Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama: Ny.A
Umur: 35 th
Jenis Kelamin: Perempuan
Alamat: Jln. Cendrawasiu Asmat Blok K7 no. 2 kelurahan R. Asoka
Status: Sudah Menikah
Agama: Islam
No.Reg: 18.10.20
Tanggal MRS: 16/02/2016
II. ANAMNESIS
Tipe anamnesis : Autoanamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri perut kiri bawah + demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kiri
bawah menjalar tembus ke belakang, nyeri pinggang + sejak 1 hari yang lalu.
Demam sejak kemarin, disertai mual dan muntah sebanyak 5x, berwarna kuning
dan terasa kecut. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, nyeri kepala, kurang nafsu
makan. Pasien sulit memulai tidur. Tidak BAB sejak 3 hari yang lalu, BAK lancar
seperti biasa.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
e. Riwayat Pengobatan : Tidak ada
III. PEMERIKSAAN FISIK :
a. Status Present
1. Pemeriksaan Fisik :
- Keadaan umum : baik
- Kesan sakit : Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (GCS 15)
- Status gizi :
Berat Badan : Tidak diukur
Tinggi Badan: Tidak diukur
IMT : Tidak diukur
2. Tanda Vital
-Tekanan darah : 120/60 mmHg
- Nadi : 68x/mnt
- Pernapasan : 24x/mnt
- Suhu : 38o C

1
b. Status General

1. Kepala

- Bentuk Kepala : Normocephali

- Rambut : Hitam, dan Tipis

- Simetris : Kiri-kanan

- Deformitas :-

2. Mata

- Eksoptalmus/enoptalmus : (-/-)

- Konjungtiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan


3. Telinga
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
- Bentuk : Simetris
- Perdarahan :-
5. Mulut
- Bibir : Kering, tidak sianosis (-)
- Lidah kotor :-
- Caries gigi :-
6. Leher
- Inspeksi : Simetris
- Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
- DVS : R2
7. Kulit
- Hiperpigmentasi :-
- Ikterik :-
- Petekhie :-
- Sianosis :-
- Pucat :+
8. Thorax
- Inspeksi : Dada simetris kiri kanan (+), Iktus cordis tidak tampak (-)
- Palpasi : Vocal fremitus sama kiri - kanan

2
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan ronkhi (-/-) & wheezing (-/-)
9. Cor
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternalis kanan
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri

Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan

-Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni (+), murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
- Inspeksi : datar
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+), nyeri tekan perut kiri bawah(+), nyeri tekan
suprapubik (+)
hepar dalam batas normal
limpa dalam batas normal

- + -
- - +
- - +

- Perkusi : tymphani
- Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal

11. Punggung
- Tampak dalam batas normal
- Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
-Nyeri ketok pinggang (-)
12. Genitalia
Tidak dievaluasi

13. Ekstremitas atas dan bawah


Dapat digerakkan dengan baik

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TAMBAHAN


a. Darah Rutin
17-02-2016 (Laboratorium)

3
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
RBC 4.81 103/mm3 4.00-5.00
HGB 14.3g/dL 12.00-16.00
HCT 43.1 % 36.00-48.00
MCV 90 m3 84-96
MCH 29.6 pg 28.0-34.0
MCHC 33.1 g/dL 32.0-36.0
PLT 303 103/mm3 140-400
WBC 4.8 103/mm3 5.0-10.0

b. Widal test
Tanggal 17-02-2016
Widal Test Hasil pemeriksaan Nilai Normal
Typhi O Non reaktif Non reaktif
Typhi H 1/40 Non reaktif
Typhi AH 1/320 Non reaktif

c. Sedimen Urin
Tanggal 17-02-2016
Warna Kuning
Clarity Clear
Glukosa Negative
Bilirubin 2+
Blood Negative
Protein 1+
Nitrit Negative
Leukosit 1+
Eritrosit 2-3
Epitel 3-5

d. Darah Rutin
Tanggal 19-02-2016

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan


RBC 4.69 103/mm3 4.00-5.00
HGB 14.0g/Dl 12.00-16.00
HCT 41.9 % 36.00-48.00

4
MCV 89 m3 84-96
MCH 29.8 pg 28.0-34.0
MCHC 33.3 g/dL 32.0-36.0
PLT 230 103/mm3 140-400
WBC 5.1 103/mm3 5.0-10.0
e. Elektrolit
Tanggal 19-02-2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Natrium 137.9 mmol/L 136-145 mmol/L
Kalium 3.44 mmol/L 3.5-5.1 mmol/L
Chloride 105.8 96-106 ol/L

5
BAB II
RESUME
Nama : Ny. A
Umur : 35 tahun
Keluhan utama : nyeri perut kiri bawah + demam
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk Rumah Sakit dengan keluhan nyeri perut kiri bawah menjalar tembus ke
belakang, nyeri pinggang + sejak 1 hari yang lalu. Demam sejak kemarin, disertai mual dan
muntah sebanyak 5x, berwarna kuning dan terasa kecut. Pasien juga mengeluh nyeri ulu
hati, nyeri kepala, kurang nafsu makan. Pasien sulit memulai tidur. Tidak BAB sejak 3 hari
yang lalu, BAK lancar seperti biasa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis. Pemeriksaan fisik yang bermakna, pada palpasi ditemukan nyeri
tekan epigastrium, nyeri tekan perut kiri bawah, nyeri tekan suprapubik, sedangkan pada
pemeriksaan inspeksi, perkusi, dan auscultasi tidak didapatkan hasil pemeriksaan yang
bermakna. Nyeri ketok pinggang negative.

6
BAB III
FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter


16/02/2016 Demam sejak kemarin IVFD RL 20 tpm
TD:120/60 mmHg Nyeri kepala Antrain 1A/24
N : 68x/menit Nyeri ulu hati jam/drips
P : 24x/menit Mual Ranitidine 1A/12
S : 38C Muntah 1x jam/iv
Riw. Muntah kemarin 4x Ondancentron
Nyeri pinggang 1A/12jam/iv
PCT 500 3X1
17/02/2016 Demam IVFD RL 20 tpm
TD :120/90 mmHg Muntah Antrain 1A/24
N : 72x/menit Nyeri ulu hati jam/drips
P : 22x/menit Nyeri kepala Ranitidine 1A/12
S : 36C jam/iv
Ondancentron
1A/12jam/iv
Ceftriaxone 1gr/12
jam/iv
PCT 500 3X1
18/02/2016 Demam (-) Terapi lanjut
TD :120/90 mmHg Muntah (-) Lansoprazole 2x1
N : 80x/menit Nyeri ulu hati (-) Dexanta 3x1
P : 26x/menit Nyeri kepala (-) Inpepsa 3xC1
S : 36C
19/02/2016 Muntah (+) Terapi lanjut
TD :120/90 mmHg Pemeriksaan elektrolit
N : 80x/menit
P : 22x/menit
S : 36C
20/02/2016 Nyeri ulu hati (+) Terapi lanjut
TD :110/80 mmHg Pusing (+)
N : 80x/menit
P : 20x/menit
S : 37C
21/02/2016 Nyeri kepala berkurang Terapi lanjut

7
TD :130/90 mmHg Nyeri ulu hati berkurang
N : 80x/menit Nyeri pinggang berkurang
P : 20x/menit
S : 36.5C
22/02/2016 Tidak ada keluhan Dexanta 3x1
TD :120/80 mmHg Cefixime 2x1
N : 80x/menit PCT 500 3x1
P : 20x/menit
S : 36C

8
BAB IV
DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, keluhan utama dari pasien adalah
nyeri perut kiri bawah dan demam. Dimana, penyakit yang dapat menyebabkan pada keluhan
pasien adalah adanya kelainan pada sistem gastrointestinal dan sistem urinarius antara lain
diverticulitis, obstruksi intestinal, Inflammatory Bowel Disease, ureteral calculi, pyelonephritis,
nephrolithiasis. Selain adanya keluhan pada nyeri perut kiri bawah, pasien juga mengeluh
demam sejak kemarin, yang perlu dipikirkan adalah penyebab dari demam. Demam yang kita
ketahui merupakan pertanda adanya infeksi yang terjadi. Penyebab demam pada pasien ini dapat
disebabkan oleh adanya kelainan pada sistem gastrointesitinal maupun traktus urinarius, ataukah
demam berasal dari infeksi virus, bakteri, atau parasit yang dapat ditemukan pada penyakit
demam tifoid, demam berdarah dengue, atau malaria. Namun, selain penyebab demam yang
telah disebutkan diatas, tidak lupa kita menyingkirkan penyebab demam lainnya yang berasal
dari sistem respiratorius.
Selain keluhan nyeri perut kiri bawah dan demam disertai mual dan muntah sebanyak
5x, berwarna kuning dan terasa kecut. Pasien juga mengeluh nyeri ulu hati, nyeri kepala, kurang
nafsu makan. Pasien tidak BAB sejak 3 hari yang lalu, BAK lancar seperti biasa. Dari keluhan
penyerta diatas, yang sangat menonjol adalah adanya kelainan pada gastrointestinal.
Dari hasil anamnesis yang telah dilakukan, pemeriksaan fisis yang didapatkan adalah
adanya nyeri tekan pada abdomen kuadran kiri bawah dan nyeri tekan epigastrium. Untuk
mengetahui penyebab dari keluhan pasien dilakukan pemeriksaan diagnostik tambahan antara
lain pemeriksaan laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap, widal test,
pemeriksaan sedimen urin, pemeriksaan elektrolit. Hasil pemeriksaan laboratorium yang
bermakna adalah widal test yang didapatkan adalah paratyphi AH 1/320. Sehingga pasien
didiagnosis demam tifoid, namun berdasarkan keluhan tambahan yakni mual dan muntah yang
terasa kecut dan berwarna kuning pasien juga didignosis dengan gastritis. Dan berdasarkan hasil
follow up dengan pemberian terapi dan perawatan selama 7 hari dengan diagnosis demam tifoid
dan gastritis keluhan pasien membaik.

9
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
A. Latar belakang
Demam Tifoid masih menjadi permasalahan di berbagai negara seperti di Afrika,
Amerika, Asia termasuk Indonesia. Demam Tifoid sangat erat hubungannya dengan higiene
perorangan yang kurang baik, sanitasi lingkungan yang jelek (seperti penyediaan air bersih
yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi
syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang tidak sempurna) serta fasilitas
kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan menurunnya kualitas hidup. Demam Tifoid merupakan penyakit menular yang
dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
Demam Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut pada manusia yang disebabkan oleh
bakteri S. typhi dengan tanda-tanda demam, roseole, splenomegali, intestinal
limphadenophati dan disertai komplikasi intestinal seperti perdarahan usus dan komplikasi
non intestinal berupa komplikasi paru, komplikasi kardiovaskuler. Masuknya bakteri S. typhi
ke dalam tubuh melalui mulut merupakan fakta yang tidak dapat dibantah kebenarannya.
Bakteri masuk melalui makanan atau minuman yang dikonsumsi.
Selama masa inkubasi banyak keluhan penderita yang dirasakan seperti rasa lelah, kepala
pusing, anoreksia, mual, muntah, tidak enak badan, batuk. Keluhan ini berkembang sesuai
dengan progresivitas penyakit. Gejala-gejala Demam Tifoid hampir sama dengan penyakit
Demam Berdarah Dengue yaitu ditandai dengan demam yang tinggi mencapai di atas 38 oC
khususnya pada malam hari, tetapi pada Demam Tifoid panas akan turun pada pagi hari.
Keluhan dan gejala lain yang terjadi adalah konstipasi dan atau diare yang terjadi pada
sepertiga penderita Demam Tifoid. Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi kuman S. typhi dari tinja dan urine penderita atau carier. Di beberapa negara
pencemaran terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang
tercemar, buah-buahan dan sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia.
Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari
tinja ke makanan. Di dalam makanan mikrorganisme berkembang biak memperbanyak diri
mencapai dosis infektif.
Demam Tifoid tersebar merata di seluruh dunia. Insidensi penyakit Tifoid menurut WHO
mencapai 17 juta orang dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang setahun dan 70 %
kematian terjadi di benua Asia. Angka kematian Demam Tifoid menurut WHO mencapai 10
20 %, sebelum ditemukan antibiotik yang tepat, tetapi setelah ditemukan antibiotik yang
tepat angka kematian berkurang sampai 1 %. Pada penderita Demam Tifoid yang berat, S.
typhi menyerang usus, yang selanjutnya juga akan menyerang organ lain yang menyebabkan
adanya komplikasi pada organ lain seperti hati, limpa atau kantung empedu.
Angka kejadian Demam Tifoid di Indonesia mencapai 350 810 kasus per 100.000
populasi. Di Negara berkembang seperti di Indonesia identifikasi faktor risiko Demam Tifoid

