Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

MANAJEMEN PASIEN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN


DENGAN MASALAH POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

DISUSUN OLEH:
1. TYAS GITA LESTARI A11501212
2. WAHID PURWADI A11501213
3. WENING PAMUNGKASIH A11501214
4. WIWIT PURWANTI A11501216
5. YESIKA GARBELLA SABARINI A11501217
6. YOVIN BETA FADHYLA A11501218
7. YULI PURWANTI A11501219
8. YUNUS YULIANA PUTRANTI A11501220
9. ZAENAB KARTIKA BAHARI A11501221
10. ZAIM AFIFUDIN FASYA A11501222
11. ARIF PRIYANTORO A11501223

PRODI S1 KEPERAWATAN C
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAH GOMBONG
2016
KATA PENGANTAR

1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan Makalah Ini Sebatas Pengetahuan Dan Kemampuan Yang
Dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Manajamen system pernafasan Dengan
Gangguan Bersihan Jalan Nafas. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Gombong, September 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB 1 PENDAHULUAN.…..……………………………………………. 1

A. LATAR BELAKANG……………..………………………………. 1
B. TUJUAN…………………………………………………………… 1

BAB 2 ANALISA KASUS…..……………………………………………. 1

A. KASUS……………………………………………………………. 1
B. ANALISA SEVEN JUMP………………………………………… 1

BAB 2ASUHAN KEPERAWATAN …………………………………… 7

A. PENGKAJIAN…………………………………………………….. 7
B. DIAGNOSA……………………………………………………….. 13
C. INTERVENSI……………………………………………………… 15
D. IMPLEMENTASI…………………………………………………. 18
E. EVALUASI……………………………………………………….. 2O

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………… 22

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Semakin berkembangnya jaman maka semakin maju pula pola pikir


manusia misalnya, manusia dapat menciptakan tranportasi yang sangat
dibutuhkan oleh manusia dalam melakukan aktifitas sehari-hari, tapi selain
segi positif timbul pula segi negatif misalnya dengan alat tranportasi yang
digunakan untuk beraktifitas dapat menyebabkan kecelakaan, salah satu
contohnya adalah fraktur pada tulang dan dapat pula terjadi trauma pada
dada.
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system pernafasan seperti
pneumothorak
Pneumotorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorax
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society
2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat
udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax dapat menyebabkan
cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
Dari data diatas penulis akan membahas kasus pneumothorax, pada
Tn.x yang mengalami kecelakaan lalulintas, dadanya terbentur stang motor
dan mengalami nyeri pada bahu sbelah kiri. Untuk lebih lanjut akan dibahas
pada makalah ini.

1.2 TUJUAN
A. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat Membuat dan melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pola pernafasan pneumothorax
B. Tujuan Khusus

4
a. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pengertian, penyebab, klasifikasi,
tanda dan gejala, patofisiologi, penatalaksanaan, serta proses
keperawatan yang akan dijalankan pada pasien pneumothorak
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien
dengan gangguan pernafasan pneumothorak
c. Agar makalah ini dapat menjadi bahan ajar bagi mahasiswa lainnya
tentang berbagai hal yang berhubungan dengan gangguan pernafasan
pneumothorak

5
BAB II

ANALISA SEVEN JUMPS

1.1 SKENARIO KASUS

Laki-laki berusia 35 tahun diantar oleh patroli polisi lalu lintas. Pasien
sadar, mengeluh nyeri dada, sesak nafas yang semakin bertambah, dan bahu
kiri terasa nyeri. Dokter dibantu perawat segera melakukan primary survey dan
secondary survey. Menurut keterangan pengantar, 3 jam SMRS pasien
membonceng sepeda motor dengan kecepatan tinggi, menabrak pohon ketika
menghindari hewan yang melintas. Penderita terjungkal dan jatuh dari motor,
dada terbentur stang motor dan nyeri pada bahu sebelah kiri. Dari pemeriksaan
fisik, kesadaran GCS 15. Nafas cepat dan dangkal, suara tambahan tidak
didapatkan (gurgling -, snoring -). Vital sign: Nadi 120x/menit, tekanan darah
90/70 mmHg, suhu 37oC, RR 32x/menit. Terdapat jejas pada hemithorax
kanan, pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi hipersonor,
auskultasivesiculer menurun, emfisema sub cuti (+). Regio bahu kiri terdapat
jejas (+), perdarahan aktif (-), oedem (+), deformitas (+), nyeri tekan (+) dan
krepitasi (+). Dokter melakukan pemeriksaan klinis dan imobilisasi. Dokter
IGD menduga adanya pneumothoraxventil kanan dan berencana untuk
melakukan thorakosintesis segera. Keluarga pasien belum ada yang datang.

1.2 PENYELESAIAN MASALAH


Penyelesaian dan metode diskusi masalah yang ada dalam skenario kasus
diatas menggunakan metode tujuh langkah atau seven jumps. Seven jumps
meliputi:
A. Seven Jump 1 (mengklarifikasi istilah atau konsep)
1. Primary Survey: Penilaian awal terhadap pasien, bertujuan untuk
identifikasi secara cepat dan sistematis serta untuk mengambil tindakan

6
dari permasalahan yang mengancam jiwa pasien. Dilakukandalam
waktu 2-5 menit.
2. Secondary Survey: Penilaian lanjutan yang dilakukan setelah pasien stabil
untuk melihat jejas dan kelainan yang ada pada pasien. Atau biasa disebut
dengan pemeriksaan head to toe.
3. GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
4. Gorgling yaitu suara nafas tambahan seperti suara berkumur akibat adanya
cairan di jalur napas
5. Snoring adalah suara nafas tambahan seperti mengorok/mendengkur akibat
adanya sedikit obstruksi
6. Jejas adalah trauma/luka
7. Hipersonor adalah udara di dada kita banyak dan ini bisa terjadi pada sesak
8. vaskuler menurun adalah adanya peningkatan volume sehingga
menghambat terkembangnya paru
9. Emphisemasubkutis adalah adanya udara di jaringan subkutis
10. Oedema adalah pembengkakan jaringan karena rongga antar sel terisi oleh
cairan tubuh secara tidak normal
11. Deformitas yaitu perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek
karena kuatnya tarikan otot-otot ekstremitas yang menarik patahan
12. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang
13. Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat
berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat/ organ tubuh) yang
bersifat fisik atau mental.
14. Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara bebas di cavum pleura
15. Torasentesis adalah tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara,
dilakukan untuk menghilangkan tekanan, nyeri atau dispnea.

B. Seven Jump 2 (menetapkan permasalahan)

7
1. Mengapa perlu dilakukan primary survey dan secondary survey pada
pasien?
2. Mengapa pasien mengeluh sesak napas yang semakin berat?
3. Apakah ada hubungannya dada terbentur stang dengan nyeri pada bahu?
4. Apakah hubungan jejas pasien dengan kejadian trauma?
5. Mengapa dokter melakukan pemeriksaan klinis dan imobilisasi pada bahu
kiri?
6. Mengapa dokter menduga pasien mengalami pneumothorax ventil dan
melakukan thoracosentesis?
7. Mengapa pengembangan dada kanan tertinggal?

C. Seven jump 3 (menganalisis masalah)


1. Karena pemeriksaan tersebut merupakan Penilaian awal terhadap pasien,
yang bertujuan untuk mengidentifikasi secara cepat dan sistematis serta
untuk mengambil tindakan dari permasalahan yang mengancam jiwa
pasien untuk primary survey sedangkan untuk secondary survey adalah
untuk Penilaian lanjutan yang dilakukan setelah pasien stabil untuk
melihat jejas dan kelainan yang ada pada pasien atau yang disebut
pemeriksaan fisik head to toe. Sehingga bisa mengidentifikasi keadaan
pasien.
2. Karena dada pasien terbentur stang motor yang mengakibatkan adanya
jejas pada hemithorak kanan, dari jejas tersebut akan menimbulkan rongga
thorax terganggu sehingga untuk asupan oksigen akan terganggu yang
menyebabkan sesak nafas pada pasien
3. Tidak ada hubungannya karena kedua jejas tersebut memiliki manifestasi
klinis berbeda jejas Pada regio bahu kiri, akan didapatkan nyeri,
deformitas, dan krepitasi. Krepitasi terjadi karena terdapat gangguan sendi,
sedangkan nyeri bahu terjadi karena syaraf yang terjadi karena benturan
akibat trauma. Sedangkan jejas pada hemithorax kanan akan memunculkan
manifestasi klinis berupa pergerakan dada kanan tertinggal, perkusi
hipersonor, dan auskultasi vesikuler menurun, serta emfisema subkutis.
Sehingga untuk benturan dada tidak menyebabkan nyeri pada bahu.

8
4. Hubungan dari jejas dengan trauma adalah dimana jejas tersebut
diakibatkan karena benturan stang motor sehingga jejas akan
menyebabkan trauma dada yang menyebabkan abnormalitas pada bentuk
dada.
5. Karena bahu kiri terdapat jejas, edema, deformitas, nyeri tekan
dankrepitasi. Tidak didapatkan perdarahan aktif. Kemungkinan terdapat
frakturtertutup pada bahu kiri sehingga tindakan imobilisasi diperlukan
untuk mencegah pergerakan dan mengurangi nyeri pada bahu kiri.
6. Karena untuk pasien ini memiliki jejas pada hemithorak kanan akibat
benturan stang motor yang mengakibatkan trauma pada thorax, trauma
tersebut dapat membuat rongga thorax tertanggu dan menyebabkan
masuknya udara ke dalam rongga pleura yang disebut dengan
pneumothorax. Dilakukan thorakosintesis karena tindakan tersebut untuk
mengaspirasi udara pada rongga plerura, dilakukan yang betujuan untuk
menghilangkan tekanan, nyeri atau dyspnea
7. Karena adanya udara yang masuk kedalamm rongga pleura tidak dapat
dikeluarkan. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intrapleura
yang progresif ehingga mengakibatkan paru-paru sulit mengembang.
Paru-paru sulit mengembang karena udara pada cavitas pleura inilah yang
akan menimbulkan manifestasi klinis berupa sesak dan terjadi
ketertinggalan pergerakan dinding dada kanan saat inspirasi.

D. Step 4 (menarik kesimpulan dari langkah 3)


Laki-laki 35 th, lakalantas

Keadaan Umum Penanganan awal

Primary survey secundery survey


GCS 15 nyeri dada; sesk napas;
jejas
- Definisi - Definisi Imobilisasi
- klasifikas - Penyebab
i
RR meningkat (32x/menit); pengembangan
tekanan darah 90/70 mmHg dada kanan
tertinggal
9

Penyebab - Penyebab
- cara mengatasi
E. STEP 5 (menetapkan tujuan belajar)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan proses terjadinya sesak nafas
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan kasus yang diakibatkan karena
kecelakaan
3. Mahsiswa mampu menjelaskan diagnose medis dan diagnose keperawatan
pada kasus
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologis pneumothorak
5. Mahasiswa memahami gejala, manifestasi Klinis, penatalaksanaan, dan
pencegahan pneumothorax
6. Mahasiswa mampu memberikan intervensi keperawatan
F. Step 6 (mengumpulkan informasi tambahan (belajar mandiri)
a. Pengertian
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2007).
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura
(Hendra Arif, 2008).
Pneumothoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam
rongga pleura (DR. Dr. Aru W. Sudoyo,Sp.PD, KHOM, 2006).
b. Etiologi
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang
berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-
septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus
fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring
terjadinya pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan
adanya obstruksi empisema.
c. Patofisiologi

10
Pneumotoraks dapat disebabkan oleh trauma dada yang dapat
mengakibatkan kebocoran / tusukan / laserasi pleura viseral. Sehingga
paru-paru kolaps sebagian / komplit berhubungan dengan udara / cairan
masuk
ke dalam ruang pleura. Volume di ruang pleura menjadi meningkat dan
mengakibatkan peningkatan tekanan intra toraks. Jika peningkatan tekanan
intra toraks terjadi, maka distress pernapasan dan gangguan pertukaran gas dan
menimbulkan tekanan pada mediastinum yang dapat mencetuskan gangguan
jantung dan sirkulasi sistemik
d. Klasifikasi
a) Pneumothorak spontan
Pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab.
b) Pneumothorak spontan primer
Suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang
mendasari sebelumnya.
c) Pneumothorak spontan sekunder
Suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya
(tunerkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru).
d) Pneumothorak traumatik
Pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi
maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru.
e) Pneumothorak traumatik bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena jejas kecelakaan.
f) Pneumothorak traumatik latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
g) Pneumothorak tertutup
Suatu pneumothorak dengan tekanan udara di rongga pleura yang sedikit
lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemitoraksbkontralateral
tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfer.
h) Pneumothorak terbuka

11
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi
udara dapat keluar melelui luka tersebut.
i) Tension pneumothoraks

Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk
kedalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari rongga pleura
tidak dapat keluar.
e. Manifestasi Klinis
1. Sesak napas berat
2. Takipnea, dangkal, menggunakan otot napas tambahan
3. Nyeri dada unilateral, terutama diperberat saat napas dalam dan batuk
4. Pengembangan dada tidak simetris
5. Sianosis
f. Pemeriksaan Fisik
1. Ada / tidaknya dispnea (jika luas)
2. Ada / tidaknya nyeri pleuritik hebat
3. Ada / tidaknya trakea bergeser menjauhi sisi yang
mengalami pneumotoraks
4. Ada / tidaknya takikardi
5. Ada / tidaknya sianosis
6. Pergeseran dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
7. Perkusi hipersonar diatas paru-paru yang kolaps
8. Suara napas yang berkurang pada sisi yang terkena
9. Fremitus vokal dan raba berkurang.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Analisa gas darah arteri memberikan hasil hipoksemia dan alkalosis
respirasi akut pada sebagian besar pasien, namun hal ini bukanlah masalah
yang penting. Pada pemeriksaan EKG, pneumotoraks primer sebelah kiri dapat
menyebabkan aksis QRS dan gelombang T berubah sehingga memungkinkan
terjadinya kesalahan interprestasi sebagai infark miokard akut.

12
Diagnosa didukung oleh garis pleura visceral yang tampak pada
pemeriksaan radiologi konvensional dengan pasien diposisikan terlentang akan
memberikan gambaran siklus kostofrenik radiolusen yang abnormal.
h. Komplikasi
a) Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut
b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks: henti
jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
c) Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat komplikasi
pneumothoraks spontan
d) Fistel bronkopleural
e) Empiema
f) Pneumothoraks simultan bilateral

h. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologi
1) Terapi oksigen dapat meningkatkan reabsorpsi udara dari ruang pleura.
2) Drainase sederhana untuk aspirasi udara pleura menggunakan kateter
berdiameter kecil Penempatan pipa kecil yang dipasang satu jalur pada
katup helmic untuk memberikan perlindungan terhadap serangan tension
pneumotoraks
3) Obat simptomatis untuk keluhan batuk dan nyeri dada
4) Pemeriksaan radiologi
2. Bullow Drainage / WSD
1) Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,sehingga
dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita
jatuh dalam shoks.
2) Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing"
dapat kembali seperti yang seharusnya.
3) Preventive :

13
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
"mechanis of breathing" tetap baik.
3. Diit
Tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir / hari.

G. Step 7 (mengumpulkan informasi tambahan (belajar mandiri)

14
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN

Tanggal masuk : 20 September 2016 pukul: 07.30 WIB


Tanggal pengkajian : 21 September 2016 pukul: 08.30 WIB
Ruang : Dahlia
Diagnose Medis : pneumothorax

1. Data Subjektif

a. Identitas pasien

Nama : Tn.x

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Kebumen

Status : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan : SMP

15
Pekerjaan : wiraswasta

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Ny. T

Umur : 32 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Hubungan : Istri

a. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh sesak nafas yang semakin bertambah
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke rumah sakit Indah permai pada tanggal 20 September 2016
pukul 07.30 WIB. Klien mengalami kecelelakaan laulintas dengan kondisi
dada terbentur stang motor dan nyeri bahu sebelah kiri
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien belum pernah di Rawat Inap di Rumah sakit
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan dalam keluarga
b. Pengkajian Fungsional
1. Pola Oksigenasi
Sebelum sakit :Pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak
menggunakan alat bantu pernafasan
Saat dikaji :pasien mengeluh sesak nafas dengan RR
32kali/menit dan dipasang WSD
2. Pola Nutrisi
Sebelum sakit :pasien mengatakan makan 3x sehari, dan minum air
mineral 6-7 gelas setiap harinya

