH:
Vit. K tab 3x1
06.00 134 mg/dl
Lactulac syr. 3x15 cc
Rdx. DPL/ 24 jam 11.00 134 mg/dl
Analisa Feses
16.00 108 mg/dl
Endoscopy
USG
Dengue Blood
30/1 /2013
BAB cair berwarna Suhu : 36,6˚ C
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
hitam 2x, demam Nadi : 92 x/m SBP 1900 kkal USG:
perbaikan Cefotaxim 3x1 gr
(-), Perut terasa RR : 18 x/m Sirosis hepatis
Asites masif Ciprofloxacin inj.
lebih begah, kaki TD: 120/70 pada sirosis 2x400 mg Ascites
hepatis ec. Lasix 2x2 amp
bengkak mmHg Hb= 12,3 g/dl
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
BB= 89 kg Aldactone 2x100 mg Leukosit= 7000
Propanolol 1x10 mg
LP= 115 cm sel/mm3
KSR 3x1
Ekstremitas Lactulac syr. 3x15 cc Hematokrit=
CH stop
bawah= 37,5%
Rdx. USG
edema/edema Trombosit=
86.000/ mm3
31/1 /2013
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
BAB (-), demam Suhu : 36,42 C
SBP 1900 kkal
(-), Perut begah Nadi : 86 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1
Asites masif Ciprofloxacin 2x500
terasa berkurang, RR : 18 x/m
pada sirosis mg
bengkak pada kaki TD: 100/70 hepatis ec. Lasix 3x2 amp
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
berkurang mmHg
Aldactone 3x100 mg
BB= 88 kg Propanolol 1x10 mg
Vit. K tab 3x1
LP= 111 cm
Lactulac syr. 3x15 cc
Dulcolax supp. 1x1
Transfusi Trombosit 5
kantong
Rdx. DPL post
transfusi
Albumin, globulin
Elektrolit
Dengue Blood
12
01/102/2013
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
BAK sering, Perut Suhu : 36,4˚ C EGD:
SBP 1900 kkal
terasa lebih enak Nadi : 88 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1 gr 1. Varises esofagus
Asites masif Ciprofloxacin inj. gr. II
RR : 18 x/m
pada sirosis 2x400 mg 2. Gastropati portal
TD: 100/60 hepatis ec. Lasix 3x2 amp hipertensi sedang
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
mmHg Natrium= 141
Aldactone 2x100 mg
BB= 89 kg Propanolol 1x10 mg mEq/l
KSR 3x1 Kalium= 4,2
LP= 110 cm mEq/l
Lactulac syr. 3x15 cc
Transfusi Trombosit 5 Chlorida= 106
kantong mEq/l
Transfusi albumin 1x1 Albumin= 1,6 g/dl
(100 cc) 2x Globulin 4,5
Rdx. EGD
02/02/2013
demam (-), Perut Suhu : 36,42 C
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
begah terasa lebih Nadi : 86 x/m SBP 1900 kkal Hb= 12,2 g/dl
perbaikan Cefotaxim 3x 1
enak RR : 18 x/m Leukosit= 7100
Asites masif Ciprofloxacin 2x500
TD: 110/70 pada sirosis mg sel/mm3
hepatis ec. Lasix 3x2 amp
mmHg Hematokrit=
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
BB= 84 kg Aldactone 3x100 mg 36,9%
Propanolol 1x10 mg
LP= 109 cm Trombosit=
Vit. K tab 3x1
Lactulac syr. 3x15 cc 97.000/ mm3
Dulcolax supp. 1x1
Transfusi albumin 1x1
(100 cc) 2x
Rdx. EGD + ligasi
03/102/2013
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
Demam (-), nyeri Suhu : 36,4˚ C
SBP 1900 kkal
perut (-), bab cair Nadi : 86 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1 gr
Asites masif Ciprofloxacin inj.
(-) RR : 18 x/m
pada sirosis 2x400 mg
TD: 110/70 hepatis ec. Lasix 3x2 amp
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
mmHg
Aldactone 2x100 mg
BB= 81 kg Propanolol 1x10 mg
KSR 3x1
LP= 107 cm
Lactulac syr. 3x15 cc
13
Pro Ligasi
04/02/2013
Febris susp. Diet tinggi putih telur
Demam (-), nyeri Suhu : 36 ˚ C Hb= 12,2 g/dl
SBP + ikan gabus
perut (-), bab cair Nadi : 84 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1 Leukosit= 7100
Asites masif Ciprofloxacin 2x500
(-), pilek (+) RR : 18 x/m sel/mm3
pada sirosis mg
TD: 100/70 hepatis ec. Lasix 3x2 amp Hematokrit=
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
mmHg 36,9%
Aldactone 3x100 mg
BB= 80 kg Propanolol 1x10 mg Trombosit=
Vit. K tab 3x1
LP= 99 cm 97.000/ mm3
Lactulac syr. 3x15 cc
Dulcolax supp. 1x1
Rhinofed 3x1
Pro EGD + ligasi
05/102/2013
Febris susp. Diet lunak hepatitis 1
Demam (-), nyeri Suhu : 36,4˚ C
SBP 1900 kkal
perut (-), bab cair Nadi : 86 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1 gr
Asites masif Ciprofloxacin inj.
