Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

ASTIGMAT MIOPIA SIMPLEKS OKULI DEKSTRA


SINISTRA

Disusun oleh :
Maulidya Nur Amalia - 1102012156

Pembimbing :
Mayor CKM dr. Leidina R Sp.M
Kolonel (Purn) dr. Dasril Dahar Sp.M

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Mata

Rumah Sakit TK. II Moh. Ridwan Meuraksa Jakarta Timur

Periode 11 November 2019 – 14 Desember 2019

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. DT

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Bandung, 21 Juli 1964

Pekerjaan : Guru SMP

Agama : Islam

Alamat : Komp ex Yon Angkub RT 11

Tgl. Periksa : 29 November 2019

II. ANAMNESA

Keluhan Utama : Mata terasa pegal sejak 2 minggu yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik Mata RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa dengan keluhan


terasa pegal pada kedua mata. Pasien telah merasakan keluhan ini sejak 2 minggu yang
lalu sebelum diperiksakan ke rumah sakit. Pasien kadang merasakan mata nya berair.
Rasa gatal, mata merah disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

2
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak
mempunyai riwayat diabetes melitus sebelumnya. Pasien mempunyai riwayat hipertensi.
Pasien menggunakan kacamata.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak terdapat anggota keluarga dengan riwayat keluhan yang sama dengan pasien.
Ibu pasien mengalami katarak.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum memberikan obat sejak keluhan muncul.
Riwayat trauma :
Riwayat trauma, terkena benda asing, atau bahan kimia pada mata disangkal oleh
pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis:
Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/ mnt
Respirasi : 20 x/ mnt
Suhu : 36,5 ºC

STATUS OFTALMOLOGIS

oculi dekstra oculi sinistra

3
Komponen Keterangan (OD) Keterangan (OS)

Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)

Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)


Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Konj. Tarsal Superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konj. Tarsal Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Jaringan fibrovaskular (-), Jaringan fibrovaskular (+),
Konj. Bulbi
Injeksi (-) Injeksi (-)
Edem (-), Infiltrat (-), Edem (-), Infiltrat (-),
Kornea
Ulkus(-) Sikatrik (-) Ulkus(-), Sikatrik(-)

COA Normal, Hifema (-) Normal, Hifema (-)

Bulat (+), isokor (+) Bulat (+), isokor (+)


Pupil
RCL (+), RCTL (+) RCL (+), RCTL (+)

Lensa Jernih Jernih

4
Pemeriksaan subyektif

Pemeriksaan OD OS
Visus Jauh 6/30 6/30
Refraksi - -
Koreksi C-1,50 (6/6) C-1,50 (6/6)
Visus dekat 2,50 2,50
Proyeksi sinar Baik Baik
Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Pemeriksaan slitlamp

Cilia Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan


Konjungtiva Injeksi (-) Injeksi (-)
Kornea Jernih Jernih

COA Darah (-) pus (-) Darah (-) pus (-)


Iris Warna coklat, kripta iris Warna coklat, kripta iris normal
normal

Lensa Jernih Jernih

IV. RESUME

Seorang perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan rasa pegal dan berair
pada kedua mata. Pasien telah merasakan keluhan ini sejak 2 minggu yang lalu sebelum
diperiksakan ke rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus jauh pasien 6/30,
visus dekat pasien 2,50.

5
V. DIAGNOSIS BANDING
ODS Miopi

VI. DIAGNOSA KERJA


ODS Astigmat Miopi Simpleks

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Cendo lyteers (4 dd gtt 1 ODS)
Edukasi
 Menjelaskan cara pemakaian obat dan pentingnya menggunakan obat dengan
teratur dan sesuai petunjuk.
 Menjelaskan pentingnya menjaga higenitas kedua mata, Segera cuci tangan
dengan sabun setelah kontak dengan mata, terutama sebelum dan sesudah
membersihkan mata dan memakai obat.
 Menjelaskan kepada pasien tidak boleh menyentuh mata yang sakit dan
menguceknya.
 Kontrol di poliklinik mata jika tidak ada perbaikan.
Rencana Monitor / Evaluasi
 Evaluasi klinis pasien

VIII. PROGNOSIS

 Quo Ad Visam : Dubia

 Quo Ad Vitam : Ad bonam

 Quo Ad fungsionam : Ad bonam

 Quo Ad sanactionam : Ad bonam

 Quo Ad cosmetica : Ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Miopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu
titik di depan retina. Miopia berasal dari bahasa yunani “muopia” yang memiliki arti
menutup mata. Miopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah populernya
adalah “nearsightedness.1,5
Astigmat adalah suatu keadaan dimana  sinar yang masuk ke dalam mata tidak
terpusat pada satu titik saja. Astigmat merupakan kelainan pembiasan mata yang
menyebabkan bayangan penglihatan pada satu bidang fokus pada jarak yang berbeda dari
bidang sudut. Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan ke retina tetapi di  dua  garis
titik api yang saling tegak lurus.2,6

II. Epidemiologi
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan
jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau
sekitar 55 juta jiwa.4

Insidensi miopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan faktor lainnya. Prevalensi miopia
bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa
negara. Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka
kejadian astigmat bervariasi antara 30%-70%.4

III. Etiologi
1. Miopia

7
Berdasarkan penyebabnya dikenal dua jenis myopia, yaitu:
 Miopia aksial
Adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang dibandingkan
panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media refrakta adalah normal
(± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
o Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bola mata tersebut disebabkan
oleh adanya kelainan anatomis.
o Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bola mata tersebut karena bola
mata sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.
o Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bola mata diakibatkan oleh
seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi
regangan pada bola mata. 2,9
 Miopia refraktif, adalah miopia yang disebabkan oleh bertambahnya indek bias
media refrakta.
Pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam
sebab, antara lain:

o Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).


o Terjadi hydrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalinaa sehingga bentuk lensa
kristalinaa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya
terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).
o Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bola mata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus). 2,9

Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain:


 Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bola mata yang lebih panjang dari
normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bola mata yang lebih
panjang dari normal pula.
 Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar
(70%–90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30%–40%). Paling kecil adalah
Afrika (10%–20%).

8
 Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar
resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang
kurang memadai.9
2. Astigmat
Penyebab terjadinya astigmatisme adalah:

 Kornea
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,
yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatisme, sedangkan media lainnya adalah lensa
kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.3
 Lensa Kristalin
Semakin bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakain berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang
dapat menyebabkan astigmatisme. Astigmatisme yang terjadi karena kelainan pada lensa
kristalin ini disebut juga astigmatisme lentikuler.3

IV. Klasifikasi
1. Miopia
 Menurut perjalanan miopia:
o Miopia stasioner, miopia simpleks, miopia fisiologis.
Miopia yang menetap setelah dewasa.
o Miopia progresif
Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola
mata.
o Miopia maligna, miopia pernisiosa, miopia degenerative
Miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina atau
kebutaan.2

9
 Menurut klinis:
o Simpel miopia: adalah miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang
terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalinaa yang terlalu
tinggi.
o Nokturnal miopia: adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling
kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap
level pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang
membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
o Pseudomiopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme
akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot–otot siliar yang memegang
lensa kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat
myopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat
direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru–buru memberikan lensa koreksi.
o Degenerative miopia: disebut juga malignant, pathological, atau progressive
myopia. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga
di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah
buruk dari waktu ke waktu.
o Induced (acquired) myopia: merupakan miopia yang diakibatkan oleh pemakaian
obat–obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus
lensa, dan sebagainya.5
 Menurut derajat beratnya miopi 2
o Ringan: lensa koreksinya < 3,00 Dioptri.
o Sedang: lensa koreksinya 3,00 – 6,00 Dioptri.
o Berat: lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan
terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
 Menurut umur2
o Congenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)
o Youth-onset myopia (< 20 tahun)
o Early adult-onset myopia (20-40 tahun)

10
o Late adult-onset myopia (> 40 tahun).
2. Klasifikasi Astigmatisme
 Berdasarkan letak titik astigmatisme
o Astigmatisme regular.

Astigmatisme dikategorikan regular jika meredian-meredian utamanya (meredian di


mana terdapat daya bias terkuat dan terlemah di sistem optis bola mata), mempunyai arah
yang saling tegak lurus. Misalnya, jika daya bias terkuat berada pada meredian 90°, maka
daya bias terlemahnya berada pada meredian 180°, jika daya bias terkuat berada pada
meredian 45°, maka daya bias terlemah berada pada meredian 135°. Astigmatisme jenis
ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam
penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan
yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:

 Astigmatisme With The Rule.


Jika meredian vertikal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian horisontal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl- pada axis vertikal atau Cyl+ pada axis horisontal.

 Astigmatisme Against The Rule.

11
Jika meredian horisontal memiliki daya bias lebih kuat dari pada meredian vertikal.
Astigmatisme ini dikoreksi dengan Cyl - pada axis horisontal atau dengan Cyl + pada
axis vertikal.

Titik fokus dari daya bias terkuat akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya
bias terlemah akan disebut titik B.

Sedangkan menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan


dalam 5 jenis, yaitu:

 Astigmatismus Myopicus Simplex.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau
Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

 Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.

12
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl +Y
atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

 Astigmatismus Myopicus Compositus.


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -X
Cyl -Y.

 Astigmatismus Hypermetropicus Compositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X
Cyl +Y.

13
 Astigmatismus Mixtus.
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -Y,
atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

Jika ditinjau dari arah axis lensa koreksinya, astigmatisme regular ini juga dibedakan
menjadi 3 jenis, yaitu:

 Astigmatisme Simetris.
Astigmatisme ini, kedua bola mata memiliki meredian utama yang deviasinya simetris
terhadap garis medial. Ciri yang mudah dikenali adalah axis cylindris mata kanan dan kiri
yang bila dijumlahkan akan bernilai 180° (toleransi sampai 15°), misalnya kanan Cyl -
0,50X45° dan kiri Cyl -0,75X135°.

14
 Astigmatisme Asimetris.
Jenis astigmatisme ini meredian utama kedua bola matanya tidak memiliki hubungan
yang simetris terhadap garis medial. Contohnya, kanan Cyl -0,50X45° dan kiri Cyl -
0,75X100°.

 Astigmatisme Oblique.
Adalah astigmatisme yang meredian utama kedua bola matanya cenderung searah dan
sama-sama memiliki deviasi lebih dari 20° terhadap meredian horisontal atau vertikal.
Misalnya, kanan Cyl -0,50X55° dan kiri Cyl -0,75X55°.

o Astigmatisme Irregular.
Bentuk astigmatisme ini, meredian-meredian utama bola matanya tidak saling tegak
lurus. Astigmatisme yang demikian bisa disebabkan oleh ketidak beraturan kontur
permukaan kornea atau pun lensa mata, juga bisa disebabkan oleh adanya kekeruhan
tidak merata pada bagian dalam bola mata atau pun lensa mata (misalnya pada kasus
katarak stadium awal). Astigmatisme jenis ini sulit untuk dikoreksi dengan lensa
kacamata atau lensa kontak lunak (softlens). Meskipun bisa, biasanya tidak akan
memberikan hasil akhir yang setara dengan tajam penglihatan normal.

Jika astigmatisme irregular ini hanya disebabkan oleh ketidak beraturan kontur
permukaan kornea, peluang untuk dapat dikoreksi dengan optimal masih cukup besar,
yaitu dengan pemakaian lensa kontak kaku (hard contact lens) atau dengan tindakan
operasi (LASIK, keratotomy).

 Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri:


o Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah
tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada
penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

o Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

15
o Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.

V. Gambaran Klinis
1. Miopia
Gejala subyektif:
 Kabur bila melihat jauh.
 Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
 Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif:
 Miopia simpleks:
o Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol.
o Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat
disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil syaraf
optik.
 Miopia patologik:
o Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks.
o Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
 Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
 Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke
seluruh lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

16
 Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
 Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian perifer.
 Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.
2. Astigmat
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatisme tinggi menyebabkan gejala-
gejala sebagai berikut:

 Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan
ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
 Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
 Menyipitkan mata seperti halnya penderita miopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
 Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati
mata, seperti pada penderita miopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar
bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.
Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejala-gejala
sebagai berikut:
 Sakit kepala pada bagian frontal.
 Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

VI. Diagnosis
Pemeriksaan Untuk Kelainan Refraksi
 Uji pinhole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole

17
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman pennglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.10
 Uji Refraksi
o Refraksi Subyektif:
 Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6
meter / 5 meter / 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu  Ditentukan
visus / tajam penglihatan masing-masing mata.10
Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis
positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien
dikatakan menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif
menambah kabur penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan
tajam penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia.10
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini
lakukan uji pengaburan (fogging technique).11
Contoh Perhitungan Ukuran kacamata

Seseorang dapat normal melihat benda di titik dekat (pp = 25 cm), tetapi mengalami
kelainan pada lensa mata, dimana ia hanya mampu melihat benda paling jauh pada jarak
2 meter. Agar penglihatannya normal, orang tersebut ditolong dengan kacamata.
Perhitungan ukuran kacamata yang dipakai sbb:

Jarak terjauh obyek/benda yang mampu dilihat 2 meter, sehingga jarak bayangan pada
kacamata harus berada -2 meter (bayangan maya berjarak 2 m) S1 = -2 m

18
P=-0,5 D

Kacamata yang dipakai berkekuatan/daya -0,5 Dioptri

o Refraksi Obyektif
 Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. 9
Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.6

Automated refractometer

Hasil automated refractometer

19
 Streak Retinoskop
Yaitu dengan lensa kerja ∫+2.00D pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak
berlawanan arah dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi
dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi.11
 Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun mempunyai
keterbatasan4

Keratometer mengukur 4 titik pada permukaan kornea parasentral tanpa


mengindahkan kornea bagian sentral dan perifer.
Keratometer menilai secara rata-rata dan simetris pada titik-titik pada permukaan
kornea semimeridien 180 yang ber-lawanan.
Hasil pengukuran keratometer sangat tergantung pada zona permukaan kornea
mempunyai nilai radius dan kekuatan refraksi yang berbeda (zona diameter 4 mm
mempunyai kekuatan 36 D dan 2.88 mm berkekuatan 50 D).
Ketepatan ukuran keratometer akan berkurang pada permukaan kornea sangat landai
(flat) dan sangat besar pada kornea yang sangat lengkung (steep).

Keratometri tipe B&L


 Uji Pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk miopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada kartu

20
Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-
kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90 derajat yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa
silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan kekuatan
lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama
tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila
dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta
melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat
jelas.10

Kipas astigmat

Dioptri adalah ukuran kekuatan lensa yang diturunkan dari metode aljabar kalkilasi
optis.

VII. Penatalaksanaan
Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah kelainan
refraksi atau mencegah jangan sampai menjadi parah.3
 Koreksi lensa
Koreksi miopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila permukaan
refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada miopia, kelebihan daya
bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata.8
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata myopia ditentukan
dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan

21
kemudian diganti dengan lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan
tajam penglihatan yang terbaik. 8
Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang
memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien dikoreksi
dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -
3.25 dioptri, maka sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan
istirahat mata dengan baik setelah dikoreksi. 1
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar
sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.3

 Obat-obatan
Beberapa penilitian melaporkan penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari
secara topikal dapat menurunkan progresifitas dari miopia pada anak-anak usia kurang 20
tahun.1
 Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari
satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan miopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon
individu dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan miopia sampai
dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata penurunan yang dilaporkan
dalam penelitian adalah 0.75-1.00 dioptri. Beberapa dari penurunan ini  terjadi antara 4-6
bulan pertama dari program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan terbesar
memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam membuat  pemerataan kornea
secara menyeluruh. Dengan followup yang cermat, orthokeratology akan aman dengan
prosedur yang efektif. Meskipun miopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian
lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah umum, untuk
keseimbangan dalam memperbaiki refraksi. 1
Beberapa lensa kontak yang didesain secara khusus untuk mengubah secara maksimal
sesuai standarnya. Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi dari pada
permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan miopia hingga 2.00 dioptri.
Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam, dapat mengurangi permukaan kornea

22
yang tidak rata. Orthokeratology adalah penampilan yang umum pada anak muda
walaupun menggunakan  lensa yang kaku tetapi dapat mengontrol miopia, lensa kontak
yang permeable pada anak-anak menjadi pilihan yang disukai. 8
Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata)
permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis
bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif untuk
ini adalah orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk (selama
beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak tersebut. 8
Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang
tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea
tertutup rata dan terisi oleh film air mata.5
Lensa kontak merupakan suatu lensa tipis dari bahan fleksibel (soft contact lens) atau
rigid (rigid gas permeable lens) yang berkontak dengan kornea. Lensa kontak
menmberikan koreksi penglihatan yang lebih baik dibanding kacamata. Lensa kontak
dapat diresepkan untuk mengoreksi miopia, hiperopia, astigmatisma, anisometropia,
anisokonia, afakia, setelah operasi katarak, atau pada keratokonus. Soft contact lens atau
rigid gas permeable lens dapat mengoreksi miopia, hiperopia, dan presbiopia. Lensa
kontak toric yang memiliki kirvatura berbeda yang disatukan pada permukaan depan
lensa dapat diresepkan untuk mengoreksi astigmatisma. 6,12

Perbedaan soft contact lens dan RGP

Komplikasi yang dapat terjadi adalah microbial keratitis yang dapat menyebabkan
hilangnya penglihtan. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah tarsal papillary
conjunctivitis dan perubahan bulbar conjunctival, epithelial keratopathy, corneal
neovascularization, nonmicrobial infiltrates, dan corneal warpage. Perubahan endotel

23
dapat terjadi termasuk polymegethism, pleomorphism, dan jarang berupa reduksi densitas
sel endotelial. Stromal edema sering terjadi, penipisan kornea juga pernah dilaporkan.
Gejala klinisnya dapat bermacam-macam. Asupan oksigen ke kornea penting
diperhatikan terutama pada pasien dengan kelainan refraksi tinggi akibatnya lensa kontak
yang dipakai lebih tebal dan lebih berpotensi menimbulkan masalah.12

o Soft Contact Lens


Soft contact lens terbuat dari poly-2-hydroxyethyl methacrylate dan plastik fleksibel
serta 30-79% air. Diameternya sekitar 13-15 mm dan menutupi seluruh kornea. lensa ini
dapat digunakan untuk miopia dan hiperopia. Karena lensa ini mengikuti lengkung
kornea maka tidak dapat dipakai untuk mengoreksi astigmatisma yang lebih dari
astigmatisma minimal. Karena ukurannya yang lebih besar soft contact lens lebih
gampang dipakai dan jarang kemasukan benda asing antara pada ruang lensa dan kornea
serta adaptasinya juga cepat. 6,12

Soft contact lens

Lensa kontak bifokus

o RGP (rigid gas permeable) lens


Lensa RGP terbuat dari fluorocarbon dan campuran polymethyl methacrylate.
Diameternya 6.5-10 mm in diameter dan hanya menutupi sebagian kornea mengapung di
atas lapisan air mata.

24
Lensa RGP memberikan penglihatan yang lebih tajam dibanding soft contact lens,
pertukaran oksigen yang lebih baik sehingga dapat mencegah infeksi dan gangguan mata
lain. Durasi pemakaian lensa RGP dapat lebih lama dibanding soft contact lens. Lensa
RGP disesuaikan ukurannya pada setiap mata dengan lebih tepat dan teliti. Kerugiaannya
adalah lensa RGP kurang nyaman dibanding soft contact lens dan masa adaptasinya yang
lebih lama. Lensa RGP dapat mengoreksi kelainan seperti keratoconus dimana terdapat
irregularitas bentuk kornea yang tidak dapat dikoreksi soft contact lens. 6,12Lensa kontak
toric dipakai untuk mengoreksi astigmat. Lensa ini memiliki dua power untuk sferis dan
silindris. Agar berada pada posisi yang tepat dan stabil biasanya lensa ini lebih berat dan
memiliki penanda di bawah. 6,12

Lensa kontak toric

o Gabungan
Terdapat pula lensa kontak yang merupakan gabungan soft contact lens dan RGP yang
memadukan keuntungan keduanya yakni lebih mudah dipakai dan pertukaran oksigen
yang baik.

Lensa kontak gabungan soft contact lens dan RGP

25
 Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
o Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.  Meskipun pengalaman
beberapa orang menjalani radial keratotomy menunjukan penurunan myopia, sebagian
besar pasien sepertinya menyukai dengan hasilnya. Dimana dapat menurunkan
pengguanaan lensa kontak.5
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti variasi diurnal dari
refraksi dan ketajaman penglihatan, silau, penglihatan ganda pada satu mata, kadang-
kadang penurunan permanen dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik,
meningkatnya astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan secara
pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa bulan atau tahun, setelah
tindakan pembedahan. Perubahan menjadi hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada
gejala presbiopia. Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata. 5
o Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat
kornea. Dari kumpulan hasil penelitian menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6
(20/20) setelah dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam
penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 % dari pasien. 5
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi. Photorefractive keratectomy refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat
diprediksi dari pada radial keratotomy. 5
o Laser Assisted in Situ Interlameral Keratomilieusis (lasik)
Merupakan salah satu tipe PRK, laser digunakan untuk membentuk kurva kornea
dengan membuat slice (potongan laser) pada kedua sisi kornea.5

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3rd Edition. London:


Thieme, 2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York:
Blackwell Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asbury’s General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit
Mata Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and
Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive
Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston, Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related
Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??
tool=pmcentrez
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery
on Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J
Ophthalmol 2010; 24(6) : 325-330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-
6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez

27

Anda mungkin juga menyukai