16
Saat Dikaji : pasien mengatakan nafsu makannya menurun dan
hanya menghabiskan ½ porsi yang diberikan klinik
dan minum ±3 gelas perhari

3. Kebutuhan Eliminasi
Sebelum sakit :pasien BAB 1x sehari, tidak ada masalah dengan
BAB normal
Saat dikaji :pasien mengatakan tidak ada masalah dalam BAB
dan BAK normal seperti biasanya

4. Aktivitas
Sebelum sakit :Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan normal
Saat dikaji :klien mengatakan saat sakit anaknya tidak mampu
melakukan aktifitas, karena sulit bernafas.
Kemampuan klien menurun sehingga banyak
membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
5. Kebutuhan Istirahat dan tidur
Sebelum sakit :Pasien dapat beristirahat dengan nyaman 7-8 jam
sehari
Saat dikaji :pasien kurang tidur karena tidak nyaman dengan
kondisi sakitnya sekarang karena kondisinya yang
sesak nafasa, nyeri dadada dan posisi terpasang
WSD

6. Personal Hygiene
Sebelum Sakit :Pasien dalam personal higienenya biasanya secara
mandiri tanpa bantuan orang lain
Saat dikaji :Pasien dibantu keluarganya dalam melakukan
personal higienenya
7. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

17
Sebelum sakit :Pasien merasa aman dan nyaman jika berada di
lingkungan rumah bersama teman bermainnya dan
keluarganya
Saat dikaji :pasien tidak nyaman dengan kondisi sekarang
berada dirumah sakit dengan kondisi terpasang
WSD
8. Kebutuhan berpakaian
Sebelum sakit :Pasien ganti baju 2x sehari memakai secara mandiri
Saat dikaji :pasien Memakai pakaian` dibantu oleh
keluarganya.
9. Kebutuhan Spiritual
Sebelum sakit :Pasien selau melaksanakan sholat 5 waktunya
dalam sehari
Saat dikaji :pasien tidak bisa beriabadah seperti biasanya

10. Kebutuhan berkomunikasi dan emosi


Sebelum sakit :Pasien dapat berkomunikasi normal
Saat dikaji :pasien dapat berkomunikasi normal
11. Temparatur tubuh
Sebelum sakit :Suhu pasien normal dan ketika dingin dipakaikan
jaket dan ketika panas hanya dipakaikan kaos biasa
Saat dikaji : Pasien memiliki suhu 37 C

12. Kebutuhan bekerja


Sebelum sakit :Pasien bekerja sebagai wirswasta/pedagang sayur
keliling
Saat dikaji :pasien tidak dapat bekerja seperti biasanya
dikarenakan penyakit yang dideritanya.

13. Kebutuhan rekreasi


Sebelum sakit :pasien berekreasi hanya pada hari libur
Saat dikaji :Pasien tidak bisa pergi kemana-mana dikarenakan
penyakit yang diderita

18
14. Kebutuhan Belajar
Sebelum Sakit :pasien belajar ketika ada pengajian di sekitar
rumahnya
Saat dikaji :pasien tidak bisa belajar karena berbaring di rumah
sakit

2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Composmentis
TTV dan TD : 90/70mmHg
RR : 37 kali/menit
N : 120 kali/menit
S : 37 C

b. Pemeriksaan Fisik:
1. Kepala
Inspeksi: Rambut lurus, persebaran merata, kulit kepala bersih,
bentuk kepala mesocepal, tidak ditemukan benjolan.
Palpasi: nyeri tekan tidak ada

2. Mata
Inspeksi: Bentuk simetris, konjungtiva ananemis, pupil isokor,
sklera anikterik,
Palpasi: nyeri tekan tidak ada

3. Mulut
Inspeksi: Mukosa bibir kering, gigi bersih, tidak terdapat karies,
tidak ada nyeri tekan pada langit-langit mulut, lidah
bersih.
Palpasi: nyeri tekan tidak ada

4. Hidung
Inspeksi: Simetris, tidak ada lesitidak ada pembesaran kelenjar
tyroid.
Palpasi: nyeri tekan tidak ada di Leher

19
5. Telinga
Inspeksi :Simetris, fungsi pendengaran tidak ada masalah
Palpasi : tidak ada nyeri tekan

6. Dada
a. Thoraks
ada jejasdi hemithorax kanan, dada tidak simetris, menggunakan
otot bantu pernapasan yaitu interkostalis. pergerakan rongga dada
kanan tertinggal
b. Paru
1. Inspeksi : simestris, retraksi intercostal,
2. Palpasi : stemfremitus kiri=kanan
3. Perkusi : hipersonor
4. Auskultasi : vesikuler menurun
c. Jantung :
1. Inspeksi : ictus cordis tampak
2. Palpasi : ictus cordis teraba
3. Perkusi : pekak
4. Auskultasi : BJ I/II murni irreguler
7. Abdomen
a. Inspeksi : simetris
b. Auskultasi : terdapat peristaltik usus, 18 x/menit
c. Perkusi : timpani
d. Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8. Genetalia
Pada alat genetalian Penis Bersih tidak terpasang DC
9. Extermitas
a. Atas
Kuku bersih, refleks bisep dan trisep normal/positif. Terdapat
luka jejas pada bahu kiri, terdapat krepitasi dan deformitas
b. Bawah
Kuku bersih, tidak ada varises, refleks bisep dan trisep
normal/positif.

20
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar x dada: Menyatakan akumulasi udara/ cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
2. Torasentesis: menyatakan adanya udara di dalam rongga dada
(pneumotorak).
3. HB: mungkin menurun menunjukkan kehilangan darah
4. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup)

21
B. ANALISA DATA

NO NO DATE DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI TTD

1 Selasa DS: Ketidakefektifan Gangguan


20 September -Pasien mengatakan mengeluh nyeri dada, dan sesak nafas semakin pola nafas muskuloskeletal
2016 bertambah
08.30
DO:
-nafas cepat dan dangkal
-TTV, RR = 37x/menit, N = 12O x/menit, T:37 C
-Terdapat jejas di hemithorak kanan
- perkusi: hipersonor
-auskultasi: vesicular menurun
-pergerakan dada kanan tetinggal
2 Selasa DS: Nyeri akut Agens cedera
20 September -pasien mengatakan mengeluh nyeri pada dada dan bahu kiri fisik
2016 -Pasien mengatakan dada terbentur stang motor
08.30
DO:
-terdapat jejas pada dada dan bahu kiri
-terdapat nyeri tekan pada bahu kiri
-di bahu tidak ada pendarahan aktif, didapati oedem, deformitas dan
krepitasi

22
3 Selasa DS: Risiko infeksi prosedur invasif
20 September -
2016 DO:
-dilakkan tindakan thorakosintesis
-adanaya tanda infeksi seperti nyeri
4 Selasa DS: Intoleran imobilitas
20 September -klien mengatakn nyeri pada bahu kiri aktivitas
2016 DO:
- Regio bahu kiri terdapat jejas, edema, deformitas, nyeri tekan dan
krepitasi. Tidak didapatkan perdarahan aktif. Kemungkinan terdapat
frakturtertutup

C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d Gangguan muskuloskeletal
2. Nyeri akut b.d agens cidera fisik
3. Risiko infeksi akibat tindakan prosedur infasif
4. Intoleran aktifitas b.d imobilitas

23
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN/INTERVENSI
NO. HARI, NOC KODE NIC TTD
DX TANGGAL, NIC NAMA
WAKTU
1 Selasa, Setelah dilakukan tindakan keperawatan 281 AIRWAY MANAGEMENT
21 selama 3 x 24 jam pasien dengan maslah - Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
september keperawatan Ketidakefektifan pola nafas b.d - Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
2016, 09.00 Gangguan muskuloskeletal, sesuai dengan tambahan
WIB kriteria hasil: - Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan
RESPIRATORY STATUS: Airway Patency
- Lakukan fisioterapi dada
INDIKATOR A T
- Pemasangab alat jalan nafas buatan WSD
1. RR normal 16-24x/mnt 1 3
2. menggunakan otot-otot 1 3 3160 TERAPI OKSIGEN
bantu pernapasan 1 3 - Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
3. tidak ada dspnea 1 3 - Pertahankan jalan nafas yang paten
4. mampu bernafas mudah 1 3
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3140 MANAJEMEN NYERI