(-), pilek (+) RR : 18 x/m
pada sirosis 2x400 mg
TD: 110/70 hepatis ec. Lasix 2x2 amp
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
mmHg
Aldactone 2x100 mg
BB= 79 kg Propanolol 1x10 mg
KSR 3x1
LP= 100 cm
Lactulac syr. 3x15 cc
Pro Ligasi + EGD
06/02/2013
Febris susp. Diet tinggi putih telur
Demam (-), nyeri Suhu : 36 ˚ C Hb= 13,4 g/dl
SBP + ikan gabus
perut (-), bab cair Nadi : 84 x/m perbaikan Cefotaxim 3x 1 Leukosit= 6700
Asites masif Ciprofloxacin 2x500
(-), pilek (+) RR : 18 x/m sel/mm3
pada sirosis mg
TD: 100/70 hepatis ec. Lasix 2x2 amp Hematokrit=
Hepatitis B Sumagesic 4x600 mg
mmHg 40,6%
Aldactone 3x100 mg
BB= 79 kg Propanolol 1x10 mg Trombosit=
Vit. K tab 3x1
LP= 104 cm 93.000/ mm3
Lactulac syr. 3x15 cc
Dulcolax supp. 1x1
Rhinofed 3x1
Pro EGD + ligasi
14
USG (30 Januari 2013)
Hepar: Mengecil
Tampak ascites
Ascites
15
EGD (2 Februari 2013)
Gaster : Fundus dan kardia mukosa udem, hiperemis, mosaic pattern (+).
Saran : Ligasi VE
16
Laboratorium (3 Februari 2013)
Analisa Tinja
I. Karakteristik
A. Makroskopik
Warna Kuning
Konsistensi Lunak -
Darah - -
Lendir - -
Pus -
-
Busa -
B. Mikroskopik
Leukosit 1-2 /LPB
Eritrosit 0-1 /LPB -
Bakteri Pos 2 -
Epitel -
-
Lemak -
Amilum -
-
Serat otot - -
Serat tumbuhan - -
Jamur + -
Telur cacing - -
Parasit - -
17
Pemeriksaan Terinoi
1. Kimia
pH 8.0
Glukosa - -
Lemak - -
2. Pewarnaan
Gram Negatif batang
Spora -
Jamur -
Diagnosa Kerja
WD/ Diagnosa Kerja
pH feses basa
Elektrokardiografi
18
BAB II
19
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirrosyang
berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodulyang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang
difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang permanen yang
ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya
jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah
mati. Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative nodules)
dalam jaringan parut.
II. 2. INSIDENS
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkan
dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
II. 3. ETIOLOGI
1. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama didunia barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan dari konsumsi alkohol.
Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga
puluh persen dari individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8
sampai 16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15
tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari
20
penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke
hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic
hepatitis), ke sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu
spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati alkoholik (alcoholic
liver disease), mencakup dari steatosis sederhana (simple steatosis), ke nonalcoholic
Steatohepatitis (NASH), ke sirosis. Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai
bersama-sama akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlah-jumlah alkohol
yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek, gambaran mikroskopik dari NAFLD
adalah serupa dengan apa yang dapat terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh
alkohol yang berlebihan. NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi
insulin, yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan diabetes
mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting dari resistensi insulin,
sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD adalah penyakit hati yang paling
umum di Amerika dan adalah bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebab-penyebab yang tidak
teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk pencangkokan hati. Di-istilahkan
sirosis kriptogenik (cryptogenic cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter telah tidak
mampu untuk menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan
sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH (nonalcoholic
steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes tipe 2, dan resistensi insulin
yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati dari pasien-pasien dengan NASH
diperkirakan menghilang dengan timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk
para dokter membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu waktu
yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus pada sirosis kriptogenik
adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi dari NASH pada hati-hati yang baru
dari pasien-pasien yang menjalankan pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik.
Akhirnya, suatu studi dari Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH
mempunyai suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien
21
dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun, kemajuan ke
sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari sirosis secara khas dibuat pada
pasien-pasien pada umur kurang lebih 60 tahun.
22
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim imun yang
ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan imunitas pada PBC
menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati
yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak
dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang adalah produk-produk sisa, seperti
pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-
sel darah merah yang tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh
empedu membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluh-pembuluh kecil
empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu kedalam usus. Ketika peradangan
terus menerus menghancurkan lebih banyak pembuluh-pembuluh empedu, ia juga
menyebar untuk menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari
hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar keseluruh area
kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan yang progresif, luka parut, dan
efek-efek keracunan dari akumulasi produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
7. Hepatitis Autoimun
23
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim imun yang
ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun yang abnromal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif, menjurus akhirnya pada sirosis.
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak
umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal
jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama
Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab
yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis.
II. 4. PATOFISIOLOGI
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati yang
selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur
dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini
mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan unsur-unsur dari
darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah melalui
hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah
tersendat pada vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut
hipertensi portal. Karena rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal,
darah dalam vena portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena
dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk
menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
24
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara
darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus pada
banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem vena
porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, terapi
umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya
hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta atau cabang-
cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi
dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau
postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit hati
kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal berkisar
antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal
yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra
hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%
hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik penyebabnya tidak diketahui,
sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik lebih banyak menyerang anak-
anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati
sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan saluran-
saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal dan hubungan
antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah
dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur
beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu tingkat yang
kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.
II. 3. 5. KLASIFIKASI
25
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular
sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,
mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah
luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang
sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi
(kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam
27
hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati
mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan
cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak
mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari
disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan
dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah
konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam.
II. 7. KOMPLIKASI
28
Patogenesis
sirosis
Hipertensi Portal
Dilatasi Splanknikus
Akumulasi cairan di
abdomen
asites
Pemeriksaan umum
1. Fungsi hati
29
Endoskopi traktus gastrointestinal bagian atas
2. Fungsi renal dan fungsi sirkulasi, saat pasien tidak mendapat terapi diuretik
- Pengukuran natrium urin ( terutama dari urin 24 jam yang telah dikumpul)
- Kultur bakteri
Terapi
Dilakukan terutama pada pasien retensi Na yang berat, yang tidak berespon atau respon
minimal terhadap diuretik. Asupan natrium yang dianjurkan adalah 1500-2000 mg/hari
- Pembatasan cairan
Hanya dilakukan pada pasien yang mengalami hiponatremi dilusional yang disebabkan
oleh ekskresi air dan ginjal yang rendah. Asupan cairan yang dianjurkan adalah 1000
ml/hari
o Terapi khusus
30
Akumulasi cairan asites dalam jumlah yang sedikit sudah dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman yang ringan pada beberapa pasien. Pada pasien ini, ekskresi natrium ginjal tidak terlalu
terganggu, tapi pasien sudah memiliki keseimbangan natrium yang positif. Terapi bisa dilakukan
dengan rawat jalan jika tidak terdapt komplikasi sirosis hepatis yang lainnya.
