KEDOKTERAN PERAWATAN
GEA (Gastroenteritis Akut)
OLEH :
1. Aan Angriawan, H (10542034611)
2. Ilham Aminsyaputra (10542029511)
3. Magfira Sari Al Bahmi (10542029411)
4. Hizbah Muslihah H (10542028811)
5. Nurmarifah (10542017310)
Pembimbing :
dr. Yulianti Pongrekun, M.Kes
(Kepala Puskesmas Batua)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2001, diare
menduduki peringkat pertama penyebab kematian anak dengan persentase sebesar
35% atau sekitar 4 miliar kasus diare akut/tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun
(Soewondo ES, 2002). Di Indonesia sendiri dapat ditemukan sekitar 60 juta
penderita diare setiap tahunnya dimana 70-80% dari penderitanya adalah anak
dibawah lima tahun dengan masih tingginya angka kesakitan yang dilaporkan, yaitu
23,35 per 1000 penduduk pada tahun 1998 meningkat menjadi 26,13 per 1000
penduduk pada tahun 1999. (Profil Kesehatan Indonesia, 2002)
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di
15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian
sebanyak 209 orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut
utamanya disebabkan oleh rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk
dan perilaku hidup tidak bersih. (Profil Kesehatan Indonesia, 2008)
2
Berdasarkan data jumlah pasien rawat inap di Puskesmas Batua, sepanjang
tahun 2015 dan 2016, kasus diare dan GEA menduduki peringkat pertama dengan
jumlah pasien sebanyak 263 kasus, diikuti demam tifoid sebanyak 223 kasus.
Sedangkan, berdasarkan data baru baru ini, yaitu pada triwulan pertama 2017,
diare dan GEA menempati peringkat kedua, yaitu sebanyak 13 kasus, dan hanya
terpaut 1 kasus dari dyspepsia yang menempati peringkat pertama.
3
A. GAMBARAN UMUM PUSKESMAS BATUA
1. Keadaan Umum
Geografi
Luas Wilayah kerja Puskesmas Batua adalah 1017,01 km dengan batas-
batas administrasi sebagai berikut:
Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Batua berpenduduk 54.056 jiwa yang terdiri dari laki-laki
28.109 jiwa dan 25.947 jiwa perempuan, serta jumlah Kepala keluarga sebanyak
9.941 KK berikut distribusi jumlah penduduk berdasarkan kelurahan.
4
2. Data Status Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Batua
Tabel 1.2. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap tahun 2015
No Nama Penyakit Jumlah
1 GEA 165
2 Demam Tifoid 146
3 Vomitus 38
4 Dispepsia 31
5 ISPA 31
6 DBD 30
7 Febris 27
8 Suspek Demam Tifoid 23
9 Hipertensi 20
10 Hiperemesis Gravidarum 17
5
Tabel 1.4. Distribusi 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Triwulan I
2017
No Nama Penyakit Jumlah
1 Dispepsia 14
2 Diare dan GEA 13
3 Demam Tifoid 8
4 Hipertensi 3
5 Hiperemesis Gravidarum 3
6 Kejang Demam 3
7 Morbili 2
8 Vomitus 2
9 Febris 2
10 ISPA 1
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai
kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari tiga kali perhari.
Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Dikatakan Gastroenteritis akut (GEA) bila selain diare, terdapat juga gejala
gejala akibat gangguan lambung, misalnya nyeri ulu hati, mual muntah,
perut kembung, rasa penuh pada perut, dan sendawa kecut.
B. EPIDEMIOLOGI
7
Angka kesakitan dan kematian akibat diare mengalami penurunan dari
tahun ke tahun. (Widoyono, 2008).
Tabel 2.1 Angka Kesakitan dan Kematian Akibat Diare (Semua Umur)
Tahun 1990-1999
8
Masih seringnya terjadi wabah atau kejadian luar biasa (KLB) diare
menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di
Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim sepanjang
tahun. Data KLB diare dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 2.2 Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di Indonesia Tahun 1996-2000
C. KLASIFIKASI
9
D. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Diare akut disebabkan oleh banyak penyebab antara lain infeksi (bakteri,
parasit, virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.
