Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

Struma Nodusa Non Toksik


Lobus Dextra

Dokter Pembimbing :
Dr. Budi Suanto Sp.B

Disusun Oleh :
Ani Kusumadewi Akbar
(11.2013.234)

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
RUMAH SAKIT IMANUEL, BANDAR LAMPUNG
KEPANITERAAN KLINIK
LAPORAN KASUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT IMANUEL, BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Ani Kusumadewi Akbar Tanda Tangan
NIM : 11 2013 234
Dokter pembimbing : dr. Budi Suanto Sp.B dr. Budi Suanto Sp.B

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn.M Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : D3 Agama : Kristen
Pekerjaan : Perawat Alamat : Harapan Jaya Korpri Bandar
Lampung blok D no 22
No RM : 122368 Tanggal masuk RS : 24 Juli 2015
Tanggal dikasuskan : 24 Juli 2015

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis: tanggal 25 Juli 2015
Keluhan utama
Benjolan di leher sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke poliklinik dengan keluhan timbul benjolan di leher sebelah kanan
kurang lebih selama 1 tahun SMRS. Os mengeluh pada awalnya benjolan timbul sebesar
kelereng dengan konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, dan tidak terasa nyeri. 1 tahun
SMRS saat pertama kali timbul benjolan Os mengatakan pernah mengalami suara serak dan
nyeri pada tenggorokan. Os mengeluh benjolan di leher makin membesar sejak 3 bulan
SMRS dengan konsistensi keras, tidak bisa digerakkan, dan tidak terasa nyeri.
Pasien saat ini tidak merasakan adanya nyeri di daerah leher. Tidak ada keluhan
gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak ada mengeluhkan sering berkeringat
pada kedua tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada
keluhan demam, cepat haus, gangguan buang air besar, gangguan siklus menstruasi, rasa
berdebar-debar, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur. Os sudah pernah berobat dan
melakukan pemeriksaan benjolan di leher dan sudah pernah melakukan pemeriksaan USG.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat asma (-), Riwayat alergi (-), Riwayat TB (-), Riwayat HT (-), Riwayat DM (-),
Riwayat maag (-), Riwayat hepatitis (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat asma (-), Riwayat alergi (-), Riwayat TB (-), Riwayat HT (-), Riwayat DM (-),
Riwayat maag (-), Riwayat hepatitis (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Riwayat sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN
1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 73x/menit, reguler, kuat angkat, isi dan tegangan cukup
Nafas : 24x/menit, spontan.
Suhu : 36.4ºC (Axilla)
Berat badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Tinggi badan : tidak dilakukan pemeriksaan
Kepala : Normocephali, tidak terdapat benjolan ataupun lesi, distribusi rambut
merata warna hitam, rambut tidak mudah dicabut.
Mata : Pupil isokor, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik - /-, edema
palpebra -/-, refleks cahaya +/+
Hidung : Deviasi (-), darah (-), epistaksis (-)
Telinga : Abses (-), nyeri tekan tragus (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), atrofi papil lidah (-), faring hiperemis, tonsil T1/T1.
Leher : Terdapat bekas operasi tertutup verban, tidak ada rembesan darah,dan
nyeri di sekitar tempat operasi., JVP tidak dapat dinilai.
Thorax
Inspeksi : Bentuk thorax normal, barrel chest (-), pergerakan dada simetris, tipe
pernapasan torakoabdominal, retraksi sela iga ICS (-)
Pulmo

Anterior Posterior

Simetris kanan dan kiri, tidak ada Vertebra : Normal, Kulit tidak
Inspeksi
dada tertinggal. ada lesi patologis

Sela iga tidak melebar, fremitus Sela iga tidak melebar, fremitus
Palpasi taktil kanan dan kiri normal taktil kanan dan kiri normal
simetris, nyeri tekan (-) simetris, nyeri tekan (-)

Pulmo dextra et sinistra : sonor Pulmo dextra et sinistra : Sonor


Batas paru hati Linea sepanjang linea scapularis.
Perkusi
midclavicularis dextra intercosta
V Peranjakan hati : 2 cm

Pulmo dextra et sinistra : Pulmo dextra et sinistra :


Auskultasi Suara nafas vesikuler, wheezing Suara nafas vesikuler, wheezing
(-/-), rhonki (-/-) (-/-), rhonki (-/-)

Cor
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ICS IV linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra
Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : BJ I-II regular murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terdapat lesi kulit, benjolan (-)
Palpasi : Nyeri tekan regio abdomen (-)
Hati : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-); undulasi (-); area traube timpani; nyeri ketok
CVA (-)
Auskultasi : BU (+), normoperistaltik

Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan


Colok Dubur : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas :

Ekstremitas Dextra Sinistra

Superior

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan 55 55

Edema - -

Clubbing finger - -

Inferior

Otot : tonus Normotonus Normotonus

Otot : massa Eutrofi Eutrofi

Sendi Normal Normal

Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas

Kekuatan 55 55

Clubbing finger - -

Edema - -

Status lokalis ( regio colli )


Inspeksi : Terlihat luka bekas operasi di regio colli
Palpasi : Nyeri tekan di sekitar luka operasi (+)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 24 Juli 2015

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 12.9 g/dl 11 – 15

Leukosit 6.600 /ul 3.600 - 11.000

Eosin 1% 0–1

Neutrofil 67.3 % 50 – 70

Limfosit 31 % 25 – 40

Monosit 6% 2–8

MCV 86 fL 80 -100

MCH 28 pg 26 – 34

MCHC 33 % 32 – 36

Hematokrit 39 % 37 – 54

Trombosit 199 ribu 150 – 440

Eritrosit 4.54 juta 3.5 - 5.5

Hemostatis
Waktu pendarahan 4 – 30 menit Duke 1-3 Ivy 1-6
Waktu pembekuan 9 menit 9-15

Kimia darah
GDS 79 70-200
Urea 13,8 10-50
BUN 6,47 5-20
Creatinin 0,71 <1.3

Pemeriksaan foto thorax 24 Juli 2015


Kesan: Cor dan pulmo tampak dalam batas normal

Pemeriksaan USG tanggal 20 Maret 2015


Kedua tiroid berada
Trakea berada di tengah.
Tiroid kanan : tampak membesar, ukuran ± 55 x 19 x 16 mm dengan lesi kebulatan
hyperechoic homogen dengan ukuran ± 16 x 22 x 17 mm didalamnya. Vaskularisasi tampak
pada perilesi. Vena Jugulare tampak collaps total saat pemeriksaan dengan melakukan
kompresi. Tiroid kiri : Bentuk dan besar normal, echostruktur normal dan tak tampak
kelainan.
Kesan : Nodule benigna pada tiroid dextra : suspek struma uni nodusa.

Tiroid sinistra : Tampak baik dan struktur dalam batas normal.

Resume

Os datang ke poliklinik dengan keluhan timbul benjolan di leher sebelah kanan


kurang lebih selama 1 tahun SMRS. Pada awalnya benjolan timbul sebesar kelereng dengan
konsistensi keras, tidak dapat digerakkan, dan tidak terasa nyeri. 1 tahun SMRS saat pertama
kali timbul benjolan Os mengatakan mengalami suara serak dan nyeri pada tenggorokan. Os
mengeluh benjolan di leher makin membesar sejak 3 bulan SMRS dengan konsistensi keras,
tidak bisa digerakkan, dan tidak terasa nyeri.

Pemeriksaan fisik
Status generalis : Tidak ditemukan kelainan
Status lokalis : Regio colli anterior
Inspeksi : Terlihat regio colli tempat bekas operasi tertutup verban. Tidak ada
rembesan darah.
Palpasi : Nyeri tekan di daerah sekitar tempat operasi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan USG
Kesan : Nodule benigna pada tiroid dextra : suspek struma uni nodusa

Diagnosa banding
Karsinoma tiroid
Tiroiditis
Grave’s disease
Diagnosa kerja
Struma nodusa nontoksik lobus dextra
Penatalaksanaan
Subtotal lobectomy Dextra
Inj Ketorolac 3x1 amp
Inj Ceftazidim 2 x 1
Inj Ranitidin 2x1 amp

Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

Follow Up
Tanggal Follow up
25 Juli 2015 S : Keluhan batuk setelah operasi, nyeri menelan ketika makan
dan minum, nyeri hilang timbul pada tempat operasi. Pasien bisa
BAK dan BAB, flatus (+). Tidak ada keluhan mual.
O : KU = tampak sakit sedang
Kesadaran = Compos mentis, GCS 15
TD = 110/70 mmHg;HR 65 x/menit;
RR= 20x/menit;suhu =36.7ºc
Leher: terdapat tempat bekas operasi tertutup verban, tidak
ada rembesan darah
Thorax : cor : tidak ada kelainan
Pulmo : tidak ada kelainan
Abdomen : BU(+), nyeri tekan (-), supel (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status lokalis : terdapat tempat bekas operasi di regio colli
tertutup verban, tidak ada rembesan darah
A : Post op subtotal lobectomy dextra hari I
P : Inj Ceftazidime 2x1 iv
Inj Ranitidin 2x1 iv

Usul : - Antititusif
- Hentikan ranitidin jika pasien tidak mual
- Diet lunak

26 Juli 2015 S : nyeri disekitar luka operasi masih ada namun sudah berkurang.
Keluhan batuk masih ada. Nyeri menelan sudah berkurang. Tidak
ada keluhan lain.
O : KU = baik
Kesadaran = Compos mentis
TD = 100/60 mmHg; HR = 80 x/menit; RR = 22 x/menit;
Suhu = 36.5 ºC;
Mata : ca (-), SI (-)
Leher: tertutup verban tidak ada rembesan darah, aff drain
Thorax : cor : tidak ada kelainan
Pulmo : tidak ada kelainan
Abdomen : BU(+), nyeri tekan (-), supel (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
Status lokalis : terdapat tempat bekas operasi di regio colli tertutup
verban, tidak ada rembesan darah
A : Post op subtotal lobectomy dextra hari I
P : Inj Ceftazidime 2x1 gr Iv
Inj Ranitidin 2x1 amp
Inj ketorolac 3x1 am
OBH syr 3x1
BAB I
PENDAHULUAN

Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin terletak di leher bagian depan terdiri dari
2 lobus kanan dan kiri. Sebagai kelenjar endokrin , kelenjar tiroid menghasilkan hormone
yaitu tetra-iodothyroinine (T4) atau thyroxin dan tri-iodothyronine (T3). Hormon kelenjar
tiroid mempunyai peran penting dalam berbagai proses metabolik tubuh dan pertumbuhan.
Hormon tiroid merupakan hormone yang berperan unutk metabolism
energy,nutrisi,karbohidrat,protein dan vitamin. Struma merupakan penyakit yang diakibatkan
oleh kekurangan yodium sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4
sehingga untuk mengimbangi kekurangn tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan
menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid. Struma dapat
diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya eutiroidisme,
hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Struma nodusa terutama karena defisiensi iodium dan
merupakan salahs atu masalah gizi di Indonesia. Etiologinya umumnya multifaktorial,
biasanya tiroid sudah membesar sejak usia mudah dan berkembang menjadi multinodular
pada saat dewasa.
Penderita struma nodusa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang
menjadi multinodular yang tidak berfungsi. struma nodusa tanpa disertai tanda
hipertiroidisme disebut struma nodosa nontoksik.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Struma adalah kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti
tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid
noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma.
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran kelenjar tiroid apa
pun sebabnya, pembesaran dapat bersifat difus, yang berarti bahwa seluruh kelenjar
tiroid membesar, atau nodusa, yang berarti bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid.
Pembesaran nodusa dapat dibagi lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat 1 nodul,
dan multinodular, bila terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.2,3

2.2 Klasifikasi Struma


Menurut American society for Study of Goiter membagi :
1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Struma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan
diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

2.3 Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Anatomi tiroid

Thyroidea (dari Yunani thyreos,pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat vaskular,


merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dexter dan sinister yang berhubungan melintasi
garis tengah oleh isthmus. Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli
media dan fascia prevertebralis, didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,
pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil
melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Tyroid terdiri atas dua lobus,
yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam
klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar
tyroid atau tidak.1,2

Gambar 2. Anatomi tiroid

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari arteri Tiroidea Superior (cabang dari arteri
Karotis Eksterna) dan arteri Tyroidea Inferior (cabang arteri Subklavia). Setiap folikel
lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya
berasal dari pleksus perifolikular.2

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid 2,4,6 :


1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)
Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH
(thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid terangsang menjadi
hiperplasi dan hiperfungsi.

2. TSH (thyroid stimulating hormone)


Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan
meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek
hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).
Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya
hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus.
Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.


Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Pada awalnya Hypothalamus akan menghasilkan TRH ( Thyrotropine kelenjar


pituitari hormone) yang akan memacu kelenjar pituitari (hipofise) untuk menghasilkan
TSH (Thyritropine stimulating hormone), kemudian TSH akan memacu kelenjar thyroid
untuk menghasilkan T3 dan T4. Jika hormon thyroid diproduksi dalam jumlah sedikit
maka TSH akan meningkat nilainya untuk memacu agar kelenjar thyroid dapat
menghasilkan T3 dan T4 dalam jumlah cukup. Sebaliknya jika terjadi peningkatan
produksi T3 dan T4 maka TSH akan menurun jumlahnya agar tidak terbentuk T3 dan T4
lagi. Hipotiroid adalah suatu keadaan dimana produksi hormon thyroid oleh kelenjar
dimana produksi hormon thyroid oleh kelenjar thyroid tidak mencukupi. Hipertiroid
adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja berlebihan sehingga menghasilkan
hormon tiroid T3 dan T4 dalam jumlah berlebihan pula.2,4

2.4 Patofisiologi
Bahan pokok pembuat hormon tiroid adalah yodium yang terdapat di alam, terutama
dari bahan makanan yang dari laut seperti rumput laut, ganggang laut, ikan laut dan
sebagainya. Yodium sedikit dalam buah-buahan, manusia memerlukan sedikit sekali
yodium dalam sehari, tetapi harus dipenuhi secara teratur dan cukup. Hormon tiroid amat
vital bagi perkembangan dan pertumbuhan serta penyelenggaraan faal normal sel dan
jaringan tubuh. Bagi orang yang kelenjar tiroidnya kurang efisien, kebutuhan yodiumnya
agak lebih banyak dari orang normal. Seandainya yodium tidak tersedia secara cukup,
maka produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebutuhan tubuh secara memadai.
Sesuai dengan prinsip sistim umpan balik hipofisis tiroid, pada keadaan ininTiroksin
(T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating
Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3)
merupakan hormon metabolik tidak aktif. Maka hipofisis akan mengetahui kekurangan
hormon tiroid sehingga hipofisis terangsang untuk mengeluarkan TSH kedalam aliran
darah. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.2,4,6

2.5 Struma non toksik


Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak
berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau
nodular. Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi TSH sekunder yang
menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid.
Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-
toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada
wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai
bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme.2,3

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :


1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa
soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat,
dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan
tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum
diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :3
1. Kekurangan iodium: penyebab utama gondok endemik adalah kekurangan yodium
95%.
2. Kelebihan yodium: hipotesis gondok Karena kekurangan yodium tidak berlaku untuk
semua tempat.
3. Goitrogen : adalah zat yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid yang berakibat
pembesaran kelenjar tiroid. Faktor makanan seperti Sayur-Mayur jenis Brassica
( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), singkong, dan goitrin dalam
rumput liar dapat mengeluarkan zat goitrogen. Zat ini juga terdapat pada beberapa
jenis tanaman dan air.
4. Faktor nutrisi pada umumnya. Faktor nutrisi pada anak dan dewasa menyebabkan
perubahan pada kadar hormon tiroid namun semua ini reversibel. Meskipun keadaan
ini masih belum jelas pengaruhnya terhadap besarnya tiroid. Faktor kondisi sosial
ekonomi berperanan dalam pembentukan gondok. Terutam dalam terjadinya
malnutrisi, karena sulitnya mendapat protein hewani ( lebih banyak mengandung
yodium) yang mahal dibandingkan sumber sayuran/nabati yang lebih murah.

Diagnosis

Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan


dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah
endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah
sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai
peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit
yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler). Biasanya penderita struma
nodusa tidak mempunyai keluhan karena tidak mengalami hipo atau hipertiroidisme.
Karena pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa memberikan
gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama atas alasan kosmetik.
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :
1. jumlah nodul
2. konsistensi
3. nyeri pada penekanan
4. pembesaran gelenjar getah bening
Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Struma nodusa unilateral dapat
menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa menimbulkan gangguan
akibat obstruksi pernapasan sehingga dapan dilihat melalui rontgen polos leher.2,3

Penatalaksanaan
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila
hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena
dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher
maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher fungsional atau deseksi kelenjar leher
radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar
getah bening.
Indikasi tindakan bedah struma nontoksik adalah :
1. kosmetik
2. eksisi nodulus tunggal yang mungkin ganas
3. struma multinodular
4. struma yang menyebabkan kompresi laring
5. struma restrosternal
Struma nodusa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi dipengaruhi oleh
pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon tiroid.2

2.6 Struma Toksik


Struma toksik dapat dibedakan atas dua struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s terjadi
akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang
aktivitas tiroid itu sendiri. Penyakit grave adalah hipertiroidisme yang seirng dijumpai.