Obat pilihan pada asites dengan jumlah cairan yang masih sedikit adalah spironolakton
(50-200 mg/hari) dan amiloride (5-10 mg/hari), bisa juga ditambah dengan furosemide dosis
Terapi dievaluasi dengan pengukuran berat badan dan pemeriksaan fisik. Penurunan berat
badan yang dianjurkan adalah 300-500 gram/hari (jika tanpa udem perifer) atau 800-1000
Banyaknya cairan yang terakumulasi menyebabkan rasa tidak nyaman yang hebat sampai
mengganggu aktifitas sehari-hari. Biasanya sudah terjadi retensi natrium yang hebat sehingga
peningkatan akumulasi cairan asites terjadi dengan cepat walaupun asupan natrium dibatasi.
efektif , aktivasi vasokontriktor dan aktivasi natiuretik faktor jika tidak disertai
b. Diuresis dengan dosis yang ditingkatkan sampai dosis maksimal spironolakton: 400
31
- Parasentesis dalam jumlah banya yang berulang dengan plasma expander setiap 2-4
minggu
Tujuannya untuk menurunkan retensi natrium dan meningkatkan respon ginjal terhadap diuretik.
Kekuranga dari cara terapi ini adalah tingginya angka kejajian stenosis shunt yang bisa
mengakibatkan asites yang berulang, ensefalopati hepatik, tingginya biaya dan tida bisa
Definisi
Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) adalah komplikasi serius pada pasien sirosis dengan
asites. PBS didefinisikan sebagai infeksi cairan asites tanpa dapat ditemukan penyebab dari
intraabdominal yang dapat diterapi secara bedah. Disebut PBS bila didapatkan peningkatan
sel polimorfonuklear PMN melebihi 250/mm3 dengan atau tanpa bakteriemia yang diisolasi
dari dalam cairan asites.1 Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) adalah komplikasi serius pada
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-bakteri
berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan
yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut
(biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati
dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri
32
menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi.
SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP
tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit
Epidemiologi
Diera diagnosis dini dan pemberian terapi antibiotika segera, prevalensi PBS masih
berkisar antara 10-30%, dan yang lebih meresahkan adalah angka kematian yang masih
cukup tinggi sekitar 20-40%. Sedang harapan hidup 1 tahun 67%.2,3 Di Indonesia angka
kejadian PBS pada sirosis hati yang dirawat di Rumah Sakit berkisar antara 10-30%, kurang
lebih separuh kejadian PBS terjadi selama perawatan.4 Dari jumlah sampel penelitian 62
pasien, yang mengalami PBS adalah 19 orang (30,6%), sedang yang bukan PBS adalah 43
orang (69,4%).
Etiologi
diantaranya disebabkan oleh kuman aerob Gram negatif, sedang 3 (23%) pasien disebabkan
Suatu penelitian skala besar di Perancis melaporkan dari dokumentasi klinis dan
laboratories pasien PBS di satu pusat Hepatogastroenterologi selama 20 tahun yang dibagi
(Escherichia coli 51%, sisanya Citrobacter feundi, Enterobacter cloacae dan Serratia
marcescens,) sedang 19% coccus gram positif (Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
coagulase negatif). Hal ini tidak berbeda selama 5 periode tersebut.12 Hasil penelitian ini
33
tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, didapatkan kuman penyebab PBS
terbanyak adalah kuman aerob gram negatif (77%), dominan Escherichia coli (15,4%) dan
Acinettobacter baumanii (15,4%). Sedang sisanya oleh kuman aerob Gram positif (23%).
Patofisisologi
Perkembangan penyakit PBS pada sirosis hati dipengaruhi oleh respon imun cairan asites,
yang tergantung pada mekanisme pertahanan dalam rongga peritoneal yaitu opsonisasi dan
bakterisidal cairan asites yang sangat ditentukan oleh kadar protein cairan asites.
Dalam penelitian oleh Llovet,dkk.16 megenai translokasi bakteri usus penyebab PBS
pada tikus sirosis, dilaporkan bahwa terjadinya infeksi cairan asites dipengaruhi oleh, galur
kuman penyebab dan sistem pertahanan tubuh host yang terdiri dari: respon imun sistemik
(sistem retikuloendotelial) serta respon imun lokal (kemampuan eradikasi organism penyebab
oleh makrofag peritoneum dan netrofil). PBS terjadi apabila terdapat kombinasi keduanya, yaitu
adanya galur kuman yang lebih virulen dari kumankuman lain yang dapat dibunuh oleh sistem
imun pertahanan tubuh host, serta menurunnya sistem imun pertahanan tubuh host.
