Anda di halaman 1dari 7

AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS

MEDIA SUPURATIF KRONIK


SUWARDI
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit

inflamasi kronik telinga tengah yang ditandai dengan perforasi membran timpani

dan sekret yang keluar terus-menerus atau hilang timbul yang terjadi lebih dari 3

bulan (Shetty, 2012). Terjadinya perforasi membran timpani yang permanen

mengakibatkan mukosa telinga tengah terpapar dengan dunia luar sehingga

memungkinkan infeksi terus berulang. Bakteri penyebab infeksi tersering yang

ditemukan pada biakan dari OMSK adalah Pseudomonas Aeruginosa dan yang

lebih jarang antara lain: S.Aureus, Streptokokus, Klebsiela Pneumoniae dan

Haemophilus Influenza (Slattery, 2003).

Otitis media supuratif kronis dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe aman

(benigna) dan tipe bahaya (maligna) (Helmi, 2005). Menurut literatur lain OMSK

dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu OMSK dengan kolesteatoma dan OMSK tanpa

kolesteatoma dengan jenis penatalaksanaan yang berbeda sesuai dengan tipe OMSK

masing-masing (Weber, 2006).

Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit yang sering ditemukan di

seluruh dunia terutama di daerah berkembang dengan keadaan sosial-ekonomi yang

rendah dengan prevalensi 0,5 sampai 30 % dari komunitas (Shretha, 2008). Survei

prevalensi di seluruh dunia menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-

1
AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 2
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

330 juta orang dengan otorrhoea, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang

pendengaran yang signifikan dan menyebabkan 28000 kematian (Helmi, 2005).

Secara umum prevalensi OMSK di Indonesia berkisar 3,9%, data hasil Survei

Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994-1996 yang dilaksanakan

di 7 provinsi di Indonesia menyatakan penyebab terbanyak morbiditas telinga tengah

adalah OMSK, terutama OMSK tipe jinak (3%) dari morbiditas telinga 18,5%

(Kemenkes, 2006). Menurut catatan medik pasien di Bagian Ilmu Penyakit Telinga

Hidung dan Tenggorok RSUP DR Sardjito dalam kurun waktu 1998-1999 jumlah

penderita pasien OMSK sebanyak 40 pasien dan 62,5% diantaranya menjalani

mastoidektomi (Rianto, 2013).

Otitis media supuratif kronik menyebabkan kerusakan pada sebagian atau

keseluruhan dari membran timpani dan berdampak pada gangguan pendengaran

dengan penurunan maksimal 40 dB (Slattery, 2003). Pada perforasi membran

timpani disertai kerusakan pada tulang-tulang pendengaran dapat berdampak pada

penurunan pendengaran tipe tuli konduksi sebesar 60 sampai 70 dB (Shrestha,

2008; Ocalan, 2013). Infeksi yang terus menerus pada OMSK dan adanya

kolesteatoma dapat memperberat gangguan pendengaran dan meningkatkan risiko

komplikasi baik intratemporal dan intrakranial. Jenis ketulian yang diakibatkan

OMSK berupa tuli konduktif dan tuli campuran dengan derajat ketulian

bergantung pada keterlibatan tulang-tulang pendengaran (Slattery, 2003).

Otitis media supuratif kronik dapat dikelola dengan pengobatan

medikamentosa dan pembedahan. Secara umum infeksi yang mengenai daerah atik
AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 3
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

dan antrum, terdapat kolesteatoma, peradangan telinga tengah difus, osteitis, jaringan

granulasi di kavum timpani dan rongga mastoid serta adanya tanda komplikasi baik

intratemporal atau intrakranial sulit disembuhkan dengan pengobatan dan

memerlukan tindakan pembedahan. Pada perforasi membran timpani sentral tanpa

adanya otorrhoea, tujuan jangka panjang untuk penutupan membran timpani juga

dapat dilakukan dengan pembedahan atau timpanoplasti (Helmi, 2005).

Timpanoplasti merupakan teknik pembedahan telinga tengah dengan tujuan

eradikasi jaringan patologis dan infeksi pada telinga tengah serta merekonstruksi

mekanisme pendengaran dengan atau tanpa graf dan rekonstruksi tulang-tulang

pendengaran, teknik operasi ini dapat dikombinasi dengan mastoidektomi dinding

utuh ataupun dinding runtuh dengan tujuan eradikasi penyakit pada daerah mastoid

dan telinga tengah (Shetty, 2012).

Dua teknik pembedahan utama yang digunakan dalam pengobatan OMSK

berdasarkan keadaan dinding posterosuperior liang telinga meliputi metode terbuka

atau dinding runtuh (Canal Wall Down Mastoidectomy, CWDM) dan tertutup atau

dinding utuh (Intact Canal Wall Mastoidectomy, ICWM) (Ocalan, 2013). Literatur

lain menyebutkannya dengan timpanoplasti dinding utuh dan timpanoplasti dinding

runtuh (Helmi, 2005). Termasuk dalam tindakan CWDM antara lain mastoidektomi

radikal, modifikasi mastoidektomi radikal dan Bondy mastoidectomy. Yang termasuk

dalam ICWM antara lain mastoidektomi sederhana dan mastoidektomi dengan

timpanoplasti (Kveton, 2003). Pemilihan teknik operasi yang akan digunakan pada

pasien dengan OMSK bervariasi pada setiap individu dan bergantung pada temuan
AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 4
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

klinis dan patologis serta pertimbangan keuntungan dan kerugian pada setiap teknik

operasi. Secara umum tujuan pembedahan ini adalah eradikasi infeksi dan jaringan

patologis, mencegah rekurensi, mencegah komplikasi dan sebagai tambahan adalah

mempertahankan atau memperbaiki fungsi pendengaran (Yoo et al, 2014).

Banyak faktor prognostik yang mempengaruhi pendengaran pasien dengan

otitis media kronis antara lain otorrhoea, perforasi membran timpani, kolesteatoma,

status tulang pendengaran, granulasi dan efusi pada cavum timpani, teknik operasi

dan kemampuan operator (Chrobok et al, 2009). Keberhasilan teknik operasi yang

disertai dengan rekonstruksi gendang telinga (timpanoplasti) dipengaruhi beberapa

hal diantaranya fungsi tuba auditiva, mukosa telinga tengah, sisa gendang telinga

serta keadaan tulang pendengaran (Kveton, 2003).

Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis dapat menyebabkan abses

mastoid, paralisis saraf fasialis, ketulian, trombosis sinus lateralis, meningitis dan

abses intrakranial. Dari semua komplikasi ini, tuli akibat otitis media supuratif kronis

merupakan komplikasi yang paling sering, hal ini berarti individu yang menderita

penyakit ini memerlukan pemeriksaan audiologi dan bantuan edukasi (Simon, 2009).

Pemeriksaan audiometri nada murni merupakan penilaian status pendengaran yang

masih relevan. Audiometri dapat digunakan untuk menilai ada tidaknya perbaikan

pendengaran pasca dilakukan pembedahan pada telinga tengah dengan melakukan

pengukuran baik hantaran udara dan hantaran tulang pada frekuensi 500, 1000, 2000,

4000, 8000 Hz, untuk kalkulasi nilai rata-rata ambang pendengaran dapat dilakukan
AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 5
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pengukuran pada frekuensi 500, 1000, 2000 Hz karena frekuensi ini mewakili

percakapan sehari hari (Shetty, 2012; Ocalan, 2013).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan fakta-fakta tersebut diatas dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Angka kejadian Otitis Media Supuratif Kronis di Indonesia masih cukup tinggi

2. Otitis Media Supuratif Kronis dapat mengakibatkan komplikasi tersering

berupa gangguan pendengaran (ketulian)

3. Terapi pembedahan merupakan modalitas utama pada OMSK tipe bahaya dan

diperlukan ketepatan penilaian klinis dan pemilihan prosedur untuk

mempertahankan pendengaran

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diajukan pertanyaan

penelitian apakah terdapat perbedaan ambang pendengaran antara sebelum dan

sesudah pembedahan telinga tengah dengan timpanoplasti dinding utuh dan

timpanoplasti dinding runtuh pada pasien Otitits Media Supuratif Kronis di rumah

sakit Dr. Sardjito Yogyakarta ?


AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 6
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

D. Tujuan Penelitian

Untuk menentukan perbedaan ambang pendengaran antara sebelum dan

sesudah pembedahan telinga tengah dengan timpanoplasti dinding utuh dan

timpanoplasti dinding runtuh pada pasien Otitits Media Supuratif Kronis di rumah

sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data gambaran ambang

pendengaran sebelum dan sesudah pembedahan telinga tengah pada pasien Otitis

Media Supuratif Kronis di rumah sakit Dr. Sardjito Yogyakarta.

2. Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai edukasi kepada

pasien dengan Otitis Media Supuratif Kronis yang diindikasikan pembedahan

telinga tengah di rumah sakit Dr. Sardjito.

3. Hasil penelitian dapat memberikan gambaran manfaat pembedahan telinga

tengah baik pada timpanoplasti didning utuh dan timpanoplasti dinding runtuh

pada fungsi pendengaran pasien dengan Otitis Media Supuratif Kronis di rumah

sakit Dr. Sardjito.

4. Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan

pengembangan penelitian selanjutnya.


AMBANG DENGAR SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEDAHAN TELINGA TENGAH PADA OTITIS
MEDIA SUPURATIF KRONIK
SUWARDI 7
Universitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai derajat ambang pendengaran sebelum dan sesudah

pembedahan telinga tengah pada pasien Otitis Media Supuratif Kronis di Indonesia

masih belum banyak dilakukan, dalam hal ini di RSUP Dr. Sardjito belum pernah

dilakukan. Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan dapat dilihat dalam

tabel 1.

Tabel 1. Penelitian tentang derajat pendengaran pada OMSK

Penelitian(tahun) Rancangan Tujuan Sampel Hasil

Penelitian

Shrestha BL 2008 Kohort Prospektif Membandingkan derajat 41 pasien dengan rata- Peningkatan ambang
pendengaran sebelum rata usia 21.03 tahun dengar yang signifikan
dan sesudah secara statistik pasca
mastoidektomi- mastoidektomi-
timpanoplasti tipe III timpanoplasti tipe III
Chrobok 2009 Kohort Retrospektif Mengetahui faktor 155 pasien OMSK Pasien dengan
prognosis pendengaran dalam periode 1996 sd kolesteatoma memiliki
sebelum dan sesudah 2004 yang menjalani derajat pendengaran
yang lebih buruk,
pembedahan telinga pembedahan di
sedangkan tulang
tengah republik Ceko pendengaran merupakan
faktor prognostik yang
paling baik pada hasil
pendengaran post operasi
Shetty 2012 Kohort Prospektif Mengetahui perbaikan 50 pasien OMSK (45 Timpanoplasti
ambang pendengaran dengan tipe memberikan hasil yang
setelah timpanoplasti tubotimpanik dan 5 signifikan dalam
pada pasien OMSK pasien tipe atiko-antral memperbaiki ambang
dengar.
Ocalan 2013 Kohort Prospektif Mengetahui ambang 46 pasien dengan Pemeriksaan audiogram
dengar pada pasien OMSK yang menjalani menunjukkan
OMSK pasca operasi timpanoplasti peningkatan air bone
timpanoplasti tipe III tipe III dengan gab <25 dB pada 48,5%
dengan mastoidektomi mastoidektomi dinding kasus.
dinding runtuh runtuh periode januari
2005 sd 2009
Abdullah 2013 Kohort Retrospektif Mengevaluasi outcome 63 pasien dengan 33(53%) tidak ada
mastoidektomi dinding OMSK yang menjalani perbaikan pada air bone
runtuh pada pasien modifikasi gab, 16 (25%)
OMSK dengan matoidektomi radikl mengalami perbaikan.
kolesteatoma dan
mastoiditis.

Anda mungkin juga menyukai