Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

FRACTURE OS TIBIA FIBULA SINISTRA

Oleh
Wilda Al Aluf Riandini, S.Ked J 510170041
Septi Nurhidayati, S.Ked J510170020

Pembimbing
dr. Haryono Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KARANGANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
LAPORAN KASUS
FRACTURE OS TIBIA FIBULA SINISTRA

Oleh:

Wilda Al Aluf Riandini, S.Ked J 510170041


Septi Nurhidayati, S.Ked J510170020

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari, 2018

Pembimbing:

dr. Haryono Sp.B ( )

Dipresentasikan di hadapan

dr. Haryono Sp.B ( )


BAB I

LAPORAN KASUS

a. Identitas Pasien

Nama : An. V

Usia : 4 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Karangannyar

b. Anamnesis
 Keluhan Utama
Nyeri kaki kiri
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan nyeri di kaki
kiri setelah tertabrak sepea motor ketika hendak menyebrang. Pasien
dalam keadaan sadar. Pasien merasakan tungkai kiri nya nyeri,
bertambah ketika digerakkan, membengkak, dan terdapat luka lecet di
punggung kaki kiri. Tidak ada riwayat trauma kepala saat terjatuh.
 Riwayat Penyakit Dahulu
⁻ Trauma : disangkal
⁻ Gejala serupa : disangkal
⁻ Operasi sebelumnya : disangkal
⁻ Riw. Alergi obat : disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga


⁻ Hipertensi : disangkal
⁻ Diabetes Mellitus : disangkal
⁻ Riw. Alergi obat : disangkal

c. Primary Survey
 Airway : tidak ada gangguan jalan nafas
 Breathing : Pernafasan 18 x/mnt
 Circulation : Nadi 74 x/mnt
 Disability : GCS E4 V5 M6
 Exposure : Suhu 36,4 C
d. Secondary Survey
 Look
Deformitas (+): terdapat penonjolan abnormal dan angulasi
(+), tak tampak sianosis pada bagian distal lesi.
 Feel
Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,
kapiler refil < 2 detik (normal), arteri dorsalis pedis teraba lemah
dibandingkan bagian yang sehat.
 Move
Sakit bila digerakkan, gangguan persarafan tidak ada, tampak
gerakan terbatas (+), keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal
(karena terasa nyeri saat digerakkan).

e. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : N: 74 x/menit
RR: 18 x/menit
Suhu : 36,4oC (Axilla)

Status Generalis :
Kepala : Mesocepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-) , Sklera ikterik (-/-),
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), mukosa hiperemis (-/-),
konka
hipertrofi (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1
Telinga : Normotia, deformitas (-), serumen (-/-), sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), deviasi trakhea (-)
Thorax
Pulmo Dextra Sinistra
Depan
Ins Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Pal Stem fremitus ka = ki Stem fremitus ka = ki
Per Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Aus SD Vesikuler, Ronki (-), SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-) Wheezing (-)
Belakang
Ins Simetris statis dinamis Simetris statis dinamis
Pal Stem fremitus ka = ki Stem fremitus ka = ki
Per Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Aus SD Vesikuler, Ronki (-), SD Vesikuler, Ronki (-),
Wheezing (-) Wheezing (-)
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclavicula
sinistra
Perkusi : kesan: tidak ada pembesaran jantng
Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : defans muscular (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, metalic sound (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+)
Ekstrimitas superior inferior
Oedema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Gerak +/+ Sulit dinilai/+
Kekuatan 5/5 Sulit dinilai/5
Tonus N/N sulit dinilai /N
Refleks fisiologis +/+ +/+
Refleks Patologis -/- -/-
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Normal


Hemoglobin 10,6 12-16 gr%
Hematokrit 32,5 37-43 vol %
Lekosit 12,09 5-10 10^3/Ul
Trombosit 341 150-300^3/Ul
Eritrosit 4,19 4,00-5,00^6/Ul
Gran% 79,9 50-70%
Limfosit% 15, 25-40%
Monosit% 2,0 3-9%
Ureum 21 20-40
Creatinin 0,59 0,5-0,9
Gula Darah Sewaktu 143 70-150
CT 4” 2-8
BT 2” 1-3
 Foto Rontgen
Kesan ; Fraktur komplit di regio 1/3 medial os tibia dan fibula kiri,
aligment dan aposisi tulang kurang baik, pemendekan tulang (+)

f. Resume
Seorang anak berusia 4 tahun datang ke IGD RSUD Karanganyar
setelah tertabrak sepeda motor ketika akan menyebrang. Pasien merasakan
kaki kiri nya nyeri dan tidak dapat digerakkan.
Primary survey tidak terdapat kelainan. Secondary survey region
cruris terdapat deformitas dengan penonjolan abnormal dan angulasi
(+), Nyeri tekan (+), gerakan aktif dan pasif terhambat karena terasa nyeri
saat digerakkan.
g. Diagnosa Kerja
Closed Fracture 1/3 Medial os Tibia Fibula Sinistra
h. Penatalaksanaan
 Non operatif

Inj. Ceftriaxon 1gr/12jam (skin test)

Inj. Antrain 1 amp/ 12 jam

Inj. Ranitidin 1amp/12jam

 Operatif

Reposisi Terbuka dan Fiksasi Interna : ORIF


Kesan : Terpasang fiksasi internal, densitas logam di tibia dextra
dengan aligmnet normal, tidak tampak reaksi logam, garis lucent dari
fraktur (-),callus belum tampak

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1) ANATOMI TIBIA FIBULA


Os tibia merupakan os longum yang terletak di sisi medial region cruris.
Ini merupakan tulang terpanjang kedua setelah os femur. Tulang ini terbentang ke
proksimal untuk membentuk articulation genu dan ke distal terlihat semakin
mengecil.
Os fibula atau calf bone terletak sebelah lateral dan lebih kecil dari tibia.
Extremitas proximalis fibula terletak agak posterior dari caput tibia, dibawah
articulation genus dan tulang ini tidak ikut membentuk articulation genus.
Fascia cruris merupakan tempat perleketan musculus dan bersatu dengan
perosteum. Ke proximal akan melanjutkan diri ke fascia lata, dan akan melekat di
sekitar articulation genus ke os patella, ligamentum patellae, tuberositas tibiae dan
capitulum fibulae. Ke posterior membentuk fascis poplitea yang menutupi fossa
poplitea. Disini tersusun oleh serabut-serabut transversal yang ditembus oleh vena
saphena parva. Fascia ini menerima serabut-serabut tendo m.biceps femoris
femoris disebelah lateral dan tendo m. Sartorius, m.gracilis, m.semitendinosus,
dan m.semimembranosus disebelah medial. Ke anterior, fascia ini bersatu dengan
perosteum tibia serta perostenium capitulum fibulae dan malleolus fibulae. Ke
distal, faascia ini melanjutkan diri ke raetinaculum mm.extensorum superior dan
retinaculum mm. flexorum. Fascia ini menjadi tebal dan kuat dibagian proximal
dan anterior cruris, untuk perlekatan m.tibialis anterior dan m.extensor digitorum
longus. Tetapi, fascia ini tipis dibagian posterior yang menutupi m.gastrocnemeus
dan m.soleus. disisi lateral cruris, fascia ini membentuk septum intermusculare
anterius dan septum intermusculare posterius. Musculus di region cruris
dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu (a) kelompok anterior, (b) kelompok
posterior dan (c) kelompok lateralis.
Musculus di region anterior, yaitu M. tibialis anterior, m. extensor hallucis
longus,m. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius. Musculus regio
cruris posterior kelompok superficialis yaitu m. Gastrocnemius, m. Soleus, m.
Plantaris. Musculus regio cruris posterior kelompok profunda yaitu m. Popliteus,
m. flexor hallucis longus, m. flexor digitorum longus, m. tibialis posterior.
Musculus region cruris lateralis yaitu m. peroneus longus m. peroneus brevis.

2) FRAKTUR CRURIS
a. Definisi

Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia
dan fibula. Fraktur tertutup adalah suatu fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar.
Maka fraktur kruris tertutup adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, tulang rawan sendi maupun tulang rawan epifisis yang terjadi pada
tibia dan fibula yang tidak berhubungan dengan dunia luar. Fraktur kruris
merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada
tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama
pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah
dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah
kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.
b. Etiologi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1) Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan,
pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang dapat
patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti rusak. Bila
terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada
tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2) Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari, dan calon tentara yang jalan
berbaris dalam jarak jauh.
3) Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya
pada penyakit Paget).
4) Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam
tingkat yang berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau
oblik pendek, biasanya pada tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung,
salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit; cedera langsung
akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.
c. Klasifikasi fraktur tibia fibula

Klasifikasi fraktur pada tibia dan fibula:


1) Fraktur proksimal tibia
a) Fraktur Infrakondilus Tibia
Fraktur Infrakondilus tibia terjadi sebagai akibat pukulan pada
tungkai pasien yang mematahkan tibia dan fibula sejauh 5cm di bawah
lutut. Walaupun tungkai bawah dapat membengkak dalam segala arah,
namun biasanya terjadi pergeseran lateral ringan dan tidak ada tumpang
tindih atau rotasi. Fraktur tidak masuk ke dalam lututnya. Dapat dirawat
dengan gips tungkai panjang, sama seperti fraktur pada tibia lebih distal.
Jika fragmen tergeser, dapat dilakukan manipulasi ke dalam posisinya dan
gunakan gips tungkai panjang selama 6 minggu. Kemudian dapat
dilepaskan dan diberdirikan denganmenggunakan tongkat untuk menahan
berat badan.
b) Fraktur Berbentuk T
Terjadi karena terjatuh dari tempat yang tinggi, menggerakkan
korpus tibia ke atas diantara kondilus femur, dan mencederai jaringan
lunak pada lutut dengan hebat. Kondilus tibia dapat terpisah, sehingga
korpus tibia tergeser diantaranya. Traksi tibia distal sering dapat mereduksi
fraktur ini secara adekuat.
c) Fraktur Kondilus Tibia(bumper fracture)
Fraktur kondilus lateralis terjadi karena adanya trauma abduksi
terhadap femur dimana kaki terfiksasi pada dasar. Fraktur ini biasanya
terjadi akibat tabrakan pada sisi luar kulit oleh bumper mobil, yang
menimbulkan fraktur pada salah satu kondilus tibia, biasannya sisi lateral.
d) Fraktur Kominutiva Tibia Atas
Pada fraktur kominutiva tibia atas biasanya fragmen dipertahankan
oleh bagian periosteum yang intak. Dapat direduksi dengan traksi yang
kuat, kemudian merawatnya dengan traksi tibia distal.

2) Fraktur Diafisis

Fraktur diafisis tibia dan fibula lebih sering ditemukan bersama-sama.


Fraktur dapat juga terjadi hanya pada tibia atau fibula saja. Fraktur diafisis
tibia dan fibula terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan
menimbulkan fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma
rotasi akan menimbulkan trauma tipe spiral. Fraktur jenis ini dapat
diklasifikasikan menjadi:
a) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Orang Dewasa
Dua jenis cedera dapat mematahkan tibia dewasa tanpa mematahkan
fibula:
 Jika tungkai mendapat benturan dari samping, dapat mematahkan
secara transversal atau oblik, meninggalkan fibula dalam keadaan
intak, sehingga dapat membidai fragmen, dan pergeseran akan
sangat terbatas.
 Kombinasi kompresi dan twisting dapat menyebabkan fraktur oblik
spiral hampir tanpa pergeseran dan cedera jaringan lunak yang
sangat terbatas.

Fraktur jenis ini biasanya menyembuh dengan cepat. Jika


pergeseran minimal, tinggalkan fragmen sebagaimana adanya. Jika
pergeseran signifikan, lakukan anestesi dan reduksikan.
b) Fraktur Tertutup Korpus Tibia pada Anak-anak
Pada bayi dan anak-anak yang muda, fraktur besifat spiral pada
tibia dengan fibula yang intak. Pada umur 3-6 tahun, biasanya terjadi
stress torsional pada tibia bagian medial yang akan menimbulkan
fraktur green stick pada metafisis atau diafisis proksimaldengan fibula
yang intak. Pada umur 5-10 tahun, fraktur biasanya bersifat
transversaldengan atau tanpa fraktur fibula.
c) Fraktur Tertutup Pada Korpus Fibula
Gaya yang diarahkan pada sisi luar tungkai pasien dapat
mematahkan fibula secara transversal. Tibianya dapat tetap dalam
keadaan intak, sehingga tidak terjadi pergeseran atau hanya sedikit
pergeseran ke samping. Biasanya pasien masih dapat berdiri. Otot-
otot tungkai menutupi tempat fraktur, sehingga memerlukan sinar-X
untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Tidak diperlukan reduksi,
pembidaian, dan perlindungan, karena itu asalkan persendian lutut
normal, biarkan pasien berjalan segera setelah cedera jaringan lunak
memungkinkan. Penderita cukup diberi analgetika dan istirahat
dengan tungkai tinggi sampai hematom diresorbsi.
d) Fraktur Tertutup pada Tibia dan Fibula
Pada fraktur ini tungkai pasien terpelintir, dan mematahkan kedua
tlang pada tungkai bawah secara oblik, biasanya pada sepertiga
bawah. Fragmen bergeser ke arah lateral, bertumpang tindih, dan
berotasi. Jika tibia dan fibula fraktur, yang diperhatikan adalah
reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat
mudah terlihat dan dikoreksi. Perawatan tergantung pada apakah
terdapat pemendekan. Jika terdapat pemendekan yang jelas, maka
traksi kalkaneus selama seminggu dapat mereduksikannya.
Pemendekan kurang dari satu sentimeter tidak menjadi masalah
karena akan dikompensasi pada waktu pasien sudah mulai berjalan.
Sekalipun demikian, pemendekan sebaiknya dihindari.
3) Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki
d. Patofisologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar


tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah
ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di
namakan sindrom compartment.

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan


ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah. Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain :
nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang
perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi,
mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen


tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.
e. Pemeriksaan klinis

Kulit mungkin tidak rusak atau robek dengan jelas, kadang-kadang


kulit tetap utuh tetapi melesak atau telah hancur, dan terdapat bahaya
bahwa kulit itu dapat mengelupas dalam beberapa hari. Kaki biasanya
memuntir keluar dan deformitas tampak jelas. Kaki dapat menjadi memar
dan bengkak. Nadi dipalpasi untuk menilai sirkulasi, dan jari kaki diraba
untuk menilai sensasi. Pada fraktur gerakan tidak boleh dicoba, tetapi
pasien diminta untuk menggerakkan jari kakinya. Sebelum merencanakan
terapi, perlu dilakukan penentuan beratnya cedera.
Pada anamnesis dalam kasus fraktur kondilus tibia terdapat riwayat
trauma pada lutut, pembengkakan dan nyeri serta hemartrosis. Terdapat
gangguan dalam pergerakan sendi lutut. Pada fraktur diafisis tulang kruris
ditemukan gejala berupa pembengkakan, nyeri dan sering ditemukan
penonjolan tulang keluar kulit. Pada fraktur dan dislokasi sendi
pergelangan kaki ditemukan adanya pembengkakan pada pergelangan
kaki, kebiruan atau deformitas. Yang penting diperhatikan adalah
lokaliasasi dari nyeri tekan apakah pada daerah tulang atau pada ligament.

f. Diagnosis

Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi


anamnesis lengkap danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun
sangat penting untuk dikonfirmasikan denganmelakukan pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan danmenilai
secara objektif keadaan yang sebenarnya.

1) Anamnesa

Penderita biasanya datang dengan suatu trauma (traumatic fraktur),


baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan
ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di
daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi ditempat lain. Trauma dapat
terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah
raga. Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan,
gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi
atau datang dengan gejala-gejala lain.

2) Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:


 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum
tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul
dan abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit
Paget).

Pada pemeriksaan fisik dilakukan:


 Look (Inspeksi)
⁻ Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau
anterior), diskrepensi (rotasi,perpendekan atau
perpanjangan).
⁻ Bengkak atau kebiruan.

⁻ Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak).

⁻ Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat


jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh.
Kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan
fraktur, cedera itu terbuka (compound).

 Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita
biasanya mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
⁻ Temperatur setempat yang meningkat
⁻ Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam
akibat fraktur pada tulang.

⁻ Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus


dilakukan secara hati-hati.

⁻ Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa


palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior sesuai dengan anggota gerak yang terkena.
Refilling (pengisian) arteri pada kuku.

⁻ Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang


memerlukan pembedahan.

 Move (pergerakan)
⁻ Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
⁻ Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak
pada sendinya.

⁻ Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan


menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti
pembuluh darah dan saraf.

3) Pemeriksaan Penunjang

a) Sinar –X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai
adanya fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi
fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang
bersifat radiolusen untuk imobilisasi sementara sebelum
dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan
konfigurasi fragmen serta pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau
ekstra-artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada
tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.

Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan


ketentuan ´Rules of Two´:
 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada
film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus
dilakukan 2 sudut pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat
mengalami fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak
mungkin terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga
patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-
sendi diatas dan di bawah fraktur keduanya harus
disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan
diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera
akan bermanfaat.
 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera
pada lebih dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur
pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto
sinar-X pada pelvis dan tulang belakang.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit
dilihat, kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang,
pemeriksaan lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat
memudahkan diagnosis.
b) Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis
fraktur, tetapi perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau
tertutup, tulang mana yang terkena dan lokalisasinya, apakah
sendi juga mengalami fraktur serta bentuk fraktur itu sendiri.
Konfigurasi fraktur dapat menentukan prognosis serta waktu
penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan fraktur transversal
lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang kurang.
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada
sinar-X biasa.
Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya
cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional
sangat penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar. Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis
fraktur-tekanan yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

4) Penatalaksanaan Fraktur :
a) Non Operatif
 Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan
kaki dengan tarikan atau traksi.
 Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat
dirubah dengan gips dalam 7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4
minggu.
 Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan
pemeriksaan rontgen tiap 6 atau 8 minggu. Program
penyembuhan dengan latihan berjalan, rehabilitasi ankle,
memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat
mengembalikan ke fungsi normal
b) Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi,
yaitu:
 Absolut
⁻ Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga
memerlukan operasi dalam penyembuhan dan perawatan
lukanya.
⁻ Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk
memperbaiki jalannya darah di tungkai.

⁻ Fraktur dengan sindroma kompartemen.

⁻ Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki


mobilitas pasien, juga mengurangi nyeri.
 Relatif, jika adanya:
⁻ Pemendekan
⁻ Fraktur tibia dengan fibula intak

⁻ Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama

Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia


diantaranya adalah sebagai berikut:
 Fiksasi eksternal
1) Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien
dengan cidera multipel yang hemodinamiknya tidak stabil,
dan dapat juga digunakan pada fraktur terbuka dengan luka
terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang dibuat
bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan
trauma tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan
penyembuhan. Di bawah ini merupakan gambar dari fiksasi
eksternal tipe standar.
2) Ring Fixators
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov
yang menggunakan sejenis cincin dan kawat yang dipasang
pada tulang. Keuntungannya adalah dapat digunakan untuk
fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik
digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah
ini merupakan gambar pemasangan ring fixators pada
fraktur diafisis tibia.
3) Open reduction with internal fixation (ORIF)
Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis
tibia yang mencapai ke metafisis. Keuntungan
penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu gerakan
sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah
mudahnya terjadi komplikasi pada penyembuhan luka
operasi. Berikut ini merupakan gambar penatalaksanaan
fraktur dengan ORIF.
4) Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik
pada fraktur terbuka atau tertutup. Keuntungan cara ini
adalah mudah untuk meluruskan tulang yang cidera dan
menghindarkan trauma pada jaringan lunak.
 Amputasi
Amputasi dilakukan pada fraktur yang mengalami
iskemia, putusnya nervus tibia dan pada crush injury dari
tibia.
5) Komplikasi
 Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap
implant berupa internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien.
Infeksi juga dapat terjadi karena luka yang tidak steril.
 Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi
penyambungan tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh
adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
 Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk
menyatu setelah 5 bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti
usia, kesehatan umum dan pergerakan pada tempat fraktur.
 Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang
diakibatkan adanya defisiensi suplay darah.
 Kompartemen Sindrom
Kompartemen sindrom merupakan suatu kondisi dimana
terjadi penekanan terhadap syaraf, pembuluh darah dan otot
didalam kompatement osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali
terjadinya peningkatan tekanan interstisial, kurangnya oksigen dari
penekanan pembuluh darah, dan diikuti dengan kematian jaringan.
 Mal union
Terjadi pnyambungan tulang tetapi menyambung dengan
tidak benar seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau
kecacatan.
 Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.Gangguan ini
biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot tungkai
bawah
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat R, Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta: EGC.

Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA:


The McGraw-Hill Companies.

Solomon L, et al (eds). Apley’s system of orthopaedics and fractures. 9 th ed.


London: Hodder Arnold; 2010.

Anda mungkin juga menyukai