Hitung trombosit yang rendah pada pasien sirosis dengan asites adalah akibat
hipersplenisme sesuai derajat sirosis dan hipertensi portal. Derajat sirosis yang berat memilki
hubungan independen sebagai faktor risiko PBS.7 Kemungkinan hitung trombosit yang rendah
tidak memiliki efek langsung pada patogenesis PBS, hanya merupakan petanda adanya hipertensi
portal. Belum ada bukti penelitian yang melaporkan hitung trombosit yang rendah dengan PBS
Dari 62 pasien sirosis hati dengan asites, pasien Child C lebih banyak mengalami PBS
dibanding Child B dan tidak ada pasien dengan Child A. Derajat sirosis hati adalah kategori
34
beratnya gangguan fungsi hati. Pada pasien sirosis terutama dengan derajat berat (Child C) akan
terjadi penurunan fungsi sel Kupfer, penurunan jumlah serta fungsi sel leukosit terutama PMN
akibat hipersplenisme serta penurunan sintesis komplemen (C3) oleh hati, mengakibatkan
Gejala klinis
Karakteristik pasien berdasarkan manifestasi klinis yang meliputi demam, keluhan nyeri
perut, muntah, diare, gangguan kesadaran, abdominal tenderness, ileus paralitik, hipotensi, dan
hipotermi. Dari pemeriksaan laboratorium didapat pasien dengan HbsAg positif 28 (45,2%) dan
Anti HCV positif 14 (23%). Sedang hasil pemeriksaan lab lain meliputi AST, ALT, albumin,
globulin, bilirubin total serum, urea dan kreatinin serum, INR serta protein dan PMN cairan
asites.
Terapi
Antibiotika yang sensitif adalah yang dapat mengeliminasi kuman golongan tersebut diatas.
Cefotaxim merupakan antibiotika yang banyak diteliti pada pasien PBS. Penelitian oleh Ricart
untuk terapi infeksi pasien sirosis dengan asites. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
penelitian- penelitian terdahulu, didapatkan Cefotaxim dan Amoxicilin masih sensitif untuk
pasien PBS. Dengan demikian hasil penelitian ini masih relevan dengan rekomendasi
antibiotika terapi dan profilaksis PBS sesuai konsensus dan pedoman dari PPHI.
35
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Defenisi
Hematemesis adalah muntah darah dan melena adalah buang air besar berdarah
seperti aspal, umumnya disebabkan perdarahan saluran makan bagian atas (SMBA) mulai
Etiologi
keganasan.
tindakan medik intensif yang segera di rumah-sakit/puskesmas karena angka kematiannya yang
tinggi, terutama pada perdarahan varises esofagus yang dahulu berkisar antara 40 - 85%.
36
Diagnosis
i. Anamnesis
Perlu dilakukan anamnesis yang teliti dan bila keadaan penderita lemah atau kesadarannya
o Apakah penderita pernah menderita atau sedang dalam perawatan karena penyakit hati
seperti hepatitis kronis, sirosis hati, penyakit lambung atau penyakit lain?
o Apakah perdarahan ini yang pertama kali atau sudah pernah mengalami sebelumnya?
o Apakah penderita minum obat-obat analgetik antipiretik atau kortison? Apakah minum
o Apakah ada rasa nyeri di ulu hati sebelumnya, mual-mual atau muntah?
o Apakah timbulnya perdarahan mendadak dan berapa banyaknya atau terjadi terus
o Apakah timbul hematemesis dahulu baru diikuti melena atau hanya melena saja?
darah, nadi, pernapasan, suhu badan dan apakah ada tanda-tanda syok, anemi, payah
jantung, kegagalan ginjal atau kegagalan fungsi hati berupa koma. Penderita dalam
keadaan umum yang buruk atau syok perlu segera ditolong dan diatasi dahulu syoknya
37
2. Bila dugaan penyebab perdarahan SMBA adalah pecahnya varises esofagus, perlu dicari
asites, edema tungkai dan sakral, spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi
dinding perut. Bila pada palpasi ditemukan massa yang padat di daerah epigastrium, perlu
1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan tes faal hati bilirubin, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, gama GT
Pemeriksaan yang diperlukan pada komplikasi kegagalan fungsi ginjal, koma atau
syok adalah kreatinin, ureum, elektrolit, analisa gas darah, gula darah sewaktu,
amoniak.
2. Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan radiologik dilakukan sedini mungkin bila perdarahan telah berhenti. Mula-
mula dilakukan pemeriksaan esofagus dengan menelan bubur barium, diikuti dengan
dilakukan dalam berbagai posisi dan diteliti ada tidaknya varises di daerah 1/3 distal
esofagus, atau apakah terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus, lambung, doudenum.
3. Pemeriksaan endoskopik
38
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
dilakukan pengambilan foto slide, film atau video untuk dokumentasi, juga dapat
penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus, karena secara tidak langsung memberi
informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis hati dengan hipertensi portal,
keganasan hati dengan cara yang non invasif dan tak memerlukan persiapan sesudah
Dengan alat endoskop ultrasonografi, suatu alat endoskop mutakhir dengan transducer
ultrasonografi yang berputar di ujung endoskop, maka keganasan pada lambung dan
pankreas juga dapat dideteksi. Pemeriksaan scanning hati diagnosa sirosis hati dengan
Terapi
a. Tindakan Umum
1. Resusitasi
a. Infus/Transfusi darah
Penderita dengan perdarahan 500 -- 1000cc perlu diberi infus Dextrose 5%,
Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pada penderita sirosis hati dengan asites/edema
Penderita dengan perdarahan yang masif lebih dari 1000 cc dengan Hb kurang
39
Pada hipovolemik ringan diberi transfusi sebesar 25% dari volume normal,
dari volume normal. Kecepatan transfusi berkisar pada 80 - 100 tetes atau dapat
Pada perdarahan yang tidak berhenti perlu dipikirkan adanya DIC, defisiensi
faktor pembekuan path sirosis hati yang lanjut atau fibrinolisis primer.
Bilamana darah belum tersedia, dapat diberi infus plasma ekspander maksimal
1000 cc, selang seling dengan Dextrose 5%, karena plasma ekspander dapat
Setiap pemberian 1000 cc darah perlu diberi 10 cc kalsium glukonas i.v. untuk
Setelah keadaan umum penderita stabil, dipasang pipa nasogastrik untuk aspirasi isi
lambung dan lavas air es, mula-mula setiap 30 menit1 jam. Bila air kurasan lambung
tetap merah, penderita terus dipuasakan. Sesudah air kurasan menjadi merah muda atau
jernih, maka disarankan dilakukan pemeriksaan endoskopi yang dapat menentukan lokasi
perdarahannya. Pada perdarahan varises esofagus yang tidak berhenti setelah lavas air es,
diperlukan tindakan medik intensif yang akan dibicarakan kemudian. Sedangkan pada
perdarahan ulkus peptikum, gastritis hemoragika dan lainnya, setelah perdarahan berhenti
dapat mulai diberi susu + aqua calcis 50 -- 100 cc/jam, dan secara bertahap ditingkatkan
pada diit makanan lunak/bubur saring dalam porsi kecil setiap 1 -- 2 jam.
40
3. Hemostatika
b. Tindakan khusus
1. Medik Intensif
Bila perdarahan tetap berlangsung, dicoba lavas lambung dengan air es ditambah 2
bubuk trombin (Topostasin) misalnya 1 bungkus tiap 2 jam melalui pipa nasogastrik.
Ada ahli yang menyemprotkan larutan trombin melalui saluran endoskop tepat di
Terutama pada penderita sirosis hati dengan perdarahan varises esofagus perlu
disebabkan antara lain oleh peningkatan produksi amoniak pada pemecahan protein
41
o Sterilisasi usus dengan antibiotika yang tidak dapat diserap misalnya Neomisin 4 x 1
usus berkurang.
o Dapat diberikan pula laktulosa atau sorbitol 200 gram/hari dalam bentuk larutan 400
nasogastrik.Selain itu perlu dilakukan lavement usus dengan air biasa setiap 12 -- 24
jam. Untuk pencegahan ensefalopati hepatik dapat diberi infus Aminofusin Hepar
1000 -- 1500 cc per hari. Bila penderita telah berada dalam keadaan prekoma atau
koma hepatikum, dianjurkan pemberian infus Comafusin Hepar 1000 -- 1500 cc per
hari.
c. Beta Bloker
Pemberian obat-obat golongan beta bloker non selektif seperti propanolol, oksprenolol,
alprenolol ternyata dapat menurunkan tekanan vena porta pada penderita sirosis hati,akibat
penurunan curah jantung sehingga aliran darah kehati dan gastrointestinal akan berkurang.
Obat golongan betabloker ini tidak dapat diberikan pada penderita syok atau payah jantung,
juga pada penderita asma dan penderita gangguan irama jantung seperti bradikardi/AV Blok.
d. Infus Vasopresin
Vasopresin mempunyai efek kontraksi pada otot polos seluruh sistem baskuler sehingga
penurunan tekanan portal. Karena pembuluh darah arteri gastrika dan mesenterika ikut
mengalami kontraksi, maka selain di esofagus, perdarahan dalam lambung dan doudenum
juga ikut berhenti.Vasopresin terutama diberikan pada penderita perdarahan varises esofagus
yang perdarahannya tetap berlangsung setelah lavas lambung dengan air es. Cara pemberian
42
vasopresin ialah 20 unit dilartkan dalam 100 -- 200 cc Dextrose 5%, diberikan dalam 10 -- 20
menit intravena. Efek samping pada pemberian secara cepat ini yang pernah dilaporkan
adalah angina pektoris, infark miokard, fibrilasi ventrikel dan kardiak arest pada penderita
penderita jantung koroner dan usia lanjut, karena efek vaso kontriksi dari vasopresin pada
arteri koroner. Selain itu juga ada penderita yang mengeluh tentang kolik abdomen, rasa
mual, diare. Beberapa ahli lain menganjurkan pemberian infus vasopresin dengan dosis
rendah, yaitu 0,2 unit vasopresin per menit untuk 16 jam pertama dan bila perdarahan
berhenti setelah itu, dosis diturunkan 0,1 unit per menit untuk 8 jam berikutnya. Pada cara
pemberian infus vasopresin dosis rendah lebih sedikit efek sampingyang ditemukan.Efek
ulang timbul pada 21 - 100% dan mortalitas berkisar pada 21 - 80%. Balontamponade
Tamponade dengan balon jenis Sengstaken Blakemore Tube atau Linton Nachlas Tube
diperlukan pada penderita –penderita varises esofagus yang perdarahannya tetap berlangsung
setelah lavas lambung dan pemberian infus vasopresin. Tindakan pemasangan balon ini
merupakan pilihan pertama pada penderita jantung koroner dan usia lanjut, yang tidak dapat
balon di daerah kardia dan esofagus yang akan menekan, dan dengan demikian
masing untuk lambung dan esofagus, sedangkan LN Tube terdiri hanya dari 1 balon yang
Bila pemberian vasopresin, pemasangan SB Tube dan sklerosis varises endiskopik gagal
dalam menghentikan perdarahan varises esofagus, mungkin dapat diterapkan terapi koagulasi
43
dengan Argon/Neodym Yag Laser secara endoskopik. Ada ahli yang melaporkan
keberhasilan sampai 91,3% (116 dari 127 penderita). Hanya alat ini sangat mahal.Demikian
juga perdarahan SMBA lainnya seperti pada ulkus peptikum dan keganasan ternyata dapat
Caranya, dengan tuntunan ultrasonografi dimasukkan jarum ke dalam hati sampai mencapai
vena porta yang melebar, kemudian disorong kateter melalui mandrin tersebut sepanjang
vena porta sampai mencapai vena koronaria gastrika dan disuntikkan kontras angiografin.
Pada transhepatik portalvenografi ini akan terlihat vena-vena kolateral utama termasuk
diikuti dengan suntikan trombin, ditambah gel foam atau otolein. Perdarahan varises esofagus
umumnya segera berhenti. Metoda ini belum banyak laporannya dalam kepustakaan, karena
tekniknya sukar dan sering mengalami kegagalan yang disebabkan trombosis vena porta atau
adanya asites. Komplikasi yang membahayakan adalah perdarahan intraperitoneal dari bekas
tusukan jarum tersebut. Seorang peneliti melaporkan bahwa 5 bulan sesudah embolisasi
2. Tindakan Bedah
Setelah usaha-usaha medik intensif di atas mengalami kegagalan dan perdarahan masih
berlangsung, maka perlu dilakukan tindakan bedah darurat, seperti pintasan portosistemik
atau transeksi esofagus untuk perdarahan varises esofagus.Perdarahan dari ulkus peptikum
ventrikuli atau duodeni serta keganasan SMBA yang tidak berhenti dalam 48 jam juga
memerlukan tindakan bedah. Bila tidak diperlukan tindakan bedah darurat, setelah keadaan
44
umum penderita membaik dan pemeriksaan diagnostik telah selesai dilakukan, dapat
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-
unsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek
beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari otak
terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang hari
daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-
gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat lekas marah,
ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-perhitungan, kehilangan
memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic
encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Definisi
Sindroma Hepato Renal adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati
kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi
ginja dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktifitas system vasoactive
endogen. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus
45
rendah, dimana sirkulasi diluar ginjal terdapat vasodilasi arteriol yang luas menyebabkan
Patofisiologi
Hal yang sama ditemukan pada SHR adalah vasokonstriksi ginjal yang reversible dan
hipotensi sistemik. Keberadaan vasokonstriksi ginjal yang nyata pada penderita SHR telah
ditunjukkan dengan beberapa metode eksplorasi termasuk arteriografi ginjal, klirens para
aminohipuric acid dan yang terbaru ultrasonografi Doppler. Pemakaian beberapa teknik ini
penderita sirosis dengan ascites, dan SHR adalah akhir dari spectrum ini. Penyebab utama dari
vasokonstriksi ginjal ini belum diketahui secara pasti, tapi kemungkinan melibatkan banyak
factor antara lain perubahan system hemodinamik, meningginya tekanan vena porta,
sirkulasi arteri terhadap adanya vasodilasi pembuluh darah splanik. Pengurangan pengisian
1. Faktor Vasokonstriktor
Sistem rennin – angiotension dan system saraf simpatik, beberapa dari system
utama yang mempunyai efek vasokonstriksi pada sirkulasi ginjal berperan sebagai mediator
vasokonstruksi ini meningkat pada penderita dengan sirosis dan ascites, terutama penderita
dengan sindroma hepatorenal dan berkolerasi terbalik dengan aliran darah ginjal dan laju
46
filtrasi glomerulus. Kadar hormon anti diuretic atau vasopressin meninggi pada penderita
vasokonstriktor lain dalam plasma meningkat pada SHR, kemungkinan karena penambahan
produksi peptide dalam hati atau dalam sirkulasi splandik yang hubungannya dengan
vasokonstriksi ginjal masih controversial. Soper dkk melaporkan pada tiga penderita SHR
factor yang mempengaruhi patogenesa vasokonstriksi ginjal dalam SHR, tapi mekanisme
yang pasti masih belum diketahui. Akhir ini disebutkan endotoksin dan sitokin juga
berperan dalam timbulnya vasokonstriksi ginjal yang poten daan SHR timbul setelah
infeksi bakteri yang berat pada sirosis. Hal ini diduga karena peningkatan translokasi
bakteri dan portosystemic shunting. Bagaimanapun peran endotoksin dan sitokin dalam
2. Faktor Vasodilator
Sebuah penelitian pada penderita dengan sirosis atau percobaan pada binatang
memperlihatkan bahwa sintesa factor vasodilator local pada ginjal memaikan peran yang
penting dalam mempertahankan perfusi ginjal dengan melindungi sirkulasi ginjal dari efek
yang merusak dari factor vasokonstriktor. Mekanisme vasodilator ginjal yang paling
penting adalah prostaglandin (PGs). PGs membentuk sitem yang unik dimana ginjal
47
mampu mengimbangi efek peningkatan kadar vasokonstriktor tanpa merusak fungsi
sitemiknya. Bukti yang paling kuat menyokong peran PGs ginjal dalam mempertahankan
perfusi ginjal pada sirosis dengan ascietes diperoleh dari penelitian yang menggunakan
obat non steroid anti inflamasi untuk menghambat pembentukan prostaglandin ginjal.
Pemberian NSAIDs, sekalipun dalam dosis tunggal pada penderita sirosis hati dengan
ascites menyebabkan penurunan yang nyata dalam aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, yang perubahannya menyerupai kejadian dalam SHR pada penderita dengan
aktifitas vasokonstriktor yang nyata, tetapi tidak atau sedikit efek pada penderita dengan
aktifitas vasokonstriktor yang nyata, tetapi tidak atau sedikit atau sedikit efek pada
berpartisipasi dalam mempertahankan perfusi ginjal pada sirosis adalah nitrit oksida. Jika
produksi nitrit oksida dan PGs dihambat secara tidak langsung dalam percobaan sirosis
dengan ascites terjadi penurunan perfusi ginjal. Vasodilator lain yang mungkin
mempengaruhi pengaturan perfusi ginjal pada sirosis adalah natriuretic peptide. Gulberg
dkk menemukan peningkatan jumlah C Type natriuretic peptide (CNP) di urin penderita
sirosis dan gagal ginjal fungsional, selanjutnya ditemukan hubungan yang terbalik antara
CNP di urin dengan ekskresi natrium urin,CNP ini berperan dalam pengaturan
aktifitas vasodilator ginjal meningkat pada sirosis dan berperan dalam pengaturan perfusi
ginjal, terutama pada aktifitas yang berlebihan dari mekanisme vasokonstriktor ginjal.
Stimulasi system saraf simpatis sangat tinggi pada penderita SHR dan
menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan meningkatnya retensi natrium. Hal ini telah
48
diperlihatkan oleh beberapa peneliti adanya peningkatan sekresi katekolamin di pembuluh
darah ginjal dan splanik. Kostreva dkk mengamati vasokonstruksi pada arteiol afferent
ginjal menimbulkan penurunan aliran darah ginjal dan GFR dan meningkatkan penyerapan
Patogenesis
Ada dua jenis teori yang dianut untuk menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul pada
penderita SHR. Teori pertama, menjelaskan hipoperfusi ginjal berhubungan dengan penyakit hati
itu sendiri tanpa ada patogenetik yang berhubungan dengan gangguan system hemodinamik.
Teori ini berdasarkan hubungan langsung hati – ginjal, yang didukung oleh dua
mekanisme yang berbeda yang mana penyakit hati dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal
dengan penurunan pembentukan atau pelepasan vasodilator yang dihasilkan hati yang dapat
menyebabkan pengurangan perfusi ginjal dan pada percobaan binatang diperlihatkan bahwa hati
mengatur fungsi ginjal melalui refleks hepatorenal. Teori kedua menerangkan bahwa hipoperfusi
ginjal berhubungan dengan perubahan patogenetik dalam system hemodinamik dan SHR adalah
bentuk terakhir dari pengurangan pengisian arteri pada sirosis. Hipotesis ini menerangkan bahwa
kekurangan pengisian sirkulasi arteri bertanggung jawab terhadap hipoperfusi yang bukan
sebagai akibat penurunan volume vaskuler, tetapi vasodilatasi arteriolar yang luar biasa terjadi
terutama pada sirkulasi splanik. Hal ini dapat menyebabkan aktifasi yang progresif dari mediator
baroreseptor system vasokonstriktor, yang mana dapat menimbulkan vasokonstruksi tidak hanya
pada sirkulasi ginjal tetapi juga pada pembuluh darah yang lain. Splanik dapat bebas dari efek
vasodilator local yang sangat kuat. Timbulnya hipoperfusi ginjal menyebabkan SHR dapat
49
terjadi sebagai akibat aktifitas yang maksimal vasokonstriktor sistemik yang tidak dapat
SIROSIS HATI
Arterial underfiling
Vasokontriksi renal
50
Gambaran Klinis
Mekanisme klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal,
gangguan sirkulasi dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan
biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air yang menimbulkan ascites, edema dan dilutional
hyponatremia, yang ditandai oleh ekresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan
buang air (oliguri –anuria ). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan
arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan pembuluh darah
sistemik. Gambaran klinis dari uremia jarang dijumpai, begitu juga dengan analisa urin dalam
keadaan normal.
Tipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Blood urea
nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan kreatinin klirens
dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu. Gagal
ginjal sering dihubungkan dengan penurunan yang progresif jumlah urin, retensi natrium dan
hiponatremi . Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan
tanda gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati. Tipe ini umum pada sirosis
alkoholik berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non
alkoholik. Kira-kira setengah kasus SHR tipe ini timbul spontan tanpa ada factor presipitasi yang
diketahui, kadang-kadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang erat
dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi (seperti inveksi bakteri, perdarahan
51
dari penurunan fungsi ginjal pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul
SHR tipe I. SHR Tipe I adalah komplikasi dengan prognostic yang sangat buruk pada penderita
sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%. Rata-rata wktu harapan hidup penderita ini kurang dari
dua minggu, lebih buruk dari lamanya hidup disbanding dengan gagal ginjal akut dengan
penyebab lainnya.
Tipe II SHR ini ditandai dengtan penurunan yang sedang dan stabil dari laju filtrasi
glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I SHR,
tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati relatif baik. Biasanya terjadi pada
penderita dengan ascites resisten diuretic. Diduga harapan hidup penderita dengan kondisi ini
Diagnosis
Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnostik SHR. Kriteria diagnostik yang dianut sekarang
1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.
2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam < 40 ml/mnt.
3. Tidak ada syok,infeksi bakteri sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat
nefrotoksik.
4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 ltr dan diuretic
(penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi >
40 ml/mnt)
52
5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai bstruktif uropati atau penyakit parenkim ginjal
secara ultrasonografi.
Kriteria tambahan :
Semua kriteria mayor harus dijumpai dalam menegakkan diagnosa SHR, sedangkan criteria
tambahan merupakan pendukung untuk diagnosa SHR. Beberapa faktor prediktor timbulnya
- Hipotensi arterial
- Refrakter ascites
53
Terapi
Dengan mengetahui beberapa factor pencetus untuk timbulnya SHR pada penderita sirosis
dengan ascites maka kita dapat mencegah timbulnya gagal ginjal pada penderita ini. Pemberian
plasma ekspander setelah parasintesis dalam jumlah besar, terutama albumin, mengurangi
insiden SHR. Begitu pula pemberian antibiotik untuk mencegah SBP pada penderita sirosis hati
dengan resiko tinggi untuk timbulnya komplikasi ini akan mengurangi insiden SHR. Ada
beberapa modalitas terapi digunakan pada penderita dengan SHR dengan efek yang hanya sedikit
1) Vasodilator
Obat-obatan dengan aktifitas vasodilator, terutama PGs telah dipakai pada penderita dengan
SHR dalam usaha untuk menurunkan resistensi vaskuler ginjal. Pemberian PGs intra vena
atau pengobatan dengan misoprostol (analog PGs oral aktif) pada penderita sirosis hati
dengan SHR tidak diikuti dengan perbaikan fungsi renal. Dopamin pada dosis non pressor
juga digunakan dalam usaha menimbulkan vasodilatasi renal pada penderita SHR. Infus
dopamine selama 24 jam hanya menyebabkan peningkatan yang ringan pada aliran darah
ginjal tanpa perubahan yang berarti dalam laju filtrasi glomerulus. Pemberian antagonis
endhothelin spesifik segera berhubungan dengan perbaikan fungsi ginjal pada pasien dengan
SHR.
