FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA 12 JULI 2019
Oleh
SUPRIADI
111 2018 2145
Pembimbing Supervisior :
dr. Edward pandu Wiriansya. Sp.P
Nama : Supriadi
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Interna
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Mengetahui,
Pembimbing
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Referat ini dengan judul “Referat Interna(Pemeriksaan Fisik Paru)
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Interna
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Muslim Indonesia. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar Supervisor
Interna, khususnya dr. Edward pandu Wiriansya. Sp.P atas bimbingannya selama
berlangsungnya pendidikan di bagian Interna ini sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan semaksimal mungkin.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, mudah-mudahan Referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
baik dan pemeriksaan fisis yang sistematis masih sangat diperlukan dalam
baik.1
Keluhan yang sering didapatkan pada penyakit paru dan saluran napas antara
Iain: batuk, banyak dahak, batuk darah, sakit dada, sesak napas, napas berbunyi, serta
keluhan umum lalnnya seperti demam, keringat malam, dan berat badan menurun.1
Semua keluhan tersebut dapatjuga terjadi walaupun tidak ada gangguan pada
sistem pernapasan misalnya pada infark miokard akut dengan komplikasi edema paru
didapatkan keluhan sakit dada, sesak napas dan napas berbunyi. Pada diabetes dengan
komplikasi ketoasidosis didapatkan adanya sesak napas dan berat badan yang
menurun. Beberapa penyakit saluran napas (misalnya pneumonia, asma, PPOK dan
bronkiektasis) dapat menimbulkan gejala yang hampir sama yaitu batuk, berdahak
karakterisitik yang berbeda. Karena itu tidaklah cukup bila hanya menanyakan ada
atau tidak adanya keluhan, dan setiap keluhan tersebut perlu diuraikan secara rlnci
mengenai awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang memperberat atau
TINJAUAN PUSTAKA
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi
berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien
dengan posisi duduk.1 Lakukan pemeriksaan dengan urutan yang benar: inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Coba untuk memvisualisasikan lobus paru yang ada
di balik dinding toraks dan bandingkan sisi yang satu dengan lainnya.2
Saat pasien posisi duduk, lakukan pemeriksaan paru dan toraks sebelah
posterior. Kedua lengan pasien harus disilangkan di depan dadanya dan kedua
tangannya diletakkan pada sisi bahu yang berseberangan jika memungkinkan. Posisi
antarskapula dan memudahkan Anda untuk mengakses lapang paru. Kemudian, minta
pasien wanita karena kedua payudara dapat disisihkan ke samping dengan hati-hati.
Selanjutnya, jika terdapat gejala mengi, kemungkinan bunyi tersebut lebih mudah
didengar. (Namun, sebagian dokter lebih suka memeriksa bagian posterior dan
anterior dada saat pasien duduk. Teknik pemeriksaan ini juga cukup baik.2
Bagi pasien yang tidak marnpu duduk tanpa bantuan, coba minta bantuan
orang lain untuk menahan tubuh pasien agar Anda dapat memeriksa dada posterior
dalam posisi pasien duduk. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, baringkan tubuh
pasien pada salah satu sisinya dan kemudian gulingkan agar berbaring pada sisi yang
lain. Lakukan perkusi pada lapang paru sebelah atas, dan auskultasi kedua paru pada
setiap posisi tersebut. Karena ventilasi relatif lebih besar pada paru yang
kemungkinan Anda untuk mendengar bunyi mengi atau crackles akan lebih besar
Pemeriksaan fisik paru yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
2.2. Inspeksi
yang lebih besar dari diameter anteroposterior. Kelainan bentuk dada yang
latero-lateral.
Kelainan ini akan terlihatjelas bila pemeriksaan dilakukan dari arah lateral
Kelainan ini terlihat jelas pada pemeriksaan dari posterior (gambar 2 B).
(gambar 3 A).
f. Pectus carinatum (pigeon chest atau dada burung); dada dengan tulang
Gambar 2. Kelainan dinding dada berupa kifosis (A) dan skoliosis (B)
Gambar 3. Pectus excavatum (A) dan Pectus carinatum (B)
lebih dari 20 kali per menit disebut takipnea, misalnya pada pneumonia,
d. Jenis pernapasan:
umum.
e. Pola Pernapasan
pada pasien dengan kerusakan otak, hipoksia kronik. Hal ini terjadi
pertukaran gas.
- Pernapasan Biot (Ataxic breathing) zjenis pemapasan yang tidak
Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis
kedua aksila.
trakea dapat juga terjadi pada kelainan paru yaitu akibat scwarte atau
terjadi tracheal tug yaitu pergerakan jari-jari (yang ada pada trakea) ke
salah satu sisi menunjukkan adanya kelainan pada sisi tersebut. Untuk
dengan meletakkan kedua telapak tangan dan ibu jari secara simetris
sepanjang sisi lateral lengkung iga. Kedua ibu jari harus saling
ke atas sehingga dapat bergerak bebas saat bernapas. Pada saat pasien
menarik napas dalam kedua ibu jari akan bergerak secara simetris
(gambar 6). Berkurangnya ekspansi dada pada salah satu sisi akan
menyebabkan gerakan kedua ibu jari menjadi tidak simetris dan ini
Gambar 6. Pemeriksaan palpasi paru bagian anterior (A) dan posterior (B)
secara bertahap dari atas ke tengah dan seterusnya ke bawah baik pada
paru bagian depan maupun belakang (Gambar 7 A dan B). Pada saat
2.4. Perkusi
dinding dada dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut
ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi.
Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan
menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan tangan
sebagai penggerak (Gambar 14). Jangan menggunakan poros siku, karena akan
macam yaitu:
a). Sonor (resonant): terjadi bila udara dalam paru (alveoli) cukup banyak,
jauh lebih banyak, misalnya pada emfisema paru, kavitas besar yang
c). Redup (dull), bila bagian yang padat lebih banyak daripada udara misalnya
d). Pekak (flat / stony dull) : terdapat pada jaringan yang tidak mengandung
e). Bunyi timpani: terdengar pada perkusi lambung akibat getaran udara di
dalam lambung.
Pada paru bagian depan dilakukan pemeriksaan perkusi perbandingan secara
bergantian kiri dan kanan (zigzag). (Gambar 9). Dalam keadaan normal
didapatkan hasil perkusi yang sonor pada kedua paru. Pemeriksaan lain yang
dilakukan pada paru depan adalah perkusi untuk menentukan batas paru hati dan
paru lambung. Untuk menentikan batas paru hati dilakukan perkusi sepanjang
garis midklavikula kanan sampai didapatkan adanya perubahan bunyi dari sonor
menjadi redup. Perubahan ini menunjukan batas antara paru dan hati. Tentukan
batas tersebut dengan menghitung mulai dari sela lga ke 2 kanan, dan umumnya
didapatkan setinggi
depan
sela iga ke 6. Setelah batas paru hati diketahui selanjutnya dilakukan tes
mengenai apa yang akan dilakukan, kemudian letakkan 2 jari tangan kiri tepat di
bawah batas tersebut. Pasien diminta untuk menarik napas dalam dan kemudian
ditahan, sementara itu dilakukan perkusi pada ke 2 jari tersebut. Dalam keadaan
normal akan terjadi perubahan bunyi yaitu dari yang tadinya redup kemudian
jari. (Gambar 10) Untuk menentukan batas paru lambung dilakukan perkusi
sepanjang garis aksilaris anterior kiri sampai didapatkan perubahan bunyi dari
sonor ke timpani. Biasanya didapatkan setinggi sela iga ke-8. Batas ini sangat
dipengaruhi oleh isi lambung. Pada paru belakang dilakukan juga pemeriksaan
perkusi perbandingan secara zigzag seperti tampak pada gambar 17. Selanjutnya
untuk menentukan batas paru belakang bawah kanan dan kiri dilakukan dengan
pemeriksaan perkusi sepanjang garis skapularis kanan dan kiri. Dalam keadaan
vertebrae torakalis 10 untuk paru kiri sedangkan paru kanan ljari lebih tinggi.
mungkin di aksila pasien untuk diperkusi. Perkusi pada daerah Kronig yaitu
sonor. Hilangnya bunyi sonor pada daerah ini menunjukkan adanya kelainan
pada apeks paru, misalnya tumor paru, tuberkulosis paru. Bila ada cairan
pleura yang cukup banyak akan didapatkan Garis Ellis Damoiseau yaitu garis
lengkung konveks dengan puncak pada garis aksilaris media. Selain itu bisa
daerah timpani yang dibatasi oleh ver-tebra torakalis, garis Ellis Damoiseau
dan garis horizontal yang melalui puncak cairan. Segitiga Grocco: daerah
redup kontralateral yang dibatasi oleh garis vertebra, perpanjangan garis Ellis
Gambar 12. Segitiga Garland dan Grocco (A) serta garis Ellis
Damoiseau (B)
2.5. Auskultasi
ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada. Pola suara
napas diuraikan berdasarkan intensitas, frekuensi serta lamanya fase inspirasi dan
ekspirasi. Auskultasi dilakukan secara berurutan dan selang seling baik pada paru
Gambar 13. Gambaran skematis suara napas vesikular (A) dan bronkial (B).
dimana fase ekspirasi menjadi lebih panjang dari fase inspirasi dan
- Amforik: suara napas yang didapatkan bila terdapat kavitas besar yang
Dalam keadaan normal suara napas vesikular yang berasal dari alveoli dapat
didengar pada hampir seluruh lapangan paru. Sebaliknya suara napas bronkial
tidak akan terdengar karena getaran suara yang berasal dari bronkus tersebut
tidak dapat dihantarkan ke dinding dada karena dihambat oleh udara yang
alveoli terisi infiltrat maka udara di dalamnya akan berkurang atau menghilang.
sebagai suara napas bronkovesikuler (bila hanya sebagian alveoli yang terisi
infiltrat) atau bronkial (bila seluruh alveoli terisi infiltrat) (Gambar 14).
Gambar 14. Suara napas pokok dalam keadaan normal dan abnormal
Suara napas tambahan terdiri dari:
- Ronki basah (crackles atau rales): Suara napas yang terputus-putus, bersifat
nonmusical, dan biasanya terdengar pada saat inspirasi akibat udara yang
melewati cairan dalam saluran napas. Ronki basah lebih lanjut dibagi
menjadi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang
terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan pada bronkiolus,
sedangkan yang lebih halus lagi berasal dari alveoli yang sering disebut
dapat didengar fibrosis paru. Sifat ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila
ada infiltrat misalnya pada pneumonia) ataupun tidak nyaring (pada edema
paru).
- Ronki kering: Suara napas kontinyu, yang bersifat musical, dengan frekuensi
yang relatif rendah, terjadi karena udara mengalir melalui saluran napas yang
ronki kering yang frekuensinya tinggi dan panjang yang biasanya terdengar
- Bunyi gesekan pleura (Pleural friction rub): Terjadi karena pleura parietal
dan viseral yang meradang saling bergesekan satu dengan yang lainnya.
Pleura yang meradang akan menebal atau menjadi kasar. Bunyi gesekan ini
hidropneumotoraks.
- Pneumothorax click: Bunyi yang bersifat ritmik dan sinkron dengan saat
hantaran bunyi suara. Stetoskop diletakkan pada dinding dada secara simetris,
keadaan normal suara yang dihantarkan ke dinding dada tersebut akan menjadi
tidakjelas. Bila suara yang terdengar menjadi lebih jelas dan keras disebut
akan terdengar suara E panjang yang halus. Bila suara ”ee" terdengar sebagai "ay'
maka perubahan ”E" menjadi "A" ini disebut egofoni, misalnya pada pneumonia.
puluh sembilan. Dalam keadaan normal suara berbisik itu terdengar halus dan
tidakjelas. Bila suara berbisik tersebut menjadi semakin jelas dan keras disebut
mana seluruh udara dalam alveoli pada paru bagian atas menghilang akibat
KESIMPULAN
Pemeriksaan dada dan paru bagian depan dilakukan pada pasien dengan posisi
berbaring terlentang, sedangkan pemeriksaan dada dan paru belakang pada pasien
dengan posisi duduk.1 Lakukan pemeriksaan dengan urutan yang benar: inspeksi,
Inspeksi dilakukan untuk mengetahui adanya lesi pada dinding dada, kelainan
Palpasi dinding dada dapat dilakukan pada keadaan statis dan dinamis.
macam yaitu Sonor (resonant; Hipersonor (Hiperresonant) ,Redup (dull), Pekak (flat /
2. Bickley, LS. Toraks dan Paru. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik &