Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

Seorang wanita 54 tahun dengan Disentri Basiler

Disusun Oleh :

WILDA AL ALUF RIANDINI J510700041

Pembimbing :
Dr. YM Agung Prihatiyanto, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARANGANYAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
Seorang Wanita 54 tahun dengan Disentri Basiler
Diajukan oleh :
Wilda Al Aluf Riandini J510170041

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari , November 2017

Pembimbing:
Dr. YM Agung Prihatiyanto, Sp.PD ( )

Dipresentasikan dihadapan:
Dr. YM Agung Prihatiyanto, Sp.PD ( )

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Bp. S
Usia : 54 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

No RM : 420***

Alamat : Karangannyar

Agama : Islam

Pekerjaan : petani

Tanggal Masuk RS : 28 November 2017

B. ANAMNESIS
1. KELUHAN UTAMA
BAB darah
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan BAB disertai darah segar. Selain
adanya darah, BAB juga disertai lendir yang berwarna bening dengan feses
yang cair. BAB darah pasien keluhkan mulai pagi sebelum pasien datang ke
IGD. Selama dirumah tadi pasien sudah mengalami 3 kali BAB cair yang
disertai lendir dan darah. Sebelum BAB disertai darah, pasien mengeluhkan
selama kurang lebih 2 minggu BAB pasien selalu disertai adanya lendir
bening yang sedikit kental. Saat pasien berada di IGD pasien sempat 1 kali
BAB disertai darah dan lendir.
Ketika pasien masuk bangsal, pasien sudah tidak mengeluhkan lagi
BAB dengan darah. Namun pasien masih mengeluhkan BAB cair yang
disertai lendir bening yang sedikit kental. Selama 1 hari pasien bisa BAB
kurang lebih 10 kali. BAB sedikit sedikit namun sering dan selalu diserta
lendir.
Pasien juga mengeluhkan sakit perut yang terasa mules. Perut juga
terasa sakit dibagianperut bawah. Selain itu pasien juga mengeluhkan mual.
Pasien tidak ada mengeluhkan demam. Ketika pasien selesai makan pasien
mengeluhkan perut nya terasa kembung.
Pasien mengaku sebelumnya tidak ada keluhan yang serupa seperti ini.
Sebelum ada keluhan seperti ini pasien tidak ada pergi ke luar kota. Dan
keluarga pasien yang tinggal serumah maupun tetanga disekitar rumah tidak
ada yang mengalami keluhan serupa. Sehari hari pasien bekerja sebagai
petani. Ketika bertani di sawah pasien tidak menggunakan alas kaki karena
penggunaan alas kaki bagi pasien terasa mengganggu. Ketika siang hari
pasien juga biasanya minum dan makan di sawah. Pasien mengaku tidak
pernah mengkonsumsi makanan yang setengah matang. Rumah pasien juga
sudah tidak beralaskan tanah, dan dirumah juga sudah tersdia kamar mandi.
Pasien mengaku memiliki riwayat sakit tumor dan sudah melakukan
operasi untuk pengangkatan tumor tersebut. Tumor itu berada di ovarium, dan
setelah diangkat dan dilakukan pemeriksaan ternyata tumornya merupakan
tumor ganas. Sehingga pasien telah dilakukan kemoterapi sebanyak 6 kali,
kemoterapi di mulai pada desember 2016 hingga kemoterapi terakhir pada
bulan Mei 2017 kemoterapi selesai.
Sebelumnya pasien mengaku

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


- Keluhan serupa : disangkal
- Asma : disangkal
- Darah tinggi : disangkal
- Sakit gula : disangkal
- Alergi obat : disangkal
- Operasi : disangkal
D. RIWAYAT KELUARGA :
- Keluhan serupa : disangkal
- Asma : disangkal
- Darah tinggi : disangkal
- Sakit gula : disangkal
- Alergi obat : disangkal
- Operasi : disangkal
E. RIWAYAT PEKERJAAN
Pasien bekerja sebagai petani

F. KONDISI LINGKUNGAN SOSIAL DAN FISIK:


Merokok : disangkal
Alcohol : disangkal
Jamu :disangkal

G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : cukup
2. Kesadaran : CM
3. Tanda Vital :
- Tekanan darah : 120/70mmHg
- Nadi : 88 X /menit
- Frekuensi Respirasi : 20 x/menit
- Suhu : 36,20C
4. Kepala
normocephal, kedua conjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, rambut tidak
mudah rontok.

