Anda di halaman 1dari 17

CASE REPORT

ODS MIOPIA

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Ida Nugrahani, Sp.M

Diajukan Oleh :
Wilda Al Aluf Riandini, S.Ked
J510170041

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS RSUD KARANGANYAR
2017
Case Report
ODS MIOPIA

OLEH:

Wilda Al Aluf Riandini, S.Ked. J510170041

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ,tanggal ,

Pembimbing:
dr. Ida Nugrahani, Sp.M ( )
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. R
Usia : 14 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Karanganyar
Tanggal Pemeriksaan : 5 Juni 2018

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Karanganyar
 Keluhan Utama : pasien merasa penglihatan yang terasa kabur dan
ingin membuat kacamata baru.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan
penglihatan yang terasa kabur. Pasien mengeluhkan melihat jauh terasa
kabur dan kurang jelas. Sebelumnya pasien sudah menggunakan kaca
mata sejak usia 11th, dan 3 bulan ini pasien tidak menggunakan kaca
mata karena rusak dan saat ini pasien ingin membuat kacamata baru.
Dirumah pasien memiliki kebiasaan melihat TV dengan jarak dekat,
sering bermain hp dan kadang bermain hp atau membaca sambil
tiduran.
Keluhan mata merah (-), nrocos (-), pandangan silau (-), terasa
gatal (-), mata terasa mengganjal (-), kotoran mata (-), pandangan
terlihat kabur saat melihat pada jarak dekat (-).
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat penyakit mata : Diakui (ODS Miopi : OD S -3,75
OS S -3,25)
Riwayat memakai kacamata : Diakui
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat menggunakan kacamata : diakui ( kedua orang tua ODS
miopi )
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Status Generalisata :
 Kepala/leher : dalam batas normal
 Thoraks : dalam batas normal
 Abdomen : dalam batas normal
 Ekstrimitas : dalam batas normal
Status opthalmologi

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus Awal 2/60 2/60
2 Koreksi S -3,50 S -3,50
6/6 6/6
3. Palpebra Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Blefarospasme(-) Blefarospasme(-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Lesi Kulit (-) Lesi Kulit (-)

4. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Anemis (-) Anemis (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi Konjungtiva Injeksi Konjungtiva
(-) (-)

5. Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih

6. COA :
- Kedalaman Cukup Cukup

7. Iris : Warna Hitam Warna Hitam


8. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm
- Letak Ditengah Ditengah
- Reflek cahaya D+ D+
9. Lensa Jernih Jernih
10 TIO (palpasi) Normal Normal
10. Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

D. DIAGNOSIS KERJA
ODS Miopia
E. PENATALAKSANAAN
Oculi Dextra Oculi Sinistra

2/60 VISUS 2/60

S -3,50  6/6 KOREKSI S -3,50 6/6

F. PROGNOSIS ODS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad malam
3. Quo ad cosmeticam : ad bonam
4. Quo ad functionam : dubia ad bonam
G. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai
kelainan mata miopia yang menyebabkan penglihatan pasien kabur, dan
kadang bisa terasa pusing.
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terapi dari kelainan
mata rabun jauh adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai
dengan koreksi.
H. PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah ODS miopia yang berdasarkan pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang mengarah pada diagnosis tersebut.
Anamnesis didapatkan pasien mengeluh penglihatan mata kabur ketika melihat
jauh. Keluhan mata merah (-), nrocos (-), pandangan silau (-), terasa gatal (-),
mata terasa mengganjal (-), kotoran mata (-),pandangan terlihat kabur saat
melihat pada jarak dekat (-)
Pemeriksaan status oftamologis tidak didapakan adanya kekeruhan
media refrakta dan didapatkan visus awal OD 2/60 dan OS 2/60. Setelah
dilakukan koreksi visus OD dengan lensa S -3,75 dioptri dan OS dengan lensa
S -3,25, visus kedua mata menjadi 6/6.
Pada pasien ini diberikan terapi kacamata dengan lensa sesuai hasil
koreksi, pasien menderita ODS Miopia yang dapat diakibatkan oleh bayangan
benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak
berakomodasi, sehingga pasien merasa kabur melihat jauh. Dan terapinya
adalah dengan penggunaan kacamata sesuai kereksi untuk memperbaiki
penglihatan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh


adanya tekanan didalamnya. Walaupun secara umum bola mata dikatakan
bentuknya bulat atau globe namun bentuknya tidak bulat sempurna.
Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat
bola mata, otot-otot ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah.
Tiap-tiap tulang orbita berbentuk menyerupai buah pear, yang bagian
posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik kanal.

B. MEDIA REFRAKSI
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media
penglihatan yang terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa,
badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang
normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal
disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda
tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau
istirahat melihat jauh.
C. FISIOLOGI REFRAKSI

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah


dalam untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar
dihasilkan suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya.
Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah
dari satu medium dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan
kepadatan yang berbeda.
Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media
transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk
ke medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat
(sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya
jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.
Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2
media (semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat
pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin
besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting
dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan
kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang
melengkung berperan besar dalam reftraktif total karena perbedaan
densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada perbedaan
densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak
pernah berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan
dengan mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat
dekat/jauh.
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan
cahaya terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah
terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum
mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya
yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata
daripada berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang
terletak lebih dari 6 meter (20 kaki) dianggap sejajar saat mencapai mata.
Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat
memerlukan jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat
memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber
cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata
tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa
sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam jarak yang
sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat.
Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.

D. MIOPIA
Definisi
Miopia atau rabun jauh merupakan kelainan refraksi dimana berkas
sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang
berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat
dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan
kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi
divergen,membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang
kabur.

Etiologi
Etiologi pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor
memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang
berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan
pertumbuhan okuler, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori miopia
menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan
secara genetik
Patofisiologi

MIOPIA

M. Aksial M. Refraktif

Bila mata berukuran Unsur pembiasan lebih


lebih panjang dari refraktif dibandingkan
normal dengan rata rata

Bayangan benda yang jauh


difokuskan di depan retina
oleh mata yang tidak
berakomodasi

Kabur melihat jauh

Gambar 3 Miopia
Klasifikasi
Klasifikasi Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang
terjadi pada mata, miopia dapat dibagi kepada dua yaitu :
1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan
fundus yang ringan ini berupa kresen miopia yang ringan dan
berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi kelainan
organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam
penglihatan yang normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi
biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini disebut juga dengan
miopia fisiologi.
2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif,
miopia maligna atau miopia progresif. Keadaan ini dapat
ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Tanda-tanda
miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus
yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak
diagnosis ini sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan
tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek.
Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya
melebihi -6 D .
Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara
klinis dapat terbagi lima yaitu:
1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola
mata yang terlalu panjang atau indeks bias kornea maupun lensa
kristalina yang terlalu tinggi.
2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi
di sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata
seseorang bervariasi terhadap tahap pencahayaan yang ada.
Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka
terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga
menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan
terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan
pada otot – otot siliar yang memegang lensa kristalina. Di
Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat
miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya
dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru – buru
memberikan lensa koreksi.
4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif,
miopia maligna atau miopia progresif. Biasanya merupakan
miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah
normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu.
5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat
– obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis
pada nukleus lensa dan sebagainya.
Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang
dibutuhkan untuk mengkoreksikannya :
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah :
1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.
4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
Penatalaksanaan
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah
sistem pembiasan dalam mata. Pada pasien miopia penatalaksanaan
dengan memberikan koreksi lensa konkaf atau lensa negatif, perlu diingat
bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan disebarkan. Karena itu, bila
permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu besar, seperti pada
miopia, kelebihan daya bias ini dapat dinetralisasi dengan meletakkan
lensa sferis konkaf di depan mata.
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata
miopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan mula-mula
meletakkan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan lensa yang
lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam penglihatan yang
terbaik . Pasien miopia yang dikoreksi dengan kacamata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai
contoh bila pasien dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam
penglihatan 6/6, demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka
sebaiknya diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik setelah dikoreksi
Komplikasi
Komplikasi Miopia adalah :
1. Ablasio retina Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0
sampai (- 4,75) D sekitar 1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D
risiko meningkat menjadi 1/1335.Lebih dari (-10) D risiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko pada miopia lebih
rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
2. Vitreal Liquefaction dan Detachment Badan vitreus yang berada
di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang
seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun
proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Halini
berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan
lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak
dengan retina. Keadaan ini nantinya akan menimbulkan risiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment
pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata.
3. Miopik makulopati Dapat terjadi penipisan koroid dan retina
serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi
sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang. Dapat juga terjadi
perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan berkurangnya
lapangan pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular miopia
juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal dan ini
disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina (Sidarta, 2003).
4. Glaukoma Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah
1,2%, pada miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma
pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta
kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.
5. Katarak Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan
bahwa pada orang dengan miopia, onset katarak muncul lebih cepat
DAFTAR PUSTAKA

A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and


Refraction, New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.

Bandung Eye Centre. Minus Tinggi dan Komplikasi Mata.


http://www.bandungeyecentre.com/index.php [diakses pada Juni 2018].

Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive


Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.

Salmon, J. (2015). Optik & Refraksi. In P. Riordan, & J. Whitcher , Oftalmologi


Umum Vaughan & Asbury, Ed.17 (pp. 382-398). Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai