Dokter Pembimbing :
Dr. Budi Suanto Sp.B
Disusun Oleh :
Ani Kusumadewi Akbar
(11.2013.234)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.M Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : D3 Agama : Kristen
Pekerjaan : Perawat Alamat : Harapan Jaya Korpri Bandar
Lampung blok D no 22
No RM : 122368 Tanggal masuk RS : 24 Juli 2015
Tanggal dikasuskan : 24 Juli 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis: tanggal 25 Juli 2015
Keluhan utama
Benjolan di leher sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poliklinik dengan keluhan timbul benjolan di leher sebelah kanan
kurang lebih selama 1 tahun SMRS. Os mengeluh pada awalnya benjolan timbul sebesar
kelereng dengan konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, dan tidak terasa nyeri. 1 tahun
SMRS saat pertama kali timbul benjolan Os mengatakan pernah mengalami suara serak dan
nyeri pada tenggorokan. Os mengeluh benjolan di leher makin membesar sejak 3 bulan
SMRS dengan konsistensi keras, tidak bisa digerakkan, dan tidak terasa nyeri.
Pasien saat ini tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak ada keluhan
gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak ada mengeluhkan sering berkeringat
pada kedua tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada
keluhan demam, cepat haus, gangguan buang air besar, gangguan siklus menstruasi, rasa
berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur. Os sudah pernah berobat dan
melakukan pemeriksaan benjolan di leher dan sudah pernah melakukan pemeriksaan USG.
III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 73x/menit, reguler, kuat angkat, isi dan tegangan cukup
Nafas : 24x/menit, spontan.
Suhu : 36.4ºC (Axilla)
Berat badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Tinggi badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut
merata warna hitam, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil isokor, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik - /-, edema
palpebra -/-, refleks cahaya +/+
Hidung : Deviasi (-), darah (-), epistaksis (-)
Telinga : Abses (-), nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hiperemis, tonsil T1/T1.
Leher : Terdapat bekas operasi tertutup verban, tidak ada rembesan darah,dan
nyeri di sekitar tempat operasi., JVP tidak dapat dinilai.
Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, barrel chest (-), pergerakan dada simetris, tipe
pernapasan torakoabdominal, retraksi sela iga ICS (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Simetris kanan dan kiri, tidak ada Vertebra : Normal, Kulit tidak
Inspeksi
dada tertinggal. ada lesi patologis
Sela iga tidak melebar, fremitus Sela iga tidak melebar, fremitus
Palpasi taktil kanan dan kiri normal taktil kanan dan kiri normal
simetris, nyeri tekan (-) simetris, nyeri tekan (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS IV linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : BJ I-II regular murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat lesi kulit, benjolan (-)
Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-); undulasi (-); area traube timpani; nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi : BU (+), normoperistaltik
Ekstremitas :
Superior
Kekuatan 55 55
Edema - -
Clubbing finger - -
Inferior
Kekuatan 55 55
Clubbing finger - -
Edema - -
Hematologi Lengkap
Eosin 1% 0–1
Neutrofil 67.3 % 50 – 70
Limfosit 31 % 25 – 40
Monosit 6% 2–8
MCV 86 fL 80 -100
MCH 28 pg 26 – 34
MCHC 33 % 32 – 36
Hematokrit 39 % 37 – 54
Hemostatis
Waktu pendarahan 4 – 30 menit Duke 1-3 Ivy 1-6
Waktu pembekuan 9 menit 9-15
Kimia darah
GDS 79 70-200
Urea 13,8 10-50
BUN 6,47 5-20
Creatinin 0,71 <1.3
Resume
Pemeriksaan fisik
Status generalis : Tidak ditemukan kelainan
Status lokalis : Regio colli anterior
Inspeksi : Terlihat regio colli tempat bekas operasi tertutup verban. Tidak ada
rembesan darah.
Palpasi : Nyeri tekan di daerah sekitar tempat operasi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan USG
Kesan : Nodule benigna pada tiroid dextra : suspek struma uni nodusa
Diagnosa banding
Karsinoma tiroid
Tiroiditis
Grave’s disease
Diagnosa kerja
Struma nodusa nontoksik lobus dextra
Penatalaksanaan
Subtotal lobectomy Dextra
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ceftazidim 2 x 1
Inj Ranitidin 2x1 amp
Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Follow Up
Tanggal Follow up
25 Juli 2015 S : Keluhan batuk setelah operasi, nyeri menelan ketika makan
dan minum, nyeri hilang timbul pada tempat operasi. Pasien bisa
BAK dan BAB, flatus (+). Tidak ada keluhan mual.
O : KU = tampak sakit sedang
Kesadaran = Compos mentis, GCS 15
TD = 110/70 mmHg;HR 65 x/menit;
RR= 20x/menit;suhu =36.7ºc
Leher: terdapat tempat bekas operasi tertutup verban, tidak
ada rembesan darah
Thorax : cor : tidak ada kelainan
Pulmo : tidak ada kelainan
Abdomen : BU(+), nyeri tekan (-), supel (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status lokalis : terdapat tempat bekas operasi di regio colli
tertutup verban, tidak ada rembesan darah
A : Post op subtotal lobectomy dextra hari I
P : Inj Ceftazidime 2x1 iv
Inj Ranitidin 2x1 iv
Usul : - Antititusif
- Hentikan ranitidin jika pasien tidak mual
- Diet lunak
26 Juli 2015 S : nyeri disekitar luka operasi masih ada namun sudah berkurang.
Keluhan batuk masih ada. Nyeri menelan sudah berkurang. Tidak
ada keluhan lain.
O : KU = baik
Kesadaran = Compos mentis
TD = 100/60 mmHg; HR = 80 x/menit; RR = 22 x/menit;
Suhu = 36.5 ºC;
Mata : ca (-), SI (-)
Leher: tertutup verban tidak ada rembesan darah, aff drain
Thorax : cor : tidak ada kelainan
Pulmo : tidak ada kelainan
Abdomen : BU(+), nyeri tekan (-), supel (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status lokalis : terdapat tempat bekas operasi di regio colli tertutup
verban, tidak ada rembesan darah
A : Post op subtotal lobectomy dextra hari I
P : Inj Ceftazidime 2x1 gr Iv
Inj Ranitidin 2x1 amp
Inj ketorolac 3x1 am
OBH syr 3x1
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin terletak di leher bagian depan terdiri dari
2 lobus kanan dan kiri. Sebagai kelenjar endokrin , kelenjar tiroid menghasilkan hormone
yaitu tetra-iodothyroinine (T4) atau thyroxin dan tri-iodothyronine (T3). Hormon kelenjar
tiroid mempunyai peran penting dalam berbagai proses metabolik tubuh dan pertumbuhan.
Hormon tiroid merupakan hormone yang berperan unutk metabolism
energy,nutrisi,karbohidrat,protein dan vitamin. Struma merupakan penyakit yang diakibatkan
oleh kekurangan yodium sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4
sehingga untuk mengimbangi kekurangn tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan
menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid. Struma dapat
diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya eutiroidisme,
hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Struma nodusa terutama karena defisiensi iodium dan
merupakan salahs atu masalah gizi di Indonesia. Etiologinya umumnya multifaktorial,
biasanya tiroid sudah membesar sejak usia mudah dan berkembang menjadi multinodular
pada saat dewasa.
Penderita struma nodusa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinodular yang tidak berfungsi. struma nodusa tanpa disertai tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa nontoksik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Struma adalah kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid
noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apa
pun sebabnya, pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar
tiroid membesar, atau nodusa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid.
Pembesaran nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat 1 nodul,
dan multinodular, bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.2,3
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari arteri Tiroidea Superior (cabang dari arteri
Karotis Eksterna) dan arteri Tyroidea Inferior (cabang arteri Subklavia). Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya
berasal dari pleksus perifolikular.2
2.4 Patofisiologi
Bahan pokok pembuat hormon tiroid adalah yodium yang terdapat di alam, terutama
dari bahan makanan yang dari laut seperti rumput laut, ganggang laut, ikan laut dan
sebagainya. Yodium sedikit dalam buah-buahan, manusia memerlukan sedikit sekali
yodium dalam sehari, tetapi harus dipenuhi secara teratur dan cukup. Hormon tiroid amat
vital bagi perkembangan dan pertumbuhan serta penyelenggaraan faal normal sel dan
jaringan tubuh. Bagi orang yang kelenjar tiroidnya kurang efisien, kebutuhan yodiumnya
agak lebih banyak dari orang normal. Seandainya yodium tidak tersedia secara cukup,
maka produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebutuhan tubuh secara memadai.
Sesuai dengan prinsip sistim umpan balik hipofisis tiroid, pada keadaan ininTiroksin
(T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating
Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Maka hipofisis akan mengetahui kekurangan
hormon tiroid sehingga hipofisis terangsang untuk mengeluarkan TSH kedalam aliran
darah. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.2,4,6
Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan
tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :3
1. Kekurangan iodium: penyebab utama gondok endemik adalah kekurangan yodium
95%.
2. Kelebihan yodium: hipotesis gondok Karena kekurangan yodium tidak berlaku untuk
semua tempat.
3. Goitrogen : adalah zat yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid yang berakibat
pembesaran kelenjar tiroid. Faktor makanan seperti Sayur-Mayur jenis Brassica
( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), singkong, dan goitrin dalam
rumput liar dapat mengeluarkan zat goitrogen. Zat ini juga terdapat pada beberapa
jenis tanaman dan air.
4. Faktor nutrisi pada umumnya. Faktor nutrisi pada anak dan dewasa menyebabkan
perubahan pada kadar hormon tiroid namun semua ini reversibel. Meskipun keadaan
ini masih belum jelas pengaruhnya terhadap besarnya tiroid. Faktor kondisi sosial
ekonomi berperanan dalam pembentukan gondok. Terutam dalam terjadinya
malnutrisi, karena sulitnya mendapat protein hewani ( lebih banyak mengandung
yodium) yang mahal dibandingkan sumber sayuran/nabati yang lebih murah.
