Anda di halaman 1dari 31

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Suku : Makassar
Alamat : Jln. Andalas
No. RM : 106459
Tgl. Pemeriksaan : 1 Agustus 2017
Tempat Pemeriksaan : Balai Kesehatan Mata Masyarakat (BKMM)
Pemeriksa : Ayu Wulandari

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur
Anamnesis Terpimpin: Seorang wanita, 22 tahun datang ke Balai Kesehatan
Mata Masyarakat (BKMM) dengan keluhan kedua mata kabur saat melihat
jauh yang dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, kadang-kadang disertai perasaan
pusing. Pasien telah menggunakan kacamata dengan ukuran -0,50 D selama 6
bulan, namun tidak dipakai secara teratur dengan alasan kurang nyaman.
Selama pemakaian kacamata 6 bulan yang lalu, pasien mengaku keluhan
pusingnya agak berkurang, tidak berbayang. Tidak ada riwayat trauma, rasa
perih, gatal , air mata berlebihan, ataupun riwayat mata merah sebelumnya.
Riwayat pemakaian kacamata dalam keluarga ada, yaitu ayah, ibu, dan kedua
saudara pasien. Pasien sering bekerja didepan komputer. Pasien belum pernah
berobat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Terdahulu :

1
Riw. HT (-), Riw. DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga dan Sosial :
Ayah, ibu, kakak, dan adik pasien menderita penyakit yang sama
Riwayat Pemakaian Kacamata : Ada
Riwayat Pengobatan : (-)

C. STATUS GENERAL
Kesadaran : Kuantitatif : Compos mentis.
Kualitatif : baik, tidak berubah.
Tekanan Darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 84 x/menit.
Suhu : 36,6oC.
Respirasi Rate : 20x/ menit

D. STATUS LOKALISASI OFTALMOLOGIS


1. Pemeriksaan Inspeksi

OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Bola Mata Normal Normal


Mekanisme Muskular Normal ke segala arah Normal ke segala arah

Kornea Kesan jernih Kesan jernih


Bilik Mata Depan Kesan Normal Kesan Normal
Iris Coklat Coklat

2
Pupil Kesan Bulat Kesan Bulat
Lensa Jernih Jernih

2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
TIO Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)

Massa Tumor (-) (-)

Glandula pre-aurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri
TOD: 13 mmHg
TOS : 13 mmHg
4. Visus
VOD : 4/60, koreksi S -3.00 D : 20/20
VOS : 4/60, koreksi S -3.25 D : 20/20
5. Pemeriksaan Slit Lamp
SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), iris coklat kripte, pupil bulat sentral,
lensa jernih, refleks cahaya (+).

3
SLOS : Konjungtiva hiperemis (-), iris coklat kripte, pupil bulat sentral,
lensa jernih, refleks cahaya (+).

6. Pemeriksaan Funduskopi
FOD : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi
FOS : tidak dilakukan pemeriksaan funduskopi
7. Pemeriksaan Refraktometri
Sph Cyl Axis
OD -3.00 -0.25 100
OS -3,25 -0.25 25

8. Pemeriksaan Keratokmetri
Cyl Mm D Axis
K1 7.49 45.00 175
OD -0.75 D X 175
K2 7.36 45.75 85
K1 7.47 45.25 15
OS -0.75 D X 15
K2 7.35 46.0 105

4
E. RESUME
Seorang wanita, 26 tahun datang ke Balai Kesehatan Mata Masyarakat
(BKMM) dengan keluhan visus jauh menurun pada kedua mata yang dirasakan
sejak 1 tahun yang lalu, kadang-kadang disertai perasaan pusing. Tidak ada
keluhan nyeri, lakrimasi, mata merah, sekret berlebihan, ataupun keluhan sakit
kepala sebelumnya. Pasien telah menggunakan kacamata dengan ukuran S-0.50
D selama 6 bulan, namun tidak dipakai secara teratur dengan alasan kurang
nyaman. Riwayat pemakaian kacamata dalam keluarga (+) (ayah, ibu, dan
kedua saudara pasien). Pasien sering didepan komputer. Pasien belum pernah
berobat sebelumnya.
Pada pemeriksaan ophtalmology didapatkan:
ODS segmen anterior kesan normal.
VOD : 4/60, koreksi S -3.00 D : 20/20
VOS : 4/60, koreksi S -3.25.00 D : 20/20
TOD: 13 mmHg
TOS: 13 mmHg

F. DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia Levior

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Astigmatisme
2. Hipermetropi

H. TERAPI
1. Kacamata Monofocal
R/ OD S -3.00 D
OS S -3.25 D
2. Medikamentosa
- Oral :
R/ Berry Vision tab 1 dd 1

5
3. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad cosmeticam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan
Prevalesi miopia tergantung pada umur dan faktor resiko lain yang
berhubungan. Pada bayi ditemukan beberapa tingkatan miopia, namun
jarang. Kebanyakan bayi mempunyai mata normal (emetropia) pada umur
2-3 tahun. Prevalensi miopia tinggi pada bayi prematur. Miopia dibawah
0.50 D prevalensinya rendah yaitu <5% pada anak umur 5 tahun jika
dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Prevalensi miopia
meningkat diusia sekolah dan dewasa muda, yakni 20-25% pada usia
remaja, dan 25-35% pada usia dewasa muda di US dan beberapa negara
lainnya.1
Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia
prevalensinya 23-40%, dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang
tidak memiliki orang tua miopia. Disamping faktor keturunan, faktor
lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan miopia pada
anak. Faktor lingkungan yang paling banyak berperan pada miopia adalah
kerja jarak dekat seperti membaca. Lama membaca dapat mempengaruhi
pertumbuhan aksial bola mata akibat insufisiensi akomodasi pada mata.
Tingkat pendidikan dihubungkan juga dengan lamanya kerja jarak dekat
sehingga meningkatkan risiko miopia. Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin tinggi prevalensi terjadinya miopia karena
kecenderungan lebih banyak melakukan aktivitas melihat jarak dekat.2
Penelitian yang dilakukan di Universitas Nasional Singapura
menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada mahasiswa kedokteran tahun
kedua sekitar 89,8%. Penelitian lain yang dilakukan di Taiwan juga
menunjukkan bahwa lebih dari 90% mahasiswa kedokteran yang
mengalami miopia. Sedangkan penelitian di Turki menunjukkan bahwa
mahasiswa kedokteran mengalami miopia sekitar 32,9%.2

7
B. Anatomi dan Fisiologi Mata

Gambar 1. Anatomi bola mata3

1. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya dam merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan.15 Kornea ini disisipkan ke dalam sklera pada
limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis.
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 m di pusatnya (terdapat
variasi menurut ras); diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan
vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior kornea mempunyai lima
lapisan, yaitu:

8
a. Epitel. Tebal dari epitel ini adalah 50 m. Epitel kornea mempunyai
lima lapis sel epitel tak bertanduk yang terdiri dari sel basal, sel
poligonal, dan sel gepeng.
b. Membran Bowman. Terletak di bawah membran basal epitel kornea
yang merupakan kolagen yang tersususn tidak teratur seperti stroma dan
berasal dari bagian depan stroma. Merupakan lapisan jernih aseluler,
yang merupakan bagian dari stroma yang berubah.
c. Stroma. Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Stroma
terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya yang mencakup hampir seluruh bagian kornea. Pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian perifer serta
kolagen ini bercabang.
d. Membran Descemet. Membran descemet merupakan membran aselular
dan merupakan batas belakang stroma kornea. Merupakan lamina
basalis kornea, dimana pada saat lahir tebalnya sekitar 3 um dan terus
menebal selama hidup, mencapai 10-12 um.
e. Duas Layer. Merupakan lapisan kornea yang terletak antara stroma
dan membrana descement. Lapisan ini sangat tipis namun kuat dan
bersifat tidak tembus udara.
f. Endotel. Hanya memiliki satu lapis sel, tetapi sel ini berperan dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel cukup rentan
terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan.
Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.4,5

9
Gambar 2. Lapisan kornea4

2. Humor Aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh badan siliaris. Setelah
memasuki camera oculi posterior, humor aqueous melalui pupil dan
masuk ke camera oculi anterior dan kemudian ke perifer menuju ke
sudut camera oculi anterior. Humor aqueous difiltrasi dari darah,
dimodifikasi komposisinya, baru disekresikan oleh badan siliaris di
camera oculi posterior. Humor aqueous diproduksi dengan kecepatan
2-3 L/menit dan mengisi kamera okuli anterior sebanyak 250 L serta
camera oculi posterior sebanyak 60 L. Humor aqueous mengalir di
sekitar lensa dan melewati pupil ke ruang anterior. Sebagian air keluar
mata melalui lorong-lorong dari trabecular meshwork. Trabecular
meshwork adalah saluran seperti saringan yang mengelilingi tepi luar
dari iris dalam sudut ruang anterior, dibentuk di mana menyisipkan iris
ke dalam badan siliaris. Jumlah yang lebih sedikit masuk ke badan

10
siliaris yang terbuka dan ke iris, di mana ia akhirnya berdifusi ke dalam
pembuluh darah di sekitar bola mata dalam.4,5

3. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna,
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor,
di posteriornya terdapat vitreous humor. Kapsul lensa adalah suatu
membran semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan elektrolit
masuk. Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus
lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks terbentuk
dari lamela konsentris yang panjang. Lensa ditahan di tempatnya oleh
ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula Zinii, yang
tersusun dari banyak fibril yang berasal dari permukaan badan siliar dan
menyisip ke dalam ekuator lensa.4,5

4. Vitreous Humor
Vitreous humor adalah suatu badan gelatin yang jernih dan
avaskular yang membentuk dua pertiga volume dan berat mata.
Permukaan luar vitreous humor normalnya berkontak dengan struktur-
struktur berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana
lapisan epitel, retina, dan caput nervi optici. Basis vitreous
mempertahankan penempelan yang kuat seumur hidup ke lapisan epitel
pars plana dan retina tepat di belakang ora serrata. Vitreous humor
mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua komponen, kolagen
dan asam hialuronat, yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel
karena kemampuannya mengikat banyak air.4,5

5. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Lapisan-

11
lapisan retina mulai dari sisi luar yang berbatas dengan koroid adalah
sebagai berikut:
a. Epitel pigmen retina (Membran Bruch)
b. Fotoreseptor. Lapisan fotoreseptor terdiri dari sel batang dan
sel kerucut.
c. Membran limitan eksterna
d. Lapisan nukleus luar. Merupakan susunan nukleus sel kerucut
dan sel batang. Keempat lapisan di atas avaskuler dan
mendapat nutrisi dari kapiler koroid.
e. Lapisan pleksiform luar. Lapisan ini merupakan lapisan
aselular tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan
sel horizontal.
f. Lapisan nukleus dalam. Lapisan ini terdiri dari tubuh sel
bipolar, sel horizontal, dan sel Muller serta didarahi oleh arteri
retina sentral.
g. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini merupakan lapisan
aselular tempat sinaps sel bipolar dan sel amakrin dengan sel
ganglion.
h. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini merupakan lapisan badan sel
dari neuron kedua.
i. Serabut saraf. Lapisan serabut saraf berupa akson sel ganglion
yang menuju ke arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini
terletak sebagian besar pembuluh darah retina.
j. Membran limitan interna. Membran limitan interna berupa
membran hialin antara retina dan vitreous humor.4,5

12
Gambar 3. Lapisan retina 4

Fisiologi Proses Penglihatan

Cahaya yang melewati kornea akan diteruskan melalui pupil,


kemudian difokuskan oleh lensa ke bagian belakang mata, yaitu retina.
Fotoreseptor pada retina mengumpulkan informasi yang ditangkap mata,
kemudian mengirimkan sinyal informasi tersebut ke otak melalui saraf
optik. Semua bagian tersebut harus bekerja simultan untuk dapat melihat
suatu objek. Berkas cahaya akan berbelok/ berbias (mengalami refraksi)
apabila berjalan dari satu medium ke medium lain yang memiliki
kepadatan berbeda kecuali apabila berkas cahaya tersebut jatuh tegak lurus
di permukaan.7

13
Gambar 4. Fisiologi Proses penglihatan 6

Bola mata memiliki empat media refrakta, yaitu media yang dapat
membiaskan cahaya yang masuk ke mata. Media refrakta mata terdiri dari
kornea, aqueous humor, lensa, dan vitreous humor. Agar bayangan dapat
jatuh tepat di retina, cahaya yang masuk harus mengalamai refraksi
melalui media-media tersebut. Jika terdapat kelainan pada media refrakta,
cahaya mungkin tidak jatuh tepat pada retina.7
Selain faktor media refrakta, faktor panjangnya sumbu optik bola
mata juga berpengaruh terhadap jatuh tepat atau tidaknya cahaya pada
retina. Misalnya, pada miopia aksial fokus akan terletak di depan retina
karena bola mata lebih panjang.7
Lensa memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya biasnya
untuk memfokuskan bayangan dari objek yang dekat. Kemampuan ini
disebut dengan daya akomodasi. Akomodasi dipengaruhi oleh persarafan
simpatis, di mana persarafan ini akan menyebabkan otot polos pada badan
siliar yang merupakan perlekatan ligamen penggantung lensa (zonula
Zinii) berkontraksi. Kontraksi dari badan siliar yang berbentuk melingkar
seperti sfingter menyebabkan jarak antara pangkal kedua ligamen tersebut
mendekat. Hal ini akan menyebabkan ketegangan dari ligamen tersebut

14
berkurang sehingga regangan ligamen terhadap lensa pun juga berkurang.
Bentuk lensa kemudian akan menjadi lebih cembung/ konveks.7
Keadaan mata dengan kemampuan refraksi normal disebut
emetropia, sedangkan mata dengan kelainan refraksi disebut ametropia.
Ametropia dapat dibagi menjadi:

1. Miopia (penglihatan dekat), terjadni bila kekuatan optik mata


terlalu tinggi, biasanya karena bola mata yang panjang, dan
sinar cahaya paralel jatuh pada fokus di depan retina.
2. Hipermetropia (penglihatan jauh), terjadi apabila kekuatan
optik mata terlalu rendah, biasanya karena mata terlalu pendek,
dan sinar cahaya paralel mengalami konvergensi pada titik di
belakang retina.
3. Astigmatisme, di mana kekuatan optik kornea di bidang yang
berbeda tidak sama. Sinar cahaya paralel yang melewati bidang
yang berbeda ini jatuh ke titik fokus yang berbeda.7

C. Definisi
Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina
oleh mata yang tak berakomodasi, mata tersebut mengalami miopia, atau
nearsighted. Bila mata berukuran lebih panjang daripada normal, kelainan
yang terjadi disebut miopia aksial (untuk setiap millimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri). Apabila unsurunsur
pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang
terjadi disebut miopia kurvatura atau miopia refraktif. Jika objek digeser
dari jarak 6 meter, bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat
lebih fokus. Titik tempat bayangan terlihat paling tajam fokusnya diretina
disebut titik jauh. Derajat miopia dapat diperkirakan dengan menghitung
kebalikan dari jarak titik jauh tersebut.4,8

15
Gambar 5. Miopia9

Miopia adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke


bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina. Kelainan refraksi dimana
sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa
akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina.4,5

D. Klasifikasi
Pada myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar
atau kekuatan pembiasan media refraksi terlalu kuat. Dikenal beberapa
bentuk miopia seperti:
1. Miopia refraktif. Merupakan miopia yang terjadi karena bertambahnya
indeks bias media penglihatan. Sama dengan miopia bias atau miopia
indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan
kornea dan lensa yang terlalu kuat. Pada miopia refraktif, menurut
Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam sebab, antara
lain:
a. Kornea terlalu melengkung (<7,7 mm)
b. Terjadi hidrasi/ penyerapan cairan pada lensa sehingga bentuk
lensa menjadi lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini
biasa terjadi pada penderita katarak stadium awal (imatur).

16
c. Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bola mata (biasanya
terjadi pada penderita diabetes mellitus) .5,7
2. Miopia aksial. Miopia aksial adalah miopia akibat panjangnya sumbu
bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal yang
bisa disebabkan oleh adanya kelainan anatomis, bola mata sering
mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi, seringnya melihat
ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi
regangan pada bola mata.5,7
Menurut derajat beratnya miopia dibagi dalam:
1. Miopia ringan, di mana miopia antara <1-3 dioptri
2. Miopia sedang, di mana miopia antara >3-6 dioptri
3. Miopia berat atau tinggi, di mana miopia >6 dioptri.5,7
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk beberapa bentuk, yakni :
1. Miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata
3. Miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan miopia
pernisiosa atau miopia maligna atau miopia degeneratif .5,7

E. Etiopatogenesis
Faktor penyebab miopia sangat komplek. Terdapat kemungkinan
faktor genetik/ herediter dan lingkungan berperan dalam perkembangan
miopia. Faktor genetik yang berperan bersifat multiple dan bukan hanya
satu gen, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bola mata sehingga
menyebabkan miopia.10
Terdapat fakta kuat yang mendukung dugaan bahwa kelainan
refraksi diturunkan secara genetik. Orang tua yang menderita miopia
cenderung mempunyai anak yang juga miopia. Prevalensi anak penderita
miopia dari kedua orang tua yang juga miopia adalah 30-40%. Angka ini
menurun menjadi 20-25% bila salah satu orang tua menderita miopia dan

17
hanya 10% anak penderita miopia yang memiliki orang tua bukan miopia.
Data lain menyebutkan anak-anak kembar monozigot cenderung memiliki
kelainan refraksi yang sama bila dibandingkan dengan kembar dizigot.
Mekanisme terjadinya miopia pada anak memperlihatkan bahwa faktor
hambatan penglihatan seperti katarak kongenital, ptosis, hemangioma
periokular akan mempengaruhi pertumbuhan axial bola mata yang
mengarah pada miopia. Faktor genetik dari orang tua miopia akan
menyebabkan anak yang juga miopia dan akan berkembang secara
progresif pada anak yang bekerja/membaca dengan jarak dekat. Faktor ini
juga bisa menyebabkan miopia pada anak yang awalnya tidak miopia.10
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang membaca atau
bekerja dengan jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan miopia.
Tetapi mekanisme dan hubungan antara keduanya belum dapat dijelaskan.
Kelainan refraksi dan panjang sumbu mata diperkirakan lebih
berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki kelainan refraksi
dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat. Kebiasaan
anak seperti belajar/membaca lebih dari 5 jam/hari, bermain game,
menonton televisi di atas 2 jam/hari akan meningkatkan resiko miopia.
Sebaliknya anak yang bermain di luar rumah lebih dari 2 jam/hari lebih
kecil kemungkinan terkena miopia.10
Suatu penelitian memperkirakan penggunaan tetes mata atropine
yang lama juga akan menyebabkan miopia, walaupun metodologi
penelitiannya masih dipertanyakan. Tingkat pendidikan yang tinggi diduga
kuat berhubungan dengan prevalensi miopia yang tinggi, walaupun
hubungan sebab akibat masih belum jelas. Nutrisi juga diperkirakan
berperan dalam perkembangan beberapa kelainan refraksi. Penelitian di
Afrika memperlihatkan bahwa anak-anak dengan malnutrisi meningkatkan
prevalensi miopia, astigmat dan anisometropia.10

Beberapa teori yang dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya


miopia, diantaranya teori aksial, teori Steiger dan teori Sato. Teori aksial

18
atau teori lingkungan menyatakan bahwa status refraksi tergantung pada
sumbu bola mata dan school myopia terjadi karena factor lingkungan yaitu
akibat bekerja dalam jarak dekat sehingga terjadi perpanjangan sumbu
bola mata tanpa disertai perubahan kornea. Tapi teori ini tidak dapat
menjelaskan mekanisme perpanjangan sumbu bola mata tersebut. Teori
Steiger atau teori herediter menyatakan bahwa status refraksi ditentukan
oleh kekuatan refraski kornea, lensa dan sumbu bola mata. Ketiga
komponen tersebut hanya dipengaruhi secara herediter. Teori Sato atau
teori lentikular atau teori refraktif menjelaskan bahwa pengaruh
lingkungan terhadap school myopia merupakan mekanisme adaptasi lensa
karena akaomodasi yang terjadi secara terus menerus. Akomaodasi ini
terjadi karena penglihatan jarak dekat. Bekerja dalam jarak dekat tidak
mempengaruhi kornea dan sumbu bola mata tetapi meningkatkan kekuatan
refraksi lensa.10

F. Gambaran Klinis
Gejala subjektif miopia antara lain:
1. Kabur bila melihat jauh
2. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
3. Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi)
4. Astenovergens
5. Sering sakit kepala
6. Menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids)
7. Lebih menyukai pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat
disbanding pekerjaan yang memerlukan penglihatan jauh.7,10

19
Gambar 6. Pemeriksaan visus pada penderita
Miopia.11

Gejala objektif miopia antara lain:


1. Kamera Okuli Anterior lebih dalam
2. Pupil biasanya lebih besar
3. Sklera tipis
4. Vitreus lebih cair
5. Fundus tigroid
6. Miopi crescent pada pemeriksaan funduskopi.7,10

Gambar 7. Miopi crescent pada pemeriksaan funduskopi.12

20
G. Diagnosis
Diagnosis miopia didapatkan dari gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang untuk menilai refraksi. Gejala klinis utama pasien miopia
adalah pandangan kabur untuk melihat jarak jauh. Titik terjauh bervariasi,
berbanding terbalik dengan derajat miopia. Bila miopia meningkat, titik
jauh penglihatan jelas menjadi lebih dekat. Jadi, pasien miopia cenderung
untuk melihat dekat objek dan bahan bacaan, dan mungkin kurang tertarik
dengan aktivitas jauh. Mengerut dan menjuling biasa dilakukan karena
tajam penglihatan membaik bila celah mata dipersempit. Selain dari
keluhan pasien dan gejala klinis, dokter juga membutuhkan pemeriksaan
refraksi untuk mendiagnosis seseorang menderita miopia.7
Pemeriksaan penunjang untuk menilai refraksi tersebut meliputi:
1. Tajam Penglihatan. Jika miopia tidak dikoreksi, tajam penglihatan
akan menurun secara bermakna, bahkan ketika penderita tersebut
dikoreksi secara penuh, sering terdapat penurunan tajam penglihatan
koreksi. Hal ini dikarenakan perubahan-perubahan patologis pada
segmen anterior maupun segmen posterior. Tajam penglihatan yang
dinilai adalah tajam penglihatan binokuler dan tajam penglihatan satu
mata. Tajam penglihatan binokuler menilai kemampuan melihat
dengan kedua mata serentak untuk memfokuskan sebuah benda dan
terjadinya fusi dari kedua bayangan menjadi bentuknya di dalam
ruang. Sedangkan tajam penglihatan satu mata dilakukan pada mata
tanpa atau dengan kaca mata di mana setiap mata diperiksa secara
terpisah. Mata yang tidak sedang diperiksa harus ditutup. Tes tajam
penglihatan satu mata menggunakan optotipe Straub atau optotipe
Snellen. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6
meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan
tanpa akomodasi (istirahat).7,10
Dengan kartu Snellen standar dapat ditentukan tajam penglihatan,
seperti :

21
a. Tajam penglihatan 6/6 : pasien dapat membaca huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dibaca pada jarak 6
meter.
b. Tajam penglihatan 6/30 : bila pasien hanya dapat membaca pada huruf
baris yang menunjukkan angka 30, artinya ia dapat membaca pada
jarak 3 meter sedangkan orang normal membaca pada jarak 30 meter.
c. Seterusnya demikian hingga huruf terbesar, jika pasien tidak dapat
membaca huruf terbesar pada optotipe Snellen, maka dilakukan hitung
jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
d. Bila pasien hanya dapat menentukan jumlah jari yang diperlihatkan
pada jarak 3 meter, maka tajam penglihatannya 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang
berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
e. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien lebih buruk dari 1/60. Orang normal dapat melihat lambaian
tangan pada jarak 300 meter. Jika pasien hanya dapat melihat pada
jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya 1/300.
f. Jika pasien hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak melihat
lambaian tangan, maka tajam penglihatannya 1/. Orang normal dapat
melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga.
g. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka
dikatakan penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.7

2. Retinoskopi. Retinoskopi atau yang dikenal juga dengan skiaskopi atau


shadow test, merupakan suatu cara untuk menemukan kesalahan
refraksi dengan metode netralisasi. Retinoskopi memungkinkan
pemeriksa secara objektif menentukan kesalahan refraktif
spherosilindris. Prinsip retinoskopi adalah berdasarkan fakta bahwa
pada saat cahaya dipantulkan dari cermin ke mata, maka arah
bayangan tersebut akan berjalan melintasi pupil bergantung pada
keadaan refraktif mata.7,10

22
3. Ultrasonografi. Ultrasonografi (USG) untuk mengukur panjang aksis
bola mata sehingga dapat dipastikan bahwa miopia yang terjadi
bersifat aksial, namun pemeriksaan USG memerlukan biaya yang
relatif mahal.7

