FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
DAKRIOSISTITIS
DISUSUN OLEH:
Supriadi
111 2018 2145
PEMBIMBING :
dr. Muliana,Sp.M,M.Kes
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
dr. Muliana,Sp.M,M.Kes
2
KATA PENGANTAR
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem produksi atau sekresi
glandula lakrimal terletak di temporo antero superior rongga orbita dan sistem
ekskresi yang terdiri dari pungtrum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, duktus nasolakrimalis, dan meatus inferior[ CITATION She01 \l 1033 ].
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Sistem ekskresi lakrimal cenderung mudah terjadi
infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa pada saluran ini
terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa konjungtiva
dan mukosa nasal, dimana pada keadaan normalpun sudah terdapat koloni bakteri [
CITATION Ily09 \l 1033 ].
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis
akut ditandai dengan adanya nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan
pada regio kantus medial, sednagkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari
sakus lakrimal ditandai dengan adanya epiphora, yaitu air dari mata, biasanya
meluber dari kelopak mata bawah, karena sekresi berlebihan air mata atau
penyumbatan dari saluran lakrimal (duktus lakrimal). Selain dakriosistitis akut
dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang merupakan bantuk khusus dari
dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan proses embriogenesis
dari sistem ekskresi lakrimal[ CITATION Asb09 \l 1033 ].
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak
dan orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga
70 tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada. Kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa
sekitar 70-83% kasus dakriosistitis dialami oleh wanita, sedangkan pada
dakriosistitis kongenital jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan[ CITATION Mur11 \l 1033 ].
4
BAB II
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
o Keluhan Utama :
Benjolan pada mata kanan bawah.
o Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan benjolan pada mata kanan bawah
yang dialami sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya benjolan hanya kecil
seperti bisul, namun lama kelamaan semakin besar. Benjolan terasa nyeri
yang hilang timbul. Pasien juga mengeluh air mata keluar berlebihan
terutama bila terkena angin. Terkadang keluar terdapat cairan yang keluar
dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh. Pasien
sebelumnya ada demam, namun hanya 3 hari, tidak ada riwayat trauma.
Tidak ada mata merah sebelumnya, tidak ada penurunan pengelihatan.
Riwayat hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-).
5
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti
pasien.
Riwayat Penggunaan Obat
Pasien hanya mengkonsumsi obat penurun panas pada saat demam, pasien
tidak pernah berobat sebelumnya.
o Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 120/70 mmHg
N : 84 x/menit
RR : 23 x/menit
T : 36,4 0C
6
Pergerakan Bola Mata: normal / normal
OD Komponen OS
Palpasi
OD OS
Nyeri tekan + -
Massa Ukuran 3x3 cm, -
konsistensi lunak, batas
tidaka tegas, warna
kemerahan.
7
3.7 Penatalaksanaan
Non medikamentos
o Melakukan pengurutan daerah sakus sehingga nanah bersih dari
dalam kantung
o Kompres hangat pada sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering
Medikamentosa
o Clindamicin 3x500 mg
o Metyl prednisolon 3x4 mg
o Ranitidin 2x1
o Xitrol ed 3x od
Operatif
o Dacryocystorhinostomy (DCR)
3.8 Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam: Dubia ad bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
9
dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan
orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara
pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial
orbita[ CITATION She01 \l 1033 ].
2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung[ CITATION Ily09 \l
1033 ].
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas
40 tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur[ CITATION Asb09 \l 1033 ].
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3
(tiga) jenis, yaitu[ CITATION Ily09 \l 1033 ]:
a. Akut
Terdapat epifora, sakit yang hebat di daerah kantung air mata dan demam.
Terlihat pembengkakan kantung air mata dan merah didaerah sakus lakrimal, dan
nyeri tekan didaerha skaus disertai sekret yang mukopurulen yang akan memancar
bila kantung air mata ditekan. Daerha kantung air mataberwarna merah meradang [
CITATION Asb09 \l 1033 ].
b. Kronis
10
Tidak terdapat rasa nyeri, tanda-tanda radang ringan, biasanya gejala
berupa mata yang sering berair, yang bertambah bila mata terkena angin. Bila
kantung air mata ditekan dapat keluar sekret yang mukolid dengan nanah didaerah
pungtum lakrimal, mata berair, dan kelopak melekat satu dengan yang
lainnya[ CITATION Asb09 \l 1033 ].
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan
mortalitasnya juga sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat
menimbulkan selulitis orbita, abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian.
Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan amniotocele, di mana pada
kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas. Dakriosistitis
kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai
dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan [ CITATION Ind11
\l 1033 ].
11
Gambar 3. Dakriosistitis Kongenital
12
2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip
hidung[ CITATION Ind11 \l 1033 ].
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri[ CITATION Asb09 \l 1033 ].
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain[ CITATION Mur11 \l 1033 ]:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
13
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya[ CITATION Pin12 \l 1033 ].
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora)[ CITATION Ind11 \l 1033 ].
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan
penunjang[ CITATION Ily09 \l 1033 ].
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test[ CITATION Ily09 \l 1033 ].
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini[ CITATION Asb09 \l 1033 ].
14
Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri
15
Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi[ CITATION Ily09 \l 1033 ].
16
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal [ CITATION
Asb09 \l 1033 ].
b. Kalazion
Kalazion adalah peradangan granulomatosa kelenjar meibom yang
tersmbat. Pada kalazion terjadi penyumbatan kelenjar meibom dengan infeksi
ringan yang mengakibatkan peradangan kronis kelenjar tersebut. Kalazion akan
memberikan gejala adanya benjolan pada kelopak, tidak hiperemi, tidak ada nyeri
tekan[ CITATION Ily09 \l 1033 ].
17
Gambar 9. Kalazion
2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali
sehari[ CITATION Ind11 \l 1033 ].
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi[ CITATION Pin12 \l 1033 ].
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
18
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser[ CITATION Kub12 \l 1033 ].
19
o Keganasan pada kantong air mata.
o Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
o Keganasan pada hidung
o Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
o Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas[ CITATION Pin12 \l 1033 ].
20
2.12 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara
tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi sehingga
prognosisnya dubia ad bonam[ CITATION Pin12 \l 1033 ].
BAB IV
PEMBAHASAN
21
keluar dari benjolan seperti air mata yang berwarna putih keruh dimana hal ini
menunjukan bila kantung air mata ditekan dapat keluar sekret mukoid yang
berasal dari sakus lakrimal. Manakala keluhan nyeri yang dialami adalah
menunjukan adanya tanda dan gejala terjadinya peradangan. Riwayat demam
sebelumnya menandakan adanya suatu infeksi yang terjadi dimana dakriosistitis
dapat disebabkan oleh bakteri gram positif maupun negatif[ CITATION Mur11 \l
1033 ].
Tatalaksana yang diberikan adalah Clindamicin 3x500 mg, Metyl
prednisolon 3x4 mg, Ranitidin 2x1, Xitrol ed 3x od. Dakriosistitis biasnaya
berespon dnegan antobiotik sistemik, dan bentuk kroniknya dapat dipertahankan
dengan antibiotik topikal. Meskipun demikian, menghilangkan obstruksi adalah
penyembuhan satu-satunya[ CITATION Pin12 \l 1033 ].
22
BAB V
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
x
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Jakarta: EGC; 2001.
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: FKUI; 2009.
3. Asbury , Faughan. Oftalmolgy Umum. 17th ed. Jakarta: EGC; 2009.
4. Murthy R. Dacryocystitis. Opthalmic Surgery. 2011; 23.
5. Indrajati C, Handojo N, Winarto. Perbandingan Efektifitas Kloramfenikol dan
Gentamisin pada Dakriosistitis Bayi. Kloramfenikol dan Gentamicin pada
Dakriosistitis Bayi. 2011; 3.
6. Kubo M, Sakuraba T, Arai Y, Nakazawa M. Dacryocystorhinostomy for
Dacryocistytis Caused by Methicilin Resisten Staphylococcus Aureus.
Elseiver. 2012; 46.
7. Pinar S, Sota M, Lercundi TX, Gibelalde A, Berasategue B, Vilar B, et al.
Dacryocystitis Systemic Approach To Diagnosis and Therapy. Spinger. 2012;
13.
8. Malik F, Debby C. Tingkat Keberhasilan Dakriosistorinostomi Eksternal RS
Saiful Anwar Malang. Keberhasilan Dakriosistorinostomi Eksterna. .
x
24