A. Definisi
Proses penyesuaian diri terhadap lingkungan baru (Dorland).
Adaptasi ini bersifat komplementer dan bersifat akut (segera hingga 5 hari), subakut
(selama berminggu-minggu), kronis (berbulan-bulan ke tahun) atau seumur hidup
tergantung pada durasi paparan ketinggian tinggi. Orang yang terus-menerus berada
pada ketinggian untuk beberapa hari/minggu/tahun akan semakin teraklimatisasi
terhadap PO2 yg rendah.
Tidak seperti di permukaan laut, ketinggian tinggi memiliki lingkungan yang unik yang
ditandai dengan kondisi hipoksia, hipobaria, dan suhu rendah, sehingga terjadi
perubahan fisiologis berupa :
1. Perubahan Ventilasi
Hypoxic ventilator response (HVR). Ketika kita naik dengan cepat ke ketinggian lebih
dari 1500 meter, akan terjadi peningkatan ventilasi (dalam waktu beberapa jam)
karena adanya stimulasi yg diakibatkan hipoksia (hypoxia induced respiratory
stimulation) melalui carotid body untuk meminimalisir turunnya PO2 alveolar
Pada kondisi perubahan tekanan parsial oksigen yang tiba-tiba, ventilasi alveolar
meningkat 1,65 kali normal (occurs within seconds). Jika kita tetap berada di
ketinggian selama beberapa hari maka ventilasi alveolus bisa meningkat sampai 5
kali normal.
2. Saturasi Oksigen Sistemik pada ketinggian
Sampai pada ketinggian 10.000 feet, saturasi oksigen arteri tetap ≥ 90%. Namun pada
ketinggian diatas 10.000 feet saturasinya menurun dengan cepat. Jadi, semakin naik
ke ketinggian yang lebih tinggi, saturasi oksigen arteri akan semakin berkurang.
3. Sirkulasi pulmonal
Tonus vasomotor vaskularisasi paru akan membesar karena efek lokal
oksigen dan karbon dioksida. Hipoksia menyebabkan vasokonstriksi paru
(mengarah ke peningkatan pulmoner arteri) untuk memfasilitasi redistribusi darah
di berbagai zona paru untuk mencocokkan ventilasi dan mengoptimalkan difusi
oksigen dari alveoli ke darah.
Hipoksia kronis pada penduduk di dataran tinggi menyebabkan perubahan
struktur-fibrosis intima, hipertrofi otot polos, dan proliferasi kolagen dengan
remodelling pembuluh darah paru yang tidak dapat dibalik dengan memperbaiki
hipoksia. Akibatnya, terjadi peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang menetap
dan resistensi vaskular pulmonal. Dibutuhkan beberapa minggu sampai berbulan-
bulan setelah kembali ke permukaan laut untuk normalisasi hipertrofi ventrikel
kanan dan tekanan vaskular paru pada kasus seperti ini.
4. Kapasitas difusi
Kapasitas difusi normal untuk O2 melewati membran respirasi adalah
sekitar 21 ml/mmHg/min, dan dapat meningkat 3 kali lipat ketika olahraga dan
pada high altitude.
Peningkatannya disebabkan karena:
o Adanya peningkatan volume darah kapiler pulmoekspansi kapiler
permukaan tempat difusi oksigen bertambah
o Adanya peningkatan volume udara paruekspansi permukaan alveoli
(alveolar-capillary interface = blood-air barrier = membran respirasi)
permukaan tempat pertukaran udara semakin luas
o Adanya peningkatan tekanan arteri pulmonermendorong darah lebih banyak
ke kapiler alveolar terutama di bagian apex paru (poorly perfused under usual
conditions)
5. Sistem Kardiovaskular
Pendakian ke ketinggian menambah cardiac output dengan meningkatkan
denyut jantung tanpa peningkatan volume stroke. Faktanya, ada penurunan
volume stroke karena penurunan volume plasma sebagai akibat dari alkaline
diuresis, natriuresis dan kehilangan cairan pernafasan karena hiperventilasi.
Output jantung sering meningkat sebanyak 30 persen segera setelah
seseorang naik ke ketinggian tinggi tetapi kemudian menurun kembali ke normal
selama beberapa minggu karena hematokrit darah meningkat, sehingga jumlah
O2 yang diangkut ke jaringan tubuh perifer tetap sekitar normal.
Setelah eksposur akut ke ketinggian ada peningkatan tekanan darah
sistemik dan peningkatan resistensi vaskular karena aktivitas simpatik. Tinggal
lama di ketinggian tinggi kemungkinan akan mengurangi resistensi pembuluh
darah perifer karena efek vasodilatasi hipoksia pada sirkulasi perifer.
6. Sirkulasi Perifer
Terjadi angiogenesis kapiler sistemik di jaringan nonpulmoner (increased
tissue capillarity). Dalam jaringan aktif yang terpapar hipoksia kronis, peningkatan
kapiler sangat signifikan. Sebagai contoh, kepadatan kapiler pada otot ventrikel
kanan meningkat secara nyata karena efek gabungan hipoksia dan beban kerja
yang berlebih pada ventrikel kanan yang disebabkan oleh hipertensi pulmonal
pada ketinggian tinggi.
7. Eritropoiesis
Kadar Hb meningkat karena peningkatan eritropoiesis karena hipoksia
yang dimediasi pelepasan eritropoietin dari ginjal sehingga terjadi peningkatan
kandungan oksigen dari darah meningkatkan pengiriman oksigen.
Hemokonsentasi dapat terjadi pada kondisi high altitude:
• Ht meningkat dari normal (40-45%) ke 60%
• Konsentrasi Hb meningkat dari normal (15 g/dL) menjadi ± 20g/dL
• Volume darah juga meningkat dari 20% jadi 30% disertai peningkatan
konsentrasi Hb mengakibatkan peningkatan total hemoglobin 50% atau
lebih
Ketika volume darah menurun atau aliran darah ke ginjal menurun, sel juxtaglomerular di
ginjal mensekresikan renin dan angiotensin-converting enzyme (ACE) dari paru bertindak
untuk menghasilkan hormon angiotensin II aktif yang meningkatkan tekanan darah dalam
dua cara.
Pertama, angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat; itu meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik.
Kedua, merangsang sekresi aldosteron, yang meningkatkan reabsorpsi ion natrium
(Na) dan air oleh ginjal. Reabsorpsi air meningkatkan volume darah total, yang
meningkatkan tekanan darah.
Konsumsi karbohidrat paling efektif 30-45 menit setelah latihan untuk memulihkan
glikogen otot dan hati.
Konsumsi protein dan karbohidrat setelah berolahraga meningkatkan sintesis protein
otot.
Konsumsi karbohidrat, protein sedang, dan rendah lemak harus dikonsumsi dalam 2
jam. Karbohidrat rasio protein 4: 1, akan menghasilkan penyimpanan glikogen yang
lebih tinggi
Konsumsi suplemen antioksidan seperti vitamin E dan Vitamin C melindungi sel dari
kerusakan akibat radikal bebas.
Konsumsi cairan adekuat berperan untuk mencegah dehidrasi dan membuat
performa olahraga menjadi optimal. Selama olahraga, tubuh kehilangan cairan dan
elektrolit seperti Na,Cl, dan K melalui ekskresi keringat.
HIPOKSIA
Penulis: Annisa Rizka F. (1510211116)
A. Definisi
Menurut Webster
Hypoxia : Kekurangan jumlah oksigen dalam mencapai jaringan tubuh
Anoxia : Jumlah oksigen yang sangat rendah dalam jaringan tubuh
Hypoxemia : Oksigenasi darah yang tidak adekuat
Menurut Dorland
Hypoxia : Pengurangan perfusi oksigen ke jaringan di bawah level oksigen
secara fisiologis meskipun perfusi jaringan cukup adekuat oleh darah
Anoxia : Total kekurangan oksigen; sering digunakan secara bergantian
dengan hipoksia berarti berkurangnya suplai oksigen ke jaringan
Hypoxemia : kurangnya oksigenasi darah; hipoksia
B. Klasifikasi
1. Hypoxic hypoxia
Hipoksia terjadi ketika ada kekurangan pertukaran oksigen di paru-paru.
Beberapa penyebab termasuk: Penurunan tekanan parsial oksigen yang tersedia
di beberapa ketinggian, kondisi yang menghalangi pertukaran pada tingkat kapiler
alveolar (misalnya pneumonia, edema paru, asma, tenggelam). Gambar di bawah
mengilustrasikan hipoksia hipoksia:
3. Stagnant hypoxia
Hipoksia terjadi ketika aliran darah tidak cukup. Penyebab termasuk: Gagal
jantung. Berkurangnya volume darah yang bersirkulasi. Vasodilatasi.
Penggabungan vena karena G-forces. Ventilasi tekanan positif terus menerus oleh
G-forces.
D. Mekanisme hipoksia
2. Kompensasi
Pada orang sehat, tahap ini dapat terjadi pada ketinggian antara 10.000 dan
15.000 kaki. Tubuh pada umumnya memiliki kemampuan untuk mencegah efek
hipoksia lebih lanjut dengan meningkatkan laju dan kedalaman ventilasi dan curah
jantung. Saturasi oksigen arteri selama fase ini biasanya antara 80 dan 90 persen.
A. DEFINISI
Sekumpulan gejala paru dan otak yang terjadi pada orang yang baru pertama kali
mendaki ke ketinggian.
B. KLASIFIKASI
1. Acute Mountain Sickness (AMS)
2. High-Altitude Cerebral Edema (HACE)
3. High-Altitude Pulmonary Edema (HAPE)
e. Gejala Klinis
Keluhan utama :
Sakit kepala
Malaise
Pusing
Anoreksia
Nausea
Gangguan tidur
Keluhan tersebut meningkat setelah 4-6 jam berada pada ketinggian 2000-2500
m dan biasanya hilang setelah 1-3 hari pendakian jika berhenti mendaki atau
beristirahat.
d. Pemeriksaan
Pada HACE berat, pemeriksaan fisik, radiologi thorax dan autopsi memperlihatkan
gambaran edema paru.
C. TATALAKSANA
1. Aklimatisasi
Penyesuaian tubuh terhadap kondisi hipoksia hipobarik yang bertujuan untuk
meningkatkan aliran oksigen. Aklimatisasi paling baik diperoleh dengan pendakian
yang pelan sehingga memberi kesempatantubuh untuk beradaptasi terhadap
ketinggian dan meminimalisir risiko high-altitude illness.
Rekomendasi aklimatisasi yang dianjurkan sebelum pendakian adalah sebagai
berikut :
1. Pendakian lebih dari 3000 meter, dianjurkan untuk istirahat setiap ketinggian
300-600 meter per hari.
2. “Climb high and sleep low”, artinya pendaki dapat mendaki lebih dari 1000 kaki
dalam satu hari, asalkan tetap beristirahat di ketinggian yang lebih rendah.
3. Hidrasi adekuat (± 3-4 liter per hari) untuk mencegah dehidrasi.
4. Diet tinggi karbohidrat, hindari rokok, alcohol dan obat-obat anti depresan.
5. Bila muncul keluhan selama berada di ketinggian, sebaiknya jangan mendaki
lebih tinggi dan istirahat. Bila keluhan semakin meningkat, dianjurkan untuk turun
ke ketinggian lebih rendah.
2. Acetazolamide
Acetazolamide merupakan inhibitor karbonik anhidrase yang poten; keefektivannya
dalam pencegahan dan penghambat AMS telah banyak diperlihatkan walau dosis
optimalnya masih dalam perdebatan. Penelitian tersamar ganda, random, plasebo-
kontrol terbaru memperlihatkan pemberian acetazolamid sebanyak 125 mg dua kali
sehari, sama efektifnya dalam pencegahan, dengan pemberian 375 mg dua kali
sehari. Berdasarkan penelitian tersebut, pemberian acetazolamide 125 mg dua kali
sehari, 1 hari sebelum pendakian dilanjutkan 2 hari setelah mencapai ketinggian
maksimal diindikasikan sebagai pencegahan AMS.
Pemberian acetazolamide 250 mg 3 kali sehari, 3 hari sebelum pendakian
menurunkan PVR normoksik dan menumpulkan respon vasokonstriktor paru
terhadap hipoksia.
3. Dexamethasone
Dexamethasone kemungkinan kurang efektif dibandingkan dengan acetazolamide,
namun efektif sebagi pengobatan emergensi AMS dengan dosis awal 4-10 mg,
diikuti 4 mg setiap 6 jam. Dexamethasone menurunkan gejala AMS namun tidak
mempengaruhi kelainan fisiologik sehubungan dengan paparan high-altitude.
4. Inhibitor Phospodiesterase
Penurunan sintesis nitrit oksida merupakan faktor penting pada HAPE. Nitrit oksida,
vasodilator yang dihasilkan endotel vaskular paru, memiliki waktu paruh yang
pendek akibat aktivitas phospodiesterase lokal; sehingga penghambatannya dapat
meningkatkan efek NO. Viagra (sildenafil) mengurangi hipertensi pulmonar,
memperbaiki pertukaran gas, mengurangi terjadinya hipoksia akibat ketinggian.
