Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULAUN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

I. Konsep Kebutuhan
1.1. Definisi
Oksigen merupakan kebutuahan fisiologis ysng paling penting. Tubuh
bergantung pada oksigen dari waktu ke waktu untuk bertahan hidup beberapa
jaringan, seperti otot skelet, dapat bertahan beberapa waktu tanpa oksigen
melalui metabolisme anaerob, sebuah proses diamana jaringan ini
menyediakan energi mereka sendiri tanpa adanya oksigen , jaringan yang
melakukan hanya metabolisme aerob, prosesnye membentuk energi dengan
adanya oksigen , bergantung secara total pada oksigen untuk bertahan hidup.
Oksigen harus secara adekuat diterima dari lingkungan kedalam paru-paru,
pembuluh darah, jaringan. Pada beberapa titik dalam kehidupannya , klien
beresiko untuk tidak dapat memenuhi kebutuahn oksigen mereka.

Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan


untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan
aktivitas bergaia oragan atau sel. (A. Aziz Alimul H. Hal:2)

Oksigen diperlukan untuk menopang kehidupan. Sisitem jantung dan


pernapasan menyediakan kebutuhan oksigen tubuh. Darah teroksigenasi
melalui kemanisme fentilasi, ferpusi dan tranfortasi gas resfirasi. Persarafan
dan regulator kimia mengontrol kecepatan dan kedalaman respirasi dalam
memberikan respons terhadap perubahan kebutuhan oksigen jaringan.
(Patricia A. Potter & Potter, Anne G. Perry hal:2)

1.2. Fisiologi Sistem/fungsi normal sistem pernapasan


Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antra individu dan
lingkungan. Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar
dapat uraikan oleh sel-sel tubuh dan megelurkan CO2 yang dihasilkan oleh
sel.

Sistem pernapasan atas:


1. Hidung
Hidung terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang
memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi buu lyang kasar dan bermuara
ke rongga hidung dan rongga yang dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan
penyaringan udara yang masuk melalui hidung oleh buu yang ada dalam
ventibulum (bagian rongga hidung), kemudain dihangatkan serta
dilembabkan.
2. Faing
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang dari dasar
tengkorak sampai esopagus yang terletak di belakang laring (laringo
faring)
3. Laring
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian dari tulang rawan yang diikat bersama lugamen dan membran,
terdiri atas dua lamina yang bersambungan di garis tenngah.
4. Epiglitis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.

Sistem pernapaan bawah:


1. Trakea. Trakea atau disebut sebagai batang tengkorak, memiliki panjang
kurang lebih sembilan seentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-
kira ketinggian vetebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas
sampai dua puluh lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput
lendir yang terdiri atass epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu
atau benda asing.
2. Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea
yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih
pendek dan lebar daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas,
tengah, dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bangian
kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
3. Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.

1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi sistem pernapasan


1) Saraf Otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat
terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan,
ujung saraf dapat mengeluarkan neuorotransmiter (untuk simaptis
dapat mengeluarkan noradrenalin yang berpengaruh pada
bronkodilatasi dan untuk parasimpatis mengeluarkan asetilkolin yang
berpengaruhi pada bronkhokontriksi) kerana pada saluran pernapasan
terdapat rescptor adrenergik dan rescptor kolinergik.
2) Hormon dan Obat
Semua hormon termasuk derivat cateckolaminedapat melebarkan
saluran pernapasan obat yang tergolong parasimpatis, seperti sulfas
atropin dan ekstrak belladona, dapat melebarkan saluran nafas,
sedangakan obat yang menghambat adrenergik tipa beta (khususnya
beta 2), seperti obat yang tergolong penyakit beta nonselektif, dapat
mempersempit saluran napas (bronkhokontriksi).
3) Alergi pada saluran napas
Banyak faktor yang menimbulkan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa penafasan, bulu binatang, serbuk benang sari
bunga, kapuk, makanan, dl. Faktor-faktor ini menyababkan bersin
bila terdapat rangsangan didaerah nasal: batuk bila disaluran
pernapasan bagian atas: bronkhokontriksi pada asma bronkhiale: dan
rehinitis bila terdapat disaluran pernapasan di saluran bernapasan di
bagian bawah.
4) Perkembangan
Tahap perkembangan anak dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring usia
perkembangan. Hal ini dapat terlihat pada bayi usia prematur, yaitu
adanya kecenderungan kekurangan pembentukan surfaktan. Seyrelah
anak tumbuh dewasa, kemampuan kematangan organ juga
brkembang seiring tambahnya usia.
5) Lingkungan
Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi,
seperti faktor alergi, ketinggian tanah, dan suhu.
6) Perilaku
Faktor perilaku yang dapat mengaruhi kebutuhan oksigenasi adalah
perilaku dalam mengonsumsi makanan (status nutrisi). Sebagai
contoh, obesitas dapat memengaruhi proses perkembangan paru ,
aktvitas dapat mempengaruhi proses peningkatan kebutuhan
oksigenasi, merokok dapat menyebabkan proses penyempitan pada
pembuluh darah dll.

1.4. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada pernapasan


a) Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhan
oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen ataupun peningkatan
penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan adanya warna
kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadi hipoksia disebabkan
oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi O2 dari alveoli kedalam
darah, menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan ventilasi yang dapat
menurunkan konsentrasi oksigen.

b) Perubahan pola pernapasan


1. Takipneu, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari
24 kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan
atelektaksis atau terjadinya emboli.
2. Bradipneu, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari
10 kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan
penngkatan tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
3. Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi
peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat
dan dalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya kosentrasi CO2,
dan lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan adanya infeksi,
keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis. Hipertensi
dapat menyebabkan hipokapnea,yaitu berkurangnya CO2 tubuh di
bawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat
pernapasan menurun.
4. Kusmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal yang dapat
ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5. Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh mengeluarkan
karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi
alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai
dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektaksis,
lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan,
peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru
dan toraks, serta penurunan compliance paru dan toraks. Keadaan
demikian akan menyebabkan hiperkapnea yaitu retensi CO2 dalam
tubuh sehingga pCO2 meningkat (akibat hipoventilasi). Dan
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
6. Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat pernapasan. Hal
ini dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan,
kerja berat/berlebihan dan pengarus psikis.
7. Ortofnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru.
8. Cheyne stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya
mula-mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9. Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai
dengan pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan
normal,sering di temukan pada keadaan atelektaksis.
10. Biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip dengan
cheyne stokes,tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini sering
dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intrakranial yang
meningkat, trauma kepala , dan lain-lain.
11. Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadinya karena
penyempitan pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya
ditemukan pada kasus spasme trackea atau obstruksi laring.

c) Obstruksi jalan nafas


obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi
pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara
efektif, dpat di sebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat
penyakit infeksi , imobilisasi, stasis sekresi dan batuk tidak efektif
karena penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA),
efek pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Tanda Klinis:
1. batuk tidak efektif
2. tidak mampu menegeluarkan sekresi di jalan napas.
3. Suara napas menunjukan adanya sumbatan.
4. Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.

d) Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida antara aveoli paru dan sistem vaskular, dapat disebabkan
oleh serkresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit sistem saraf
pusat, atau penyakit radang pada paru. Terjadinya gangguan pertukaran
gas ini menunjukan kapasitas difusi menurun, antara lain disebabkan oleh
penurunan luas permukaan difusi, penebalan membran alveolar kapirel,
tergantungnya pengangkutan O2 dari paru ke jaringan akibat rasio
ventilasi perfusi tidak baik, anemia , keracunan O2 dan tergantungnya
aliran darah.
Tanda Klinis:
1. Dispnea pada usaha napas.
2. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
3. Agitasi.
4. Lelah, letargi
5. Meningkatnya tahanan vaskuler paru.
6. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya pCO2.
7. Sianosis.