Manifestasi klinis
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap selama
berbulan-bulan. antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah,
mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif. Gejala-
gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang
berlebihan. Apabila gejala gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa
penderita maka akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik yang dirasakan adalah sebagai berikut :
1. Gugup, mudah tersinggung, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia
2. Eksoftalmus
3. Gondok ( dapat disertai bunyi denyut dan bising)
4. Palpitasi, takikardi
5. Nafsu makan meningkat
6. Diare
7. Tremor
8. Kelelahan otot
9. Oligomenore/amenore
10. Telapak tangan lembab dan panas
11. Berat badan menurun
12. Denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulsus seler
13. Dispnea
14. Berkeringat .2,6

Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan
laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan
pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu
menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena
perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik,
sama seperti tirotoksikosis.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid
(yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1. Obat antitiroid. Indikasi :
 Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
 Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan,
atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.
 Persiapan tiroidektomi
 Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
 Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid yang sering digunakan :
1) Karbimazol
2) Metimazol
3) Propiltourasil
2. Pengobatan dengan yodium radioaktif
3. Operasi tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakuakn terutama
jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar. Pembedaham yang baik
biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai
adanya hipotiroidisme dan komplikasi yang minimal.2,6
2.7 Pemeriksaan fisik tiroid
Pemeriksaan kelenjar tiroid biasanya dilakukan bersama dengan pemeriksaan trakea
dan kartilagonya. Pada trakea dapat kita lakukan inspeksi yaitu perhatikan bagian anterior
leher pasien dalam posisi pasien duduk dengan pandangan lurus ke depan. Pada palpasi,
meraba untuk menemukan apakah ada pergeseran letak trakea , lalu letakkan jari telunjuk
sepanjang sisi trakea dan kenali celah antara trakea dan otot sternomastoid, bandingkan
dengan sisi lain. Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dilakukan inspeksi dan palpasi.3
1. Inspeksi
Posisikan kepala pasien agak kebelakang, perhatikan dengan seksama daerah dibawah
kartilago krikoid untuk menemukan kelenjar tiroid. Kemudian mintalah pasien
menelan (misalnya dengan memberi air minum). Perhatikan gerakan ke atas dari
kelenjar tiroid saat menelan tadi, serta perhatikan bentuk dan simetris atau tidakanya
kelenjar tiroid tadi. Pada saat menelan kartilagi krikoid dan kelenjar tiroid akan
terlihat naik, kemudian kembali turun ke tempat asalnya.
2. Palpasi
Palpasi didaerah tonjolan kartilago tiroid dan kartilago krikoid di bawahnya.temukan
ismus tiroid yang biasanya terletak diatas cincin trakea.
Langkah-langkah untuk pemeriksaan palpasi tiroid :
1) Pasien untuk menundukkan kepala sedikit dengan tujuan untuk merelaksasi
otot sternomastoid.
2) Letakkan jari-jari kedua tangan pada leher pasien. Minta pasien meneguk air
dan menelannya seperti pada pemeriksaan inspeksi, lalu rasakan ismus tiroid
naik pada telapak jari-jari anda.
3) Geserlah trakea kearah kanan dengan jari-jari tangan kiri, lalu denganj jari-jari
tangan kanan anda rabalah bagian lateral untuk menemukan lobus kanan
kelenjar tiroid pada celah/ruang antara trakea yang tergeser tadi dengan otot
sternomastoid, dan temukan tepi lateralnya (lateral margin). Lakukanlah hal
yang sama untuk menemukan lobus kiri.
4) Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi dari kelenjar tiroid dan temukan
adanya nodus atau nyeri. Pada penyakit grave, kelenjar tiroid teraba lunak,
pada penyakit Hashimoto tiroiditis dan kegananas kelenjar tiroid terasa keras.
3. Auskultasi
Bila kelenjar tiroid membesar dengan stetoskop yang diletakkan diatas lokasi
kelenjar tiroid tadi dapat terdengar adanya bruit , yaitu bunyi sejenis yang terdengar
pada murmur jantung. Bruit dapat sinkron dengan sistolik atau diastolic atau terus-
menerus (continous) mungkin dapat terdengar pada penyakit hipertiroidisme.2

2.8 Pemeriksaan penunjang tiroid


Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinis berperan penting dalam menentukan
diagnosis penyakit tiroid.2

Pemeriksaan penunjang meliputi :


1. Biokimia. Pemeriksaan biokimia secara radioimmunoesai dapat memberikan
gambaran funsi tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4 atau T3, dan TSH
2. Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang
utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal
peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif
yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk :
a. Nodul dingin, bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya, hal ini menunjukkan sekitarnya.
b. Nodul panas, bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya.
Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat, bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti
fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini mempunyai manfaat untuk menentukan jumlah nodul, dapat
membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik, dapat mengukur voume dari nodul
tiroid, dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid residif yang tidak menangkap
iodium, dan tidak terlihat dengan sidik tiroid, untuk mengetahui lokasi dengan tepat
benjolan tiroid yang akan dilakukan biopsy terarah.

4. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)


Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan
secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul (Noer, 1996).Dilakukan khusus pada
keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya
penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif
palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan
preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli
sitologi.
5. Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat
dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada
keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila
perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila < 0,9o C. Pada
penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

2.9 Pembedahan struma


Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik (biopsi) dan
terapeutik. Pembedahan diagnostik yang berupa biopsi insisi atau biopsi eksisi sangat jarang
dilakukan dan telah ditinggalkan terutama dengan semakin akuratnya biopsi jarum halus.
Biopsi diagnostik hanya dilakukan pada tumor yang tidak dapat dikeluarkan, seperti
karsinoma anaplastik. Pembedahan terapeutik dapat berupa lobektomi total, lobektomi
subtotal, istmo-lobektomi dan tiroidektomi total. Tiroidektomi total dilakukan pada
karsionam tiroid berdiferensiasi baik, atau karsinoma medularis, dengan atua tanpa diseksi
leher radikal. Pada struma mononodular nontoksik dan nonmalign dapat dilakukan
hemitiroidektomi, istmolobektomi, atau tiroidektormi subtotal. Penyulit pembedahan di
antaranya adalah perdarahan, cedera nervus laringeus rekurens unilateral atau bilateral,
kerusakan cabang eksternus nervus laringeus superior, cedera trakea, atau esofagus.2,5
BAB III
KESIMPULAN

Pembesaran tiroid atau struma sedang lazim ditemukan kebanyakan karena defiiensi yodium.
Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul maka pembesaran ini disebut
struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma
nodusa non toksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai bahkan dapat dikatakan bahwa dari
semua kelainan tiroid, struma nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering
ditemukan. Penurunan produksi hormon tiroid menghasilkan peningkatan TSH kompensator
dengan akibat hiperplasia dan hipertofi kelenjar. Diagnosis dapat diambil berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang dilakukan
dapat berupa konservatif maupun operatif sesuai indikasi.

Daftar Pustaka

1. Pearce E.Anatomi dan fisiologi untuk paramedis.Jakarta:Penerbit PT


Gramedia;2009.h.283-5.
2. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., Buku Ajar Ilmu Bedah; Dalam : Murtedjo U, Iyad H,
Manoppo A.Sistem Endokrin. EGC., Jakarta: Penerbit EGC;2007.h.801-04.
3. Pramono B, Purnomo L, Sinorita H. Gondok Endemik.Dalam:Buku ajar ilmu penyakit
dalam.Ed 4.Jilid 4.Jakarta:Interna Publishing;2014.2448-64.
4. Corwin J Elisabeth. Buku saku patofisiologi.edisi 3.Jakarta:Penerbit buku kedokteran
EGC;2007.h.249-50.
5. Grace,P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Ed 3.Jakarta:Penerbit Erlangga;2006.h.134.
6. Mansjoer A et al. Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1.Edisi
III Media Esculapius:FKUI Jakarta;2001

Anda mungkin juga menyukai