5. Leher
JVP 2cm (tidak meningkat), trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran limfonodi cervical (-), distensi vena-vena leher (-)
6. Thorax
Bentuk normthorax, simetris kanan dan kiri, pengembangan dada kanan = kiri,
retraksi(+), sela iga melebar (-), pembesaran KGB axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi iktus kordis tidak tampak
Palpasi iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi Batas jantung atas : SIC II linea parasternalis dextra

Batas jantung bawah : SIC V linea parasternalis dekstra

Batas jantung kiri : SIC VI linea axsilaris anterior


Batas jantung kanan : SIC V linea parasternalis dekstra
Auskultasi Bunyi jantung I-II reguler, intensitas kuat, bising (-), gallop (-).
Pulmo :
Inspeksi Normochest, simetris, sela iga melebar (-), iga mendatar (-).
Pengembangan dada kanan=kiri, sela iga melebar (-),
retraksi (-).
Palpasi Simetris, pergerakan dada kanan = kiri, peranjakan dada kanan
= kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi Sonor/sonor
Auskultasi Suara dasar vesikuler intensitas normal, suara tambahan (-/-),
wheezing (-/-), rhonki halus (-/-)
7. Abdomen :
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-),
venektasi (-), terdapat jaringan parut membusur
Auskultasi Bising usus (+) meningkat
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (+) pada semua region abdomen.
8. Ekstremitas :
Akral dingin Oedema
- - - -
- - - -
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Tidak dilakukan
2. Foto Thorax
Tidak dilakukan
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan 20-11-17 Satuan Rujukan
Hb 11,0 L g/dl 13,2-17,3
HCT 32,6 L 40-52
Leukosit 9,49 103/l 4,4-11,3
Eritrosit 3,78 L 106/l 4.40-5.90
Trombosit 367 103/l 150-400
MCV 86,1 /um 80.0-97.0
MCH 29,0 Pg 26.0-36.0
MCHC 33,7 g/dL 31.0-37.0
Netrofil 75,9 H % 50.0-70.0
Limfosit 17,3 L % 20.00-60.00
Monosit 4,8 % 4-8
GDS 137 mg/dl 90-200

I. DIAGNOSIS BANDING
Disentri Basiler
Melena
Hematokezia
J. DIAGNOSIS KERJA
Disentri basiler
K. Terapi
O2 nasal kanul 3-4 lpm
Inf. RL 20 tpm
Inj. Metronidazol / 8 jam
Inj. Lansoprazol / 24 jam
Diaform 2 tablet setiap diare
BAB II
Congestive Heart Failure
A. Definisi
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologis ketika jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

Beberapa istilah dalam gagal jantung:

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik :

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari
pemeriksaan fisis, foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan
echocardiography.

Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa


sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas
fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian


ventrikel. Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksi lebih dari 50%. Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi,
pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure

Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,


kelainan katup dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan
resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A V,
beri-beri, dan Penyakit Paget . Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat
dibedakan.

3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan (CHF)

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena


pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung
kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi
pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena
sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena
jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi pada miokard ke-2
ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah berlangsung bulanan
atau tahun tidak lagi berbeda.

4. Gagal Jantung Akut dan Kronik

Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara
tiba-tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.

Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan


multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok,
namun tekanan darah masih terpelihara dengan baik.