2) Vasokonstriktor
Hipoperfusi ginjal pada SHR pada sirosis dipikirkan berhubungan dengan pengurangan
pengisian sirkulasi arteri , vasokonstriksi telah digunakan dalam usaha memperbaiki perfusi
ginjal dengan menaikkan resistensi vaskuler sistemik dan menekan aktifitas vasokonstriktor
54
sistemik. Pemberian vasokonstriktor segera (norepinefrin, angiotension II, ornipressin) pada
pasien sirosis dengan ascites dan SHR menyebabkan vasokonstriksi arteri,yang mana
meningkatkan tekanan arteri dan resistensi vaskuler sistemik. Vasokonstriktor pada dosis
yang digunakan pada penelitian yang dipublikasikan dan pemberian pada periode waktu yang
singkat, hanya menyebabkan perubahan yang ringan atau tidak ada dalam aliran darah ginjal
berhubungan baik dengan efek vasokonstriksi obat pada sirkulasi ginjal atau aktifitas yang
fungsi ginjal. Penelitian Guevara dkk menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ornipressin
dengan penambahan volume plasma dengan albumin memperbaiki fungsi ginjal dan
menormalkan perubahan hemodinamik pada pasien sirosis dengan SHR. Tiga hari
pengobatan dengan ornipressin dan albumin dapat menormalkan aktifitas yang berlebihan
dari rennin – angiot natriuetik peptide arteri dan hanya memperbaiki sedikit fungsi ginjal.
Pemberian ornipressin dan albumin selama 15 hari, perbaikan fungsi ginjal dijumpai dengan
peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Terapi ini dapat digunakan
dengan kewaspadaan yang tinggi, pada beberapa pasien hal ini tidak dilanjutkan karena
komplikasi iskemik. Angeli dkk memberikan Midodrine dan Ocreotide pada 13 penderita
SHR tipe I, setelah 20 hari pengobatan didapatkan penurunan aktifitas plasma renin,
vasopressin dan glukagon. 1 penderita bertahan hidup sampai 472 hari, 1 penderita dilakukan
transplantasi hati dan yang lain meninggal setelah 75 hari karena gagal hati 16.
3) Peritoneovenous shunt
55
Peritoneovenous shunt telah digunakan secarasporadis pada masa yang lalu di dalam
pelaksanaan pasien-pasien SHR dengan sirosis. Pemasangan shunt menyebabkan aliran yang
terus menerus cairan ascites dari rongga peritoneum ke sirkulasi sistemik yang berperan
dalam meningkatkan curah jantung (cardiac output) dan penambahan volume intravaskuler.
dari aktifitas system vasokonstriktor, peningkatan ekskresi natrium dan beberapa kasus
memperbaiki aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus, hal nilah yang menyebabkan
4) Portosystemic shunt
Anastomosis shunt, baik side to side maupun end to side, belum merupakan terapi standar
dari stent. Beberapa laporan yang melibatkan sejumlah pasien cendrung memperlihatkan
bahwa prosedur ini meningkatkan fungsi ginjal pada pasien sirosis hati dengan SHR yang
tidak dapat lagi untuk dilakukan transplantasi hati. Penelitian diatas menunjukkan bahwa
TIPS. Guevara dkk melakukan TIPS pada 7 penderita SHR tipe 1 dan menyimpulkan TIPS
dapat memperbaiki fungsi ginjal,menurunkan aktifitas renin angiotension dan system saraf
simpatis.
5) Dialisa
dengan SHR, dan pada beberapa kasus dilaporkan dapat meningkatkan fungsi ginjal.
Walupun tidak terdapat penelitian kontrol yang mengevaluasi efektifitas dari sialisa pada
kasus ini, tetapi pada laporan penelitian tanpa kontrol menunjukkan efektifitas yang buruk,
56
karena banyaknya pasien yang meninggal selama pengobatan dan terdapat insiden efek
samping yang cukup tinggi. Pada beberapa pusat penelitian hemodialisa masih tetap
digunakan untuk pengobatan pasien dengan SHR yang sedang menunggu transplantasi hati.
6) Transplantasi Hati
Transplantasi hati ini secara teori adalah terapi yang tepat untuk penderita SHR, yang dapat
menyembuhkan baik penyakit hati maupun disfungsi ginjalnya. Tindakan transpalntasi ini
merupakan masalah utama mengingat prognosis buruk dari SHR dan daftar tunggu yang
lama untuk tindakan tersebut di pusat transplantasi. Segera setelah transplantasi hati,
kegagalan fungsi ginjal dapat diamati selama 48 jam sampai 72 jam. Setelah itu laju filtrasi
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat mengembangkan
hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat mengalami kesulitan bernapas karena
hormon-hormon tertentu yang dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-
paru berfungsi secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang berhubungan
dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru. Darah yang mengalir melalui paru-
paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam
alveoli. Sebagai akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan (filter) untuk
mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel darah putih, dan platelet-platelet
(partikel-partikel kecil yang penting uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang
mengalir dari limpa bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika
57
tekanan dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari
limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak dalam
ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu
bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih banyak sel-sel darah dan
platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu
jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah
(leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat
menyebabkan kelemahan, leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan
thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).
A. Pemeriksaan Diagnostik
a. Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati,
b. Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang
mungkin sebagai faktor predisposisi.
c. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
d. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena
portal,
e. Pemeriksaan Laboratorium :
58
serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium, Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen
urin, dan Urobilinogen fekal.
B. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
seperti a) kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis
IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-
RNA negatif di serum dan jaringan hati.
59
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Asites
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic
III. 9. PROGNOSIS
60
BAB III
KESIMPULAN
61
DAFTAR PUSTAKA
1997
5. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta
1987
6. Anonymous http://alcoholism.about.com/library/blcirrosis.htm
8. Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU.
10. Stephen J. McPhee, dkk. 2013. Current Medical Diagnosis and Treatment. California: Lange.
62