BAB I
PENDAHULUAN
RAHASIA 1
data di dapat dari data sukender yaitu hasil pemeriksaan kesehatan
selama bulan Januari – Desember 2019 di Lakespra Saryanto
menunjukan 6% penerbang TNI AU menderita Angka gangguan
pencernaan akibat Apendisitis, Data di ambil dari Poli Umum Lakespra
Saryanto, ini merupakan potensi masalah dalam dunia penerbangan
apabila tidak di atasi dapat menyebabkan masalah yang berkelanjutan.
Awak pesawat dalam melaksanakan tugas sehari harinya sangat
lah rentan terhadap pola makan yang tidak teratur dan gaya hidup makan
sembarangan yang tidak memperhatikan jenis dan nilai gizi makan
tersebut. Hasil survei yang menyebabkan berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya, namun sumbatan lumen apendisitis merupakan faktor
yang diajukan sebagai pencetus disamping hyperplasia jaringan limfoid,
tumor apendisitis, dan cacing askaris dapat menyebabkan sumbatan.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendisitis karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan rendah serat
mempengaruhi terjadinya konstipasi yang mengakibatkan timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendisitis dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. (Arifuddin, 2017)
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing. Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bias pecah. Dalam mengatasi masalah
ini, perlu dilakukan pembedahan. (Christylia, 2016)
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang akan ditangani dan pada umumnya dilakukan dengan
membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
luka.Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi
penderita dan ini bisa menimbulkan berbagai keluhan dan gejala.
(Christylia, 2016)
2
Pada awak pesawat dimana seringkali mengalami perubahan
tekanan udara dimana saat di ketinggian gas akan bertambah, Hal ini
tentunya perlu diperhatikan pada pasien dengan gangguan
gastrointestinal, Pasien yang baru menjalani operasi abdomen memiliki
kondisi ileus relatif untuk beberapa hari. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan risiko terjadi robekan pada jahitan, perdarahan, atau
perforasi. Selain itu pasien yang baru menjalani operasi abdomen juga
membutuhkan oksigen yang lebih banyak dikarenakan adanya trauma
operasi, peningkatan risiko terjadinya sepsis, dan peningkatan aliran
adrenergik. (Alexandria, 2003) Oleh karena itu, Situasi ini menyebabkan
ketidak nyamanan kepada awak pesawat nyeri di bagian perut,konstipasi
atau kembung saat melaksanakan tugas terbang.(Alexandria, 2003) para
penerbang akan mengalami pembengkakan di sekitar abdomen dimana
dilakukan prosedur appendiktomi dan tidak dapat menggunakan peralatan
terbang seperti seats belts sebagaimana mestinya.
3
sehingga dapat menjadi rujukan untuk melakukan tindakan medis
sebelum melakukan penerbangan.
2 mendapatkan pengetahuan mengenai waktu penyembuhan
pada luka, khususnya luka post op apendiktomi yang dapat
dipengaruhi oleh tekanan udara sehingga dapat memperkirakan
waktu yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka sebelum
melakukan penerbangan.
4
5