Anda di halaman 1dari 9

REFLEKSI KASUS

KALAZION

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepanitraan Klinik Bagian Stase Mata

Di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Diajukan Kepada Yth :

dr. Yunani Setyandriana, Sp.M

Disusun Oleh :

Bella Leonora Fauzi

20184010061

BAGIAN STASE MATA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

2019

LAPORAN KASUS
1. DATA PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. KM
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Argomulyo, Bantul

A. Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluh benjolan di mata kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien seorang perempuan berusia 22 tahun datang ke Poli Mata RS PKU
Muhammdiyah Gamping dengan keluhan utama terdapat benjolan di mata kanan.
Keluhan tersebut telah dirasakan sejak ± 5 bulan yang lalu. Pada awal munculnya
benjolan, keluhan disertai mata merah, sering berair, terasa pegal, dan nyeri. Namun
saat ini keluhan tersebut sudah tidak ada, hanya terasa mengganjal saja. Pasien tidak
mengeluhkan keluar kotoran mata yang banyak maupun penglihatan kabur.
Riwayat Penyakit Dahulu
Terdapat riwayat keluhan serupa sebelumnya dengan letak yang berbeda dan
dilakukan operasi. Riwayat alergi, trauma, dan DM disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak pasien memiliki keluhan serupa dengan pasien. Riwayat DM dan
hipertensi disangkal.

Riwayat Pengobatan

Sebelumnya sudah diberi obat tetes mata cendo xitrol, salep mata, dan
beberapa kali dikompres hangat tetapi belum membaik.

Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang mahasiswa yang terkadang menggunakan riasan mata.
Pasien mengaku tidak banyak makan telur, ikan, dan mie, tetapi kurang makan sayur-

1
sayuran. Pasien merupakan pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan
kacamata pelindung.

B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86x/ menit
Suhu : 36.5oC
Pernafasan : 20x/ menit

b. Status Opthalmologis
Occuli Dekstra (OD) Occuli Sinistra (OS)

6/6 Visus 6/6

Bola mata bergerak ke Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke


segala arah segala arah

Nodul (+), Oedema (-), Palpebra superior Oedema (-), Hiperemis (-),
Hiperemis (-), Nyeri tekan Enteropion (-), Ekteropion
(-), Enteropion (-), (-), Trikiasis (-), Distikiasis
Ekteropion (-), Trikiasis (- (-)
), Distikiasis (-)
Oedema (-), Hiperemis (-), Palpebra inferior Oedema (-), Hiperemis (-),
Enteropion (-), Ekteropion Enteropion (-), Ekteropion
(-), Trikiasis (-), Distikiasis (-), Trikiasis (-), Distikiasis
(-) (-)

Hiperemis (+), Folikel (-), Konjungtiva Palpebra Hiperemis (-), Folikel (-),
Papil (-), Litiasis (-), Superior Papil (-), Litiasis (-), sekret
(-)
Sekret (-)
Nodul (+), Hiperemis (+), Konjungtiva Palpebra Hiperemis (-), Folikel (-),
Folikel (-), Papil (-), Inferior Papil (-), Litiasis (-), Sekret

2
Litiasis (-), Sekret (-) (-)

Injeksi silier (-), Injeksi Konjungtiva Bulbi Injeksi silier (-), Injeksi
konjungtiva (-), konjungtiva (-),
Subkonjungtival bleeding Subkonjungtival bleeding
(-), Pinguekula (-), (-), Pinguekula (-),
Pterigium (-) Pterigium (-)

Jernih Kornea Jernih

Tidak dangkal COA Tidak dangkal

Warna coklat, kripti baik Iris Warna coklat, kripti baik

Bulat, tepi regular, dbn Pupil Bulat, tepi regular, dbn

Jernih Lensa Jernih

C. DIAGNOSIS KERJA

OD Kalazion

D. DIAGNOSIS BANDING
OD Hordeolum
OD Tumor Palpebra
E. PENATALAKSANAAN
Farmakologi :
R/ Cendo Polydex e.d No I
S 6 dd gtt I OD

R/ Cendo Mycos 3,5gr tube I


S 3 dd ue OD

Non Farmakologi :
a. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, rencana pengobatan, serta
komplikasi yang dapat terjadi
3
b. Menjelaskan perlunya kontrol
c. Menyarankan pasien agar menghindari makanan yang mengandung lemak
tinggi dan makan sayur yang lebih seimbang
d. Menyarankan pasien agar mengkompres hangat pada lesi dan menjaga
kebersihan kelopak mata
F. PROGNOSIS
a. Ad vitam : Ad bonam
b. Ad fungsionam : Ad bonam
c. Ad sanationam : Ad bonam

4
2. MASALAH YANG DIKAJI
a. Bagaimana patofisiologi terjadinya terjadinya kalazion?
b. Bagaimana penegakan diganosis kalazion?
c. Bagaimana penatalaksanaan kalazion?

3. PEMBAHASAN
Kalazion merupakan peradangan lipogranuloma yang steril, fokal, dan kronis yang
diakibatkan oleh obstruksi kelenjar meibom. Kalazia (jamak Kalazion), adalah lesi
inflamasi yang paling umum pada kelopak mata. Nodul atau benjolan pada kelopak mata
biasanya membesar secara perlahan dan tidak nyeri. Gejala dimulai dengan peradangan
ringan dan nyeri tekan yang berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Ini dibedakan dari hordeolum dengan tidak adanya tanda-tanda inflamasi akut. Sebagian
besar kalazia mengarah ke permukaan konjungtiva, yang mungkin sedikit memerah atau
meningkat (Jordan, 2019; Suhardjo & Agni, 2017; Vaughan, 2018).
Kalazia biasanya jinak dan sembuh sendiri, meskipun mereka dapat mengalami
komplikasi kronis. Kalazia berulang harus dievaluasi untuk keganasan.
Kalazia adalah lesi inflamasi yang terbentuk ketika produk pemecahan lemak
bocor ke jaringan di sekitarnya dan memicu respons inflamasi granulomatosa. Untuk
alasan ini, kalazion juga disebut granuloma konjungtiva. Kelenjar meibom tertanam di
lempeng tarsal kelopak mata; oleh karena itu, edema karena penyumbatan kelenjar ini
biasanya terkandung pada bagian konjungtiva dari palpebra. Kadang-kadang, kalazion
dapat membesar dan menembus lempeng tarsal ke bagian luar palpebra. Kalazia karena
penyumbatan kelenjar Zeis biasanya terletak di sepanjang margin palpebra (Jordan,
2019).
Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan cara melakukan :

a. Anamnesis
Karena kalazion sebagian besar merupakan diagnosis klinis, keluhan
utama harus diperiksa secara menyeluruh untuk menyingkirkan diagnosis lain
yang mungkin. Pertanyaan-pertanyaan riwayat yang khas harus mencakup
karakter lesi, kecepatan onset, perkembangan lesi, faktor-faktor yang
memperburuk/meringankan, gejala-gejala terkait, dan riwayat lesi yang serupa.
Lesi yang berulang di lokasi tertentu memerlukan pemeriksaan untuk
menyingkirkan kemungkinan karsinoma. Riwayat perjalanan juga penting

5
untuk diperoleh, terutama kunjungan pasien ke daerah endemik untuk TB dan
leishmaniasis. Laporan kasus telah mengidentifikasi ini sebagai etiologi yang
keliru untuk kalazion pada pasien. Riwayat lebih lanjut harus dievaluasi untuk
perubahan visual, infeksi baru-baru ini, antibiotik baru-baru ini, infeksi kulit,
trauma pada kelopak mata, paparan toksik, status immunocompromised,
riwayat kanker atau riwayat/paparan TB. Gejala yang menunjukkan diagnosis
selain kalazion termasuk perubahan visual akut atau nyeri mata yang berulang
di lokasi yang sama, demam, keterbatasan gerakan ekstraokular, dan
pembengkakan kelopak mata atau wajah yang difus (Jordan, 2019).

b. Pemeriksaan fisis
Temuan fisik yang konsisten dengan kalazion termasuk teraba,
biasanya non-tender (meskipun pada peradangan akut mungkin ada), non-
fluktuatif, nodul non-eritematosa pada kelopak mata. Ukuran kalazion
diperkirakan kurang dari 1 cm. Kalazion lebih sering pada kelopak atas sebagai
lesi tunggal, meskipun beberapa lesi mungkin terjadi. Kalazia cenderung lebih
profunda dibandingkan daripada hordeolum. Selain itu, untuk membedakan
hordeolum, pada hordeolum biasanya lunak, dangkal, dan berpusat pada bulu
mata. Kelopak mata harus dibalik sebagai bagian dari pemeriksaan untuk
mengevaluasi kalazion internal (Jordan, 2019).

c. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis kalazion biasanya klinis. Jika anamnesis dan pemeriksaan
tidak konsisten, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Jika ada kecurigaan
tentang diagnosis alternatif, biopsi harus dipertimbangkan. Jika diperoleh,
pemeriksaan histologis kalazion menunjukkan reaksi granulomatosa kronis
dengan banyak sel raksasa tipe Touton yang penuh lemak. Biasanya, inti sel-sel
ini terletak di sekitar area sitoplasma berbusa pusat yang mengandung bahan
lipid yang dicerna. Sel mononuklear, termasuk limfosit atau makrofag, juga
dapat ditemukan di pinggiran lesi karena ini merupakan proses inflamasi. Jika
infeksi bakteri sekunder berkembang, maka orang bisa berharap untuk
menemukan reaksi nekrotik akut dengan sel PMN (Jordan, 2019).

6
Manajemen konservatif adalah strategi awal untuk kalazia. Kompres hangat harus
diterapkan ke kelopak mata yang terkena selama 15 menit 2 hingga 4 kali per hari (Jordan,
2019). Selain kompres hangat, terapi konservatif juga dapat diberikan dengan kompres
hangat dikombinasikan dengan pemberian tetes mata dan salep tobramycin atau
tobramycin/dexamethason. Langkah-langkah konservatif ini terbukti merupakan terapi lini
pertama yang efektif untuk kalazia (Wu dkk, 2018).
Jika gejalanya menetap lebih dari satu bulan, rujukan ke oftalmologi
direkomendasikan. Ada potensi lesi sentral yang lebih besar untuk menyebabkan komplikasi,
jadi rujukan untuk manajemen bedah harus dipertimbangkan dalam kasus ini (Jordan, 2019).
Antibiotik tidak diperlukan secara rutin karena ini adalah kondisi peradangan. Namun,
mungkin ada saat-saat etiologi infeksi terkait diduga. Jika infeksi dipertimbangkan, tetrasiklin
adalah antibiotik pilihan. Doksisiklin 100 mg secara oral dua kali sehari selama 10 hari atau
minosiklin 50 mg per oral setiap hari selama 10 hari. Pada pasien yang tidak dapat
menggunakan tetrasiklin, metronidazole adalah alternatif yang lebih disukai (Jordan, 2019).
Jika tidak ada bukti infeksi, steroid intralesi dapat digunakan. Suntikan 0,2-2 mL
larutan triamcinolone 40 mg/mL menjadi pilihan umum. Lesi yang lebih besar mungkin
memerlukan injeksi ulang dalam 2 sampai 7 hari. Lesi yang persisten membutuhkan
intervensi bedah. Lesi yang lebih kecil dapat diobati dengan kuretase bedah dan diseksi. Lesi
yang lebih besar membutuhkan eksisi yang lebih luas. Insisi bedah dan drainase dilakukan
melalui sayatan vertikal ke dalam tarsus dari permukaan konjungtiva diikuti oleh kuretase
bahan gelatin dan epitel kelenjar (Jordan, 2019).

7
DAFTAR PUSTAKA

Alsammahi, A., dkk. 2018. Incidence and predisposing factors of chalazion. Int J Community
Med Public Health. 2018 Nov;5(11):4979-4982

Jordan, G.A., Beier, K. 2019. Chalazion. [Updated 2019 Mar 13]. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 Jan-.

Malekahmadi, M., Farrahi, F., & Tajdini, A. 2017. Serum Vitamin A Levels in Patients with
Chalazion. Medical hypothesis, discovery & innovation ophthalmology journal, 6(3),
63–66.

Suhardjo, S.U., Agni, A.N. 2017. Buku Ilmu Kesehatan Mata Edisi ke-3. Yogyakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Vaughan, D. 2018. General Ophtalmology, Edisi 19. New York: Mc-Graw Hill.

Anda mungkin juga menyukai