Diagnosis
Penatalaksanaan
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.
Indikasi tindakan bedah struma nontoksik adalah :
1. kosmetik
2. eksisi nodulus tunggal yang mungkin ganas
3. struma multinodular
4. struma yang menyebabkan kompresi laring
5. struma restrosternal
Struma nodusa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh
pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid.2
Manifestasi klinis
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama
berbulan-bulan. antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Gejala-
gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang
berlebihan. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik yang dirasakan adalah sebagai berikut :
1. Gugup, mudah tersinggung, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia
2. Eksoftalmus
3. Gondok ( dapat disertai bunyi denyut dan bising)
4. Palpitasi, takikardi
5. Nafsu makan meningkat
6. Diare
7. Tremor
8. Kelelahan otot
9. Oligomenore/amenore
10. Telapak tangan lembab dan panas
11. Berat badan menurun
12. Denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulsus seler
13. Dispnea
14. Berkeringat .2,6
Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan
pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik,
sama seperti tirotoksikosis.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid. Indikasi :
Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,
atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
1) Karbimazol
2) Metimazol
3) Propiltourasil
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
3. Operasi tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakuakn terutama
jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar. Pembedaham yang baik
biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
adanya hipotiroidisme dan komplikasi yang minimal.2,6
2.7 Pemeriksaan fisik tiroid
Pemeriksaan kelenjar tiroid biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan trakea
dan kartilagonya. Pada trakea dapat kita lakukan inspeksi yaitu perhatikan bagian anterior
leher pasien dalam posisi pasien duduk dengan pandangan lurus ke depan. Pada palpasi,
meraba untuk menemukan apakah ada pergeseran letak trakea , lalu letakkan jari telunjuk
sepanjang sisi trakea dan kenali celah antara trakea dan otot sternomastoid, bandingkan
dengan sisi lain. Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dilakukan inspeksi dan palpasi.3
1. Inspeksi
Posisikan kepala pasien agak kebelakang, perhatikan dengan seksama daerah dibawah
kartilago krikoid untuk menemukan kelenjar tiroid. Kemudian mintalah pasien
menelan (misalnya dengan memberi air minum). Perhatikan gerakan ke atas dari
kelenjar tiroid saat menelan tadi, serta perhatikan bentuk dan simetris atau tidakanya
kelenjar tiroid tadi. Pada saat menelan kartilagi krikoid dan kelenjar tiroid akan
terlihat naik, kemudian kembali turun ke tempat asalnya.
2. Palpasi
Palpasi didaerah tonjolan kartilago tiroid dan kartilago krikoid di bawahnya.temukan
ismus tiroid yang biasanya terletak diatas cincin trakea.
Langkah-langkah untuk pemeriksaan palpasi tiroid :
1) Pasien untuk menundukkan kepala sedikit dengan tujuan untuk merelaksasi
otot sternomastoid.
2) Letakkan jari-jari kedua tangan pada leher pasien. Minta pasien meneguk air
dan menelannya seperti pada pemeriksaan inspeksi, lalu rasakan ismus tiroid
naik pada telapak jari-jari anda.
3) Geserlah trakea kearah kanan dengan jari-jari tangan kiri, lalu denganj jari-jari
tangan kanan anda rabalah bagian lateral untuk menemukan lobus kanan
kelenjar tiroid pada celah/ruang antara trakea yang tergeser tadi dengan otot
sternomastoid, dan temukan tepi lateralnya (lateral margin). Lakukanlah hal
yang sama untuk menemukan lobus kiri.
4) Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi dari kelenjar tiroid dan temukan
adanya nodus atau nyeri. Pada penyakit grave, kelenjar tiroid teraba lunak,
pada penyakit Hashimoto tiroiditis dan kegananas kelenjar tiroid terasa keras.
3. Auskultasi
Bila kelenjar tiroid membesar dengan stetoskop yang diletakkan diatas lokasi
kelenjar tiroid tadi dapat terdengar adanya bruit , yaitu bunyi sejenis yang terdengar
pada murmur jantung. Bruit dapat sinkron dengan sistolik atau diastolic atau terus-
menerus (continous) mungkin dapat terdengar pada penyakit hipertiroidisme.2
Pembesaran tiroid atau struma sedang lazim ditemukan kebanyakan karena defiiensi yodium.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai bahkan dapat dikatakan bahwa dari
semua kelainan tiroid, struma nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan. Penurunan produksi hormon tiroid menghasilkan peningkatan TSH kompensator
dengan akibat hiperplasia dan hipertofi kelenjar. Diagnosis dapat diambil berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan
dapat berupa konservatif maupun operatif sesuai indikasi.
Daftar Pustaka