PTERYGIUM
OLEH :
MAGFIRAH NASARUDDIN
10542 039112
PEMBIMBING :
Kasus : Pterygium
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
LAPORAN KASUS
A. Identifikasi Pasien
Nama : Ny. N
Umur : 36 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk rumah sakit : 12 Juli 2017 (Rumah Sakit Syekh Yusuf)
B. Anamnesis
Keluhan Utama : Mata kanan tertutup selaput berbentuk segitiga yang terasa
mengganjal.
dirasakan pasien sejak + 3 bulan yang lalu, yang makin lama mengganggu
penglihatan. Pasien juga kadang merasa matanya perih. Awal sebelum muncul
selaput, mata pasien memang nampak merah seperti urat-urat, lama kelamaan
membentuk selaput, hingga sebesar sekarang. Selain itu, mata kanan terasa gatal
terutama bila terkena angin, kadang-kadang terasa perih dan mata berair.
F. Visus
VOD : 20/40 (tanpa dikoreksi)
VOS : 20/20 (tanpa dikoreksi)
G. Diagnosis Kerja
OD Ptrigium
H. Penatalaksanaan
C. Hyalub 6x1 gtt OD
I. Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad visam : bonam
- Ad kosmeticam : bonam
- Ad sanationam : bonam
J. Resume
Ny. N 36 tahun, datang dengan keluhan mata kanan tertutup selaput berbentuk
segitiga yang terasa mengganjal. Keluhan ini dirasakan pasien sejak + 3 bulan
yang lalu, yang makin lama mengganggu penglihatan. Pasien juga kadang
merasa matanya perih. Awal sebelum muncul selaput, mata pasien memang
nampak merah seperti urat-urat, lama kelamaan membentuk selaput, hingga
sebesar sekarang. Selain itu, mata kanan terasa gatal terutama bila terkena
angin, kadang-kadang terasa perih dan mata berair.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi OD didapatkan lakrimasi (+), konjugtiva agak
kemerahan (+), tampak selaput berbentuk segitiga di daerah nasal dengan apeks
melewati limbus tetapi tidak melewati pupil, visus VOD : 20/40, visus VOS ;
20/20
K. Pembahasan
Pasien ini datang dengan keluhan. N 36 tahun, datang dengan keluhan
sebelumnya.
kanan dan disertai gejala iritasi, yakni pasien kadang merasakan nyeri pada
mata kanan disertai mata yang berair. Selain itu pasien juga menyadari adanya
selaput yang muncul di mata kanannya dan semakin lama semakin membesar.
berbentuk segitiga dari canthus medialis mata kanan dan meluas yang melewati
limbus tetapi tidak melewati pupil. Dari perluasan tersebut, maka dapat
nasal dengan apeks melewati limbus tetapi tidak melewati pupil, visus VOD :
baik. Rasa tidak nyaman pada hari pertama setelah operasi dapat
perbaikan visus. Adanya faktor-faktor resiko, penyebab dan distribusi penyakit ini
berguna untuk memberikan strategi yang tepat dalam pencegahan terjadinya pterigium.1
daerah urban pada orang kulit putih dan 23,4% di daerah tropis Barbados pada orang
(bagian Selatan). Prevalensi ini berbeda-beda di antara jenis ras, luas dan lamanya
paparan sinar matahari. Umumnya angka prevalensi pterigium pada daerah tropis lebih
Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko
prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan
Indonesia pada tahun 19931996, angka kejadian pterigium sebesar 13,9% dan
peringkat kedua dari sepuluh macam penyakit utama dengan insidens sekitar 8,2%.1
Menurut penelitian dari Erry dkk yaitu pada daerah dekat khatulistiwa seperti
Sumatera Barat, Maluku Utara, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tengah terlihat
prevalensi pterigium lebih tinggi. Karena daerah yang dekat khatulistiwa sinar UV. B
lebih tinggi intensitasnya sehingga dapat menyebabkan perubahan seluler pada limbus
kornea bagian medial. Hal ini sesuia dengan pernyataan Cameron yang menyatakan
Khususnya daerah yang berada di antara 37 lintang utara dan 37 lintang selatan yang
daerah tinggal (desa) dan paparan sinar matahari. Hal ini tidak jauh berbeda dengan di
umur . Prevalensinya juga lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan, Karena laki-
laki lebih banyak melakukan aktivitas diluar ruangan sehingga lebih sering
berhubungan dengan faktor risiko terjadi pterigium seperti sinar ultraviolet, debu, angin
dan udara yang kering. Sesuai pula dengan bidang pekerjaan yang mana pekerja tani
dan nelayan yang kebanyakan tidak tamat sekolah dasar dengan tingkat pengeluaran
rumah tangga yang rendah dan tinggal didesa yang menderita pterigium lebih tinggi.