24
Selasa, selama 3 x 24 jam pasien dengan masalah - Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
21 keperawatan nyeri akut b.d agens cidera fisik termasuk lokasi, karakteristik, frekuensi
september dapat teratasi, sesuai dengan kriteria hasil: - Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2016, 09.00 - Kurangi factor presipitasi nyeri
PAIN LEVEL
WIB - Kaji sumber nyeri untuk menentukan intervensi
INDIKATOR A T
- Berikan analgteik untuk mengurangi nyeri
1. skala nyeri 1 3
2. Intensitas nyeri 1 3 - Tingkatkan istirahat
3. Frekuensi nyeri 1 3
4. Tanda nyeri 1 3

3 CONTROL INFEKSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam pasien dengan maslah - Cuci tangan setiap dan sesudah melakukan
Selasa, keperawatan risiko infeksi akibat tindakan tindakan keperawatan
prosedur infasif dapat teratasi, sesuai dengan
21 - Tingkatkan intake nutrisi
kriteria hasil:
september - Monitor tanda dan gejala infeksi
RISK CONTROL
2016, 09.00 - Ajarkan pasien tanda dan gejala infeksi
INDIKATOR A T
WIB - Instruksikan pasien untuk meminum antibiotic
1. Bebas dari tanda-tanda 1 3
infeksi, sesuai resep
2. tidak ada nyeri dan 1 3
kemerahan

25
4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan ACTIVITY THERAPY
selama 3 x 24 jam pasien dengan maslah - Tingkatkan tirah baring/ duduk, berikan
lingkungan yang tenang batasi pengunjung
keperawatan intoleransi aktifitas b.d imobilitas
Selasa, sesuai keperluan.
dapat teratasi, sesuai dengan kriteria hasil: - Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi untuk
21 melakukan rentang gerak aktif dan rentang gerak
ACTIVITY TOLERANCE
september pasif.
INDIKATOR A T - Kaji Rom pada ekstremitas atas tampak insersi
2016, 09.00
1. mobilisasi normal 1 3 WSD.
WIB
2. melakukan ADLs secara 1 3 - Berikan tindakan distraksi dan relaksasi.
normal Anjurkan keluarga untuk membantu pasien
3. meningkatkan kemandirian 1 3 memenuhi kebutuhan
- Meningkatkan tirah baring/ dan ketenangan.
- distraksi dan relaksasi berfungsi memberikan
kenyamanan untuk beraktivitas sehari-hari.

26
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO. HARI, IMPLEMENTASI EVALUASI FORMATIF TTD
DX TANGGAL, NAMA
WAKTU
1 selasa, 21 - Mengkaji fungsi pernapa-san dengan irama napas : Ds:
september ireguler dengan - Pasien mengatakan bersedia dilakukan
2016, 08.30
pemeriksaan
WIB

Do:

- RR: 32 x/menit,
- Nadi 12O x/menit
08.30 - meninggikan kepala klien dengan mengatur posisi Ds:
tempat tidur 30-450 -Pasien mengatakan bersedia
Do: pasien tampak nyaman
10.30 - Mengajarkan klien latihan napas dan batuk efektif. Ds:
-Pasien mengatakan bersedia untuk belajar
Do:
Pasien tampak kooperatif
10.45 - Memberikan oksigen tambahan melalui nasal kanul Ds:
sebanyak 2-3l/i Pasien terlihat nyaman ketika dipasang

27
oksigen
Do: 3 lt/mnt
11.30
- Memberikan ambroxol syrup 3 x 1 cth. Ds:
Pasien mengatakan bersedia meminum obat
Do:
ambroxol syrup 3 x 1 cth.
11.50 - Memposisikan pasien semi fowler Ds:
Pasien mengatkan bersedia
Do:
Pasien tampak nyaman
12.30
- Mengkaji nyeri, catat skala intensitas nyeri (7-10) Ds:
berat.dan Menghilangkan rasa nyeri. -pasien mengatakanbersedia dilakukan
pemeriksaan

Do:
-skala nyeri berkurang menjadi 6
13.30
- Memberikan istirahat dan menganjurkan untuk DS
tidak melakukan aktivitas berat. Klien mengatakan bersedia
DO

28
Pasien tampak kooperatif
- Melakukan dan mengajar latihan napas dalam. DS
Klien menagatakn bersedia meminum obat
- Memberikan tramadol drips 8/jam.dan Memberikan DO
asam mefenamat 3x1/hari. Pukul tramadol drips 5Omg dan asam mefenamat
15O mg
- Memberikan pengertian dan pengetahuan DS
perawatan WSD. Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif
- Memberikan perawatan luka dengan tehnik septic DS
dan antiseptik. Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif

- Mendorong untuk pemberian nutrisi yang optimal. DS


Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif

29
- Meningkatkan tirah baring/ duduk dan membatasi DS
pengunjung Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif
- Meningkatkan aktivitas sesuai toleransi untuk
DS
melakukan rentang gerak aktif dan pasif.
Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif

- Mengkaji Rom pada ekstremitas atas tampak insersi DS


WSD. Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif

- Memberikan tindakan distraksi dan relaksasi DS


Klien mengatkan bersedia
DO
Klien tampak kooperatif

30
D. EVALUASI
Hari, tanggal, waktu No DX Evaluasi TTD, NAMA

Rabu, 2O september 2016, 1 S: Pasien mengatakan masih sesak dan sulit bernapas.
16.30 WIB O : Pasien tampak sesak napas,
Terpasang oksigen 3 lt/mnt
TTV :
- T: 37 C
- RR: 32 x/menit,
- Nadi 12O x/menit
A: Masalah belum teratasi

P: melanjtkan Intervensi Observasi adanya tanda tanda


hipoventilasi

2 S : Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kanan.


O : Pasien tampak nyeri kesakitan (skala nyeri 7-10)
A: Masalah belum teratasi.
P: melanjutkan Intervensi.
S:Klien mengatakan adanya nyeri.

31
3 O : Tampak adanya nyeri dan kemerahan pada lokasi pemasangan
WSD.
A : Masalah belum teratasi
P :melanjutkan Intervensi
S : Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktivitas.
4
O : Klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
Regio bahu kiri terdapat jejas, edema, deformitas, nyeri tekan dan
krepitasi. Tidak didapatkan perdarahan aktif. Kemungkinan
terdapat frakturtertutup
A : Masalah belum teratasi.
P : melanjutkan Intervensi.

32
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pasien mengalami tension pneumothorax sehingga perlu penanganan yang


cepat dan tepat. Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Tension
pneumothorax sering terjadi pada trauma dinding thorax, umumnya terjadi
pada usia muda, serta merupakan kegawatdaruratan paru yang memerlukan
penanganan segera, untuk menilai hal tersebut dapat melalui manifestasi
klinis yang ditunjukan pasien. Stabilisasi vital sign sedini mungkin terutama
airway. Pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan setelah kondisi pasien
terkompensasi.
3.2 SARAN

a. Diharapkan perawat dapat mempertahankan asuhan keperawatan yang


berkualitas disemua aspek dalam memberikan perawatan pada pasien
secara komprehensif untuk mencapai tujuan yang optimal.
b. Dalam menerapkan aspek diharapkan perawat untuk menjalin hubungan
kerjasama yang baik antara sesama perawat, dokter, tim kesehatan dan
juga keluarga serta dengan klien sendiri guna mempermudah keberhasilan
perawatan

33
DASTAR PUSTAKA

1. Muttaqin, Arif.2008.AsuhanKeperawatan pada klien dangan gangguan


system pernapasan. Jakarta:Salemba Medika
2. Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
3. Tyo. 2009. Askep Respiratory, http.www.google.co.id/ image/
pneumotoraks// diakses tanggal 2O September 2016 pukul 14.45 WIB
4. Adity, Firdaus. 2007. asuhan keperawatan pada klien trauma dada
Diunduhdi:http:// mediacastore. com/ penyakit/ 67/ trauma dada.html. 2O
September 2016. pukul: 19.00 WIB
5. kamitsuru,shigemi (2015) Nanda, Diagnosa keperawatan danKlasifikasi,
penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta
6. Nicolas, (2015) NIC Nursing Intervenios Clasification, penrbit Buku
Kedokteran EGC;Jakarta
7. Sahrul, (2015), NOC Nursing Intervenios Clasification, penrbit Buku
Kedokteran EGC;Jakarta

34

Anda mungkin juga menyukai