(Sudoyo,2009)
1. Faktor Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, virus
maupun parasit. Penyebab lain timbulnya diare akut adalah toksin dan obat,
nutrisi enteral yang diikuti puasa yang lama, kemoterapi,impaksi fekal
(overflow diarrhea) atau berbagai kondisi lain. Dari penelitian pada
tahun1993-1994 terhadap 123 pasien dewasa yang menderita diare akut,
penyebab terbanyak hasil infeksi bakteri E.coli (38.29%), V.cholerae
Ogawa (18.29%), Aeromonas. Sp (14.29%) (Mansjoer,2001).
10
2. Faktor Umur
3. Faktor Status Gizi
4. Faktor Lingkungan sanitasi dasar, sarana air bersih, limbah dan sampah,
serta jamban keluarga
5. Faktor Susunan Makan yang mempengaruhi angka kejadian diare adalah
adanya antigen, osmolaritas terhadap cairan, malabsorpsi, dan mekanik.
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid,
finger).
2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan
Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi
kontak terhadap kuman
11
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum
memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak
12
terkontaminasi tinja ditambah ekskresi yang buruk, makanan yang tidak
matang bahkan disajikan tanpa dimasak. Penularannya adalah melalui
transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi, tangan yang terkontaminasi
(Clostridium difficile), atau melalui aktifitas seksual.
Toksin yang diproduksi bakteri akan terikat pada usus halus namun tidak
merusak mukosa. Bakteri yang termasuk golongan ini adalah V. cholera,
Enterotoksigenik E.coli, C.perfingers, S.aureus, dan vibrio-nonaglutinabel.
Secara klinis, diare berupa cairan dan meninggalkan dubur seara deras dan
banyak. Keadaan seperti ini disebut diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi
bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik
tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-
rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah
13
terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan yang
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus
atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang yang memakannya.
3. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko diare adalah:
a. Pada usia 4 bulan bayi sudah tidak diberi ASI ekslusif lagi. (ASI
ekslusif adalah pemberian ASI saja sewaktu bayi berusia 0-4 bulan).
Hal ini akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian karena
diare, karena ASI banyak mengandung zat-zat kekebalan terhadap
infeksi.
b. Memberikan susu formula dalam botol kepada bayi. Pemakaian botol
akan meningkatkan risiko pencemaran kuman, dan susu akan
terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kuman akan cepat
berkembang bila susu tidak segera diminum.
c. Menyimpan makanan pada suhu kamar. Kondisi tersebut akan
menyebabkan permukaan makanan mengalami kontak dengan
peralatan makanan yang merupakan media yang sangat baik bagi
perkembangan mikroba.
d. Tidak mencuci tangan pada saat memasak, makan, atau sesudah
buang air besar (BAB) akan memungkinkan kontaminasi langsung
(Widoyono, 2008).
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
14
Keluhan diare biasanya berlangsung kurang dari 15 hari. Pasien
dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu nausea,
muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsortif,
atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Pasien yang
memakan toksin atau pasien yang mengalami infeksi toksigenik secara khas
mengalami nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan
diare air tetapi jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam
dari masuknya makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena
toksin yang dihasilkan.
Pemeriksaan Fisik
15
Gambar 2.2 Penilaian Derajat Dehidrasi
Pemeriksaan Penunjang
F. PENATALAKSANAAN
Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi
yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini
dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien
kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang
memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan
rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium
bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan
seperti itu tersedia secara komersial dalam paket-paket yang mudah
disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara komersial
tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan
menambahkan sendok teh garam, sendok teh baking soda, dan 2 4
sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk
diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan tersebut
sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi
intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau
laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium sebagaimana
panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik dengan
16
memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan penyesuaian
infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral
sesegera mungkin. (Khalid, 2004)
0,001
17
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan
cairan peroral (sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau
sama 3 disertai syok diberikan cairan per intravena. (Sudoyo,2009)
Dehidrasi berat = defisit 12%BB, Jadi defisit yang harus diganti adalah 50
kg x 12% = 6 Liter = 6000 ml.
Antibiotik
18
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan,
persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong,
dan pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (misal
siprofloksasin 500 mg 2 x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap
bakteri pathogen invasif termasuk Campylobacter, Shigella, Salmonella,
Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif yaitu kotrimoksazol.
Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai
giardiasis. (Sudoyo,2009)
Obat Antidiare
19
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat
badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar
80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk
minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60
liter per hari. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting
adalah kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum
dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang
tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman
infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat
ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan
yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,
2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah
yang tidak menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan
menderita penyakit diare. Hal ini sejalan dengan penelitian Munir (1983)
yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih dapat menurunkan risiko
diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang memanfaatkan
air bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan angka kejadian
diarenya lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga yang
memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan
(Kusnindar, 1994).
20
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum
dengan sumber pengotoran seperti septiktank, tempat pembuangan
sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup.
Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik
yang berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis
sampah antara lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya
tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi, pecahan gelas, plastik.
21
Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk,
misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan
sampah antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).
Perumahan
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah
tersebut tetap segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari
luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang
masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping
kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan
berkembangnya bibit penyakit. Penerangan yang cukup baik siang maupun
malam 100-200 lux.
22
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2
untuk tiap orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah
penghuni maka menyebabkan kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah
satu penghuni menderita penyakit infeksi maka akan mempermudah
penularan kepada anggota keluarga lain.
Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah
tangga, industri dan pada umumnya mengandung bahan atau zat yang
membahayakan. Sesuai dengan zat yang terkandung di dalam air limbah,
maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan
gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus,
media berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat
berkembangbiaknya nyamuk, menimbulkan bau yang tidak enak serta
pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber pencemaran air permukaan
tanah dan lingkungan hidup lainnya, mengurangi produktivitas manusia,
karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
23
vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu
(Notoatmodjo, 2003).
H. PENCEGAHAN
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus
disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air
yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. (Khalid,2004)
24
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Umur : 34 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Dirgantara No. 15 A, Makassar
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 08 09 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Buang air besar encer
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien perempuan berumur 34 tahun dibawa keluarganya ke
Puskesmas Batua dengan keluhan buang bair besar sejak 7 jam sebelum
ke puskesmas sebanyak + >10 kali. Buang air besar dikatakan berwarna
kuning, konsistensi cair, ampas (+), lendir (-), dan darah (-). Demam (-
). Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut yang terasa seperti
melilit dan hilang timbul terutama saat akan BAB. Pasien juga
mengeluhkan sering haus, mual disertai muntah setiap kali makan.
Pasien menyangkal telah mengonsumsi suatu makanan yang
menyebabkan keluhannya ini.
25
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya, kira kira 2
tahun yang lalu.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya penyakit yang sama dalam keluarga
5. Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya alergi obat ataupun makanan
6. Riwayat Pengobatan : Pasien belum pernah mengonsumsi obat
obatan apapun sebelumnya.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
- Pasien tampak lemah, compos mentis (GCS 15)
2. Tanda Tanda Vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 108x/menit, reguler
- Pernapasan : 22x/menit
- Suhu : 36,6oC
3. Status Generalis
- Kepala : Bentuk normocephali, simetris kiri dan
kanan, rambut berwarna hitam, tidak rontok, deformitas (-)
- Mata : Konjungtiva normal, sklera normal, pupil isokor
3/3, RC +/+, kelopak mata cekung.
- Telinga : Bentuk normal, tidak ada sekret/cairan, fungsi
pendengaran normal
- Hidung : Bentuk normal, sekret (-), perdarahan (-)
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah kotor (-), Tonsil
T1/T1, hiperemis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
- Thorax : Tampak pengembangan dada simetris kiri dan
kanan, retraksi (-). Pada palpasi, vocal fremitus sama kiri dan kanan,
26
nyeri tekan (-). Pada perkusi, bunyi sonor pada kedua lapangan paru.
Pada auskultasi, didapatkan bunyi pernapasan vesikuler, ronkhi -/-,
wheezing -/-
- Cor : Pada inspeksi, tidak tampak ictus cordis. Pada
palpasi, ictus cordis tidak teraba. Pada perkusi, batas jantung dalam
batas normal. Pada auskultasi, didapatkan bunyi jantung I dan II
regular, bising (-), bunyi gallop (-)
- Abdomen : Pada inspeksi, abdomen tampak cembung,
mengikuti gerak napas. Pada palpasi, nyeri tekan epigastrium (-),
organomegali (-). Pada perkusi, didapatkan bunyi timpani (+). Pada
auskultasi, bunyi peristaltik (+) kesan meningkat
- Punggung : Tampak dalam batas normal
- Genitalia : Tidak dievaluasi
- Ekstremitas : Akral hangat, petekie (-), CRT < 2 detik.
4. Status Dehidrasi
- Menurut Tabel Penilaian WHO, pasien mengalami diare dengan
dehidrasi ringan-sedang, karena keadaan umum lemah dan
sadar, mata cekung, turgor menurun namun kembali cepat, dan
terdapat rasa haus.
- Diukur dengan menggunakan Skor Daldiyono, karena pasien
berusia dewasa. Dari indikator skor Daldiyono, yang didapatkan
hanya rasa haus / muntah dan turgor menurun dari pasien,
sehingga skor Daldiyono pasien adalah 2
E. DIAGNOSIS
27
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis sebagai
Gastroenteritis Akut Dengan Dehidrasi Ringan-Sedang.
F. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologis
- IVFD RL 30 tpm
- Domperidon 10 mg 3 x 1 tab
- Loperamide 2 mg, 2 1 1 (maks. 8 tablet/hari)
- Vit. B6 3 x 1 tab
2. Edukasi
- Istirahat yang cukup
- Diet lunak biasa
- Banyak minum air putih
- Minum obat teratur
- Buang sampah pada tempat yang ditentukan
- Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan
- Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik
- Memasak makanan dan air minuman hingga matang
- Menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh lalat, tidak
memakan makanan basi, dan menghindari makanan yang dapat
menimbulkan alergi tubuh.
- Higiene lingkungan yang lebih baik
G. PROGNOSIS
- Ad vitam : ad bonam
- Ad functionam : ad bonam
- Ad sanationam : ad bonam
28
BAB IV
PEMBAHASAN
29
Penatalaksanaan berupa pemberian agen farmakologi maupun edukasi
diberikan kepada pasien. Terapi farmakologi yang diberikan berupa pemberian
cairan intravena Ringer Laktat sebagai terapi rehidrasi pada pasien. Hal ini
dilakukan, berdasarkan penilaian dehidrasi menurut WHO maupun skor Daldiyono
yang dilakukan terhadap pasien, merupakan indikasi untuk memberikan cairan
intravena dalam terapi rehidrasi pasien. Karena, mempertimbangkan keadaan klinis
pasien yang tampak sangat lemah, dan muntah terus menerus setiap kali makan,
sehingga dipertimbangkan untuk pemberian rehidrasi intravena dan pasien
dianjurkan untuk rawat inap.
Pemberian Domperidon sebagai agen anti muntah untuk mengatasi gejala
muntah yang dialami pasien dan merupakan salah satu faktor penting penyebab
dehidrasi. Pemberian Loperamide yang merupakan golongan opiate efektif
mengurangi gejala buang air besar pasien. Pemberian Vit. B6 bertujuan membantu
meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
Diberikan edukasi kepada pasien yang intinya bertujuan untuk memutus
rantai penularan diare dan mencegah terjadinya diare yang berulang di kemudian
hari, baik terhadap pasien maupun keluarganya, yaitu disarankan istirahat yang
cukup, Diet lunak biasa, Banyak minum air putih, Minum obat teratur, Buang
sampah pada tempat yang ditentukan, Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah
makan, Menggunakan air bersih dan sanitasi yang baik, Memasak makanan dan air
minuman hingga matang, Menghindari makanan yang telah terkontaminasi oleh
lalat, tidak memakan makanan basi, dan menghindari makanan yang dapat
menimbulkan alergi tubuh, dan Higiene lingkungan yang lebih baik.
Edukasi merupakan kunci dari terapi pada penyakit pasien, sehingga
diharapkan dengan pemberian edukasi yang mendalam terhadap pasien, kejadian
penyakit ini kedepannya dapat ditekan. Prognosis pada pasien ini umumnya baik
jika tidak ditemukan adanya komplikasi serta penyulit yang dapat memperberat
kondisi pasien.
30
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. I., 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
Depkes, R.I., 2011. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.
Hendarwanto. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Sumatera Utara
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Soewondo ES. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam
Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga
University Press.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta
: Interna Publishing.
31
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
32