H. Penatalaksanaan
1. Lensa negatif, dapat berupa:
a. Kaca mata

Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat


penting. Meskipun banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa
kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata untuk miopia
tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok
dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang
kecil untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan
indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan lensa.
Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada
lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa
dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih
tinggi.7
b. Lensa kontak

Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah


lensa kontak. Banyak jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa
kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia lebih dari -16.00 dioptri.
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta
lensa kontak keras (hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan
penyusunnya. Lensa kontak lunak disusun oleh hydrogels, HEMA
(hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan lensa kontak
keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate). Keuntungan lensa
kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya, mudah
memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara

23
waktu. Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman
penglihatan yang tidak maksimal, risiko terjadinya komplikasi, tidak
mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta perawatannya sulit.
Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi
visus yang baik, bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta
mampu mengoreksi astigmatisme kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya
adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa yang kurang
nyaman. Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena
memberikan komplikasi pada kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi
dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2.7

2. Tindakan operatif berupa :


a. Keratotomi radial
Pertama kali dikembangkan oleh Sato dari Jepang, kemudian oleh
Fyodorow dari USSR, tindakan ini meratakan kornea bagian sentral
melalui insisi radial hampir seluruh ketebalan kornea. Namun sekarang
prosedur ini jarang dilakukan.4
b. Laser assisted in situ interlamelar keratomilieusis (Lasik)
Lasik adalah suatu prosedur atau tindakan dengan tujuan memperbaiki
kelainan refraksi pada mata sehingga setelah dilakukan tindakan ini,
penderita kelainan refraksi diharapkan dapat terbebas dari kacamata
atau lensa kontak. Prosedur lasik ini mempunyai tingkat keberhasilan
yang sangat tinggi yaitu mencapai 90% dan prosesnya pun dalam waktu
yang sangat singkat. Prinsip dasar dari proses Lasik adalah
penggunakan laser sebagai komponen utama dalam memperbaiki
refractive error seperti miopi, hipermetropi, dan astigmatis.4
c. Clear Lens Extraction (CLE)
Clear Lens Extraction (CLE) atau yang disebut Refractive Lens
Exchange (RLE) merupakan salah satu bedah refraksi pada mata yang
dilakukan untuk menghilangkan ketergantungan mata terhadap
kacamata atau lensa kontak. Tidak seperti lasik yang memperbaiki

24
penglihatan dengan merubah bentuk kornea, CLE memperbaiki
penglihatan dengan membuang natural crystalline lens (lensa mata) dan
menggantinya dengan lensa implan / Intra Ocular Lens (IOL). Prosedur
ini hampir sama dengan operasi katarak, dimana eye's natural lens
diganti dengan synthetic lens implant. Pada kebanyakan kasus, tindakan
ini dapat memperbaiki visus jauh. CLE dapat di lakukan pada penderita
miopia, hipermetrop, ataupun astigmatism.13

I. Komplikasi
1. Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D (-4,75) D
sekitar 1/6662. Sedangkan pada (-5) D (-9,75) D resiko meningkat
menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata
lain penambahan factor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan
miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.14
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung
98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan
mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur
normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-
bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya
akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang
harus diisi akibat memanjangnya bola mata.14
3. Miopic makulopati
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya
pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina
sehingga lapanagn pandang berkurang. Dapat juga terjadi perdarahan
retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang.

25
Miop vaskular koroid/degenerasi makular miopic juga merupakan
konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh
pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.14
4. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia
terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta kelainan
struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.14
5. Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa
pada orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat.14

J. Prognosis
Diagnosis awal pada penderita miopia adalah sangat penting
karena seorang anak yang sudah positif miopia tidak mungkin dapat
melihat dengan baik dalam jarak jauh.7

26
BAB III
KESIMPULAN

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan


sinar yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang
datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning, dimana sistem akomodasi
berkurang. Miopia, dibagi menjadi 4, yaitu miopia axial, miopia kurvatura,
perubahan index refraksi dan perubahan posisi lensa.
Gejala umum miopia adalah mata kabur bila melihat jauh, sering sakit
kepala, menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids) dan lebih
menyukai pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat dibanding pekerjaan
yang memerlukan penglihatan jauh.
Tatalaksana dari miopia adalah koreksi refraksi terhadap miopia, dengan
cara memakai kacamata dan lensa kontak sferis minus dan lensa kontak. Dapat
juga dilakukan tindakan operatif seperti lasik dan CLE.