Tadalafil diduga dapat mencegah HAPE pada individu yang rentan dan obat
golongan ini menjanjikan sebagai terapi HAPE. Pemberian sildenafil 50 mg per oral
satu kali sehari memperbaiki cardiac output dan kemampuan berkuat dan
meringankan peningkatan tekanan pada orang sehat yang terpapar kondisi
hipoksia normobarik dan mendaki sampai ketinggian 5400 m. Pada studi yang
terbaru, sildenafil 40 mg per oral 3 kali sehari yang diberikan pada subyek sehat
beberapa hari setelah sampai ke high-altitude meningkatkan pertukaran gas dan
mengurangi hipertensi pulmonar tanpa efek yang signifikan terhadap tekanan
darah sistemik. Maggiorini et al, memperlihatkan penggunaan tadalafil 10 mg per
oral 2 kali sehari, dimulai satu hari sebelum pendakian mengurangi risiko
perburukan HAPE sebesar 65%.
5. Acetaminophen dan Ibuprofen
Acetaminofen dan NSAID seperti ibuprofen dan aspirin seringkali efektif dalam
mengurangi sakit kepala akibat AMS. Pemberikan 800 mg ibuprofen dan 85 mg
acetazolamide serta placebo 3 kali sehari pada ketinggian 4280 m dan 4358 m
memperlihatkan perbaikan keluhan sakit kepala sama baiknya antara ibuprofen
dengan acetazolamid dan lebih baik dari placebo. Sehingga dari penelitian
tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibuprofen dan acetazolamid efektif dalam
pencegahan AMS.
6. Gingko biloba
Beberapa suplemen antioksidan telah diuji coba untuk mencegah terjadinya AMS.
Gingko biloba ternyata memiliki efek antioksidan yang poten dan mampu
menurunkan vasodilatasi arteri, yang memperlihatkan adanya hubungan NO dan
kemampuannya menurunkan radikal bebas. Penelitian yang ada memperlihatkan
pemberian G. Biloba selama 5 hari menurunkan nitrit okside. Meski demikian,
hanya sedikit penelitian tentang peran profilaksis G biloba ini dalam mencegah
AMS pada manusia. Kelompok pendaki pada 5400 m yang mendapat G biloba tidak
memperlihatkan gangguan cerebral dan gangguan pernafasan hanya muncul
13,6% vs 82% dari kelompok kontrol. Pada studi di ketinggian 4205 m, pemberian
180 mg/hari sebelum mendaki menurunkan insiden AMS.
3. HAPE
(HIGH ALTITUDE PULMONARY EDEMA)
Penulis: Alfat Hidayat (1510211028)
A. Definisi
Edema pulmonal nonkardiogenik yang biasanya terjadi di dataran rendah yang naik
cepat ke ketinggian lebih besar dari 2500-3000 m.
Berkembang dalam 2-4 hari setelah sampai di ketinggian tinggi, tanpa didahului oleh
AMS.
B. Epidemiologi
Terjadi pada >10% orang yang naik ke ketinggian >3700 mdpl
Onset pada perempuan = laik-laki untuk AMS, tetapi laki-laki>perempuan pada HAPE.
C. Etiologi
- Rapid ascent
- Exposure to cold
- Physical exertion at high altitude
D. Faktor Risiko
- Infeksi Saluran Pernafasan
- Tingkat pendakian cepat
- Abnormalitas sirkulasi cardiopulmonary menyebabkan hipertensi pulmonal
F. Klasifikasi
G. Patofisiologi
H. Diagnosis Banding
- Pneumonia
- Bronkitis
- Asma
I. Komplikasi
Jika sampai hipoksemia berat akan terjadi edema cerebral HACE.
J. Tatalaksana
1. Segera turun (evacuation)
2. Minimalisasi pengerahan tenaga saat pasien tetap hangat.
3. Pemberian oksigen (4-6L/min) sampai saturasi O2 >90%
4. Terapi tambahan dengan nifedipine (30 mg, extended release, q12h)
5. Terapi hiperbarik jika turun tidak memungkinkan.
K. Pencegahan
- Kurangi aktivitas fisik pada ketinggian
- Diet tinggi karbohidrat
- Jangan minum alkohol dan obat-obatan sedative
- Perlahan-lahan naik
- Jangan naik tiba-tiba sampai 3000 mdpl, jika mungkin tinggal 2 malam di
2500-3000 mdpl sebelum naik lebih tinggi.
Referensi
Harrison Principles of Internal Medicine 18th ed
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/304/286
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3617508/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430916/