Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa Saryanto, yang
lebih dikenal dengan nama Lakespra Saryanto adalah salah satu Badan
Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan TNI AU yang mempunyai tugas
utama melaksanakan pemeriksaan kesehatan (GCU, sejak 1973) dan
sekaligus juga menyelenggarakan Indoktrinasi serta Latihan Aerofisiologi
bagi para awak-pesawat (ILA, sejak 1967). Dalam perkembangannya
Lakespra Saryanto juga memberikan pelayanan pemeriksaan medis dan
pembinaan

kesehatan

serta

program-program

pelatihan

penunjang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi komunitas penerbangan maupun


bagi kalangan industri serta masyarakat umum.
Visinya menjadi pusat rujukan kesehatan penerbangan di Indonesia dan
sekaligus menjadi pemuka dalam uji kesehatan bagi masyarakat umum.
Misinya Pembinaan kesehatan para awak-pesawat, Pembinaan kesehatan
petugas khusus TNI AU ,Pusat rujukan diagnostik medik ,Pembinaan
kesehatan masyarakat umum ,Pembinaan kesemaptaan jasmani ,Penelitian
dan pengembangan kesehatan penerbangan .Kebijakan Mutu:

Lakespra

Saryanto adalah pemuka dalam uji kesehatan serta perintis dalam pendidikan,
penelitian dan pengembangan ilmu kesehatan penerbangan yang akan selalu
berupaya memberikan kepuasan pada pelanggan melalui pelayanan yang
tepat dan professional berdasar sistem pengendalian mutu ISO 9002.

Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (LAKESPRA)


adalah lembaga milik TNI Angkatan Udara (TNI-AU), bagian dari direktorat
kesehatan. Meski demikian, LAKESPRA tidak hanya mengurusi masalahmasalah kesehatan penerbang TNI-AU saja. Melainkan menangani kesehatan
penerbangan sipil disamping menjadi rujukan ilmiah seluruh masyarakat
penerbangan termasuk kajian masalah kesehatan di bidang Antariksa. Nama
lengkap lembaga ini adalah Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang
Angkasa Dr. Saryanto, dimana Dr. Saryanto adalah tokoh pendiri lembaga ini
di tahun 1965. Lembaga ini terletak di jalan MT. Haryono, Jakarta. Berupa
bangunan bergaya lama berbentuk segi delapan. Di depan bangunan itu
terdapat sebuah pesawat DC-3 Dakota.
B. Batasan Masalah
Penulis membatasi masalah yaitu, Night Vision Trainer.
C. Rumusan Penulisan
Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: bagaimana cara kerja night
vision triner.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui mengenai night vision triner.

E. Metoda Penulisan
Metode dalam penelitian ini ialah kajian pustaka atau studi pustaka.
F. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan makalah ini terdiri dari tiga BAB. BAB I


pendahuluan yang berisikan latar belakang, batasan masalah , rumusan
penulisan, tujuan penulisan, metoda penulisan waktu serta sistematika
penulisan. BAB II tinjauan pustaka membahas mengenai teori tentang
lakespra dan alat alat pelatihan. BAB III penutup berisikan tentang
kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Lakespra
1. Pengertian Lakespra
Lakespra adalah Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang
Angkasa Dinas Kesehatan TNI AU yang menjadi pusat pemeriksaan
kesehatan (General Medical Check UP) sejak tahun 1973 dan menjadi
pusat indoktrinasi serta latihan Aerofisiologi (ILA, sejak tahun 1967).
Dalam perkembangannya Lakespra Saryanto juga memberikan jasa
pelayanan dan pembinaan pemeriksaan kesehatan serta program-program
pelatihan penunjang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) baik di
kalangan dunia penerbangan maupun lapisan masyarakat/industri.
Lakespra Saryanto memiliki sertifikat ISO 9002 sebagai bukti untuk
pelayanan prima.
2. Fasilitas bagi Penerbang
Dilihat dari udara, Lakespra Dr. Saryanto ini terbagi menjadi dua
bagian. Bagian depan adalah bangunan yang dipakai untuk kepentingan
"aerofisiologi" dan bagian belakang digunakan untuk "aeroklinik".
Bangunan bagian belakang itulah yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
banyak guna kepentingan pemeriksaan rutin kesehatannya dengan sarana
dan prasarana serta tenaga ahli yang memadai. Selain masyarakat, fasilitas
ini digunakan juga oleh sebagian pejabat pemerintahan Indonesia guna
memeriksa kesehatannya. Bangunan bagian depan, bagian aerofisiologi
adalah bagian yang khusus digunakan untuk awak pesawat militer maupin