10
sangat penting, hal ini berkaitan pengambilan kebijakan arah pembangunan di bidang
kesehatan. Kejadian Demam tifoid berhubungan dengan kondisi masyarakat. Masyarakat
yang tidak memiliki WC di dalam rumah mempunyai potensi terkena Demam Tifoid sebesar
2,2 kali dibandingkan dengan yang memiliki WC.
B. Definisi
Sejarah Demam Tifoid diuraikan secara rinci oleh Christie dalam bukunya yang berjudul
Infectious Disease : Epidemiologi and Clinical Practise. Typhus berasal dari bahasa
Yunani typhos yang berarti asap atau yang lebih halus lagi dari asap, merupakan kiasan
yang menggambarkan orang melamun, yang dipengaruhi oleh asap yang sedang naik ke
awan. Dari asal nama di atas menggambarkan bahwa kesadaran penderita Demam Tifiod
seperti diliputi oleh awan. Bloomfield dan Huxman membedakan dua demam yaitu slow
nervous fever yang disebut typhus dan putrid malignant fever yang disebut tifoid.
Keduanya dianggap sebagai satu kesatuan penyakit, tetapi setelah Gerhardt menguraikan
perbedaan gambaran kedua penyakit tersebut di Philadelpia waktu adanya kejadian epidemic
Tifoid, maka jelaslah bahwa ada perbedaan mendasar dari kedua penyakit tersebut.
Demam Tifoid adalah penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh bakteri S. typhi yang
ditandai dengan demam yang berjalan lama, sakit kepala yang berat, badan lemah anoreksia,
bradikardi relatif, splenomegali. Pada penderita kulit putih, 25 % di antaranya menunjukkan
adanya rose spot pada tubuhnya, batuk tidak produktif. Pada penderita dewasa lebih
banyak terjadi konstipasi dibandingkan dengan diare. Gejala lebih sering berupa gejala yang
ringan dan tidak khas. Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid
fever. Demam tipoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada
saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
C. Epidemiologi
Distribusi dan Frekwensi
a. Orang
Demam tifoid dapat menginfeksi semua orang dan tidak ada perbedaan yang nyata antara
insiden pada laki-laki dan perempuan. Insiden pasien demam tifoid dengan usia 12 30
tahun 70 80 %, usia 31 40 tahun 10 20 %, usia > 40 tahun 5 10 %.
b. Tempat dan Waktu
Demam tifoid tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2000, insiden rate demam tifoid di
Amerika Latin 53 per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara 110 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun, di Jakarta Utara pada tahun
2001, insiden rate demam tifoid 680 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2002 meningkat
menjadi 1.426 per 100.000 penduduk.17

Faktor-faktor yang Mempengaruhi (Determinan)


a. Faktor Host

11
Manusia adalah sebagai reservoir bagi kuman Salmonella thypi. Terjadinya penularan
Salmonella thypi sebagian besar melalui makanan/minuman yang tercemar oleh kuman yang
berasal dari penderita atau carrier yang biasanya keluar bersama dengan tinja atau urine.
Dapat juga terjadi trasmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam
bakterimia kepada bayinya. Penelitian yang dilakukan oleh Heru Laksono (2009) dengan
desain case control , mengatakan bahwa kebiasaan jajan di luar mempunyai resiko terkena
penyakit demam tifoid pada anak 3,6 kali lebih besar dibandingkan dengan kebiasaan tidak
jajan diluar (OR=3,65) dan anak yang mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum
makan beresiko terkena penyakit demam tifoid 2,7 lebih besar dibandingkan dengan
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (OR=2,7).
b. Faktor Agent
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Jumlah kuman yang dapat
menimbulkan infeksi adalah sebanyak 105 109 kuman yang tertelan melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Semakin besar jumlah Salmonella thypi yang tertelan, maka
semakin pendek masa inkubasi penyakit demam tifoid.
c. Faktor Environment
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah tropis
terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar hygiene
dan sanitasi yang rendah. Beberapa hal yang mempercepat terjadinya penyebaran demam
tifoid adalah urbanisasi, kepadatan penduduk, sumber air minum dan standart hygiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah. Penyebab Demam Tifoid disebabkan
bakteri S. typhi, S. paratyphi A, B dan C. Bakteri ini termasuk kuman gram negatif yang
memiliki flagel, tidak berspora, motil, berbentuk batang, berkapsul dan bersifat fakultatif
anaerob dengan karakteristik antigen O,H dan Vi.
Kuman S. typhi di luar tubuh manusia mudah mati, tidak tahan terhadap sinar matahari
tetapi dapat bertahan pada keadaan dingin (es). Titik matinya pada media basah di air dan
susu pada suhu 600C.
Manusia merupakan reservoir bagi Demam Tifoid, jarang ditemukan binatang berperan
sebagai reservoir Demam Tifoid. Kontak dalam lingkungan keluarga dapat berupa carrier,
status carrier dapat terjadi. Setelah serangan akut penderita dapat menjadi carrier. Penularan
dapat terjadi jika penderita/carrier tidak dapat menjaga kebersihan perorangan dan kebersihan
lingkungan. Feses penderita/carier merupakan sumber utama bagi penularan Demam Tifoid.
D. Masa inkubasi
Masa inkubasi demam Tifoid bervariasi tergantung pada besarnya jumlah bakteri yang
menginfeksi dan kekebalan/daya tahan tubuh penderita Menurut J. Chin masa inkubasi
berlangsung antara 3 hari sampai 1 bulan, dengan rata-rata 8 14 hari. Sedangkan menurut
Jenkins dan Gillespie menyebutkan sejak masuknya S. typhi sampai menunjukkan gejala
penyakit antara 3 sampai 56 hari dengan rata-rata 10 sampai 20 hari.Cammie F Laser
menyebutkan masa inkubasi berlangsung antara 3 sampai dengan 21 hari.
E. Gejala-gejala dan tanda-tanda

12
Gejala klinis sangat bervariasi dari ringan sampai berat, dari yang tidak terdiagnosis
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi hingga menimbulkan kematian.
Pada minggu pertama sering ditemukan keluhan dengan gejala yang mirip penyakit infeksi
akut pada umumnya, seperti : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksi, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat, sifat demam kontinyu,
meningkat perlahan-lahan terutama sore dan malam hari, tapi kadang-kadang bersifat
intermiten atau remiten. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam
bradikardi relatif, lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah seperti
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnelen,
stupor, koma, delirium dan psikosis.
F. Cara Penularan
Masuknya kuman kedalam tubuh melalui mulut merupakan fakta yang tak terbantahkan.
Hasil pengamatan penderita tanpa bantuan pemeriksaan bakteriologik tentang bagaimana
infeksi tersebar dari feses penderita lewat air, makanan dan barang-barang yang terifeksi.
Penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh tinja dan urin
penderita/carier. Penularan juga dapat terjadi karena mengkonsumsi buah-buahan, sayur-
sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang tercemar.
Lalat dapat juga berperan sebagai vektor mekanis merupakan perantara penularan,
memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan, mikroorganisme
berkembang biak memperbanyak diri.
Penularan Demam Tifoid adalah melalui air dan makanan. Bakteri S. typhi dapat bertahan
lama dalam makanan. Penggunaan air minum secara massal yang tercemar sering
menyebabkan terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Vektor berupa serangga juga berperan
dalam penularan penyakit.

13
Bakteri yang masuk ke dalam lambung, sebagian akan dimusnahkan oleh asam lambung,
sebagian lagi akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang biak. Apabila respon
immunitas (Imunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel M), selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak
dan ditelan oleh sel-sel fagosit terutama makrofag. Bakteri dapat hidup dan berkembang biak
di dalam makrofag, kemudian dibawa ke Plaques peyeri di illeum distal. Selanjutnya ke
kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus, bakteri yang terdapat di dalam
makrofag masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar ke organ retikuloendotelial tubuh terutama hati
dan limpa. Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di
luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi ke dalam sirkulasi darah dan menyebabkan
bakteremia yang kedua yang menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi.
Di dalam hati bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan
diekskresikan ke dalam lumen usus melalui cairan empedu, sebagian bakteri ini dikeluarkan
melalui feses dan sebagian lagi menembus usus.
G. Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Suhu tinggi.
Bau mulut karena demam lama.
Bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah.
Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue), jarang ditemukan pada
anak.
Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
Hepatosplenomegali.
Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan
frekuensi nadi).
Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut
Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis dengan kesadaran seperti
berkabut (tifoid). Bila klinis berat, pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau
dengan gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
Pada penderita dengan toksik, gejala delirum lebih menonjol.
Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium adalah untuk menegakkan diagnosis Demam Tifoid
secara pasti. Pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis Demam Tifoid dibagi dalam
empat kelompok, yaitu:
a. Pemeriksaan darah rutin.

14
Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis demam Tifoid
dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah leukosit eosinofil dan trombosit.(8)
Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas,
spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai membedakan penderita demam
tifoid atau bukan, tetapi adanya leucopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat
diagnosis Demam Tifoid.

b. Pemeriksaan biakan kuman.


Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada awal penyakit),
urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi
sensitivitasnya rendah ( 40%) terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan
terapi antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama ( 7 hari), harganya
relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa melakukannya.(8)
Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman negatif, akan tetapi hal tersebut
tidak menyingkirkan adanya demam Tifoid. Hasil pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu :
- Telah mendapat terapi antibiotik, yang menyebabkan pertumbuhan bakteri dalam media
biakan terhambat.

- Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah)

- Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu agglutinin semakin
meningkat.
c. Uji serologis

- Uji Widal
Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses diagnostik Demam
Tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes Widal. Reaksi Widal tunggal dengan titer
antibodi O 1/160 atau titer antibody H 1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada
penderita dengan gejala klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu minggu dapat
memastikan demam Tifoid.
Pemeriksaan uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella
typhi. Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi antara antigen bakteri S. typhi dengan
antibodi yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi
Salmonella yang sudah dimatikandan diolah dilaboratorium.
Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita
tersangka demam Tifoid. Akibat adanya infeksi S. typhi maka penderita membuat antibodi
yaitu :
- Aglutinin O, karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri

- Aglutinin H, karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagella bakteri


15
- Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakteri

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam
Tifoid, semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Tifoid. Pembentukann
agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara
cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat dan tetap tinggi selama beberapa minggu.
Peningkatan antibodi menunjang diagnosis Tifoid.
Prinsip uji widal adalah pemeriksaan reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum
penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan
flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi.
Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam
serum. Interprestasi tes widal harus memperhatikan beberapa faktor yaitu sensitivitas,
stadium penyakit, faktor penderita seperti status imunitas dan status gizi yang dapat
mempengaruhi pembentukan antibodi, gambaran imunologis dari masyarakat setempat
(daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik serta reagen yang digunakan.(8)
Tes widal mempunyai keterbatasan nilai diagnostik karena sulit diinterprestasikan
terutama di daerah endemis, seperti Indonesia, dan bila pemeriksaan hanya dilakukan satu
kali. Pemeriksaan Widal baru mempunyai nilai diagnostik bila pada pemeriksaan serum fase
konvalesen terdapat peningkatan titer anti O dan anti H sebanyak empat kali. Tes Widal
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas moderat ( 70%), dapat negatif palsu pada 30%
kasus demam tifoid dengan kultur positif.
- Uji Tubex TF

Penegakan diagnosis Demam Tifoid dengan menggunakan uji Tubex TF memerlukan


waktu sekitar 10 menit.(13) Uji Tubex TF adalah suatu pemeriksaan diagnostik in vitro
semi kuantitatif untuk mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi, melalui
deteksi spesifik adanya serum antibody IgM terhadap antigen S. typhi O9 lipopolisakarida
dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi IgM tersebut dalam menghambat reaksi
antara antigen dan monoklonal antibodi. Selanjutnya ikatan tersebut diseparasikan oleh suatu
daya magnet. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM
S. typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan reaksi warna akhir
dengan sekala warna.
Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik
yang hanya ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tubex TF hanya dapat mendeteksi
adanya antibodi IgM.(25) Sensitivitas dan spesifisitas Tubex TF dapat mencapai 100 %.
(13)
d. Pemeriksaan kuman secara molekuler.

16
Pemeriksaan kuman secara molekuler dengan melacak DNA dari specimen klinis
menggunakan metode PCR masih belum memberikan hasil yang sangat memuaskan
sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian
Penegakan Diagnosis (Assessment)

Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan saluran cerna
dan petanda gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap. Diagnosis
suspek tifoid hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

Demam tifoid klinis (Probable case)


Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Diagnosis Banding
1. Pneumonia, influenza.
2. Gastroenteritis.
3. Hepatitis akut.
4. Demam berdarah dengue.
5. Tuberkulosis.
6. Malaria.
7. Shigellosis.
8. Brucellosis.
9. Tularemia.
10. Leukemia.
11. Limfoma.
12. Leptospirosis.
Komplikasi
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam. Komplikasi antara lain adalah
perdarahan, perforasi, sepsis, ensefalopati, dan infeksi organ lain, sebagai berikut:

1. Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)


Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas tinggi yang disertai dengan
kekacauan mental hebat, kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.

2. Syok septik
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta gejala-gejala toksemia yang berat.
Selain itu, terdapat pula gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah turun, nadi
halus dan cepat, keringat dingin dan akral dingin.

17
3. Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia. Dapat juga diketahui dengan
pemeriksaan feses (occult blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala-gejala akut
abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3 posisi dan pemeriksaan klinis bedah
didapatkan gas bebas dalam rongga perut.

4. Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes fungsi hati.

5. Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan enzim lipase dan amylase. Tanda ini
dapat dibantu dengan USG atau CT Scan.

6. Pneumonia
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu dengan foto polos toraks

H. Penatalaksanaan komprehensif (Plan)


Penatalaksanaan
Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi.
Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian
dicatat dengan baik di rekam medik pasien.
Terapi simptomatik untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi
keluhan gastrointestinalnya.
Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini pertama untuk
demam tifoid adalah kloramfenikol, ampisilin atau amoksilin (aman untuk penderita yang
sedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol)
Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat
diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxozone,
Cefotaxime (diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18
tahun, karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

18
Bagan 1. Antibiotik dan dosis penggunaannya

Indikasi demam tifoid dilakukan perawatan di rumah atau rawat jalan:

1. Pasien dengan gejala klinis yang ringan, tidak ada tanda-tanda komplikasi serta tidak
ada komorbid yang membahayakan.
2. Pasien dengan kesadaran baik dan dapat makan minum dengan baik.
3. Pasien dengan keluarganya cukup mengerti tentang cara-cara merawat serta cukup
paham tentang petanda bahaya yang akan timbul dari tifoid.

19
4. Rumah tangga pasien memiliki atau dapat melaksanakan sistem pembuangan ekskreta
(feses, urin, muntahan) yang mememenuhi syarat kesehatan.
5. Dokter bertanggung jawab penuh terhadap pengobatan dan perawatan pasien.
6. Dokter dapat memprediksi pasien tidak akan menghadapi bahaya-bahaya yang serius.
7. Dokter dapat mengunjungi pasien setiap hari. Bila tidak bisa harus diwakili oleh
seorang perawat yang mampu merawat demam tifoid.
8. Dokter mempunyai hubungan komunikasi yang lancar dengan keluarga pasien.

Konseling & Edukasi


Edukasi pasien tentang tata cara:
Pengobatan dan perawatan serta aspek lain dari demam tifoid yang harus
diketahui pasien dan keluarganya.
Diet, pentahapan mobilisasi, dan konsumsi obat sebaiknya diperhatikan atau
dilihat langsung oleh dokter, dan keluarga pasien telah memahami serta mampu
melaksanakan.
Tanda-tanda kegawatan harus diberitahu kepada pasien dan keluarga supaya bisa
segera dibawa ke rumah sakit terdekat untuk perawatan

Pendekatan Community Oriented


Melakukan konseling atau edukasi pada masyarakat tentang aspek pencegahan dan
pengendalian demam tifoid, melalui:
1. Perbaikan sanitasi lingkungan
2. Peningkatan higiene makanan dan minuman
3. Peningkatan higiene perorangan
4. Pencegahan dengan imunisasi

Kriteria Rujukan
1. Telah mendapat terapi selama 5 hari namun belum tampak perbaikan.
2. Demam tifoid dengan tanda-tanda kedaruratan.
3. Demam tifoid dengan tanda-tanda komplikasi dan fasilitas tidak mencukupi.

Prognosis
Vitam: Bonam
Fungsionam: Bonam
Sanationam: Dubia ad bonam (penyakit dapat berulang)

20
Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya komplikasi,
dan pengobatannya.

21

Anda mungkin juga menyukai