Hal ini perlu dicermati karena tingkat pendidikan rendah sehingga pengetahuan
mengenai penyakit mata sangat minim ditambah pula dengan akses pelayan kesehatan
yang mereka dapatkan sangat minimal sehingga kelompok ini sangat rentan terhadap
A. Anatomi
1. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membrane yang menutupi sclera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh Sel Goblet
yang berfungsi membasahi bola mata terutama kornea. Bermacam-macam obat mata
bawahnya
pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior
(di forniks superior dan inferior) dan membungkus episklera dan menjadi
forniks dan melipat berkali-kali. Lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
2. Kornea
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan kedalam sklera
pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.4
1. Konjungtiva
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan epitel silinder
bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas
karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari
sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat
atau oval yang mensekresikan mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid dan satu lapisan
fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus.
Kelenjar air mata asesori (kelenjar Krause dan wolfring) yang struktur dan
kelenjar Krause berada di forniks atas dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar
palpebralis, kedua arteri ini beranastomosis dan bersama dengan banyak vena
2. Kornea
10,6 mm. Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang
bagian stroma yang berubah. Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan
kornea. Bagian ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar
sekitar 10-250 m dan tinggi 1-2 m yang mencakup hampir seluruh diameter
kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena ukuran
dan kerapatannya menjadi jernih secara optis. Lamella terdapat didalam suatu zat
pra dan pasca nasalnya. Endotel hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini
kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan
penuaan. Reparasi endotel terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran
limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan
sebagian besar oksigen dari atmosfir. Saraf-saraf kornea didapat dari cabang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
Gambarannya seperti sayap klasik (sesuai dengan asal katanya dari bahasa Yunani
kornea, dengan puncak segitiganya di kornea, kaya akan pembuluh darah yang
dan bilateral.7,8
Pterigium biasanya berbentuk segitiga dengan bagian cap, head, and body. Cap
terletak di bagian tepi pterigium yang disusun oleh gray subephitelial corneal
opacity, yang juga disebut daerah abu-abu. Bagian head pterigium adalah
peninggian massa yang melekat kuat pada jaringan episklera di bawahnya. Bagian
konjungtiva normal.8
perambahan berbentuk segitiga dari jaringan konjungtiva bulbi menuju kornea dan
berulang, Lesi berulang biasanya merupakan lesi yang lebih agresif, yang secara
cepat terjadi beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah eksisi dari pterigium
primer.6
C. Epidemiologi
Ptrigium terbesar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas
dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Factor yang sering
mempengaruhi adalah daerah dekat equator, yakni daerah <37o lintang utara dan
selatan dari equator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat equator dan
tinggi pada umur antara 20 dan 49 tahun. Rekuren lebih sering pada umur muda
D. Faktor Resiko
Banyak penelitian telah berusaha mengkorelasikan epidemiologi dan fitur
geografis dari prevalensi pterigium dengan berbagai faktor risiko pterigium. Dari
oleh lingkungan alam, seperti matahari dan radiasi ultraviolet juga iritasi kronik dari
faktor herediter.6,9,10
1. Radiasi ultraviolet
sinar ultraviolet (UV). Penipisan lapisan ozon pada dekade terakhir ini, memiliki
efek pada peningkatan radiasi ultraviolet dan berikutnya memiliki efek pada
kerusakan sel yang selanjutnya berproliferasi. Percobaan yang dilakukan pada tikus
Tinggi rendahnya sinar matahari yang jatuh pada mata dipengaruhi oleh faktor
lintang, medan reflektif seperti permukaan datar horizontal, paparan terhadap pasir,
topi. 6,10
2. Faktor genetik
secara autosomal dominan. Walaupun pada kasus, faktor risiko utama yakni radiasi
ultraviolet tidak bisa dipisahkan. Disamping itu, onkogen p53 diduga sebagai marker
Iritasi kronik atau inflamasi yang terjadi pada area limbus atau perifer kornea
defisiensi, dan saat ini mendukung teori baru patogenesis pterigium. Selain itu, debu,
kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu,dry eye dan
virus papiloma juga diduga dapat menyebabkan pterigium. Wong juga menunjukkan
atas bagian dalam sistem mata terhadap dunia luar. Konjungtiva dalam tugasnya
sebagai pelindung sering kali terpapar pada berbagai jenis perusak, seperti kuman,
mata memiliki kemungkinan terpapar dengan UV dan debu. Semua kotoran pada
konjungtiva akan menuju ke bagian nasal lalu ke pungtum lakrimalis dan dialirkan
ke meatus nasi inferior. Disamping kontak langsung, nasal konjungtiva juga secara
tidak langsung mendapat sinar UV akibat pantulan dari hidung sehingga bagian
pterigium tidak diketahui dengan jelas.Tetapi penyakit ini lebih sering pada orang
yang tinggal di daerah yang panas.Oleh karena itu gambaran yang paling dapat
diterima tentang hal ini adalah respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti
kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
Ultraviolet adalah mutagen untuk tumor supresor gene p53 pada limbal basal
selanjutnya menembus dan merusak kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada
disertai dengan inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang
terjadi dysplasia.6,10
membran bowman. Pada bentuk dini, perigium sukar dibedakan dengan pinguecula.
Pada bagian puncak pterygium dini terlihat bercak-bercak kelabu yang dikenal
sebagai pulau-pulau Fuchs. Garis Stocker (garis yang terpigmentasi oleh zat besi)
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan
dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet
fibroblast pada bagian pterigium menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada
F. Gejala Klinis
Pada fase awal, pterigium tidak memberikan keluhan atau hanya menimbulkan
keluhan mata merah, iritatif, dan keluhan kosmetik. Pterigium lebih sering dijumpai
pada laki-laki yang bekerja di luar rumah. Bisa unilateral atau bilateral. Kira-kira
90% terletak di daerah nasal. Pterigium yang terletak di nasal dan temporal dapat
Kedua mata sering terlibat tetapi jarang simetris. Perluasan pterigium dapat sampai
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya pada
bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi dapat
dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterigium. 8,10,11
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head) dan cap. Bagian
segitiga yang meninggi pada pterigium dengan dasarnya ke arah kantus disebut
body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut cap. 11
Progresif pterigium: tebal dan banyak pembuluh darah dengan beberapa infiltrat
1. Tipe I: meluas kurang 2 mm dari kornea. Stoker's line atau deposit besi dapat
dijumpai pada epitel kornea dan kepala pterigium. Lesi sering asimptomatis
2. Type II: menutupi kornea sampai 4 mm, bias primer atau rekuren setelah operasi,
3. Type III: mengenai kornea lebih 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang
mata.
episklera di pterigium dan harus diperiksa dengan slit lamp, pterigium dibagi
Dari beberapa jenis pembagian pterigium, yang lebih umum digunakan adalah
1. Derajat 1, jika pterigium belum melewati limbus, hanya terbatas pada limbus
kornea.
2. Derajat 2, jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm
dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan normal sekitar 34mm)
penglihatan.
Gambar 8 . Derajat pterigium (Gambar A pterigium derajat 1, gambar B
pterigium derajat 2, gambar C pterigium derajat 3, gambar D pterigium derajat
4)
dikeluhkan mirip dengan keluhan dry eye, yaitu berupa rasa terbakar, gatal ataupun
membesar, dan dapat menjadi keluhan secara kosmetik bagi pasien. Pada pterigium
dengan gradasi yang lebih lanjut, dapat menimbulkan gangguan visual, akibat
G. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa mata sering berair dan tampak
berupa gangguan penglihatan. Keluhan subjektif dapat berupa rasa panas, gatal
atau alasan kosmetik.Pada kasus berat dapat terjadi diplopia, biasanya penderita
keganasan.3,6
2. Pemeriksaan fisik
dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskular dan datar. 3,6
3. Pemeriksaan penunjang
Secara klinis pterigium sering didiagnosis banding dengan kelainan mata yaitu
Gambar 9. Pinguekula
Pinguekula adalah kelainan mata yang terdapat pada kunjungtiva bulbi, pada
bagian nasal maupun temporal, di daerah celah kelopak mata. Pinguekula terlihat
peradangan sebagai akibat iritasi. Dalam keadaan iritasi, maka dapat disertai seperti
mempunyai peranan pada timbulnya pinguekula. Sebagai rangsangan luar antara lain
Gambar10. Pseudopterygium
timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Dapat terjadi dalam proses
pseudopterigium tidak.
pterigium tidak.
Selain kedua hal di atas kadang-kadang dapat dibedakan dengan melihat
sebaceous karsinoma. Lesi yang jarang seperti kista epitel, pyogenic granuloma,
episclera osseous christoma, ectopic lacrimal tissue, lipoma, amyloid, blue nevus,
nevus dan limbal dermoid. Namun lesi tersebut mudah dibedakan dengan
pterigium.7
I. Penatalaksanaan
1. Konservatif
diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-
pada penderita dengan tekanan intraokular tinggi atau mengalami kelainan pada
kornea.3,6
2. Bedah
Bedah eksisi adalah satu-satunya yang memuaskan pada pengobatan
ptrigium.5 Pada pterigium derajat 3 dan 4 dilakukan tindakan bedah berupa avulsi
yang rendah. 6
yang rekuren, mengingat komplikasi dari pemakaian MMC juga cukup berat.6
Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil.
Pterigium yang sering memberikan keluhan mata merah, berair dan silau
karena astigmatisma.
4. Teknik Pembedahan 6
teknik bedah telah digunakan, meskipun tidak ada yang diterima secara universal
karena tingkat kekambuhan yang bervariasi. Terlepas dari teknik yang digunakan,
eksisi pterigium adalah langkah pertama untuk perbaikan. Banyak dokter mata
yaitu :
menyisakan area sklera yang terkena. (teknik ini sudah tidak dapat diterima
karena tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat mencapai 40-
3. Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk
4. Rotational flap: dibuat insisi berbentuk huruf U disekitar luka bekas eksisi
biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior, dieksisi sesuai dengan
ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan bahan
5. Terapi Tambahan 6
tambahan ini.
dosis minimal yang aman dan efektif belum ditemukan . Ada dua bentuk
sklera setelah eksisi pterigium, dan penggunaan obat tetes mata MMC topikal
pemberian:
J. Komplikasi 6
Mata merah
Iritasi
dan kornea.
Kekambuhan berulang
Penipisan kornea atau sklera dapat terjadi bahkan puluhan tahun setelah operasi.
Beberapa kasus, penggunaan MMC topikal sebagai terapi tambahan dan setelah
kornea
operasi. Eksisi bedah sederhana memiliki tingkat kekambuhan tinggi sekitar 50-
K. Prognosis
Penglihatan dan kosmetik setelah dieksisi adalah baik. Rasa tidak nyaman
pada hari pertama setelah operasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48
jam setelah operasi dapat beraktivitas kembali. Pasien dengan pterigium berulang
dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva autograft atau
jaringan epitel.6
L. Pencegahan
mengalami pterigium atau penduduk di daerah tropik yang bekerja di luar rumah
seperti petani yang banyak kontak dengan debu dan UV disarankan memakai topi
1. Shintya, Djajakusli. The Profile of Tear Mucin Layer and Impression Cytology in
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
4. Riordan, Paul, Eva. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam Vaughan & Asbury