sipil. Meski bangunannya adalah bangunan lama dengan gaya tahun 1960an dengan bentuk segi delapan namun peralatan yang dimilikinya dapat
digunakan untuk penelitian, medis dan kesehatan para awak pesawat
hingga mencapai ketinggian lebih dari 50.000 kaki bahkan menjangkau
masa depan. Disinilah para calon penerbang, awak pesawat, pilot, penerjun
bebas, calon pendaki gunung dan antariksawan diuji dan dilihat
kemampuannya. Yang pasti, mereka tidak bisa lolos dari kenyataan kondisi
fisik yang dimiliki untuk menghadapi dampak fisiologis penerbangan atau
ketinggian. Karena fasilitas ini termasuk yang terlengkap khususnya di
kawasan Asia Tenggara atau dikalangan negara-negara ASEAN, banyak
pula penerbang-penerbang negara lain baik sipil dan militer yang juga ikut
memanfaatkan lembaga ini khususnya melalui hubungan persahabatan
antar negara. Sebagai contoh, Malaysia mengirimkan calon antariksawannya di lembaga ini guna menguji kemampuan fisik dan kesehatan mereka
dalam program Angkasawan-nya.
Untuk menguji para penerbang, maupun kalangan yang nantinya
akan berdinas atau bekerja ataupun bepergian di kawasan ketinggian
ekstrem maupun antariksawan, mereka melakukan ILA atau Indoktrinasi
dan Latihan Aerofisiologi. Dan untuk mengetahui kemampuan seseorang
dalam menghadapi ketinggian dimana kadar oksigen, tekanan dan suhu
yang semakin rendah, digunakan hypobaric/altitude chamber, yakni
sebuah ruangan yang bisa disimulasikan pada suatu ketinggian yang
diinginkan. Untuk pengujian, umumnya ketinggian yang digunakan adalah
18.000 kaki atau sekitar 5.486 meter. Pada ketinggian itu, kadar oksigen

sudah sangat tipis dan tekanan udara hanya 380 mmHg, dengan suhu
mencapai minus (-) 20,7 derajat Celcius, jauh dibawah dinginnya es.
Seseorang akan mengalami pengaruh kedaan itu antara lain hypoxia,
kekurangan oksigen, tidak bisa berfikir sempurna atau bahkan pingsan.
Dalam pengujian di ruang altitude chamber ini nampak jelas
keadaan seseorang yang nantinya berada di kawasan dengan ketinggian
yang memiliki kondisi ekstrem. Ketika seseorang berada dalam ruangan
ini, yang diberi kondisi ketinggian 18.000 kaki, disana peserta aka diuji
dengan

menggunakan

persoalan

matematika

sederhana

seperti

penjumlahan dan pengurangan seperti halnya 2+2, 4+1,5-3 dan


sebagainya. Disana banyak dari peserta yang tidak dapat menjawabnya
dengan benar. Umumnya peserta yang demikian adalah calon-calon
penerbang yang mengikuti seleksi masuk baik penerbang sipil maupun
militer. Selain pengujian diatas, para calon penerbang ini menjalani
pemeriksaan-pemeriksaan dengan teliti dan diberi pengetahuan tentang
masalah-masalah dalam kondisi ketinggian atau melawan gaya gravitasi.
Dan sebenarnya prosedur maupun pemeriksaan serta pelatihan seperti itu
tidak hanya diberikan kepada calon penerbang, mereka yang sudah
menekuni profesinya tersebut juga dikirim ke Lakespra untuk melakukan
konsultasi psikiatri penerbangan, khususnya lagi bagi mereka yang
mengalami kecelakaan penerbangan atau masalah dalam penerbangannya.
Bagi penerbang, terlebih lagi penerbang pesawat tempur, mereka
harus melakukan ILA enam bulan sekali. Mereka menjalani uji rutin
kesiapan fisiknya terhadap pengaruh-pengaruh gaya gravitasi, pengaruh

