PTERIGIUM
Oleh :
Pembimbing :
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kornea. Prevalensi pterigium di dunia berdasarkan studi meta analisis pada
tahun 2018 mencapai angka 12% dari populasi dan meningkat dengan pertambahan
khatulistiwa antara 30° lintang Utara dan Selatan. Pterigium lebih sering ditemukan
2
daerah ekuator. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, prevalensi
3
pterigium di Indonesia sebesar 8,3% penduduk.
ultraviolet, pajanan debu atau iritan, peradangan, serta kekeringan pada mata.
patogenesis, antara lain teori pajanan terhadap sinar ultraviolet (UV), teori growth
1
factor-sitokin pro-inflamasi, dan teori stem cell.
P
terigium merupakan masalah yang cukup serius karena menimbulkan
gejala mata kering, berair, gatal, mata merah hingga penglihatan terganggu
1
pterigium adalah manajemen bedah. Medikamentosa diberikan jika terdapat keluhan,
utama terapi pembedahan adalah mengatasi komplikasi rekurensi yan sering terjadi,
1
berupa pertumbuhan fibrovaskuler dari limbus ke tengah kornea.
BAB II
LAPORAN KASUS
2
1. Identitas pasien
Umur : 59 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
RMK : 1-09-14-47
2. Anamnesis
A. Keluhan Utama:
Pasien datang ke poli mata RSUD ULIN dengan keluhan kedua mata perih.
Pasien merasa daging tumbuh di kedua mata. Pasien merasa ada yang mengganjal
di kedua mata sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan diawali dengan munculnya sedikit
benjolan di bola mata samping sejak 1 tahun yang lalu dengan disertai gejala mata
merah dan berair, mata merah dan berair saat ini tidak dirasakan lagi oleh pasien,
namun semakin mengganggu sekarang dengan terasa seperti ada yang mengganjal
di mata. Keluhan nyeri dan perih pada mata saat ini disangkal oleh pasien. Keluhan
sakit kepala disertai rasa sakit pada mata. Pasien merupakan penjaga sekolah yang
3
sering terpapar dengan sinar matahari. Keluhan ini mengganggu aktivitas sehari-
Riwayat mata terbentur (-) Riwayat sakit mata (-), gangguan saluran pernapasan
lama (-), pilek berulang (-), trauma (-), riwayat penyakit kulit (-)
E. Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan (-) dan alergi obat-obatan (-), cuaca dingin debu dan
F. Riwayat Pengobatan
Apabila mata merah, pasien menetesi obat mata yang dibeli sendiri di apotek.
3. Pemeriksaan Fisik
A. Status Generalis
4
Suhu : 36,8 C
Kepala – leher
C. Status Lokalis
OD OS
5/ 20 Visus 5/24
Baik ke segala arah, nystagmus Baik ke segala arah,
Gerak bola mata
(-) nystagmus (-)
Massa (-), edema (-), hiperemis Massa (-) Edema (-)
Palpebra superior
(-) hiperemis (-)
Massa (-) Edema (-) Palpebra inferior Massa (-) Edema (-)
Paten, nyeri tekan (-) Sistem kanalis Paten, nyeri tekan (-)
lakrimalis
Konj. Palpebral superior Konj. Palpebral superior
Massa (-) hiperemis (-) Massa (-) hiperemis (-)
Konjungtiva
Konj. Palpebral inferior Konj. Palpebral inferior
palpebra
Massa (-) hiperemis (-) Massa (-) hiperemis (-)
5
Tidak dilakukan Funduskopi Tidak dilakukan
16.0 Tonometri 12.0
Normal Palpasi Normal
4. Diagnosis Kerja
5. Terapi
KIE:
6
BAB III
7
1. Identifikasi Masalah
SUBJEKTIF
adneksa, ataupun segmen anterior. Pada pasien tidak ditemukan adanya edema pada
adanya secret yang berlebih. Pada pasien ditemukan adanya penebalan konjungtiva
bulbi hingga kornea okuli sinistra dimana hal ini dapat mengakibatkan ada
b. Pasien bekerja sebagai penjaga sekolah dan sering terpapar sinar matahari
Sering terpapar sinar matahari adalah salah satu faktor risiko yang diduga
berperan besar dalam terjadinya pterigium. Pajanan sinar ultraviolet disebut paling
RNA, dan matriks ekstraseluler. Sinar ultraviolet dari radikal bebas memicu
OBJEKTIF
8
Ditemukan massa penebalan pada konjungtiva bulbi pada bagian nasal ODS.