27
BAB IV
KAJIAN ISLAM

Allah telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sempurna dibanding


makhluk yang lain. Allah Subhanhu Wa Ta'ala berfirman dalam Al-Quran :

Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya (At-Tiin : 4).

Kesungguhan Allah dalam menciptakan manusia dengan bentuk yang


sedemikian bagusnya, telah menjadi keharusan bagi makhluknya untuk selalu
menjaga kesehatan fisiknya. Allah melarang manusia membuat kerusakan
terhadap apa-apa yang telah diciptakan-NYA. Allah berfirman dalam Al-Quran:

Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya


Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Al-Qasas : 77).

Rasa syukur seseorang dapat dituangkan dengan menjaga kesehatan tubuh


setiap hari. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menjaga kesehatan tubuh,
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh oleh Allah dan Rosul-NYA, misalnya
: mandi, menggosok gigi, memotong kuku, merawat rambut dan janggut,
berwudhu dan berkhitan.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia.


2010. https://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-15.pdf. Diakses
tanggal 13 Juli 2017.
2. Fauziah, MM. Hidayat, M. Julizar. Hubungan Lama Aktivitas Membaca
dengan Derajat Miopia pada Mahasiswa Pendidikan Dokter FK Unand
Angkatan 2010. 2014. http://jurnal.fk.unand.ac.id. Diakses tanggal 13 Juli
2017.
3. Sudibjo, Prijo. Anatomi Mata.
staff.uny.ac.id/sites/default/files/Opthalmologi.pdf. Diakses tanggal 13 Juli
2017.
4. Eva, PR. Whitcher, JP. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum. Edisi
17. Jakarta: EGC. 2012.
5. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4. Jakarta: FK UI. 2013.
6. Anonym.
https://www.google.com/search?q=anatomi+media+refraksi&client=firefo
x-b
ab&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwig4PDp9pDVAhUCz
LwKHRpSBSQQ_AUIBigB&biw=1366&bih=659#tbm=isch&q=proses+
penglihatan&imgrc=bn0GDOdpUgPcGM:. Diakses tanggal 14 Juli 2017
7. Elisa Y. Kelainan Refraksi. 2014.
http://eprints.undip.ac.id/46853/3/Yustina_Elisa_22010111130122_Lap.K
TI_Bab2.pdf. Diakses tanggal 13 Juli 2017.
8. Kowalak, Welsh, Mayer. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC, 2012.
9. Anonym. https://www.google.com/.http://sweetspearls.com/wp-
content/uploads/miopia1.jpg. Diakses tanggal 14 Juli 2017.

10. Basri, S. Etiopatogenesis Dan Penatalaksanaan Miopia Pada Anak Usia


Sekolah. 2014. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.

29
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=373387&val=3947&t
itle=Etiopatogenesis%20dan%20Penatalaksanaan%20Miopia%20pada%2
0Anak%20Usia%20Sekolah. Diakses tanggal 14 Juli 2017.
11. Anonym. https://www.google.com/search?client=firefox-b-
ab&biw=1366&bih=659&tbm=isch&sa=1&q=gambar+miopia&oq=gamb
ar+miopia&gs_l=img.3..0i30k1.13773.14885.0.16518.7.7.0.0.0.0.496.942.
4-2.2.0....0...1.1.64.img..6.1.495.kCme-
17k8EI#tbm=isch&q=gambar+penglihatan+pada+miopia&imgrc=-
UEcf1XJGZyoaM:. Diakses tanggal 14 Juli 2017.
12. Anonym. https://bugiskha.files.wordpress.com/2012/05/new-picture-
2.png?w=545. Diakses tanggal 14 Juli 2017.
13. Singh, GJ. Clear Lens Extraction.West Virginia University.
http://www.themedeyecenter.com/wp-
content/uploads/2014/12/651f1749f5fc894e126e800af268dcad.pdf.
Diakses tanggal 14 Juli 2017.
14. Widodo, Agung. Miopia Patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia. 2017.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-TinjPus3.pdf. Diakses
tanggal 14 Juli 2017.

30
31

Anda mungkin juga menyukai