kurangnya oksigen sampai penggunaan kursi lontar. Selain itu, mereka


diuji dengan alat-alat yang dimiliki Lakespra antara lain Human
Centrifuge, Basic Orientation Trainer, Night Vision Trainer, Osy Fault
Trainer, Positivr-Pressure-Breathing, dan Ejection Seat Trainer.
Dalam uji meloncat dari pesawat tempur dengan kursi lontar
misalnya, untuk melakukan simulasi ketika pesawat mengalami kerusakan
di udara, tidak bisa dilatihkan dengan secara nyata seperti halnya terjun
payung. Untuk itu, Lakespra menyediakan sebuah kursi lontar tiruan untuk
digunakan sebagai latihan. Bila kursi lontar sebenarnya digerakkan oleh
sebuah roket yang dipasang di bawah kursi penerbang. Maka kursi lontar
tiruan di Lakespra digerakkan oleh tekanan gas. Meskipun demikian,
dalam latihan harus dilakukan dengan teliti dan hati-hati karena memiliki
bahaya yang cukup besar. Bila kurang hati-hati, tulang belakang peserta
bisa patah.
3. Lembaga Penelitian, Pengembangan dan Pendidikan
Sebagai lembaga yang mengurusi kesehatan penerbangan dan
ruang angkasa, Lakespra Dr. Saryanti juga melakukan kegiatan penelitian
dan pengembangan. Kegiatannya antara lain dengan mengadakan Journal
Reading, temu ilmiah, simposium, penelitian pengaruh kekurangan
oksigen, hypoxia, pengaruh terhadap penglihatan, intelegensia, sistem
aliran darah/jantung, penelitian kondisi tulang leher bagi calon-calon
penerbang pesawat tempur modern, serta penelitian mengenai gigi-geligi
dan banyak lagi. Sebagai contoh, kondisi panjang-pendeknya tulang leher
bagi para penerbang. Tidak hanya pada petinju yang memiliki leher

pendek seperti halnya petinju kelas berat Mike Tyson pada dekade 1990an, yang dikatakan atau dianggap paling ideal, maka bagi penerbang
tempur, leher pendek juga memiliki pengaruh terhadap fisiknya. Menurut
penelitian, penerbang yang memiliki leher pendek memiliki daya
ketahanan yang lebih daripada penerbang lain, terhadap pengaruh gaya
gravitasi dan tipe penerbang seperti ini jarang sekali mengalami "black
out", gelap pandang pada saat melakukan atau terjadi manuver berat dalam
penerbangannya.Selain

itu,

Lakespra

juga

mengadakan

program

pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan penerbangan dan antariksa.


Kegiatannya antara lain sekolah perawat udara, sekolah kesehatan
penerbangan dan ruang angkasa (Sekespra), pelatihan para dokter umum,
dokter gigi, psikolog atau insinyur baik sipil maupun militer untuk
menjadi dokter penerbangan (Flight Surgeon). Ada juga program pasca
sarjana (S-2) yang diselenggarakan oleh lembaga ini.

4. Pelatihan
Lakespra Saryanto menyelenggarakan program pelatihan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja baik berupa pelatihan umum (Public
Training) maupun pelatihan di tempat kerja (In house Training). Adapun
modul-modul pelatihan terdiri dari:

a. Pelatihan Pengungsian Medik Darurat Udara


Tujuan Pelatihan adalah untuk memberikan pengetahuan dan
ketrampilan dalam penanggulangan penderita gawat darurat pra rumah
sakit di tempat kejadian, penanggulangan penderita selama dibawa
melalui pengangkutan udara, dan penanganan penderita pada saat
penurunan penderita dari pesawat ke rumah sakit. Pelatihan
Pengungsian Medik Darurat Udara dilakukan selama 2 hari,
1) 1 hari teori yang meliputi: Triase Penderita Theory, Basic Life
Support Theori, Advance Traumatic Life Support (ATLS) Theory,
pemindahan penderita ke dalam pesawat, memelihara stabilitas
kondisi pendeirta selama di pesawat.
2) 1 hari praktek lapangan dimana pada saat praktek diutamakan pada
pengungsian medik darurat udara pra rumah sakit dan transportasi
penderita melalui udara ke rumah sakit terdekat. Dalam praktek
lapangan ini akan disimulasikan dengan menggunakan pesawat
helikopter atau Cassa C-212. Pelatihan ini ditujukan untuk
perusahaan oil company, perusahaan pertambangan, perusahaan
penerbangan, pengelola bandara, dan instansi/rumah sakit.
b. Pelatihan P3K
Tujuan

pelatihan

First Aid

adalah

memberikan

wawasan

pengetahuan kepada peserta mengenai prinsip-prinsip pertolongan

10

pertama dan pengetahuan mengenai tindakan apa yang harus dilakukan


terhadap penderita bila terjadi kecelakaan. Pelatihan P3K dilakukan
selama 1 hari untuk peserta awam dan 3 hari untuk responder (para
medik). Pelatihan ini meliputi praktek Skill Station dan Theory (Basic
Life Support), termasuk Resusitas Jantung Paru, Penghentian
pendarahan, Pembalutan/pembidaian, Initial Assesment, Ekstrikasi
Stabilitasi dan Transportasi Penderita. Pada pelatihan ini masingmasing peserta diuji satu persatu. Pelatihan ini ditujukan untuk
perusahaan manufacturing, konstruksi, oil company, pertambangan,
instansi pemerintah, public service company, dll.
c. Aerofisiologi Training
Tujuan pelatihan ini adalah peserta dapat mengatasi permasalahan
fisiologi penerbang. Pelatihan in dapat digunakan sebagai Refreshment
Training (Training Penyegaran) bagi aircrew perusahaan penerbangan.
Modul : Masalah fisiologi penerbangan Lama pelatihan : 1 hari.
d. Outbound Training
Tujuan outbound training adalah peserta dapat meningkatkan
kepercayaan dirinya, meningkatkan sikap kerja dan loyalitas dengan
kelompoknya,

meningkatkan

disiplin

diri

dan

alertness,

meningkatkan kematangan dalam pengambilan keputusan yang tepat


serta meningkatkan daya tahan terhadap stress akibat kerja.

11

Jenis kegiatan dalam outbound training adalah:


1) Kesamaptaan
2) Kecepatan reaksi
3) How to Fight
4) Caraka Malam
5) Teori mengenai komunikasi, motivasi, dan self assessment
6) Raffling/turun tebing
7) Permainan/games pemecahan masalah
8) Renungan malam Waktu Pelaksanaan: Basic Outbound Training (4
hari, 3 malam) Middle Outbound Training (3 hari, 2 malam)
Advance Outbound Training (1 hari, 1 malam).
e. Indoor Outbound Training
Tujuan Outbound Training ini adalah pengembangan dasar-dasar
manajemn kelompok, cara efektif pengambilan keputusan, peningkatan
kerjasama kelompok, pengembangan dan penyesuaian diri pribadi oleh
fungsinya di tengah kegiatan berkelompok serta meningkatkan daya
tahan stress akibat kerja. Waktu pelaksanaan: 3 hari

12

B. Peralatan Kesehatan Matra Dirgantara


Beberapa peralatan kesehatan khas matra dirgantara yang
saat ini dimiliki oleh Lakespra Saryanto adalah antara lain :
1. Human Centrifuge
Merupakan sarana pelatihan dan seleksi terhadap awak pesawat
dalam hal simulasi gaya G (G forces) yang biasa mereka hadapi dalam
manuver-manuver aerobik pesawat tempur. Alat ini dapat menghasilkan
gaya sentrifugal terhadap tubuh manusia sampai dengan 8G (8 kali gaya
tarik bumi).
2. Altitude Chamber
Alat ini disebut juga decompression chamber yang merupakan sarana
pelatihan dan seleksi awak pesawat dalam hal simulasi kondisi atmosfir di
suatu ketinggian, yang ditandai dengan menurunnya tekanan udara,
kandungan oksigen, kelembaban dan suhu udara. Altitude chamber ini
dapat mensimulasikan kondisi atmosfir hingga ketinggian 35.000 - 40.000
kaki.
3. Basic Orientation Trainer (BOT)
Merupakan sarana pelatihan awak pesawat untuk mengenali
keterbatasan-keterbatasan alat keseimbangan yang dimiliki manusia,
khususnya dalam menginterprestasi gerakan-gerakan pesawat di udara serta

13

ilusi-ilusi yang dapat timbul akibat salah persepsi alat keseimbangan


tersebut.
4. Night Vision Trainer (NVT)
Merupakan sarana pelatihan awak pesawat untuk pemahaman tentang
mekanisme fisiologik proses penglihatan baik siang maupun malam hari.
Khusus untuk penglihatan malam, alat ini dapat mendemonstrasikan
keterbatasan-keterbatasan kemampuan mata dalam keadaan gelap. Selain
itu dengan menggunakan alat ini, awak pesawat dapat dilatih untuk
membiasakan diri dengan cara-cara yang tepat untuk melihat obyek di
malam hari secara efektif dan efisien.
5. Ejection Seat Trainer
Merupakan sarana pelatihan awak pesawat dalam mensimulasikan
gerakan dan mekanisme bekerjanya kursi lontar pada pesawat-pesawat
tempur. Melalui pelatihan ini diharapkan penerbang sudah percaya diri
apabila suatu saat berada dalam keadaan darurat harus melontarkan dirinya
ke luar pesawat, dengan menggunakan kursi pelontar pada pesawat tempur.
6. Oxy Fault Trainer
Alat ini digunakan untuk melatih awak pesawat dalam menanggulangi
gangguan-gangguan pada sistem pernafasan oksigen di pesawat terbang,
sehingga apabila penerbang tersebut mengalami kejadian yang sebenarnya
tidak akan sempat membahayakan keselamatan jiwanya.
7. Positive Pressure Breathing Rig
Alat ini merupakan sarana pelatihan awak pesawat dalam
membiasakan diri bernafas melalui peralatan oksigen di dalam pesawat,
dengan tekanan positif pada maskernya. Hal ini harus dilakukan apabila
penerbang tempur menjalankan tugas terbang tinggi (high altitude flying)

14

yaitu sekitar 40.000 kaki, sehingga untuk menghindari keadaan hipoksia


penerbang tersebut perlu diberikan aliran oksigen 100% dengan tambahan
tekanan dalam masker f 2 mmHg dibandingkan dengan tekanan udara di
luar masker.

15

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ilmu kesehatan mulai berkembang tidak hanya melingkupi darat
namun juga melingkupi dunia penerbangan sejak ditemukannya balon
terbang pada abad ke-18. Ketinggian dapat mempengaruhi faal tubuh
manusia karena menurunnya tekanan udara, tekanan parsial oksigen, suhu
udara dan gaya berat dan lain lain. Selain itu manouver penerbangan
dapat mengganggu faal tubuh seperti faal sistem kardio-vaskuler, sistem
pernapasan, penglihatan, keseimbangan, pendengaran dan lain lain.
Indonesia memiliki Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang
Angkasa Dinas Kesehatan TNI AU, yang memberikan jasa pelayanan dan
pembinaan pemeriksaan kesehatan serta program-program pelatihan
penunjang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) baik di kalangan dunia

16

penerbangan maupun lapisan masyarakat/industri. Salah satu fasilitas


dalam lakespra yaitu night vision training yang merupakan sarana
pelatihan awak pesawat untuk pemahaman tentang mekanisme fisiologik
proses penglihatan baik siang maupun malam hari. Khusus untuk
penglihatan malam, alat ini dapat mendemonstrasikan keterbatasanketerbatasan kemampuan mata dalam keadaan gelap. Selain itu dengan
menggunakan alat ini, awak pesawat dapat dilatih untuk membiasakan diri
dengan cara-cara yang tepat untuk melihat obyek di malam hari secara
efektif dan efisien.

B. Saran
Untuk mahasiswa Poltekes TNI AU diharapkan agar dapat mengetahui
dan memahami tentang kesehatan penerbangan sebagai nilai tambah saat
berada di lahan praktek.
Untuk pendidikan diharapkan dapat terus memberikan pengembangan
pengetahuan khususnya dalam lingkup kesehatan sehingga dapat
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman mahasiswa.

17

Anda mungkin juga menyukai