pinguekula tidak bisa tumbuh hingga kornea, sedangkan pada pasien ditemukan
adanya tukak kornea. Pterygium merupakan diagnosis yang tepat pada pasien ini
karena Tampak penebalan pada konjungtiva bulbi dari arah nasal yang berbentuk
segitiga dengan bagian puncak pterygium melewati limbus. Tampakan klinis ini
merupakan gambaran khas dari Pterygium, yang pertumbuhannya biasanya dari arah
nasal (paling sering) dan dari arah temporal dengan apex atau puncaknya tumbuh ke
2. Analisa Kasus
A. Definisi
B. Faktor Risiko
ultraviolet, pajanan debu atau iritan, peradangan, serta kekeringan pada mata.
Pajanan sinar ultraviolet disebut paling penting namun patofisiologinya belum jelas,
ultraviolet dari radikal bebas memicu kerusakan pada DNA, RNA, dan matriks
9
ekstrasel. Ultraviolet-B memacu ekspresi sitokin dan faktor pertumbuhan di sel
epitelial pterigial. Kekeringan pada mata ditemukan pada sebagian besar pasien
1
perbaikan gen Ku 70 telah dikaitkan dengan kecenderungan genetik pterigium.
C. Etiopatofisiologi
telah terdapat banyak teori patofisiologi, antara lain teori pajanan terhadap sinar
1
ultraviolet (UV), teori growth factor-sitokin pro-inflamasi, dan teori stem cell. Teori
interleukin, yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα. Beberapa teori menyatakan
bahwa radiasi sinar UV menyebabkan mutasi supresor gen tumor P53, sehingga
1
terjadi proliferasi abnormal epitel limbus.
Teori stem cell menyatakan bahwa pajanan faktor lingkungan (sinar ultraviolet,
angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin pro-
yang juga akan memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin dan
10
menimbulkan pterigium. Penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena air
1
mata yang kurang baik.
D. Gambaran Klinis
tetap. Konjungtiva bulbar dapat menjadi semakin kencang saat pterigium membesar
ke arah limbus. Gejala rasa terbakar, gatal, iritasi, lakrimasi, dan sensasi benda
mendekati sumbu visual, dapat menyebabkan sensasi silau yang dirasakan penderita.
4
motilitas mata dan menyebabkan diplopia.
Deposit besi dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala
pterigium (stoker’s line). Kira-kira 90% pterigium terletak di daerah nasal. Perluasan
pterigium dapat sampai medial dan lateral limbus sehingga menutupi visual axis,
Pterigium dibagi menjadi tiga bagian yaitu: body, apex (head), dan cap. Bagian
segitiga yang meninggu pada pterigium dengan dasarnya ke arah limbus disebut
body, bagian atasnya disebut apex, dan bagian belakang disebut cap.
11
Subepitelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas pinggir
4
pterigium.
E. Diagnosis
5
astigmatisme ireguler dan distorsi yang disebabkan atau diinduksi oleh pterigium.
1). Progresif pterigium: tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di
2). Regresif pterigium: tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk
melewati kornea
3) Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil mata
dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
12
4) Derajat IV : jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
F. Diagnosis Banding
Pertumbuhan jaringan pada konjungtiva bulbi bisa diakibatkan oleh suatu
Pterigium dengan penebalan pada konjungtiva bulbi dari arah temporal yang
pupil. Tampakan klinis ini merupakan gambaran khas dari Pterigium, yang
pertumbuhannya biasanya dari arah nasal (paling sering) dan dari arah temporal
dengan apex atau puncaknya tumbuh ke arah sentral (ke arah kornea). Sedangkan
7
konjungtiba bulbi dengan kornea yang cacat.
G. Tatalaksana
ultraviolet (UV-A dan UV-B) karena faktor risiko utama pterigium adalah pajanan
1
sinar ultraviolet. Manajemen medikamentosa jika terdapat keluhan. Obat tetes
13
mata artifisial atau steroid jika disertai inflamasi mata. Medikamentosa tidak akan
1
mengurangi ataupun memperparah pterigium, hanya mengurangi keluhan.
astigmatisma, ancaman aksis visual terganggu, gejala iritasi berat, dan indikasi
1
kosmetik.
1. Bare sclera: ialah teknik eksisi sederhana pada bagian kepala dan badan
pterigium serta membiarkan dasar sklera (scleral bed) terbuka sehingga terjadi re-
epitelisasi. Kerugian teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi yang dapat
1
mencapai 24-89%.
40%. Prosedur menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi
dijahit atau difiksasi dengan bahan perekat jaringan. Faktor yang penting untuk
keberhasilan operasi pterigium adalah kemampuan untuk diseksi graft tipis dan tepat
ukuran untuk menutupi defek konjungtiva dengan inklusi minimal dari jaringan
Tenon. Hasil graft yang tipis dan bebas tegangan telah terbukti tidak terjadi retraksi
setelah operasi, menghasilkan hasil kosmetik yang baik dengan tingkat rekurensi
14
yang rendah. Hirst, dkk. merekomendasikan insisi luas untuk eksisi pterigium
1
dan graft yang besar karena dengan teknik ini rekurensinya sangat rendah.
digunakan untuk menutupi sklera yang terbuka setelah eksisi pterigium. Graft ini
dianggap memicu kesembuhan dan mengurangi angka rekurensi karena efek anti-
untuk pterigium primer dan 37,5% untuk pterigium rekuren. Membran amniotik
ditempatkan di atas permukaan sklera dengan bagian basis menghadap ke atas dan
Angka rekurensi tinggi yang berkaitan dengan operasi terus menjadi masalah.
MMC intra-operatif untuk mengurangi toksisitas. Selain itu, untuk terapi post-
operatif, dianjurkan untuk menggunakan antibiotik dan steroid tetes mata selama
8
satu bulan.
H. Komplikasi
15
Pterigium dapat menyebabkan komplikasi seperti scar (jaringan parut) pada
konjungtiva dan kornea, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada rektus
9
medial dapat menyebabkan diplopia.
- Infeksi, reaksi benang, diplopia, scar kornea, conjungtiva graft longgar, dan
komplikasi yang jarang termasuk perforasi bola mata, vitreous hemorrhage atau
retinal detachment.
post operasi. Simple eksisi mempunyai tingkat rekuren yang tinggi kira-kira
graft.
atas pterigium.
I. Prognosis
P
terigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi dan sitostatik tetes mata
4,9
atau Beta radiasi.
16
BAB IV
PENUTUP
Pasien seorang Laki-laki, usia 59 tahun datang ke poli mata RSUD ULIN
dengan keluhan mata perih dan daging tumbuh di kedua mata. Pasien merasa ada
yang mengganjal di kedua mata sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan diawali dengan
munculnya sedikit benjolan di bola mata samping sejak 1 tahun yang lalu dengan
disertai gejala mata merah dan berair, mata merah dan berair saat ini tidak dirasakan
lagi oleh pasien, namun semakin mengganggu sekarang dengan terasa seperti ada
yang mengganjal di mata. Keluhan sakit kepala disertai rasa sakit pada mata. Pasien
merupakan penjaga sekolah yang sering terpapar dengan sinar matahari. Keluhan ini
konjungtiva bulbi pada bagian nasal ODS. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
17
fisik, tanda dan gejala yang terdapat pada pasien mengarahkan pada Pterigium gr.II
DAFTAR PUSTAKA
4. Ginger-Eke HA, Ogbonnaya CE, Ezisi CN. PTERYGIUM: Recent trends and
perspectives—A review of pathogenesis and current management options. Niger
J Ophthalmol 2018;26:89-98.
6. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2008. Jakarta: FK UI.
18
Community Eye Health Journal. 2017; 29(99); 4-6.
19