Anda di halaman 1dari 21

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl. Terusan Arjuna No.6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/tanggal presentasi kasus :
Jumat, 09 Desember 2016
RSAU dr. Esnawan Antariksa

Nama : Gian Alodia Risamasu Tanda Tangan

NIM : 11.2015.076 ..............................

Dr. Pembimbing: dr. Agoes Tino, Sp.B, FICS, FINACS

I.1 ANAMNESIS, RIWAYAT PENYAKIT DAN PEMERIKSAAN FISIK


I.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Adi Nurcahyo Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir/Umur : 22 Juli 1997/18 tahun Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Suparmin No.9 RT 02 RW 02 No RM : 154460
Tanggal masuk RS : 01 Desember 2016

I.1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 01 Desember 2016 pukul 07.00
WIB di Bangsal Merak
Keluhan Utama
Benjolan pada kantong zakar kiri sejak 4 tahun yang lalu
Keluhan Tambahan
Nyeri pada daerah benjolan

1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan terdapat
benjolan pada kantong zakar kiri sejak + 4 tahun yang lalu. Benjolan sudah dirasakan sejak
pasien SMP, namun pasien masih merasa biasa saja dan tidak ada keluhan. Awalnya benjolan
dirasa kecil, namun sekarang semakin membesar. Menurut pasien, kantong zakar kiri terasa
berat ketika pasien berdiri.
Pasien juga mengeluh benjolan terasa sedikit nyeri ketika tersentuh. Pasien kadang
merasa kram pada daerah sekitar benjolan dan meluas hingga ke paha kiri. Keluhan sering
mengangkat beban berat disangkal. BAB dan BAK pasien lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat trauma serta riwayat operasi. Pasien juga tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru. Alergi obat
dan makanan disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit serupa dengan pasien. Riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung maupun penyakit paru dalam keluarga
pasien disangkal.

I.1.3 STATUS GENERALIS


i. Status Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 78x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,2oC
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 58 kg
IMT : 21,3 (Gizi normal)

2
ii. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
alopesia
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
diameter 3 mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya
tidak langsung +/+
Telinga : Normotia, sekret (-/-), darah (-/-), pus (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-/-)
Mulut : sianosis (-), lidah tidak kotor, oral higiene baik
Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher :
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : Tidak dilakukan
- Kelenjar tiroid : Tidak membesar
- Kelenjar getah bening : Tidak membesar

Thorax :
- Paru-paru depan belakang
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis, tidak
ada bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi
sela iga.
Palpasi : Vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri
tekan (-), benjolan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

- Cor
Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V, linea midclavicularis
sinistra
Perkusi
o Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
o Batas atas : ICS II linea sternalis sinistra

3
o Batas kiri : ICS V 1/3 lateral dari linea midclavicularis
sinistra
o Batas bawah : ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar, tidak membuncit, warna kulit sawo
matang, pelebaran pembuluh darah (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, defens muskular (-), nyeri tekan (-) di semua
lapang abdomen
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen, asites (-)

Lengan Kanan Kiri

Otot

Tonus Normotonus Normotonus

Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa

Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)

Oedem Tidak ada Tidak ada

Tungkai & Kaki Kanan Kiri

Luka Tidak ada Tidak ada

Varises Tidak ada Tidak ada

Otot

Tonus Normotonus Normotonus

4
Massa Tidak teraba massa Tidak teraba massa

Sendi Normal, tidak ada nyeri Normal, tidak ada nyeri

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan Normal (5555) Normal (5555)

Edema Tidak ada Tidak ada

Refleks Kanan Kiri

Refleks tendon +2 +2

Biseps +2 +2

Triseps +2 +2

Patella +2 +2

Refleks kulit Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Refleks patologis Negatif Negatif

I.1.4 STATUS LOKALIS


Inspeksi : Tampak benjolan pada regio scrotalis sinistra, pembuluh darah
tampak berkelok-kelok.
Palpasi : Teraba benjolan pada kantong zakar kiri dengan ukuran 5x3
cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal
lunak.

I.2 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Lab Darah Rutin :
Hb : 14,7 g/dl
Ht : 43%
Leukosit : 6100mm3

5
Trombosit : 206.000mm3
Waktu pendarahan : 3 menit
Waktu pembekuan : 6 menit

Kimia Darah :
Ureum : 43mg/dl
Kreatinin : 1,0 mg/dl
Glukosa sewaktu : 95mg/dL

Pemeriksaan Rontgen Thorax :


Tidak tampak proses aktif pada paru-paru.
Cor dalam batas normal
Sinus diaphragma baik
Kesan: Normal chest

Pemeriksaan USG Testis/Scrotum :


Skrotum Kanan :
Testis dan epididimis ukuran normal
Fluid collection minimal
Tampak pelebaran vena-vena plexus pampini formis
Skrotum Kiri :
Testis dan epididimis ukuran normal
Fluid collection minimal
Tampak pelebaran vena-vena plexus pampini formis yang prominent

Kesan: Varicocele ringan kanan


Varicocele moderat berat kiri

I.3 RESUME
Seorang pria berusia 18 tahun datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan
Antariksa dengan keluhan terdapat benjolan pada kantong zakar kiri sejak + 4 tahun
yang lalu. Benjolam awalnya dirasa kecil namun semakin lama semakin membesar.
Kantong zakar terasa berat ketika pasien berdiri. Benjolan terasa nyeri bila tersentuh.
Pasien juga merasa kram pada sekitar benjolan hingga ke paha kiri.

6
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/90 mmHg, frekuensi nadi 78x/menit,
frekuensi napas 20x/menit, suhu 37,2C. Pada pemeriksaan status generalis
didapatkan dari kepala, mata, hidung dan tenggorokan tidak didapatkan kelainan.
Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Pada
pemeriksaan thorax didapatkan pada paru dan jantung dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status lokalis dengan rectal toucher didapatkan:
Inspeksi : Tampak benjolan pada region scrotalis sinistra, pembuluh darah
tampak berkelok-kelok.
Palpasi : Teraba benjolan pada kantong zakar kiri dengan ukuran + 5x3 cm,
permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak.

I.4 DIAGNOSIS BANDING


Spermatokel
Hidrokel Testis

I.5 DIAGNOSIS KERJA


Varikokel Sinistra

I.6 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Rawat inap
Analgetik (Ketorolac 3x3)

Non-Medikamentosa:
Tatalaksana operatif dan edukasi operasi
Rujuk ke dokter spesialis bedah umum

I.7 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Varikokel adalah dilatasi abnormal dari vena pada pleksus pampiniformis akibat
gangguan aliran darah balik vena spermatika interna, atau dapat di analogikan dengan varises
pada kaki dengan ukuran diameter melebihi 2 mm. Dilatasi abnormal vena-vena dari
spermatic cord biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan katup pada vena spermatik
internal. 1,2,3

Pada pria dewasa, masing-masing testis merupakan suatu organ berbentuk oval yang
terletak di dalam skrotum. Beratnya masing-masing kira-kira 10-12 gram, dan menunjukkan
ukuran panjang rata-rata 4 sentimeter (cm), lebar 2 cm, dan ukuran anteroposterior 2,5 cm.
Testis memproduksi sperma dan androgen (hormon seks pria). Tiap testis pada bagian
anterior dan lateral diliputi oleh membran serosa, tunika vaginalis. Membran ini berasal dari
peritoneum cavum abdominal. Pada tunika vaginalis terdapat lapisan parietal (bagian luar)
dan lapisan visceral (bagian dalam) yang dipisahkan oleh cairan serosa. Kapsul fibrosa yang
tebal, keputihan disebut dengan tunika albuginea yang membungkus testis dan terletak pada
sebelah dalam lapisan visceral dari tunika vaginalis. Pada batas posterior testis, tunika
albuginea menebal dan berlanjut ke dalam organ sebagai mediastinum testis.4

Tunika albuginea berlanjut ke dalam testis dan membentuk septum jaringan konektif
halus, yang membagi kavum internal menjadi 250 lobulus terpisah. Tiap-tiap lobulus
mengandung sampai empat tubulus seminiferus yang sangat rumit, tipis dan elongasi.
Tubulus seminiferus mengandung dua tipe sel: kelompok nondividing support cells disebut
sel-sel sustentacular dan kelompok dividing germ cells yang terus menerus memproduksi
sperma pada awal pubertas.9

Cavum yang mengelilingi tubulus seminiferus disebut kavum intersisial. Dalam


cavum intersisial ini terdapat sel-sel intersisial (sel leydig). Luteinizing hormone
menstimulasi sel-sel intersisial untuk memproduksi hormon disebut androgen. Terdapat
beberapa tipe androgen, yang paling umum ialah testosteron. Meskipun korteks adrenal
mensekresi sejumlah kecil androgen, sebagian besar androgen dilepaskan melalui sel-sel
intersisial di testis, dimulai pada masa pubertas.9 Duktus dalam testis; rete testis merupakan
suatu jaringan berkelok-kelok saling terhubung di mediastinum testis yang menerima sperma

8
dari tubulus seminiferus. Saluran-saluran rete testis bergabung membentuk ductulus eferen.
Kira-kira 12-15 ductulus eferen menghubungkan rete testis dengan epididimis. Epididimis
merupakan suatu struktur berbentuk koma terdiri dari suatu duktus internal dan duktus
eksternal melingkupi jaringan konektif. Head epididimis terletak pada permukaan superior
testis, dimana body dan tail epididimis pada permukaan posterior testis. Pada bagian dalam
epididimis berisi duktus epididimis panjang, berkelok yang panjangnya kira-kira 4 sampai 5
meter dan dilapisi oleh epitel berlapis silindris yang memuat stereocilia (microvilli panjang).9

Duktus deferens juga disebut vas deferens, saluran ini meluas dari tail epididimis
melewati skrotum, kanalis inguinalis dan pelvis bergabung dengan duktus dari vesica
seminalis membentuk duktus ejakulatorius pada glandula prostat. Testis diperdarahi oleh
arteri testicular, arteri yang bercabang dari aorta setinggi arteri renal. Banyak pembuluh vena
dari testis pada mediastinum dengan suatu kompleks pleksus vena disebut pleksus vena
pampiniformis, yang terletak superior. Epididimis dan skrotum diperdarahi oleh pleksus vena
kremaster. Kedua pleksus beranastomose dan berjalan superior, berjalan dengan vas deverens
pada spermatic cord. Spermatic cord dan epididimis diperdarahi oleh cabang arteri vesical
inferior dan arteri epigastrik inferior (arteri kremaster). Skrotum diperdarahi cabang dari
arteri pudendal internal (arteri scrotal posterior), arteri pudendal eksternal cabang dari arteri
femoral, dan cabang dari arteri epigastrik inferior (kremaster). Aliran vena testis melalui
pleksus vena pampiniformis, terbentuk pada bagian atas epididimis dan berlanjut ke vena
testikularis melalui cincin inguinal. Vena testikularis kanan bermuara ke vena kava inferior
dengan suatu acute angle, dimana vena testikularis sinistra mengalir ke vena renalis sinistra
dengan suatu right angle.7,8

Gambar 1. Varikokel pada Skrotum kiri

9
Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai
adanya: kelainan pada rongga retroperitoneal (terdapat obstruksi vena karena tumor), muara
vena spermatika kanan pada vena renalis kanan, atau adanya situs inversus. Faktor penyebab
yang diduga dapat mempengaruhi terjadinya varikokel:

1. Faktor genetik. Orang tua dengan varikokel memiliki kecenderungan menurunkan


sifat pembuluh-pembuluh darah yang mudah melebar pada anaknya.
2. Makanan. Beberapa jenis makanan yang dioksidasi tinggi, dapat merusak pembuluh
darah.
3. Suhu. Idealnya, suhu testis adalah 1-2 derajat di bawah suhu tubuh. Suhu yang tinggi
di sekitas testis dapat memicu pelebaran pembuluh darah balik di daerah itu.
4. Tekanan tinggi di sekitar perut.

Gambar 2. Skematik Organ Reproduksi Pria dengan Varikokel

II.2 Epidemiologi

Meskipun dianggap sebagai lesi kongenital, varikokel jarang didiagnosis sebelum usia
sekolah, frekuensi dan keparahan bervariasi pada usia, metode diagnosis. Data penduduk dari
kelompok besar anak-anak dan remaja menunjukkan bahwa mayoritas muncul setelah usia 10
tahun dan risiko meningkat dengan pengembangan melalui masa pubertas, mencapai puncak
pada Tanner tahap 3 (Kumanov et al, 2008). Tingkat prevalensi klinis didiagnosis varikokel
pada populasi ini sekitar 8% sampai 16%, mirip dengan yang dilaporkan untuk populasi
orang dewasa. Antara studi (Niedzielski et al, 1997; Skoog et al, 1997; Akbay et al, 2000;
Stavropoulos et al, 2002; Kumanov et al, 2008; ZAMPIERI dan Cervellione, 2008) berkisar
dari 3% menjadi 43%.10

10
Varikokel terdeteksi lebih sering pada populasi pria infertil dibanding pada pria fertil.
Sebagian besar varikokel terdeteksi setelah pubertas dan prevalensi pada pria dewasa sekitar
11-15%. Pada 80-90% kasus, varikokel hanya terdapat pada sebelah kiri; varikokel bisa
bilateral hingga 20% kasus, meskipun dilatasi sebelah kanan biasanya lebih kecil. Varikokel
unilateral sebelah kanan sangat jarang terjadi. 3,7,9

Varikokel pada remaja pria pernah dilaporkan sekitar 15% kasus. Varikokel biasanya
terdiagnosis pada 20-40% pria infertil. Insidensi varikokel yang teraba diperkirakan 15%
pada populasi umum pria dan 21-39% pria subfertil. Meskipun varikokel pernah dilaporkan
pada pria sebelum remaja, varikokel jarang pada kelompok usia ini. Pada suatu penelitian
oleh Oster 1971) pada 1072 anak sekolah laki laki di Denmark, tidak ditemui adanya
varikokel pada 188 anak laki laki yang berusia antara 6 sampai 9 tahun. Insidensi varikokel
pada anak yang lebih tua (usia 10 25 tahun), bervariasi antara 9% sampai 25,8% dengan suatu
rerata 16,3%.5

Meskipun hampir semua penderita varikokel dilaporkan satu sisi, beberapa studi
terakhir ini melaporkan kejadian bilateral 7% sampai 10% dan Evaluasi berbasis Color
Doppler ultrasonografi (CDUS) diidentifikasi tambahan subklinis varikokel kiri atau bilateral
di 7% sampai 17% dari kasus remaja (Akbay et al, 2000; Pfeiffer et al, 2006; Cervellione et
al, 2008). Perbaikan pada varikokel bilateral yang teraba (terutama kelas 1) dilakukan pada
sepertiga dari populasi laki-laki usia 10 sampai 24 laki-laki-tahun di baru-baru ini (DeCastro
et al, 2009), menunjukkan bahwa varikokel sisi kanan lebih umum diemukan pada remaja
dibandingkan pada studi sebelumnya. 10

Pada orang dewasa, varikokel bilateral dilaporkan di 15% sampai 50% kasus (Zini
dan Boman, 2009). Penyebab penampilan dan progresivitas keparahan varikokel pada anak
dan remaja belum jelas, tapi dilaporkan memiliki kecenderungan genetik, habitus tubuh, dan/
atau kelainan vena intrinsik. Faktor genetik kemungkinan berkontribusi terhadap risiko, tetapi
belum secara pasti berpengaruh pada tingkat keparahan dari varikokel. Risiko varikokel di
keluarga tingkat pertama sekitar 4-8 kali risiko pada pria subur yang menjalani vasektomi
atau donor ginjal laki-laki dan khususnya tinggi dalam saudara kandung laki-laki (Raman et
al, 2005; Mokhtari et al, 2008). Studi yang menggunakan CDUS menunjukkan bahwa risiko
pengembangan varikokel pada masa remaja mungkin terkait dengan prevalensi terus menerus
atau spontan menentang Valsalva yang menginduksi refluks vena spermatika (Pfeiffer et al,
2006; Cervellione et al, 2008; ZAMPIERI dan Cervellione, 2008). 10

11
II.3 Etiologi

Terdapat beberapa etiologi varikokel ekstratestikular seperti refluks renospermatik,


insufisiensi katup vena spermatika interna, refluks ileospermatik, neoplastik, atau penyakit
retroperitoneal lainnya, sindrom malposisi visceral, dan pembedahan sebelumnya pada regio
inguinal dan skrotum. Varikokel intratestikular sering dihubungkan dengan atrofi testikular
ipsilateral terkait kelainan parenkhimal, tetapi apakah varikokel intratestikular merupakan
suatu penyebab atau akibat dari atrofi testikular tetap belum jelas. Varikokel intratestikular
biasanya, tetapi tak selalu, terjadi berkaitan dengan suatu varikokel ekstratestikular
ipsilateral.4,6

II.4 Patofisiologi

Varikokel terjadi akibat peningkatan tekanan vena dan ketidakmampuan vena


spermatika interna. Aliran retrograde vena spermatika interna merupakan mekanisme pada
perkembangan varikokel. Varikokel ekstratestikular merupakan suatu kelainan yang umum
terjadi. Sebagian besar kasus asimptomatik atau berhubungan dengan riwayat orchitis,
infertilitas, pembengkakan skrotum dengan nyeri. Varikokel intratestikular merupakan suatu
keadaan yang jarang, ditandai oleh dilatasi vena intratestikular.6

Varikokel lebih sering ditemukan pada sebelah kiri karena beberapa alasan berikut
ini: (a) vena testikular kiri lebih panjang; (b) vena testikular sinistra memasuki vena renal
sinistra pada suatu right angle; (c) arteri testikular sinistra pada beberapa pria melengkung
diatas vena renal sinistra, dan menekan vena renal sinistra; dan (d) distensi colon descendens
karena feses dapat mengkompresi vena testicular sinistra.9

Proses patologis yang mendasari tidak diketahui, tetapi diasumsikan berhubungan


dengan sudut unik dari vena spermatika / pertemuan ginjal di sisi kiri ditambah dengan
peningkatan tekanan hidrostatik dan / atau inkompetensi katup (Zini dan Boman, 2009). Itu
"fenomena nutcracker", didefinisikan sebagai kompresi vena renalis kiri antara aorta dan
arteri mesenterika superior, diidentifikasi dalam subset dari anak laki-laki yang terkena
dampak dengan venography dan CDUS dan dapat berkontribusi pada patogenesis varikokel
(Coolsaet, 1980; Kim et al, 2006). Peningkatan tinggi dan dan indeks berat badan dan indeks
massa tubuh yang lebih rendah, habitus tubuh kurus dan tinggi klasik, dikaitkan dengan
varikokel pada remaja dan orang dewasa di klinik serta skrining populasi (Handel et al, 2006;
Mei et al, 2006b; Nielsen et al, 2006; Kumanov et al, 2008; Tsao et al, 2009) dan dapat

12
berkontribusi terhadap risiko melalui peningkatan panjang vena spermatika dan / atau
tekanan hidrostatik. Diagnosis mungkin kurang umum pada orang dengan obesitas karena
meningkatnya dinding skrotum lemak yang mengurangi sensitivitas diagnostik. Dalam
penelitian terbaru oleh Sakamoto dan Ogawa dilaporkan ada peningkatan aliran puncak dan
aliran antegrade yang lebih besar dan diameter vena di prostat yang pleksus vena dari pria
dengan varikokel bilateral, yang terdiri 33% dari 141 pria dengan varikokel, dibandingkan
dengan kontrol dan pria dengan varikokel unilateral (Sakamoto dan Ogawa, 2008). Data ini
konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan peningkatan risiko inkompetensi
persimpangan saphenofemoral (Karadeniz-Bilgili et al, 2003) dan varises (Kilic et al, 2007)
dalam kasus varikokel, mencerminkan kemungkinan umum kelainan vena.10

II.5 Manifestasi Klinis

Beberapa pasien dengan varikokel dapat mengalami nyeri skrotal dan pembengkakan,
namun yang lebih penting, suatu varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab
potensial infertilitas pria. Hubungan varikokel dengan fertilitas menjadi kontroversi, namun
telah dilaporkan peningkatan fertilitas dan kualitas sperma setelah terapi, termasuk terapi
oklusif pada varikokel. Varikokel pada remaja biasanya asimptomatik dan untuk itu diagnosis
khususnya diperoleh saat pemeriksaan fisik rutin. Kadang kadang pasien akan datang karena
adanya massa skrotum atau rasa tak nyaman di skrotum, seperti berat atau rasa nyeri setelah
berdiri sepanjang hari.4

Varikokel ekstratestikular secara klinis berupa teraba benjolan asimptomatik, dengan


nyeri skrotal atau hanya menyebabkan infertilitas dengan perjalanan subklinis. Secara klinis
varikokel intratestikular kebanyakan hadir dengan gejala seperti varikokel ekstratestikuler,
meskipun sering varikokel intratestikuler tidak berhubungan dengan varikokel
ekstratestikuler ipsilateral. Manifestasi klinis paling umum pada varikokel intratestikular
adalah nyeri testikular (30%) dan pembengkakan (26%). Nyeri testis diperkirakan
berhubungan dengan peregangan tunika albuginea. Manifestasi klinis lain yang telah
dilaporkan mencakup infertilitas (22%) dan epididimorchitis (11%).4

II.6 Diagnosis

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik,


pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Pemeriksaan fisik harus dilakukan dalam posisi
berdiri. Refluks vena dapat dievaluasi dengan cara manuver valsava. Pemeriksaan radiologi

13
yang dapat digunakan yaitu pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI dan angiografi.
Pemeriksaan Utrasonografi merupakan pilihan pertama dalam mendeteksi varikokel.
Pemeriksaan ultrasonografi dan terutama Color Doppler menjadi metode pemeriksaan paling
terpecaya dan berguna dalam mendiagnosis varikokel subklinis. Gambaran varikokel pada
ultrasonografi tampak sebagai stuktur serpiginosa predominan echo free dengan ukuran
diameter lebih dari 2 mm. Pada CT scan dapat menunjukkan gambaran vena vena
serpiginosa berdilatasi menyangat. Pada MRI varikokel tampak sebagai suatu massa dari
dilatasi, serpiginosa pembuluh darah, biasanya berdekatan dengan caput epididimis.
Spermatic canal melebar, dan intrascrotal spermatic cord atau pleksus pampiniformis
prominen. Spermatic cord memiliki intensitas signal heterogen. Spermatic cord memuat
struktur serpiginosa dengan intensitas signal tinggi. Peranan MRI dalam diagnosis varikokel
belum terbukti karena tidak cukupnya jumlah pasien yang telah diperiksa dengan MRI.
Venografi dapat menunjukkan dilatasi vena testikular, dapat menunjukkan aliran retrograde
bahan kontras ke arah skrotum3,4

Sebagian besar varikokel digambarkan sebagai primer atau idiopatik dan diperkirakan
terjadi karena kelainan perkembangan katup dan / atau vena. Varikokel primer jauh lebih
mungkin pada sebelah kiri, dimana setidaknya dijumpai 95%. Sebagian kecil terjadi akibat
tidak langsung dari suatu lesi yang mengkompresi atau mengoklusi vena testikular. Varikokel
sekunder akibat dari peningkatan tekanan pada vena spermatik yang ditimbulkan oleh proses
penyakit seperti hidronefrosis, sirosis, atau tumor abdominal.8

Varikokel klinis didefinisikan sebagai pembesaran pleksus pampiniformis yang dapat


diraba, dimana dapat dibagi menjadi derajat 1, 2, 3 menurut klasifikasi Dubin and Amelar.
Varikokel subklinis didefinisikan sebagai refluks melalui vena spermatika interna, tanpa
distensi yang dapat teraba dari pleksus pampiniformis. Dubin and Amelar menemukan suatu
sistem penilaian yang berguna untuk varikokel yang dapat teraba. derajat 1: varikokel dapat
diraba hanya pada waktu manuver valsava; derajat 2: varikokel dapat diraba tanpa manuver
valsava; derajat 3: varikokel tampak pada pemeriksaan sebelum palpasi.8

Kelainan analisis semen berupa oligozoospermia, asthenozoospermia dapat


disebabkan oleh varikokel. Mac Leod (1965) pertama kali mengemukakan trias oligospermia,
penurunan motilitas sperma, dan peningkatan persentase sel-sel sperma immatur merupakan
karakteristik semen yang khas pada pria infertil dengan varikokel. Koreksi varikokel sering
menghasilkan peningkatan kualitas semen, beberapa penelitian menghubungkan ukuran

14
dengan efektivitas tatalaksana pembedahan varikokel.2,3

Meskipun program skrining ada di beberapa komunitas, mayoritas varikokel pada


anak-anak dan remaja diidentifikasi secara kebetulan oleh praktisi perawatan primer dan
kurang umum karena keluhan pasien secara umum berupa ketidaknyamanan atau
pembengkakan skrotum. Nyeri dilaporkan dalam 2% sampai 11% kasus (ZAMPIERI et al,
2008a) dan mungkin lebih umum ditemukan di beberapa wilayah geografis. Di kasus yang
jarang terjadi, varikokel didiagnosis setelah pecah karena olahraga tertentu atau trauma
lainnya.10

Pasien diperiksa di ruangan yang hangat posisi terlentang dan berdiri. Skrotum
diamati apakah terlihat bengkak, dan korda spermatika yang teraba saat istirahat dan selama
manuver Valsalva. Sistem penilaian standar yang digunakan untuk varikokel adalah kelas 1,
teraba hanya dengan Valsava; kelas 2, mudah teraba tetapi tidak terlihat, dan kelas 3, mudah
terlihat. Sebuah varikokel besar harus didekompresi dalam posisi terlentang; Kegagalan
untuk dekompresi, terutama di sisi kanan, adalah temuan yang sangat langka tapi perlu
evaluasi untuk massa abdomen (Roy et al, 1989). Kelas 0 (subklinis) varikokel yang
divisualisasikan oleh CDUS tetapi tidak dapat dipalpasi.10

Seperti disebutkan sebelumnya, penggunaan CDUS untuk mendiagnosa varikokel


meningkatkan prevalensi penyakit dalam populasi tertentu karena varikokel subklinis dapat
diidentifikasi. Pada orang dewasa, varikokel sisi kanan subklinis didiagnosis sekitar 10 kali
lebih sering ketika termografi (pengukuran suhu skrotum), CDUS, atau venography
digunakan sebagai dibandingkan dengan pemeriksaan fisik saja (Gat et al, 2004). Namun,
kontroversi yang signifikan bahkan di populasi orang dewasa subur mengenai kebutuhan
untuk mendiagnosa dan mengobati varikokel yang tidak dapat dipalpasi. 10

Kriteria yang sesuai untuk diagnosis varikokel menggunakan CDUS besifat


kontroversial pada orang dewasa, dan pengalaman dengan penggunaan ini terbatas di
populasi anak dan remaja. Seperti diulas oleh Lee dan rekan (2008), standar yang digunakan
untuk diameter vena spermatika (biasanya > 3 mm) dan adanya aliran retrograde bervariasi
pada studi terhadap orang dewasa, meskipun akurasi diagnostik dapat ditingkatkan dengan
menggunakan kriteria kombinasi. Dalam sebuah studi terhadap 625 anak laki-laki dengan
varikokel dan 50 kontrol normal oleh Niedzielski dan rekan (1997) diukur diameter vena
spermatika dalam posisi berdiri dan refluks vena dengan maneuver Valsava. Menggunakan 2
mm sebagai batas atas diameter vena spermatika normal berdasarkan temuan di yang normal

15
anak laki-laki, para peneliti tersebut diperoleh pengukuran normal dalam 95%, 70%, dan 4%
dari anak laki-laki dengan nilai 1, 2, dan 3 varikokel.10

Dalam studi aliran darah vena spermatika, refluks diidentifikasi dalam dua pertiga
anak laki-laki dengan varikokel grade 2 atau 3 dan kecepatan aliran diukur dalam posisi
berdiri berkorelasi dengan kelas varikokel dan motilitas sperma (Niedzielski et al, 1997).
Kozakowski dan rekan kerja (2009) mengukur puncak arus vena spermatika retrograde
dengan Valsava manuver dan mencatat bahwa tingkat aliran tinggi (> 38 cm / sec) yang
sangat terkait dengan volume testis asimetris. Pentingnya data ini tidak jelas karena manfaat
pengukuran aliran vena dari sperma pada remaja akan membutuhkan standardisasi dan
korelasi calon dengan hasil fungsional.10

II.7 Diagnosis Banding

Beberapa kelainan yang pada pemeriksaan ultrasonografi memberikan gambaran


mirip denga gambaran varikokel dan menjadi diagnosis banding yaitu spermatokel dan
ektasia tubular. Spermatokel merupakan suatu lesi kistik jinak yang berisi sperma.
Spermatokel umunya ditemukan pada kaput epididimis. Spermatokel banyak ditemukan
secara kebetulan pada saat skrining ultrasonografi pada pasien usia pertengahan sampai usia
tua. Ukuran spermatokel dapat bervariasi dari beberapa millimeter sampai beberapa
sentimeter. Sebagian besar spermatokel tidak menyebabkan gejala, dan pasien bisa datang
dengan teraba massa lunak pada bagian dalam skrotum. Pada beberapa kasus, dapat juga
terdapat rasa tak nyaman karena efek massa. Etiologi spermatokel masih belum jelas.
Sebagian besar penulis mengarahkan bahwa suatu obstruksi duktus eferen merupakan asal
mula dari kelainan ini.4,5

Ektasia tubular juga dikenal sebagai transformasi kistik rete testis merupakan dilatasi
rete testis sebagai suatu akibat obliterasi parsial atau komplit duktus eferen. Ektasia tubular
sering bilateral dan asimetris, sering berhubungan dengan spermatokel. Rerata usia pada
diagnosis ialah 60 tahun dan secara umum pasien berusia lebih dari 45 tahun.8

II.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi dari varikokel diantaranya kenaikan temperatur testis, jumlah


sperma rendah dan infertilitas pria. Hambatan aliran darah, suatu varikokel dapat membuat
temperatur lokal terlalu tinggi, mempengaruhi pembentukan dan motilitas sperma.27

16
Terdapat bukti yang baik dimana lamanya varikokel menyebabkan efek merugikan yang
progresif pada testis. Chehval dan Porcell (1992) melakukan analisis semen pada 13 pria
dengan varikokel dan kemudian mengevaluasi kembali semen pria tersebut 9 sampai 96 bulan
kemudian. Hasilnya menunjukkan suatu kemerosotan pada follow up analisis semen mereka.6

Potensi komplikasi dari tatalaksana varikokel jarang terjadi dan komplikasi biasanya
ringan. Semua pendekatan pembedahan varikokel berkaitan dengan suatu resiko kecil seperti
infeksi luka, hidrokel, varikokel berulang dan jarang terjadi yaitu atrofi testis. Potensi
komplikasi dari insisi inguinal karena tatalaksana varikokel mencakup mati rasa skrotal dan
nyeri berkepanjangan.7

II.9 Penatalaksanaan

Terdapat beberapa pedoman dimana suatu varikokel sebaiknya dikoreksi karena: 1)


pembedahan berpotensi mengubah suatu keadaan patologis; 2) pembedahan meningkatkan
sebagian besar parameter semen; 3) pembedahan memungkinkan meningkatnya fertilitas; 4)
resiko terapi kecil. Suatu varikokel sebaiknya dikoreksi ketika: 1) Varikokel secara klinis
teraba; 2) pasangan dengan infertilitas; 3) istri fertil atau telah dikoreksi infertilitasnya; 4)
paling tidak satu parameter semen abnormal.8

Keputusan penatalaksanaan sebaiknya terutama berdasarkan pada apakah varikokel


simptomatik atau berhubungan dengan subfertilitas, dan pilihan yaitu antara terapi
pembedahan dan terapi radiologi. Dimana tersedia seorang ahli radiologi terlatih, embolisasi
perkutaneus harus menjadi penatalaksanaan lini pertama, dengan pembedahan dilakukan pada
sebagian kecil pasien yang gagal dengan kateterisasi.2

Pada pembedahan terdapat tiga tehnik yang umum dilakukan. Ketiga tehnik tersebut
yaitu ligasi sub-inguinal, ligasi inguinal dan ligasi retroperitoneal. Ligasi varikokel
laparoskopi belum membuktikan superior terhadap operasi pembedahandan mungkin
berhubungan dengan komplikasi yang serius. Varikokel intratestikular berhasil diterapi
dengan skleroterapi perkutaneus.4

17
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis dengan varikokel berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan adanya keluhan benjolan pada kantong
zakar kiri sejak 4 tahun yang lalu di sertai rasa nyeri, awalnya benjolan dirasa kecil makin
lama makin membesar. Pasien mengeluh benjolan semakin membesar disertai rasa nyeri saat
tersentuh. Keluhan kantong zakar terasa berat terutama saat posisi berdiri. Pasien terkadang
merasa kram pada daerah sekitar benjolan yang menjalar hingga ke paha kiri. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yaitu mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri.
Seringkali, ada rasa sakit, kusam menyeret menyertai kondisi ini. Varikokel juga dapat
menyebabkan keluhan testis terasa berat, dan ini terjadi akibat tekanan meninggi di dalam
vena testis yang tidak berkatup dari muara di vena kava inferior atau vena renalis sampai di
testis. Keluhan yang biasa dimunculkan antara lain adanya rasa sakit yang tumpul atau rasa
berat pada sisi dimana varikokel terdapat, hal tersebut biasanya muncul pada saat setelah
berolah raga berat atau setelah berdiri cukup lama dan jika pasien berada dalam posisi tidur
rasa berat dan tumpul tersebut menghilang.1,3

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum sedang, kesadaran compos mentis.
Pada pemeriksaan tanda vital, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 78 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu badan 37,2 C. Pada inspeksi Regio scrotalis sinistra tampak massa (pembuluh
darah) melingkar, pada palpasi teraba benjolan pada kantong zakar kiri dengan ukuran 5x3
cm, permukaan tidak rata, mobile, nyeri (+), konsistensi kenyal lunak. Yang mana sesuai
dengan kepustakann yaitu peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba
sebagai struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan kesan
terlihat dan teraba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan
dengan konsistensi elastis. Tekanan pada testis dirasakan oleh setiap orang yang diperiksa
sebagai sensasi yang khas yang menentukan struktur organ testis. Epididimitis atau
kebengkakan epidedimis lain, hidrokel, atau tumor testis tidak memberikan sensasi khas
itu.2,3,4

Secara khas gambarannya mirip dengan kantong yang penuh cacing pada skrotum.
Keadaan akut varikokel pada penderita berusia di atas 40 tahun mungkin berhubungan

18
dengan invasi dari tumor ginjal, namun pada pasien ini dengan umur 21 tahun, kemungkinan
tersebut disingkirkan. 3,5

Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum


kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan manuver
valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan
seperti kumpulan cacing-cacing di dalam kantung yang berada di sebelah kranial testis.

Secara klinis varikokel dibedakan dalam 3 tingkatan/derajat:

1. Derajat I : Varikokel yang dapat dipalpasi setelah pasien melakukan manuver


valsava.
2. Derajat II : Varikokel yang dapat dipalpasi tanpa melakukan manuver valsava.
3. Derajat III : Varikokel yang sudah dapat dilihat bentuknya tanpa melakukan
manuver valsava.

Pada pasien ditemukan varikokel tanpa harus melakukan manuver valsafa, sesuai
dengan pembagian tingkatan pada varikokel secara klinis, maka dikategorikan varikokel
derajat II.1,2
Pada terapi pasien ini terbagi dua, yaitu konservatif dan intervensi bedah :
varikokelektomi. Konservatif dengan medikamentosa yaitu, Antibiotik dan analgetik, serta
dilakukan intervensi pembedahan. Sesuai kepustakaan yaitu Indikasi pembedahan, antara
lain:

1. Kualitas sperma yang terganggu;

2. Nyeri yang menganggu;

3. Indikasi kosmetik;

4. Kegagalan testis untuk tumbuh (pada pasien muda).

Pada pasien ini didapatkan 2 kriteria yang memenuhi yaitu poin 2 dan 3. Berdasarkan hal
tersebut, maka dilakukan tindakan intervensi pembedahan: Varikokelektomi. Tujuan utama
terapi pembedahan pada varikokel adalah untuk mencegah komplikasi dari penyakit ini yaitu
infertilitas. Setelah pembedahan diharapkan terjadi perbaikan dari analisis sperma dengan
memperhatikan kualitas dan kuantitas dari sperma.9

19
KESIMPULAN

Varikokel merupakan suatu kelainan dilatasi dari vena pada pleksus pampiniformis.
Varikokel dipertimbangkan menjadi suatu penyebab potensial infertilitas pria. Varikokel
ekstratestikular merupakan kelainan yang umum terjadi, sebaliknya varikokel intratestikular
merupakan kelainan yang jarang.1,2,3

Diagnosis varikokel ditegakkan berdasarkan klinis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi dan analisis semen. Ultrasonografi dan
terutama sekali Color Doppler tampil menjadi metode paling terpercaya dan praktis untuk
mendiagnosis varikokel. Diagnosis varikokel secara tepat dan cepat sangat penting, dimana
pada sebagian besar kasus dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat menghasilkan
peningkatan kualitas semen.1,4,5

Gambaran ultrasonografi varikokel terdiri dari struktur tubular, anekhoik (lingkaran


cacing), multipel, turtuos, ukuran diameter lebih dari 2 mm yang biasanya paling baik
tampak pada superior dan / lateral testis, manuver valsava positif. Gambaran sonografi
varikokel intratestikuler yaitu struktur yang menyebar dari mediastinum testis ke parenkhim
testikuler. Sistem penilaian CDU pada diagnosis varikokel mencakup diameter vena
maksimum, pleksus / jumlah diameter vena, dan perubahan kecepatan aliran pada manuver
valsava. Sedangkan gambaran ultrasonografi spermatokel dan ektasia tubular menjadi
diagnosis banding gambaran varikokel. Gambaran yang dapat dibedakan dengan varikokel
diantaranya pada spermatokel berdinding tipis, pada kaput epididimis, kadang dengan septasi,
dapat hiperekhoik dan tampak solid, USG color doppler tampak tanda turun salju, dan pada
ektasia tubular yaitu struktur avaskular pada mediastinum, sering bilateral dan asimetris,
adanya kista epididimal.1,2,3

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung Seto:2007.


2. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. EGC:2000.
3. Sandlow., J., 2004. Pathogenesis and Treatment of Varikokel. USA, Medical College
of Wisconsin.
4. Putih, W.M., and Residen, C. 2009. Varikokel. Emedicine.
5. Chan, P., and Goldstein., M., 2004. Reproductive Medicine Secrets. Philadelphia, The
Curtis Center Independence Square West.
6. Manning and Delp. Major Diagnosis Fisik. Edisi IX. EGC:1996.
7. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC:2005.
8. Darius A. Paduch., Steven J. Skoog. : Diagnosis, Evaluation and Treatment of
Adolescent Varikokel. Division of Urology and Renal Transplantation Oregon Health
Sciences University, Portland, OR.
9. S.C. Basu. : Hand Book of Surgery Including Instruments, Bandaging, Surgical
Problems, Specimens And Operative Surgery. Currents Books International. 1987.
Page. 280, 281, 292.
10. Wein AJ. Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia: Elsevier Soundera; 2012.

21

Anda mungkin juga menyukai