Curah jantung yang kurang memadai, juga disebut forward failure , hampir
selalu disertai peningkatan kongesti/ bendungan di sirkulasi vena (backward failure),
karena ventrikel yang lemah tidak mampu memompa darah dalam jumlah normal,
hal ini menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel pada waktu diastol,
peningkatan tekanan diastolik akhir di dalam jantung dan akhirnya peningkatan
tekanan vena . Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi kiri dan kanan
jantung atau seluruh rongga jantung.
B. Etiologi
Gagal jantung disebabkan oleh keadaan atau hal-hal yang dapat melemahkan
atau merusak miokardium. Keadaaan atau hal-hal tersebut dapat berasal dari
dalam jantung itu sendiri, atau disebut faktor intrinsik, dan faktor luar yang
mempengaruhi kerja jantung, atau disebut dengan faktor ekstrinsik. Kondisi
yang paling sering menyebabkan gagal jantung adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang mengakibatkan kegagalan fungsi sistolik ventrikel kiri.
1) Faktor intrinsik
Penyebab utama dari gagal jantung adalah penyakit arteri koroner. Penyakit
arteri koroner ini menyebabkan berkurangnya aliran darah ke arteri koroner
sehingga menurunkan suplai oksigen dan nutrisi ke otot jantung.
Berkurangnya oksigen dan nutrisi menyebabkan kerusakan atau bahkan
kematian otot jantung sehingga otot jantung tidak dapat berkontraksi dengan
baik.
2) Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan gagal jantung meliputi kondisi
yang dapat meningkatkan afterload (seperti hipertensi), peningkatan stroke
volume akibat kelebihan volume atau peningkatan preload , dan peningkatan
kebutuhan (seperti tirotoksikosis, kehamilan). Kelemahan pada ventrikel kiri
tidak mampu menoleransi perubahan yang masuk ke ventrikel kiri. Kondisi
ini termasuk volume abnormal yang masuk ke ventrikel kiri, otot jantung
ventrikel kiri yang abnormal, dan masalah yang menyebabkan penurunan
kontraktilitas otot jantung.
C. Patofisiologi
Bila jantung mendadak menjadi rusak berat, seperti infark miokard, maka
kemampuan pemompaan jantung akan segera menurun. Sebagai akibatnya akan timbul
dua efek utama penurunan curah jantung, dan bendungan darah di vena yang
menimbulkan kenaikan tekanan vena jugularis.

Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah respons adaptif lokal mulai terpacu
dalam upaya mempertahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup peningkatan
aktivitas adrenergik simpatik, peningkatan beban awal akibat aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Mekanisme ini mungkin memadai
untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada
awal perjalanan gagal jantung, dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja
ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan
berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi semakin kurang efektif.

1. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis :

Salah satu respons neurohumoral terhadap penurunan curah jantung adalah


peningkatan aktivitas sistem adrenergik simpatis. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung
dan medulla adrenal. Katekolamin ini akan menyebabkan kontraksi lebih kuat otot
jantung (efek inotropik positif) dan peningkatan kecepatan jantung. Selain itu juga
terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi
volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya
rendah misal kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Vasokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Kadar
katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama
latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam
darah untuk mempertahankan kerja ventrikel.namun pada akhirnya respons
miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan
berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem Renin-Angiotensin-


Aldosteron :

Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium


dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel. Mekanisme yang mengakibatkan
aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron pada gagal jantung masih belum jelas.
Namun apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai
serangkaian peristiwa berikut:

- Penurunan aliran darah ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus

- Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus


- Interaksi renin dan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensinI

- Konversi angotensin I menjadi angiotensin II

- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal.

- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus kolektifus.

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan


darah.

3. Hipertrofi ventrikel :

Respon kompensatorik terakhir adalah hipertrofi miokardium atau bertambah


tebalnya dinding. Hipertrofi miokardium akan mengakibatkan peningkatan kekuatan
kontraksi ventrikel.

Awalnya, respon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang


menguntungkan; namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan
gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi
cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokontriksi arteri juga
meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel;
beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung
dan kebutuhan oksigen miokardium juga meningkat. Hipertrofi miokardium dan
rangsangan simpatis lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium.
Jika peningkatan kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi akan terjadi iskemia
miokardium dan gangguan miokardium lainnya. Hasil akhir dari peristiwa yang
saling berkaitan ini adalah meningkatnya beban miokardium dan terus
berlangsungnya gagal jantung.
Gambar Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

D. Gejala Klinis
Gagal jantung dapat menyebabkan berbagai manifestasi klinis yang dapat
teramati dari penderitanya. American Heart Association (2012) menjelaskan
beberapa manifestasi klinis yang biasanya muncul, antara lain:
1) Sesak napas atau dispnea
Sesak napas atau dispnea biasanya dialami selama kegiatan (paling sering),
saat istirahat, atau saat tidur. Pasien CHF juga akan mengalami kesulitan
bernapas saat berbaring dengan posisi supine sehingga biasanya akan
menopang tubuh bagian atas dan kepala diatas dua bantal. Hal ini disebabkan
karena aliran balik darah di vena pulmonalis ke paru-paru karena jantung
tidak mampu menyalurkannya. Hal ini menyebabkan bendungan darah di
paru-paru.
2) Batuk persisten atau mengi
Batuk persisten atau mengi ini disebabkan oleh penumpukan cairan diparu
akibat aliran balik balik darah ke paru-paru.
3) Edema
Edema disebabkan oleh aliran darah yang keluar dari jantung melambat,
sehingga darah yang kembali ke jantung melalui pembuluh darah terhambat.
Hal tersebut mengakibatkan cairan menumpuk di jaringan. Kerusakan ginjal
yang tidak mampu mengeluarkan natrium dan air juga menyebabkan retensi
cairan dalam jaringan. Penumpukan cairan di jaringan ini dapat terlihat dari
bengkak di kaki maupun pembesaran perut.
4) Kelelahan (fatigue)
Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan untuk melakukan kegiatan
sehari-hari merupakan hal yang biasa didapati pada pasien CHF. Hal tersebut
dikarenakan jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh akan mengalihkan darah dari organ yang
kurang penting, terutama otot-otot pada tungkai dan mengirimkannya ke
jantung dan otak.
5) Penurunan nafsu makan
Pada pasien CHF biasanya sering mengeluh mual, begah atau tidak nafsu
makan. Hal tersebut dikarenakan darah yang diterima oleh sistem pencernaan
kurang sehinga menyebabkan masalah dengan pencernaan. Perasaan mual
dan begah juga dapat disebabkan oleh adanya asites yang menekan lambung
atau saluran cerna.
6) Takikardi
Peningkatan denyut nadi dapat teramati dari denyut jantung yang berdebar-
debar (palpitasi). Hal ini merupakan upaya kompensasi jantung terhadap
penurunan kapasitas memompa darah.
7) Kebingungan atau gangguan berpikir
Pada pasien CHF juga sering ditemukan kehilangan memori atau perasaan
disorientasi. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan jumlah zat tertentu
dalam darah, seperti sodium, yang dapat menyebabkan penurunan kerja
impuls saraf. Kebingungan dan gangguan berpikir juga dapat disebabkan
oleh penurunan oksigen ke otak akibat penurunan curah jantung.
Pada gagal jantung dengan kegagalan ventrikel kiri, manifestasi yang biasanya
muncul antara lain dispnea, paroxysmal nocturnal disease (PND), pernapasan
cheyne-stokes, batuk, kecemasan, kebingungan, insomnia, kerusakan memori,
kelelahan dan kelemahan otot, dan nokturia. Sementara itu, gagal jantung dengan
kegagalan ventrikel kanan biasanya mengakibatkan edema, hepatomegaly,
penurunan nafsu makan, mual, dan perasaan begah.
E. Klasifikasi
Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut,
kronis (menahun), dan acute on chronic heart failure.
1) Gagal jantung akut: timbulnya sesak nafas secara cepat (<24 jam) akibat
kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau irama
jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (afterload), atau
kontraktilitas. Keadaan ini mengancam jiwa bila tidak ditangani dengan
tepat.
2) Gagal jantung menahun: sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan
striktural atau fungsional yang mengganggu kemampuan pompa jantung atau
mengganggu pengisian jantung
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat
dikategorikan berdasarkan kriteria New York Heart Association (NYHA)
Functional Classification.
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung Menurut New York Heart Association
(NYHA)
Kriteria Kelas
Tidak ada pembatasan pada aktivitas fisik. Ketika melakukan I
aktivitas biasa tidak menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak
nafas atau angina.
Aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika melakukan aktivitas biasa II
dapat menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau
angina tetapi akan merasa nyaman ketika istirahat.
Terdapat keterbatasan aktivitas fisik sehari-hari akibat gejala III
gagal jantung pada tingkatan yang lebih ringan, misalnya
berjalan 20-100 m. Pasien hanya merasa nyaman saat istirahat.
Tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan ketidak nyamanan. IV
Keluhan-keluhan seperti gejala insufisiensi jantung atau sesak
nafas sudah timbul pada waktu pasien beristirahat. Keluhan akan
semakin berat pada aktivitas ringan.
F. Diagnosis
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi rendah. Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling
berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.
1) Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasiendiduga
gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.
Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis
gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan
disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
2) Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen
toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat
mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat
sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut
dan kronik.
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemoglobin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin,
laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.
Pemeriksaan tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis.
Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada
pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun
anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal
sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik
dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB
(Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
4) Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jikagambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar
troponin kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode
dekompensasi gagal jantung pada penderita tanpaiskemia miokard.
5) Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan
tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau
disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan
dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan
pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri
(normal > 45 - 50%).
kriteria Framingham dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif (Kriteria
Diagnosis)

MAYOR MINOR
1. Paroksismal nokturnal dispnea 1. Edema eksremitas

2. Distensi vena leher 2. Batuk malam hari

3. Ronki paru 3. Dispnea deffort

4. Kardiomegali 4. Hepatomegali

5. Edema paru akut 5. Efusi pleura

6. Gallop S3 6. Penurunan kapasitas vital 1/3


dari normal
7.Peninggian tekana vena
jugularis 7. Takikardi(>120/menit)

8. Refluks hepatojugular

Diagnosis gagal jantung ditegakkan jika ada 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
major dan 2 kriteria minor.

G. Komplikasi
Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi
utama dari gagal jantung kongestif meliputi efusi pleura, aritmia, pembentukan
trombus pada ventrikel kiri, dan pembesaran hati (hepatomegaly).
1) Efusi Pleura
Efusi pleura merupakan hasil dari peningkatan tekanan pada pembuluh
kapiler pleura. Peningkatan tekanan menyebabkan cairan transudat pada
pembuluh kapiler pleura berpindah ke dalam pleura. Efusi pleura
menyebabkan pengembangan paru-paru tidak optimal sehingga oksigen yang
diperoleh tidak optimal.
2) Aritmia
Pasien dengan gagal jantung kongestif kronik memiliki kemungkinan besar
mengalami aritmia. Hal tersebut dikarenakan adanya pembesaran ruangan
jantung (peregangan jaringan atrium dan ventrikel) menyebabkan gangguan
kelistrikan jantung. Gangguan kelistrikan yang sering terjadi adalah fibrilasi
atrium. Pada keadaan tersebut, depolarisasi otor jantung timbul secara cepat
dan tidak terorganisir sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara
normal. Hal tersebut menyebabkan penurunan cardiac output dan risiko
pembentukan trombus ataupun emboli. Jenis aritmia lain yang sering dialami
oleh pasien gagal jantung kongestif adalah ventricular takiaritmia, yang dapat
menyebabkan kematian mendadak pada penderita.
3) Pembentukan trombus pada ventrikel kiri
Penyumbatan trombus pada ventrikel kiri dapat terjadi pada pasien gagal
jantung kongestif akut maupun kronik. Kondisi tersebut diakibatkan oleh
adanya pembesaran ventrikel kiri dan penurunan curah jantung. Kombinasi
kedua kondisi tersebut meningkatkan terjadinya pembentukan trombus di
ventrikel kiri. Hal yang paling berbahaya adalah bila terbentuk emboli dari
trombus tersebut karena besar kemungkinan dapat menyebabkan stroke.
4) Pembesaran hati (hepatomegaly)
Pembesaran hati dapat terjadi pada gagal jantung berat, terutama dengan
kegagalan ventrikel kanan. Lobulus hati akan mengalami kongesti dari darah
vena. Kongesti pada hati menyebabkan kerusakan fungsi hati. Keadaan
tersebut menyebabkan sel hati akan mati, terjadi fibrosis dan sirosis dapat
terjadi.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap pasien gagal jantung harus dilakukan agar tidak terjadi
perburukan kondisi. Tujuan pengobatan gagal jantung adalah menurunkan
mortalitas, meringankan gejala dan tanda, memperbaiki kualitas hidup,
menghilangkan edema dan retensi cairan, meningkatkan kapasitas dan aktifitas
fisik, mengurangi kelelahan dan sesak nafas, dan mengurangi kebutuhan rawat
inap.
1) Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian ACEI
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
o Riwayat angioedema
o Stenosis renal bilateral
o Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
o Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
o Stenosis aorta berat
2) Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
o Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
o ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
o Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat
o Asma
o Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)
3) Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan
gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
o Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
o Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
o Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
o Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
o Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
o Kombinasi ACEI dan ARB
4) Angiotensin receptor blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun
sudah diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat
antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran
ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %
o Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringansampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
o ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia,dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
o Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
o Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
o Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
5) Hydralazine dan ISDN
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
o Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
o Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
o Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
o Hipotensi simtomatik
o Sindroma lupus
o Gagal ginjal berat
6) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik,
fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat
mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup.
7) Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti.Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai
status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin,
yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau
resistensi.
8) Perubahan gaya hidup
Perubahan gaya hidup menjadi kunci utama untuk mempertahankan fungsi
jantung yang dimiliki dan mencegah kekambuhan. Terdapat hubungan yang
bermakna antara faktor ketaatan diet, ketaatan berobat, dan intake cairan
dengan rehospitalisasi klien dekompensasi kordis. Faktor-faktor penyebab
terjadinya rawat inap ulang pada pasien gagal jantung kongestif antara lain
kurangnya pendidikan kesehatan tentang bagaimana perawatan diri di rumah,
penggunaan obat-obatan yang tidak tepat, kurang komunikasi dari pemberi
pelayanan kesehatan, dan kurangnya perencanaan tindak lanjut saat pasien
pulang dari rumah sakit. Pasien perlu diberikan pendidikan kesehatan terkait
penyakitnya dan perubahan gaya hidup sehingga mampu memonitor dirinya
sendiri. Latihan fisik secara teratur, diit, pembatasan natrium, berhenti
merokok dan minum alkohol merupakan hal yang harus dilakukan oleh
pasien. Selain itu, penanaman pendidikan tentang kapan dan perlunya berobat
jalan juga menjadi hal yang harus disampaikan pada pasien yang akan keluar
dari rumah sakit. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kekambuhan pasien
gagal jantung dengan merubah gaya hidup melalui pendidikan kesehatan.

L. PROGNOSIS
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat
berkembang, tetapi prognosisnya masih tetap jelek, dimana angka mortalitas setahun
bervariasi dari 5% pada pasien stabil dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada
pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih buruk jika disertai
dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit),
insufisiensi ginjal sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat.
Sekitar 40-50% kematian akibat gagal jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa
kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa diantaranya merupakan akibat
infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian lainnya
adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang
mengalami gagal jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan
bantuan terapi paliatif yang sangat cermat.

Old Miokard Infark

A. Definisi
Old Infark Miokard adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh
karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga
menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.
Aterosklerotik adalah suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan
sedang dimana lesi lemak yang disebut Plak Ateromatosa timbul pada
permukaan dalam dinding arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat
suplai aliran darah ke arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997)

B. Etiologi
Old Infark miokard disebabkan oleh karena atherosclerosis atau
penyumbatan total atau sebagian oleh emboli dan atau thrombus
Faktor resiko yang menjadi pencetus terjadinya Old Infark Miokard old
adalah
1. Faktor resiko yang dapat diubah
a. Mayor merokok, hipertensi, obesitas, hiperlipidemia,
hiperkolesterolimia dan pola makan (tinggi lemak dan tingi kalori).
b. Minor stress, kepribadian tipe A (emosional, agresif, dan ambivalen)
daninaktifitas fisik.
2. Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a. Hereditas/keturunan
b. Usia lebih dari 40 tahun
c. Ras, insiden lebih tinggi orang berkulit hitam. Sex, pria lebih sering
daripada wanita.
C. Patofisiologi
1. Proses terjadinya infark
Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner, sehingga suplai
nutrisi dan O2 ke bagian distal terhambat., sel oto jantung bagian distal
mengalami hipoksia iskhemik infark, kemudian serat otot menggunakan
sisa akhir oksigen dalam darah, hemoglobin menjadi teroduksi secara
total dan menjadi berwarna birui gelap, dinding arteri menjadi permeable,
terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.
2. Mekanisme nyeri pada AMI
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel
untuk melakukan metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga
menghasilkan asam laktat dan juga merangsang pengeluaran zat-zat
iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau enzim proteolitik sleuler
merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot jantung, impuls
nyeri dihantarkan melalui serat sraf aferen simpatis, kemudian
dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan
dipersepsikan nyeri. Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan
menyebabkan :
1. Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga
menghasilkan frekuensi denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
2. Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
3. Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun,
akumulai cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung,
sehingga merangsangf rasa mual / muntah.
4. Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena
ke atrium kanan meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.
D. Tanda dan Gejala Old Infark Miokard
Tanda dan gejala yang timbul pada Old Infark Miokard adalah sebagai berikut
1. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan
atas kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya
seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik.
2. Takhikardi
3. Keringat banyak sekali
4. Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek
vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro
intestinal
5. Dispnea
6. Abnormal Pada pemeriksaan EKG

E. Komplikasi
Adapun komplikasi akibat dari akut miokard infark, yaitu :
A. Edema paru akut
Terjadi peningkatan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan
tekanan vena pulmonal sehingga meningkatkan tekanan hydrostatic yang
mengakibatkan cairan merembes keluar.
B. Gagal jantung
Karena ada kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya
kontraktilitas, sehingga jantung tidak mampu memompa darah dengan
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
C. Syok kardiogenik
Karena adanya kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah
jantung, sehingga menurunkan tekanan darah arteri ke organ-organ vital.
Adapun tand-tandanya tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah,
hypoxia, kulit dingin dan lembab.
D. Tromboemboli
Murangnya mobilitas pasien dengan sakit jantung dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berleran dalam
pembentukan thrombus intracardial dan intravesikular
E. Disritmia
Gangguan irama jantung akibat penurunan oksigen ke jantung.
F. Rupture miokardium
Dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi dan
disfungsi miokadium lain yang menyebabkan otot jantung melemah.
G. Efusi pericardial / tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium karena adanya
perikarditis dan gagal jantung.

F. Pengobatan Infark Miokard Old


A. Vasodilatator
Vasodilatator pilihan untuk mengurangi rasa nyeri jantung adalah
nitroglycerin, baik secara intra vena maupun sublingual, efek sampingnya
yaitu dapat mengurangi preload, beban kerja jantung dan after load.
B. Antikoagulan
Heparin adalah anti koagulan pilihan utama, heparin bekerja
memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga mencegah thrombus
C. Trombolitik
Untuk melarutkan thrombus yang telah terbentuk di arteri koroner,
memperkecil penyumbatan dan meluasnya infark, teombolitik yang biasa
digunakan adalah streptokinase, aktifasi plasminogen jaringan dan
amistropletase
D. Analgetik
Pemberian dibatasi hanya untukk pasien yang tidak efektif dengan
pemberian nitrat dan antiloagulan, analgetik pilihan adalah morvin sulfat
secara IV
Follow Up

Tanggal Perkembangan Diagnosis Terapi

21/11/17 S: sesak (+), lemas (+), OBS febris dan - Infus rl 20 jam
batuk (+) berdahak dispepsia - Inj ceftriaxson
- Inj lanzoprazol
O: sakit sedang, CM
- Sucralfat 3x1
TD: 150/90 N:88x/m - EKG
RR:24x/m S: 37

Tho: SDV +/+

Rh -/- wh-/-

22/12/15 S: sesak (+), lemas (+), Infark miokard - Terapi lanjut


batuk (+), tdk bisa tidur, anterior - Bisoprolol 5 mg 1x1
mual, muntah 1x - Aspilet 80 mg 1x1
Dyspepsia
- Alprazolam 1 mg
O: sakit sedang, CM
malam
TD: 120/80 N:97x/m
RR:23x/m s: 38,7 - planing
- Puasa
Tho: VBS +/+
- Profil lipid
Rh +/+ wh+/+ - Asam urat

Abd: NT (+)

23/11/17 S: sesak (),lemas (+), Infark miokard - Terapi lain lanjut


batuk (+), mual, muntah anterior
punggung sakit
Dyspepsia
O: sakit sedang, CM

TD: 120/60 N:78x/m


RR:20x/m s: 36,8

Tho: VBS +/+

Rh -/- wh-/-

24/12/15 S: sesak (+),lemas (+), Infark miokard - Terapi lanjut


batuk (+), berdebar2 anterior - Inj. Ondansetron /
8jam
(+), pegel dipunggung Dyspepsia - OBH syr 3x1
- Domperidon 3x1
O: sakit sedang, CM

TD: 110/70 N:73x/m


RR:22x/m s: 37,2

Tho: VBS +/+

Rh -/- wh-/-

Abd NT (-)

25/11/17 S: sesak (+), lemas (+), CHF NYHA IV - Terapi lanjut


batuk (+), nyeri dada, - Inj furosemide 1 amp
Infark miokard
susah mkan, ampek, / 8 jam
anterior
sulit tidur, sesak - Spironolakton 25 mg
Dyspepsia 3x1
O: sakit sedang, CM

TD: 120/70 N:78x/m


RR:24x/m s: 37,5

Tho: VBS +/+

Rh -/- wh-/-

Abd NT(+)

OEDEM (+)
Daftar Pustaka

AHA. (2011). Classes of heart failure. Mei 22, 2013.


http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/Abo
utHeartFailure/Classes-of-Heart-
Failure_UCM_306328_Article.jsp.
AHA. (2012). Understand your risk for heart failure. Mei 22, 2013.
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/Und
erstandYourRiskforHeartFailure/Understand-Your-Risk-for-
Heart-Failure_UCM_002046_Article.jsp
Kaplan, R & Schub, T. 2010. Heart failure in women. Cinahl Information
System
Siswanto, B. 2015. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi Pertama.
Jakarta : PERKI.
Tanto,C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Keempat. Jakarta :
Media Aesculapius. Hal.742-746.

Anda mungkin juga menyukai