II. Rencana Asuhan klien dengan gangguan kebutuhan Oksigenasi


2.1. Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan oksigen meliputi:
ada atau tidaknya riwayat gangguan pernapasan (gangguan hidung
atau tenggorokan), seperti epistaksis (kondisi akibat
luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi,
gangguan pada sistem peredaran darah, dan kanker), obstruksi nasal
(kondidi akibat polip, hipertropi tulang hidung, tumor dan
influenza), dan keadaan lain yang menyebabkan gangguan
pernapasan. Pada tahap pengkajian keluhan atau gejala, hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah keadaan infeksi kronis dari hidung, sakit
pada daerah sinus, otitis media, keluham nyeri pada tenggorokan,
kenaikan suhu, lemas, akut paru hingga muntah-muntah (pada anak-
anak), faring berwarna merah, dan adanya edema.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik: data fokus
Pemeriksaan inspeksi paru
Inspeksi Normal Abnormal
Penampilan umum  Pernapasan tenang.  Bibir monyong ketika
 Duduk atau bangun menghirup napas
bersandar tanpa  Tampak resah dan gelisah,
kesulian. condong kedepan dengan tangan
 Kulit stranlusen, atau siku diatas lutut
tampak kering  Kulit : berkeringat, sedikit
 Bidang kuku merah pucat, atau agak kemerahan.
muda  Sianosis : kulit atau membrane
 Membrane mukosa mukosa tampak kebiruan
merah muda dan  Sianosis sentral : akibat
lembab penurunan oksigenasi darah
 Sianosis atau pucat  Sianosis perifer : akibat
dikaji dengan vasokontriksi setempat atau
menetapkan nilai dasar penurunan curah jantung
individual  Kuku tabuh : perbesaran falang
sebelumnya. terminal tanpa nyeri yang
berkaitan dengan hipoksia
jaringan kronis

Trachea  Deviasi trachea : pergeseran


 Bagian tengah leher tempat baik lateral,
anterior/posterior
 Distensi vena jugularis
 Batuk : kuat/lemah,
kering/basah,
produktif/nonproduktif
 Pembentukan sputum : jumlah,
warna, bau, konsistensi.
Frekuensi  Takipneu : frekuensi >20x/menit
Eupneu : 12-20 x  Bradipneu : frekuensi
<10x/menit

Pola pernapasan  Hiperpneu : peningkatan


 Upaya inspirasi kedalaman pernapasan
minimal : paif,  Pernapasan dengan otot-otot
ekspirasi tenang aksesorius
 Rasio  Apneu : tidak ada pernapasan
inspirasi/ekspirasi = total
1:2  Biot : irama tidak teratur dengan
 Pria : pernafasan periode apneu
diaghfrahma  Cheyne-stokes : napas dalam
 Wanita : pernapasan dan dangkal bersiklus, diikuti
toraks dengan periode apneu
 Kussmaul : pernapasan cepat,
dalam dan teratur
 Paradok : bagian dinding dada
bergerak kedalam selama
inhalasi dan ekhsalasi
 Stridor : bunyi yang terdengar
keras, jelas, tidak nyaring
selama inhalasi dan ekhsalasi
 Ekspansi dada tidak sama
Konfigurasi
 Perkembangan muskular
thoraks  Tampak simetris
asimetris
 Diameter
 Dada tong : diameter AP
antereroposterior
meningkat dalam hubungannya
(AP) lebih kecil dari
dengan diameter transversal
diameter transversal
 Kifosis : fkesi ekstensif tulang
 Tulang belakang lurus
belakang
 Scapula pada bidang
horizontal yang sama
 Skoliosis : peningkatan
lengkung lateral
 Letak scapula asimetris
 Pemeriksaan palpasi paru
Palpasi Normal Abnormal
Kulit dan dinding  Kulit tidak nyeri  Kulit lembab atau terlalu kering
dada tekan, lembut  Krepitus-berbunyi yajam ketika
hangat dan kering. kulit di palpasi yang disebabkan
 Tulang belakang oleh kebocoran udara dari paru-
dan iga tidak nyeri paru kedalam jaringan subkutan
tekan  Nyeri tekan setempat

Fremitus  Peningkatan fremitus-akibat


 Simetris, vibrasi vibrasi melalui media padat,
ringan teraba pada seperti pada tumor paru
dinding dada selama  Penurunan fremitus-akibat
bersuara vibrasi melalui peningkatan
ruang dalam dada, seperti pada
pneumotoraks/obesitas
 Fremitus asimetris merupakan
suatu kondisi yang selalu tidak
normal

Ekspansi dada
 Ekspansi kurang dari 3 cm, nyeri
lateral  Ekspansi simetris 3- atau asimetris
8 cm

 Pemeriksaan perkusi paru


Perkusi Normal Abnormal
Bidang paru  Bunyi resonan,  Hiperesonan : akan terdengar
tingkat kenyaringan pada pengumpulan udara atau
rendah, menggaung pneumotoraks
mudah terdengar,  Pekak atau datar : terjadi akibat
kualitas sama kedua penurunan udara di dalam paru-
sisi. paru (tumor, cairan)

Gerakan dan posisi  Letak diafragma pada  Posisi tinggi-distensi lambung


diafragma vertebra torakik ke- atau kerusakan saraf frenikus
10.  Penurunan atau tanpa gerakan
pada kedua hemodiafragma
 Setiap hemidiafragma
bergerak 3-6 cm.

2.1.3 Pemeriksaan Penunjang


 Penilaian ventilasi dan oksigenasi :
- uji fungsi paru : lihat pada asma. TLC menurun,
kapasitas inspiratori menurun, dan volume residual
meningkat
- pemeriksaan gas darah arteri : PaO2 menurun, PaCO2
normal/meningkat, pH normal/asidosis, respiratori
alkolisis ringan sekunder akibat hiperventilasi.
- Oksimetri

 AGD normal :
- PH : 7, 35-7, 45
- PaCO2 : 35-45mmHg
- PaO2 : 80-100 mmHg
- SaO2 : 95-99 %
- Kadar bikarbonat : 22-26 mEq/L
 Tes struktur system pernapasan : sinar-x dada (menunjukan
hiperinflasi paru, pendataran retostrenal ; menurun marking
vasikular/bullae),
 EKG : disritmia atrium, gel P tinggi, memuncak pada lead II,
III, AVF.

2.2 Diagnosa Keperawatan yang muncul:


2.2.1 Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif
 Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan
napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten.
 Batasan karakreistik
 Sulit bernapas
 Bunyi napas tidak normal (ronkhi)
 Batuk disertali dahak
 Pergerakan dada tidak simetris
 Lemah dan pucat
 Pernapasan cuping hidung
 Produksi sputum
 Kesulitan bicara
 Mata melebar
 Sianosis
 TTV abnormal
 Factor yang berhubungan
 Fisiologis
- Spasme jalan napas
- Hipersekresi jalna napas
- Disfungsi neuromuskular
- Benda asing dalam jalan napas
- Adanya jalan napas buatan
- Sekresi yang tertahan
- Hiperplasia dinding jalan napas
- Proses infeksi
- Respon alergi
- Efek agen farmakologis (mis. anastesi)
 Situasional
- Merokok aktif
- Merokok pasif
- Terpajan polutan
2.2.2 Diagnosa 2 : Pola napas tidak efektif
 Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi
adekuat
 Batasan karakreistik
 Dispnea
 Hipoksia
 Bingung gelisah
 Ketidakmampuan membuang secret
 Penurunan karbondioksida
 Takikardi
 AGD abnormal
 Napas kuping hidung
 TTV abnormal
 Factor yang berhubungan
- Depresi pusat pernapasan
- Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan
otot pernapasan)
- Deformitas dinding dada
- Deformitas tulang dada
- Gangguan neuromuskular
- Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EGG]
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
- Imaturitas neurologis
- Penurunan energi
- Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
- Sindrom hipoventilasi
- Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
- Cedera pada medula spinalis
- Efek agen farmakologis
- kecemasan
2.2.3 Gangguan pertukaran gas
 Definisi
Kelebihan atau kekukarang oksigenasi dan/atau eliminasi
karbondioksida pada membran Alveolus-kapiler
 Batasan karakreistik
 Sesak
 Bunyi napas tidak normal (mengi)
 Batuk tanpa produksi sputum
 Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
 Penurunan ventilasi
 Napas pursed-lip (dengan bibir)
 Ekspirasi memanjang
 TTV abnormal
 Respirasi :
- Bayi : <25 atau >60
- 1-4 tahun : <20 atau >30
- 5-14 tahun : <14 atau >25
- >14 tahun : <11 atau >24
 Factor yang berhubungan
- Ketidakseimbangan perfusi ventilasi
- Perubahan membran kapiler-alveoli
2.3 Intervensi keperawatan
2.3.1 Diagnosa 1 : Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d Peningkatan
produksi secret
 Tujuan : Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi
napas bersih/jelas
 Krireria hasil :
 Bernapas normal tanpa sesak (vesicular)
 Bunyi napas normal
 Pergerakan dada simetris
 Tidak ada batuk pada klien
 Hb dalam batas normal (5000-10000)
 TTV dalam batas normal
- N : 60-100x/menit
- RR : 16-20x/menit
- TD : 120/80x/menit
- S : 36, 5-37, 5oC
 Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Monitor TTV 1. Mengetahui keadaan umum
2. Auskultasi bunyi napas, catat klien
adanya bunyi napas. 2. Bebeeapa derajat spasme
bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas/tidak
dimanifestasikan adanya bunyi
napas adventisius. Mis :
penyebaran, krekels basah
(bronchitis), bunyi napas redup
dengan ekspirasi mengi.
3. Kaji/pantau frekuensi 3. Pernapasan dapat melambat
pernapasan. Catat rasio dan frekuensi ekspirasi
inspirasi/ekspirasi
memanjang dibanding
4. Catat adanya/derajat dispnea. ekspirasi.
Mis : keluhan “lapar udara”, 4. Disfungsi pernapasan adalah
distres pernapasan. variable yang tergantung pada
Pengguanaan otot bantu. tahap proses kronois selain
proses akut yang menimbulkan
perawatan dirumah sakit. Mis :
5. Beri posisi yang nyaman. Mis
infeksi dan reaksi alergi.
.peninggian kepala tempat
5. Sokongan tangan/kaki dengan
tidur, duduk pada sandaran
meja, bantal, dll membantu
trmpat tidur.
menurunkan kelemahan otot
6. Pertahankan lingkungan bebas
dan dapat sebagai alat ekspansi
polusi. Mis : debu, asap, dan
dada.
bulu bantal yang berhubungan
6. Pencetus tipe reaksi alergi
dengan kondisi individu.
pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
7. Dorong/atau bantu latihan
napas abdomen atau bibir.
7. Memberikan pasien beberapa
cara untuk mengatasi dan
mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara.
8. Kolaborasi, lakukan
fisioterapi dada 8. Memudahkan upaya
pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase secret
dari segmen paru kedalam
bronchus, dimana dapat lebih
mempercepat pembuangan
dengan batuk/penghisapan
9. Kolanorasi, berikan
humidifikasi. Mis : Nebulizer, 9. Memberikan kelembabann
suction pada membrane mukosa dan
membantu pengenceran secret
10. Kolaborasi, berikan obat 10. untuk memudahkan
sesuai indikasi. Mis : pembersihan
mukolitik
2.3.2 Diagnosa 2 : Gangguan pertukaran gas b/d Obstruksi jalan napas oleh
sekresi
 Tujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi
jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas
gejala distress pernapasan.
 Krireria hasil :
 Klien tidak merasakan sesak
 Bunyi napas normal
 Irama pernafasan normal
 Hb dalam batas normal (5000-10000)
 Batuk dengan adanya produksi sputum
 TTV dalam batas normal
- N : 60-100x/menit
- RR : 16-20x/menit
- TD : 120/80x/menit
- S : 36, 5-37, 5oC
 Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Monitor TTV 1. Mengetahui keadaan umum
2. Kaji frekuensi, kedalaman klien
pernapasan. Catat penggunaan 2. Berguna dalam evaluasi derajat
otot aksesori, napas bibir, distress pernapasan
ketidakmampuan dan/kronisnya proses penyakit
berbicara/berbincang

3. Tinggikan kepala tempat 3. Pengiriman oksigen dapat


tidur, bantu pasien untuk diperbaiki dengan posisi duduk
memilih posisi yang mudah tinggi dan latihan napas umtuk
untuk bernapas
menurunkan kolaps jaln napas,
4. Kaji/awasi secara rutin kulit dispnea, dan kerja napas
dan warna membram mukosa 4. Sianosis mungkin perifer
(terlihat pada kuku) atau sentral
(terlihat sekitar bibir/daun
telinga). Ke abu-abuan dan
diagnosis sentral
mengindikasikan beratnya
5. Auskultasi bunyi napas, catat hipoksemia
area penurunan aliran udara 5. Bunyi napas mungkin redup
dan/bunyi tambahan karena penurunan aliran
udara/area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan
6. Palpasi fremitus spasme bronkus/tertahannya
secret
6. Penurunan getaran vibrasi
7. Awasi tingkat diduga ada pengumpulan
kesadaran/status mental. cairan/udara terjebak
Sedikit adanya perubahan 7. Gelisah dan ansietas adalah
manifestasi umum pada
hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen
menunjukan disfungsi serebral
8. Kaji kapilary refill yang berhubungan dengan
hipoksemia.
8. Jika dalam lebih 3 detik
kapilary refill tidak kembali
seprti semula, terdapat
9. Kaji tanda-tanda sianosis
gangguan karena kadar O2
dalam darah berkurang.
9. Sianosis terjadi akibat darah
yang beredar ke seluruh tubuh
mengandung darah kotor yang
rendah oksigen. Bila kadar
oksigen yang beredar teralu
rendah (pasien biru sekali),
bisa terjadi gangguan otak
dengan manifestasi gelisah,
10. Berikan terapi oksigen dengan menangis merintih, lemas
benar benar. Mis : dengan bahkan sampai kejang
nasal prong, masker, masker 10. Tujuan terapi oksigen adalah
venture. mempertahankan PaO2 diatas
60 mmHg. Oksigen diberikan
dengan metode yang
memberikan pengiriman tepat
11. Awasi/buat grafik seri GDA,
dalam toleransi pasien
nadi, oksimetri, foto dada.
11. Membuat dasar untuk
pengawasan
kemajuan/kemunduran proses
penyakit dan komplikasi

2.3.3 Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola napas b/d Penurunan ekspansi paru


 Tujuan : Pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman
dalam rentang normal dan paru jelas/bersih
 Krireria hasil :
 Klien tidak merasakan sesak
 Bunyi napas normal
 Irama pernafasan normal
 Hb dalam batas normal (5000-10000)
 Batuk dengan adanya produksi sputum
 TTV dalam batas normal
- N : 60-100x/menit
- RR : 16-20x/menit
- TD : 120/80x/menit
- S : 36, 5-37, 5oC

 Intervensi
Intervensi Keperawatan Rasional
1. Monitor TTV 1. Mengetahui kedaan umum
2. Kaji frekuensi, kedalaman klien
pernapasan dan ekspansi 2. Kecepatan biasanya meningkat.
dada. Catat upaya pernapasan, Dispnea dan terjadi
termasuk penggunaan otot peningkatan kerja napas (pada
bantu/pelebaran nasal awal/hanya tanda EP subakut).
Ekspansi dada tebatas yang
berhubungan dengan
3. Auskultasi bunyi napas dan atelektasis dan nyeri pada
catat adanya bunyi napas pleuritik
adventisius, seperti krekels, 3. Bunyi menurun atau tidak ada
mengi, gesekan pleural bila jalan napas obstruksi
sekunder terhadap perdarahan,
4. Tinggikan kepala dan bantu bekuan/kolaps jalan napas kecil
mengubah posisi. Bangunkan (atelektasis)
pasien turun dari tempat tidur 4. Duduk tinggi memungkinkan
dan ambulasi segera mungkin ekspansi paru dan
memudahkan pernapasan.
Pengubahan posisi dan
ambulansi meningkatakan
5. Observasi pola batuk dan pengisian udara yang segmen
karakter secret paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas
5. Kongesti alveolar
mengakibatkan batuk
kering/iritasi. sputum berdarah
6. Kolaborasi : berikan oksigen dapat diakibatkan oleh
tambahan kerusakan jaringan (infark
7. Kolaborasi : Berikan paru)/antikoagulan berlebihan.
humudufikasi tambahan. Mis 6. Memaksimalkan bernapas dan
: nebulizer ultrasonic. menurunkan kerja napas
7. Memberikan kelembabann
pada membrane mukosa dan
8. Kolaborasi : tiupan membantu pengenceran secret
botol/spirometri insentif. untuk memudahkan
pembersihan
8. Memudahkan upaya
pernapasan dalam meninggikan
drainase secret dari segmen
paru kedalam bronkus, dimana
dapat lebih mempercepat
pembuangan dengan
batuk/penghisapan.
III. Penutup
3.1 Kesimpulan
Oksigen memegang peran penting dalam semua proses tubuh secara
fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh secara fungsional
mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian. Oleh
karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan merupakan kebutuhan
yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh.
Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem
pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
pernapasan, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan.
3.2 Saran
Diharapkan kepada pembaca agar dapat lebih memperdalam lagi pengetahuan
tentang pemenuhan kebutuhan oksigensi serta dapat mengaplikasinya dalam
kehidupan sehari-hari.
Diharapkan kepada perawat serta tenaga kesehatan lainnya mampu
memahami dan mendalami kebutuhan fisiologis oksigenasi yang merupakan
kebutuhan dasar manusia yang sangat mendasar.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat , A. Aziz Alimul (2012). Kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep


dan kebutuhan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa keperawatan
Potter, A.P., & Perry, G. A. (2005). Buku ajar fundamental: konsep, proses,
dan praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC.
Potter, A.P., & Perry, G. A. (2010). Buku ajar fundamental: konsep, proses,
dan praktik. Ed. 7. Jakarta: EGC.
Tamsuri, Anas. (2008) Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan


Indonesia : Defisiensi dan Indikator Diagnostik. Ed 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai