Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN INTERNA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 12 JULI 2019

PEMERIKSAAN FISIK PARU

Oleh
SUPRIADI
111 2018 2145
Pembimbing Supervisior :
dr. Edward pandu Wiriansya. Sp.P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN INTERNA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Supriadi

NIM : 111 2018 2145

Judul Referat : Pemeriksaan Fisik Paru

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Interna
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 12 Juli 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Edward pandu Wiriansya. Sp.P


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Referat ini dengan judul “Referat Interna(Pemeriksaan Fisik Paru)
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Interna
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muslim Indonesia. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar Supervisor
Interna, khususnya dr. Edward pandu Wiriansya. Sp.P atas bimbingannya selama
berlangsungnya pendidikan di bagian Interna ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan Referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Makassar, 12 Juni 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Walaupun teknologi kedokteran sudah sangat maju, namun anamnesis yang

baik dan pemeriksaan fisis yang sistematis masih sangat diperlukan dalam

mendiagnosis kelainan sistem respirasi. Banyak gangguan sistem pernapasan yang

dapat ditegakkan diagnosisnya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

baik.1

Walaupun Anda sudah mencatat frekuensi pernapasan ketika memeriksa

tanda-tanda vital, observasi ulang frekuensi pernafasan, irama, kedalam upaya

bernapas merupakan tindakan yang bijaksana.2

Keluhan yang sering didapatkan pada penyakit paru dan saluran napas antara

Iain: batuk, banyak dahak, batuk darah, sakit dada, sesak napas, napas berbunyi, serta

keluhan umum lalnnya seperti demam, keringat malam, dan berat badan menurun.1

Semua keluhan tersebut dapatjuga terjadi walaupun tidak ada gangguan pada

sistem pernapasan misalnya pada infark miokard akut dengan komplikasi edema paru

didapatkan keluhan sakit dada, sesak napas dan napas berbunyi. Pada diabetes dengan

komplikasi ketoasidosis didapatkan adanya sesak napas dan berat badan yang

menurun. Beberapa penyakit saluran napas (misalnya pneumonia, asma, PPOK dan

bronkiektasis) dapat menimbulkan gejala yang hampir sama yaitu batuk, berdahak

dan sesak napas, namun masing—masing keluhan tersebut menunjukkan

karakterisitik yang berbeda. Karena itu tidaklah cukup bila hanya menanyakan ada

atau tidak adanya keluhan, dan setiap keluhan tersebut perlu diuraikan secara rlnci
mengenai awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang memperberat atau

memperingan serta hubungannya dengan keluhankeluhan lain.1


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi

berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien

dengan posisi duduk.1 Lakukan pemeriksaan dengan urutan yang benar: inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi. Coba untuk memvisualisasikan lobus paru yang ada

di balik dinding toraks dan bandingkan sisi yang satu dengan lainnya.2

Saat pasien posisi duduk, lakukan pemeriksaan paru dan toraks sebelah

posterior. Kedua lengan pasien harus disilangkan di depan dadanya dan kedua

tangannya diletakkan pada sisi bahu yang berseberangan jika memungkinkan. Posisi

ini akan menggerakkan kedua skapula ke samping sehingga memperlebar daerah

antarskapula dan memudahkan Anda untuk mengakses lapang paru. Kemudian, minta

pasien untuk berbaring.2

Saat pasien berbaring telentang, lakukan pemeriksaan paru dan toraks

anterior. Posisi telentang (supinasio) akan memudahkan Anda untuk memeriksa

pasien wanita karena kedua payudara dapat disisihkan ke samping dengan hati-hati.

Selanjutnya, jika terdapat gejala mengi, kemungkinan bunyi tersebut lebih mudah

didengar. (Namun, sebagian dokter lebih suka memeriksa bagian posterior dan

anterior dada saat pasien duduk. Teknik pemeriksaan ini juga cukup baik.2

Bagi pasien yang tidak marnpu duduk tanpa bantuan, coba minta bantuan

orang lain untuk menahan tubuh pasien agar Anda dapat memeriksa dada posterior
dalam posisi pasien duduk. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, baringkan tubuh

pasien pada salah satu sisinya dan kemudian gulingkan agar berbaring pada sisi yang

lain. Lakukan perkusi pada lapang paru sebelah atas, dan auskultasi kedua paru pada

setiap posisi tersebut. Karena ventilasi relatif lebih besar pada paru yang

dependen/bergantung (tidak tersangga, misalnya oleh bantal atau kasur),

kemungkinan Anda untuk mendengar bunyi mengi atau crackles akan lebih besar

pada sisi tubuh pasien yang bergantung/ tidak tersangga.2

Pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi.

2.2. Inspeksi

. inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada,

kelainan bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.

1. Kelainan dinding dada. Kelainan-kelainan yang bisa didapatkan pada dinding

dada yaitu jaringan parut bekas operasi, pelebaran vena-vena superfisial

akibat bendungan vena, spider naevi, ginekomastia tumor, luka operasi,

retraksi otot-otot interkostal dan lainlain (Gambar1)


Gambar 1 . Lesi pada dinding dada berupa parut bekas operasi (A) dan

pelebaran vena-vena superfisial (B)

2. Kelainan bentuk dada. Dada yang normal mempunyai diameter latero-lateral

yang lebih besar dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang

bisa didapatkan yaitu:

a. Dada paralitikum dengan ciri-ciri :

- Dada kecil diameter sagital pendek

- Sela iga sempit, iga lebih miring, Angulus costae <90°

- Terdapat pada pasien dengan malnutrisi

b. Dada emfisema (Barrel-shape):

- Dada mengembang, diameter anteroposterior lebih besar dari diameter

latero-lateral.

- Tulang punggung melengkung (kifosis), Angulus costae >90°

- Terdapat pada pasien dengan bronkitis kronis, PPOK.


c. Kifosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah anterior.

Kelainan ini akan terlihatjelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral

pasien (gambar 2 A).

d. Skoliosis: Kurvatura vertebra melengkung secara berlebihan ke arah lateral.

Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior (gambar 2 B).

e. Pectus excavatum: dada dengan tulang sternum yang mencekung ke dalam

(gambar 3 A).

f. Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung); dada dengan tulang

sternum menonjol ke depan (gambar 3 B).

Gambar 2. Kelainan dinding dada berupa kifosis (A) dan skoliosis (B)
Gambar 3. Pectus excavatum (A) dan Pectus carinatum (B)

c. Frekuensi pernapasan. Frekuensi pernapasan normal 14-20 kali per menit.

Pernapasan kurang dari l4 kali per menit disebut bradipnea, misalnya

akibat pemakaian obat-obat narkotik, dan kelainan serebral. Pernapasan

lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia,

ansietas, dan asidosis.

d. Jenis pernapasan:

- Torakal, misalnya pada pasien sakit tumor abdomen, peritonitis

umum.

- Abdominal misalnya pasien PPOK lanjut,

- Kombinasi (jenis pernapasan ini yang terbanyak). Pada perempuan

sehat umumnya pernapasan torakal lebih dominan dan disebut

torakoabdominal Sedangkan pada laki-laki sehat, pernapasan

abdominal lebih dominan dan disebut abdomino-torakal. Keadaan ini

disebabkan bentuk anatomi dada dan perut perempuan berbeda dari

laki-laki. Perhatikan juga apakah terdapat pemakaian otot-otot bantu


pernapasan misalnya pada pasien tuberkulosis paru lanjut atau PPOK.

Di samping itu adakah terlihat bagian dada yang tertinggal dalam

pernapasan dan bila ada, keadaan ini menunjukkan adanya gangguan

pada daerah tersebut.

- Jenis pernapasan lain yaitu pursed lips breathing (pernapasan seperti

menghembus sesuatu melalui mulut, didapatkan pada pasien PPOK)

dan pernapasan cuping hidung, misalnya pada pasien pneumonia.

e. Pola Pernapasan

- Pernapasan normal: Irama pernapasan yang berlangsung secara teratur

ditandai dengan adanya fase-fase inspirasi dan ekspirasi yang silih

berganti. Pada gambar 10 dapat dilihat gambaran irama pernapasan

yang normal dan abnormal.

- Takipnea: napas cepat dan dangkal.

- Hiperpnea/hiperventilasi: napas cepat dan dalam.

- Bradipnea: napas yang lambat. Pernapasan Cheyne Stokes: irama

pernapasan yang ditandai dengan adanya periode apnea (berhentinya

gerakan pernapasan) kemudian disusul periode hiperpnea (pernapasan

mulamula kecil amplitudonya kemudian cepat membesar dan

kemudian mengecil lagi). Siklus ini terjadi berulang-ulang. Terdapat

pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi

karena terlambatnya respons reseptor klinis medula otak terhadap

pertukaran gas.
- Pernapasan Biot (Ataxic breathing) zjenis pemapasan yang tidak

teratur baik dalam hal frekuensi maupun amplitudonya. Terdapat pada

cedera otak. Bentuk kelainan irama pernapasan tersebut,

kadangkadang dapat ditemukan pada orang normal tapi gemuk

(obesitas) atau pada waktu tidur. Keadaan ini biasanya merupakan

pertanda yang kurang baik.

- Sighing respiration: pola pernapasan normal yang diselingi oleh

tarikan napas yang dalam.

Gambar 4. Gambaran irama pernapasan yang normal dan abnormal


2.3. Palpasi

Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis

1. Palpasi dalam keadaan statis. Pemeriksaan palpasi yang dilakukan pada

keadaan ini adalah sebagai benkut

- Pemeriksaan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening yang

membesar di daerah supraklavikula dapat memberikan petunjuk

adanya proses di daerah paru seperti kanker paru. Pemeriksaan

kelenjar getah bening ini dapat diteruskan ke daerah submandibula dan

kedua aksila.

- Pemeriksaan untuk menentukan posisi mediastinum. Posisi

mediastinum dapat ditentukan dengan melakukan pemeriksaan trakea

dan apeks jantung.

- Pergeseran mediastinum bagian atas dapat menyebabkan deviasi

trakea. Pemeriksa berada di depan pasien kemudian ujung jari telunjuk

tangan kanan diletakkan pada suprasternal notch Ialu ditekan ke arah

trakea secara perlahan-lahan (gambar 5 A). Adanya deviasi trakea

dapat di-ketahui dengan cara meraba dan melihat. Pergeseran ringan

trakea ke arah kanan bisa didapatkan pada orang normal. Pergeseran

trakea dapat juga terjadi pada kelainan paru yaitu akibat scwarte atau

fibrosis pada apeks paru.

- Jarak antara suprasternal notch dengan kartilago krikoid normal

selebar 3-4 jari. (gambar 5 B). Berkurangnya jarak ini menunjukkan


adanya hiperinflasi paru. Pada keadaan hiperinflasi yang berat dapat

terjadi tracheal tug yaitu pergerakan jari-jari (yang ada pada trakea) ke

arah inferior pada setiap kali inspirasi.

Gambar 5. Pemeriksaan trakea

- Deviasi pulsasi apeks jantung menunjukkan adanya pergeseran

mediastinum bagian bawah. Perpindahan pulsasi apeks jantung tanpa

disertai deviasi trakea biasanya disebabkan oleh pembesaran ventrikel

kiri.dan walaupun lebihjarang bisajuga didapatkan pada skoliosis,

kifoskoliosis atau pada pectus excavatum yang berat. Deviasi pulsasi

apeksjantung menunjukkan adanya pergeseran mediastinum bagian

bawah. Perpindahan pulsasi apeks jantung tanpa disertai deviasi trakea

biasanya disebabkan oleh pembesaran ventrikel kiri.dan walaupun

lebihjarang bisajuga didapatkan pada skoliosis, kifoskoliosis atau pada

pectus excavatum yang berat.

- Pemeriksaan palpasi selanjutnya diteruskan ke daerah dada depan

dengan jari tangan untuk mengetahui adanya kelainan dinding dada


misalnya tumor, nyeri tekan pada dinding dada, krepitasi akibat

emfisema subkutis, dan lainlain.

2. Palpasi dalam keadaan dinamis. Pada keadaan ini dapat dilakukan

pemeriksaan untuk menilai ekspansi paru serta pemeriksaan vokal fremitus.

- Pemeriksaan ekspansi paru. Dalam keadaan normal kedua sisi dada

harus sama-sama mengembang selama inspirasi biasa maupun

inspirasi maksimal. Pengembangan paru bagian atas dilakukan dengan

mengamati pergerakan kedua klavikula. Berkurangnya gerakan pada

salah satu sisi menunjukkan adanya kelainan pada sisi tersebut. Untuk

menilai pengembangan paru bagian bawah dilakukan pemeriksaan

dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris

pada masing—masing tepi iga, sedangkan jari-jari lalnnya menjulur

sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling

berdekatan atau hampir bertemu di garis tengah dan sedikit diangkat

ke atas sehingga dapat bergerak bebas saat bernapas. Pada saat pasien

menarik napas dalam kedua ibu jari akan bergerak secara simetris

(gambar 6). Berkurangnya ekspansi dada pada salah satu sisi akan

menyebabkan gerakan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini

memberikan petunjuk adanya kelainan pada sisi tersebut.

- Pemeriksaan vokal fremitus. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

meletakkan kedua telapak tangan pada permukaan dinding dada,

kemudian pasien diminta menyebutkan angka 77 atau 99, sehingga


getaran suara akan lebihjelas. Rasakan dengan teliti getaran suara yang

ditimbulkannya (gambar 6 A dan B).

Gambar 6. Pemeriksaan palpasi paru bagian anterior (A) dan posterior (B)

- Pemeriksaan ini disebut tactile fremitus. Bandingkan tactile fremitus

secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada

paru bagian depan maupun belakang (Gambar 7 A dan B). Pada saat

pemeriksaan kedua telapak tangan harus selalu disilang secara

bergantian. Hasil pemeriksaan fremitus ini diiaporkan sebagai normal,

melemah atau mengeras. Fremitus yang melemah didapatkan pada

penyakit empiema, hidrotoraks, atelektasis. Fremitus yang mengeras

terjadi karena adanya infiltrat pada parenkim paru (misalnya pada

pneumonia, tuberkulosis paru aktif).


Gambar 7. Lokasi untuk pemeriksaan vocal fremitus pada dada anterior (A)

dan posterior (B).

2.4. Perkusi

Perkusi. Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada

dinding dada dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut

ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.

Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan

menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan tangan

sebagai penggerak (Gambar 14). Jangan menggunakan poros siku, karena akan

memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat ketokan selain didengar,juga

harus dirasakan olehjari-jari.


Gambar 8. Cara melakukan perkusi

Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang terdengar dapat bermacam-

macam yaitu:

a). Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak,

terdapat pada paru yang normal;

b). Hipersonor (Hiperresonant): terjadi bila udara di dalam paru/dada menjadi

jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang

letaknya superfisial, pneumotoraks dan bula yang besar;

c). Redup (dull), bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya

: adanya infiltrat/ konsolldasi akibat pneumonia, efusi pleura yang sedang.

d). Pekak (flat / stony dull) : terdapat pada jaringan yang tidak mengandung

udara di dalamnya, misalnya pada tumor paru, efusi pleura masif;

e). Bunyi timpani: terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di

dalam lambung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara

bergantian kiri dan kanan (zigzag). (Gambar 9). Dalam keadaan normal

didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Pemeriksaan lain yang

dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk menentukan batas paru hati dan

paru lambung. Untuk menentikan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang

garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor

menjadi redup. Perubahan ini menunjukan batas antara paru dan hati. Tentukan

batas tersebut dengan menghitung mulai dari sela lga ke 2 kanan, dan umumnya

didapatkan setinggi

Gambar 9. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan auskultasi paru

depan

sela iga ke 6. Setelah batas paru hati diketahui selanjutnya dilakukan tes

peranjakan antara inspirasi dan ekspirasi. Pertama-tama pasien dijelaskan

mengenai apa yang akan dilakukan, kemudian letakkan 2 jari tangan kiri tepat di

bawah batas tersebut. Pasien diminta untuk menarik napas dalam dan kemudian
ditahan, sementara itu dilakukan perkusi pada ke 2 jari tersebut. Dalam keadaan

normal akan terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian

menjadi sonor kembali. Dalam keadaan normal didapatkan peranjakan sebesar 2

jari. (Gambar 10) Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi

sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari

sonor ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat

dipengaruhi oleh isi lambung. Pada paru belakang dilakukan juga pemeriksaan

perkusi perbandingan secara zigzag seperti tampak pada gambar 17. Selanjutnya

untuk menentukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan

pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis kanan dan kiri. Dalam keadaan

normal didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru.

Gambar 10.. Pemeriksaan perbatasan paru hati


Gambar 11. Lokasi untuk melakukan perkusi perbandingan dan

auskultasi paru belakang.

Skapula sebaiknya dikesampingkan dengan cara meminta pasien

menyilang kedua lengannya di dada. Biasanya batasnya adalah setinggi

vertebrae torakalis 10 untuk paru kiri sedangkan paru kanan ljari lebih tinggi.

Daerah aksila dapat diperkusi dengan cara meminta pasien mengangkat

tangannya ke atas kepala. Pemeriksa menaruhjari~jari tangan setinggi

mungkin di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada daerah Kronig yaitu

daerah supraskapula seluas 3 sampai 4 jari di pundak. Perkusi di daerah ini

sonor. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan

pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru. Bila ada cairan

pleura yang cukup banyak akan didapatkan Garis Ellis Damoiseau yaitu garis

lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris media. Selain itu bisa

didapatkan adanya segitiga Garland dan segitiga Grocco. Segitiga Garland:

daerah timpani yang dibatasi oleh ver-tebra torakalis, garis Ellis Damoiseau

dan garis horizontal yang melalui puncak cairan. Segitiga Grocco: daerah
redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra, perpanjangan garis Ellis

Damoiseau ke kontralateral dan batas paru belakang bawah. gambar 12).

Gambar 12. Segitiga Garland dan Grocco (A) serta garis Ellis

Damoiseau (B)

2.5. Auskultasi

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran

udara melalui sistem trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi

pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan danjika

didapatkan adanya kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara

ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola suara

napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi serta lamanya fase inspirasi dan

ekspirasi. Auskultasi dilakukan secara berurutan dan selang seling baik pada paru

bagian depan maupun belakang (gambar 11 dan 12).

Suara napas pokok yang normal terdiri dari:

- Vesikular: suara napas pokok yang lembut dengan frekuensi rendah

dimana fase inspirasi langsung diikuti dengan fase ekspirasi tanpa


diselingi jeda. dengan perbandingan 3: 1 (Gambar 13). Dapat

didengarkan pada hampir kedua lapangan paru.

- Bronkovesikular: suara napas pokok dengan intensitas dan frekuensi

yang sedang, di mana fase ekspirasi menjadi lebih panjang sehingga

hampir menyamai fase inspirasi dan diantaranya kadang - kadang

dapat diselingijeda. Dalam keadaan normal bisa didapatkan pada

dinding anterior setinggi sela iga 1 dan 2 serta daerah interskapula.

Gambar 13. Gambaran skematis suara napas vesikular (A) dan bronkial (B).

perhatikan adanya jeda antara fase inspirasi dan fase ekspirasi.

- Bronkial: suara napas pokok yang keras dan berfrekuensi tinggi,

dimana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan

diantaranya diselingi jeda. Terjadi perubahan kualitas suara sehingga

terdengar seperti tiupan dalam tabung (Gambar 13). Dalam keadaan

normal dapat didengar pada daerah manubrium sterni.


- Trakeal: suara napas yang sangat keras dan kasar, dapat didengarkan

pada daerah trakea

- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang

letaknya perifer dan berhubungan dengan bronkus, terdengar seperti

tiupan dalam botol kosong.

Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat

didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial

tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut

tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang

terdapat di dalam alveoli. Dalam keadaan abnormal misalnya pneumonia dimana

alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau menghilang.

Infiltrat yang merupakan penghantar getaran suara yang baik akan

menghantarkan suara bronkial sampai ke dinding dada sehingga dapat terdengar

sebagai suara napas bronkovesikuler (bila hanya sebagian alveoli yang terisi

infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat) (Gambar 14).

Gambar 14. Suara napas pokok dalam keadaan normal dan abnormal
Suara napas tambahan terdiri dari:

- Ronki basah (crackles atau rales): Suara napas yang terputus-putus, bersifat

nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang

melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi

menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang

terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus,

sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli yang sering disebut

krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi. Krepitasi terutama

dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila

ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema

paru).

- Ronki kering: Suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi

yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang

menyempit, misalnya akibat adanya sekret yang kental. Wheezing adalah

ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar

pada serangan asma.

- Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub): Terjadi karena pleura parietal

dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya.

Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini

terdengar pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi.


- Hippocrates succussion: suara cairan pada rongga dada yang terdengar bila

pasien digoyang-goyangkan. Biasanya didapatkan pada pasien dengan

hidropneumotoraks.

- Pneumothorax click: Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat

kontraksi jantung, terjadi bila didapatkan adanya udara di antara

Bunyi Hantaran Suara

Bila pada pemeriksaan auskultasi didapatkan adanya bising napas

bronkovesikuler atau bronkial, maka pemeriksaan dilanjutkan untuk menilai

hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris,

kemudian pasien diminta untuk mengucapkan sembilan puluh sembilan. Dalam

keadaan normal suara yang dihantarkan ke dinding dada tersebut akan menjadi

tidakjelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas dan keras disebut

bronkoponi. Pemeriksaan dengan cara ini disebut pemeriksaan auditory fremitus.

Pasien dimintajuga untuk mengucapkan ”ee’L dimana dalam keadaan normal

akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara ”ee" terdengar sebagai "ay'

maka perubahan ”E" menjadi "A" ini disebut egofoni, misalnya pada pneumonia.

Pasien kemudian diminta untuk berbisik dengan mengucapkan kata sembilan

puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan

tidakjelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut

whispered pectoriloquy (Gambar 15).


Gambar 15. A. Paru yang normal. B. Paru yang mengalami pneumonia di

mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat

terisi oleh inflitrat sehingga bisa didapatkan adanya bronkofoni, egofoni

dan whispered pectoriloquy.


BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi

berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien

dengan posisi duduk.1 Lakukan pemeriksaan dengan urutan yang benar: inspeksi,

palpasi, perkusi, dan auskultasi.

Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan

bentuk dada, menilai frekuensi, sifat dan pola pernapasan.

Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.

Berdasarkan patogenesisnya bunyi ketukan yang terdengar dapat bermacam-

macam yaitu Sonor (resonant; Hipersonor (Hiperresonant) ,Redup (dull), Pekak (flat /

stony dull) ,Bunyi timpani.

Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran

udara melalui sistem trakeobronkial.


DAFTAR PUSTAKA

1. Rumende, C,Martin. 2014. Pemeriksaan thoraks dan paru. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid I. Jakarta: Internal Publishing.Hal 154.

2. Bickley, LS. Toraks dan Paru. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik &

Riwayat Kesehatan. Edisi 8.Jakarta:EGC.Hal 224

Anda mungkin juga menyukai