Anda di halaman 1dari 10

TATALAKSANA BRONKIEKTASIS

 Mengontrol infeksi dan meningkatkan sekresi sputum dan higienitas


bronkus untuk menurunkan jumlah mikroba dalam jalan napas dan risiko
infeksi berulang
 Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
- Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering
- Menghentikan merokok
- Mencegah/meghindari debu, asap
 Memperbaiki drainase sekret bronkus dan menjaga higienitas bronkus
- Drainase postural: dikerjakan 10-20 menit2-4kali setiap hari, atau sampai
sputum tidak keluar lagi, dibantu dengan memberikan tepukan pada
punggung pasren.
- Mencairkan sputum yang kental: hidrasi, mukolitik, inhalasi uap air panas/
dingin
- Mengatur posisi tempat tidur pasien
- Nebulisasi dengan bronkodilator dan cairan hiperosmolar (saline
hipertonik): Ketika nebulisasi dengan cairan saline hipertonik, sebelumnya
diberikan bronkodilator pada pasien yang mempunyai hipereaktivitas
bronkus. Sebelum dan 5 menit setelah dilakukan nebulisasi, FEVL atau
PEF harus diperiksa untuk menilai adanya bronkokonstriksi.
- Fisioterapi dada: drainase postural, chest flapping, ascillatory positive
expiratory pressure flutter valve, atau high-frequency chest wall
oscillation vest.
- Sebelum dilakukan fisioterapi dapat diberikan nebulisasi dengan B2
agonis untuk meningkatkan pengeluaran sputum.
- Setiap 3 bulan harus dinilai keefektifan terapi.
 Latihan rehabilitasi paru
- Jika ada kesulitan bernapas ketika melakukan aktivitas sehari-hari
- Latihan kekuatan otot pernapasan
 Antiinflamasi
- Glukokortikoid oral/sistemik: jika disebabkan ABPA, kondisi autoimun
- Glukokortikoid inhalasi: tidak dianjurkan secara rutin, kecuali pada pasien
asma.
 Anti jamur
- Jika disebabkan ABPA: itrakonazol
 Antibiotik
- Eksaserbasi akut: patogen terduga paling sering adalah Haemophilus
influenza dan P. aeruginosa. Antibiotik diberikan selama 7-10 hari.
- Pada kasus infeksi MAC dan HIV negatif : makrolid dengan rifampisin
dan
etambutol
- Kombinasi antibiotik tidak diberikan jika infeksi disebabkan H. influenza,
Moraxella catarhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia.
- P.aeruginosa yang sensitif terhadap siprofloksasin dapat diberikan
siprofloksasin secara oral sebagai antibiotik lini pertama, dan diganti ke
intravena jika tidak membaik.
- Nebulisasi dengan antibiotik: jika eksaserbasi > 3 kali setahun atau
episode
eksaserbasi yang jarang tetapi diperkirakan menyebabkan morbiditas yang
signifikan. Antibiotik drsesuaikan dengan hasil kultur sensitivitas.
 Operasi :
- Tujuan : mengangkat/reseksi segmen atau lobus paru yang terkena
- Indikasi :
 Bronkiektasis terbatas dan dapat tereseksi, yang tidak berespon
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat
 Bronkiektasis terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang
atau hemoptisis yang berasal dari derah tersebut.
- Kontraindikasi:
 Bronkiektasis dengan PPOK (penyakit paru obstruksi kronik)
 Bronkiektasis berat
 Bronkiektasis dengan komplikasi kor pulmonal kronik
dekompensata
- Jenis operasi: elektif dan paliatif (pada keadaan gawat darurat dan tidak
terdapat kontraindikasi)
- Persiapan operasi:
 Pemeriksaan faal paru : spirometri, analisa gas darah,
bronkospirometri
 CT scan atau USG
 Meneliti ada tidaknya kontraindikasi operasi
 Memperbaiki keadaan umum pasien
 Ventilasi non-invasif:
- Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan gagal napas kronik akibat
bronkiektasis
 Pada kasus refrakter:
- Operasi dengan reseksi bagian paru yang mengalami supurasi.
- Transplantasi paru: sesuai indikasi
 Pada kasus eksaserbasi (3 episode dalam setahun) :
- Antibiotik oral: siprofloksasin selama 1-2 minggu/bulan
- Merotasi jadwal pemberian antibiotik untuk menurunkan risiko resistensi
- Makrolid setiap hari atau 3 kali seminggu
- Inhalasi antibiotik: tobramycin inhalation solution (TOBI) dengan jadwal
rotasi 30 hari pemakaian, 30 hari penghentian
- Antibiotik intravena intermiten: pada kasus bronkiektasis berat dan atau
resistensi kuman.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Radiologi: foto toraks merupakan lini pertama dalam diagnosis BE 
dengan gambaran khas adalah Honeycomb appearance namun gambaran ini
tidak selalu muncul sehingga hasil normal pada rontgen tidak menyingkirkan
kemungkinan BE. Pada CT scan resolusi tinggi terdapat gambaran dilatasi
dinding bronkus (diameter lumen bronkus lebih besar dibanding arteri
pulmoner)
 Hematologi rutin guna mengidentifikasi infeksi dan inflamasi (CRP dan
LED)
 Bronkoskopi tidak dapat melihat ekstasis tetapi kadang dibutuhkan untuk
pengeluaran sputum dan apabila terjadi hemoptisis untuk melihat sumber
perdarahan
 Lainnya: kultur sputum (membantu menegakkan etiologi infeksi),
imunoglobulin A,E,G dan M (membantu menegakkan etiologi defisiensi
imunoglobulin), antibody ANA/RA  (Rheumatoid arthritis, sindrom sjogren)
cystis fibrosis sweat test (cystic fibrosis) dan sebagainya
RADIOLOGI
DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis berdasarkan temuan klinis dan didukung pemeriksaan penunjang

TERAPI DAN PENCEGAHAN


kerusakan paru pada bersifat permanen sehingga tatalaksana bersifat bukan
untuk mengobati tetapi untuk mengurangi gejala dan progresifitas penyakit. 
prinsip tatalaksana BE meliputi:
  Mencari etiologi dan memberi tatalaksana sesuai dengan etiologi
  Edukasi pasien
  Antibiotik
  Pembedahan
  Tatalaksana komplikasi
Tatalaksana awal adalah memberikan edukasi penyakit dan pemberian antibiotik awal.
Pemberian antibiotik terutama diberikan pada pasien dengan eksaserbasi akut. Terdapat tiga
kriteria eksaserbasi BE yang membutuhkan terapi antibiotik
  Peningkatan frekuensi batuk mengi, dan sesak
  Peningkatan purulensi dari sputum
  Peningkatan volume sputum dan viskositas
Umumnya eksaserbasi disebabkan H.influenza dan dapat diberikan antibiotik beta laktam
(Amoxicillin PO 3X500 mg selama 14 hari). Apabila pemberian antibiotik tidak
menunjukkan perbaikan, perlu dipikirkan etiologi P.Aureginosa dan dapat diberikan terapi
kuinolon (siprofloksasin PO 2x500 mg selama 14 hari).  Sebelum memulai terapi antibiotik,
sputum perlu diambil untuk dikultur. Pasien dengan riwayat eksaserbasi lebih dari sama
dengan 3 kali per tahun dapat dipertimbangkan memperoleh terapi antibiotik jangka panjang
Edukasi yang dapat diberikan berupa perjalanan penyakit yang tidak dapat sembuh, tetapi
dapat terkontrol serta peran infeksi dalam menyebabkan eksaserbasi penyakit. edukasi lain
yang penting mencakup:  
 Mengenali gejala eksaserbasi
 Berhenti merokok dan menghindari pajanan rokok
 Mendapat vaksin cacar rubella, influenza, peneumokokus
 Edukasi mengenai Airway clearance (dengan teknik active cycle of breathing
technique bernafas biasa yang diikuti 3 sampai 5 kali napas dalam lalu nafas biasa
kembali lalu mengeluarkan nafas melalui mulut) yang dapat dibantu dengan
pemberian bronkodilator dan fisioterapi dada
  Melakukan aktivitas fisik secara teratur
  Menjaga cairan tubuh

PROGNOSIS

Bronkiektasis memiliki prognosis yang cukup baik mengingat bahwa


Bronkiektasi merupakan penyakit yang bersifat progresif lambat. Survival pada pasien
BE dalam 13 tahun adalah 70,3%. Airway clearance yang rutin serta pengenalan
tanda eksaserbasi akut yang baik dapat meningkatkan survival pada pasien.

KOMPLIKASI
Komplikasi bronkiektasis antara lain pneumonia berulang, abses paru,
empiema, batuk darah, pneumothorax, kor pulmonale, dan infeksi intrakranial (abses
serebral atau ventrikulitis). Bronkiektasis yang lama dan luas dapat menyebabkan
amiloidosis.
Etiologi dan patogenesis
Kelemahan dinding bronkus pada bronkiektasis dapat kongenital ataupun didapat yang
disebabkan karena adanya kerusakan jaringan. Bronkiektasis kongenital sering berkaitan
dengan adanya dekstrocardia dan sinusitis, jika ketiga keadaan ini (bronkiektasis,
dextrocardia dan sinusitis) hadir bersamaan keadaan ini disebut sebagai sindrom kartagener.
jika disertai pula dengan dilatasi trakea dan bronkus utama maka kelainan ini disebut
trakeobronkomegali. Bronkiektasis yang didapat sering berkaitan dengan obstruksi bronkus.
dilatasi bronkus mungkin disebabkan karena kerusakan dinding bronkus akibat peradangan
seperti pada penyakit endobronchial tuberkulosis. bronkiektasis non tuberkulosis cenderung
terjadi pada bagian paru yang bergantung (dependent part) yang menyebabkan aliran
drainase discharge terhambat. Gaya berat menyebabkan akumulasi sputum sehingga infeksi
dan suprasi lebih mudah terjadi.

PATOLOGI
bronkiektasis biasanya mengenai bronkus segmentalis dan bronkus subsegmental dapat
terjadi pada 1 lobus atau juga pada beberapa lobus, biasanya lobus posterior. morfologi
kerusakan dapat bersifat kistik atau sakular, varikosa atau fusiform dan juga silindrik
(klasifikasi ini digunakan ketika upaya diagnosis untuk bronkiektasis masih menggunakan
bronkografi, sekarang klasifikasi ini telah ditinggalkan).
https://www.google.co.id/books/edition/Bronchiectasis/uXByDwAAQBAJ?
hl=en&gbpv=1&dq=bronkiektasis&printsec=frontcover

https://www.google.co.id/books/edition/Respirologi/pGouqExB2WYC?
hl=en&gbpv=1&dq=bronkiektasis&pg=PA118&printsec=frontcover

https://www.google.co.id/books/edition/Radiologi_Ed_2/GTqUHHF4A6oC?
hl=en&gbpv=1&dq=bronkiektasis&pg=PA41&printsec=frontcover

https://www.google.co.id/books/edition/Patofisiologi/KdJfk2qazVIC?
hl=en&gbpv=1&dq=bronkiektasis&pg=PA103&printsec=frontcover

Anda mungkin juga menyukai