Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

Proliferative Diabetic Retinopathy ODS

Oleh:
Agustinus Evrianto Irawan
2118012023

Perceptor:
dr. Aryanti Ibrahim, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SMF BAGIAN MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Retinopati Diabetik/ Diabetic retinopathy (DR) adalah suatu mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil di
retina pada penderita diabetes mellitus. Dengan meningkatnya prevalensi
penyakit diabetes, maka prevalensi retinopati diabetik juga akan meningkat. DR
adalah penyebab utama gangguan penglihatan yang mempengaruhi sekitar 4,2
juta orang di seluruh dunia. Jumlah orang Amerika 40 tahun atau lebih tua
dengan retinopati diabetik diperkirakan mencapai 16,0 juta pada tahun 2050,
dengan retinopati diabetik yang mengancam penglihatan mempengaruhi sekitar
3,4 juta di antaranya. DR adalah beban kesehatan masyarakat utama dengan
biaya medis langsung yang mencapai $ 492 juta.

Retinopati akibat diabetes mellitus dapat berupa aneurisma, melebarnya vena,


perdarahan, dan eksudat lemak. Hiperglikemia kronik, hipertensi,
hiperkolesterolemia, dan merokok merupakan faktor resiko timbul dan
berkembangnya retinopati diabetes. Orang muda dengan diabetes mellitus tipe
I (dependen-insulin) baru mengalami retinopati sekitar 3 – 5 tahun setelah
awitan penyakit sistemik ini. Pasien diabetes mellitus tipe II (non dependen-
insulin) dapat sudah mengalami retinopati pada saat diagnosis ditegakkan dan
mungkin retinopati merupakan manifestasi diabetes yang tampak saat itu.

Retinopati diabetes merupakan penyulit yang penting dan sering menjadi


masalah kesehatan penyerta pada pasien diabetes mellitus. Insidensi penyakit
ini cukup tinggi yaitu mencapai 40 – 50 % dari penderita diabetes dan sering
terjadi pada usia produktif. Di Amerika Serikat, kebutaan akibat retinopati
diabetes mencapai 5000 orang per tahunnya, sedangkan di Inggris retinopati
diabetes merupakan penyebab kebutaan nomor empat dari seluruh penyebab
kebutaan. Prognosis penyakit ini kurang baik terutama bagi penglihatan. Di
Indonesia retinopati diabetikum merupakan masalah oftamologi komunitas,
retinopati diabetikum merupakan salah satu penyebab kebutaan tetapi tidak
sebanyak katarak. Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia setelah India, Cina
dan Amerika Serikat sebagai negara dengan penderita diabetes mellitus sebesar
8,4 juta pada tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta
penderita pada tahun 2030.

Retinopati diabetes diklasifikasikan menjadi dua yaitu retinopati diabetes


nonproliferatif dan proliferatif. Retinopati diabetes nonproliferatif ditandai
dengan terdapatnya mikroaneurisma, edema, eksudasi lipid, dan perubahan
pada pembuluh darah vena. Retinopati diabetes proliferatif ditandai dengan
neovaskularisasi, perdarahan retina, dan perdarahan vitreous.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS

Nama : Ny. N
Usia : 55 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Way Halim
Tanggal pemeriksaan : 28 Februari 2023
Tempat pemeriksaan : RS Mata LEC

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama: Mata kanan dan kiri buram secara perlahan tanpa disertai
mata merah sejak 5 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan:
Seperti melihat bayangan hitam yang melyang di kedua mata.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, pasien mengatakan penglihatan yang
semakin lama semakin menurun pada mata kanan dan kiri tanpa disertai
keluhan mata merah. Pengelihatan buram timbul secara perlahan dan semakin
lama semakin memburuk, pasien juga mengeluhkan seperti melihat bayangan
hitam yang melayang.

Pasien menggunaan kacamata baca atau plus sebelumya. Keluhan mual,


muntah, nyeri kepala, nyeri pada mata tidak ada. Pasien memiliki penyakit
Diabetes Mielitus yang terkontrol sejak 10 tahun yang lalu. Pasien rutin
menggunakan 2 jenis insulin yaitu lantus yang di gunakan 1 kali sehari dan
juga novarapid 3 kali sehari sebelum makan. Pasien merasa tidak nyaman
karena keluhan tersebut sehingga memutuskan untuk berobat ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien belum pernah memiliki keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa. Riwayat penyakit DM dan
Hipertensi pada Keluarga tidak ada.

2.3 STATUS GENERALIS

a. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 36,6oC
b. Status Generalis
Dalam batas normal

2.4 STATUS OFTALMOLOGI

OD OS

OD OS
3/60 PH↓ VISUS 2/60 PH ↓

Tidak dapat dikoreksi Koreksi Tidak dapat dikoreksi

Eksoftalmus (-),
Eksoftalmus (-),
endoftalmus (-), strabismus
endoftalmus (-), strabismus BULBUS OCULI
(-), nistagmus (-), pthisis
(-), nistagmus (-)
bulbi (+)
Ortoforia Posisi Ortoforia
Dalam batas normal SUPERSILIA Dalam batas normal
PALPEBRA
Edem (-), hiperemis (-) Edem (-), hiperemis (-)
SUPERIOR
PALPEBRA
Edem (-), hiperemis (-) Edem (-), hiperemis (-)
INFERIOR
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
PALPEBRA
KONJUNGTIVA
Injeksi (-) Injeksi (-)
FORNIKS
KONJUNGTIVA
Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
BULBI
Injeksi (-), ikterik (-) SKLERA Injeksi (-), Ikterik (-)
Jernih, arkus senilis (+) KORNEA Jernih, arkus senilis (+)
Jernih, dalam, hifema (-), CAMERA OCULI Jernih, dalam, hifema (-),
hipopion (-) ANTERIOR hipopion (-)
Coklat, pelebaran kripta (-), Coklat, pelebaran kripta (-),
IRIS
sinekia (-) sinekia (-)
Bulat, regular, sentral, Bulat, regular, sentral,
PUPIL
refleks pupil (+) refleks pupil (+)
Jernih LENSA Jernih
GERAKAN BOLA
Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah
MATA
Sama dengan pemeriksa LAPANG PANDANG Sama dengan pemeriksa
N+0/P TIO N+0/P

Segmen Posterior
Pada pemeriksaan funduskopi indirek ditemukan:
OD: red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ;
mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+), neovaskularasisai (-), edema makula
(-)
OS: red reflex (+), papil bentuk bulat berbatas tegas, CDR <0,3 ;
mikroaneurisma (+), Hemorrhage (+), neovaskularasisai (+), edema makula
(-)

2.5 PEMERIKSAAN ANJURAN

- Optical Coherence Tomography (OCT)


- Gula darah sewaktu, gula darah puasa, kadar HbA1C
-
2.6 DIAGNOSA KERJA

Proliferative Diabetic Retinopathy ODS

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Non Proliferative Diabetic Retinopathy


2. Retinopati hipertensi
3. Ablatio retina

2.8 PENATALAKSANAAN

– Edukasi pasien tentang penyakitnya dan rencana tindakan yang akan


diberikan
– Edukasi untuk menjaga pola hidup sesuai dengan anjuran dan rutin
mengonsumsi obat DM
– Rutin kontrol ke fasker layanan primer untuk mengontrol DM dan
– Rujuk ke spesialis mata untuk dilakukan tindakan : Laser ODS
2.9 PROGNOSIS

 Quo ad Vitam : ad bonam


 Quo ad Fungtionam : dubia ad malam
 Quo ad Sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Retina

Retina adalah membran tipis, halus dan tidak berwarna, tembus pandang yang

terdiri dari macam-macam jaringan seperti jaringan saraf dan jaringan

pengokoh yang terdiri dari serat-serat mueller, membran limitans interna dan

eksterna, dan sel-sel glia. Retina adalah bagian mata yang mengandung

reseptor yang menerima ransangan cahaya.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan

akhirnya di tepi ora serrata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5

mm di belakang garis Schwalbe pada sistem temporal dan 5,7 mm di belakang


garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan

membran Bruch, koroid, dan sklera. Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada

ora serrata dan 0.23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior

terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan sebagai daerah

pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil), yang

berdiameter 1,5 mm. Di tengah makula, sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus

optikus, terdapat fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang

merupakan pantulan khusus bila dilihat dengan opthlasmoskop. Fovea

merupakan jaringan zona avaskular diretina pada angiografi flourosensi.

Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisya lapisan inti luar dan tidak

adanya lapisan parenkim karena akson - akson sel fotoreseptor (lapisan serat

henle) berjalan oblik dan pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih

dekat ke permukaaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada

fovea, fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.

Secara histologis, lapisan-lapisan retina terdiri atas 10 lapisan, mulai dari sisi

dalam adalah sebagai berikut:

1. Membrana limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan


badan kaca.
2. Lapisan serabut saraf,yang mengandung akson – akson sel ganglion yang

berjalan menuju ke Nervus Optikus. Di dalam lapisan – lapisan ini terletak

sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari pada Nervus

Optikus.
4. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel

ganglion dalam sel amakrin dan sel bipolar.

5. Lapisan inti dalam, merupakan badan sel bipolar, amakrin dan sel

horizontal. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel

bipolar dan sel horizontal dengan fotoreseptor.

7. Lapisan inti luar, yang merupakan susunan lapis nukleus, sel kerucut dan

batang. Ketiga lapis di atas avaskuler dan mendapat metabolisme dari

kapiler koroid.

8. Membrana limitan eksterna, yang merupakan membram ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang

yang mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

10. Epitelium pigmen retina.

Gambar 2. Penampang histologis lapisan retina

Retina memperoleh vaskularisasi dari 2 sumber, yaitu khoriokapilaris dan

arteri retina sentralis. Khoriokapilaris berada tepat di luar membrana bruch,

memperdarahi sepertiga bagian luar retina. Sedangkan arteri retina sentralis


memperdarahi dua pertiga bagian sebelah dalam. Arteri retina sentralis berasal

dari cabang pertama arteri ophtalmika, menembus bola mata dibagian medial

bawah 12 mm sebelah optik nervus dibelakang bola mata. Setelah masuk ke

dalam bola mata, arteri retina sentralis bercabang dua (bifurcatio), yaitu cabang

superior dan inferior. Setelah percabangan pertama, pembuluh darah menjadi

arteriol dan kehilangan lapisan otot serta lamina elastik internanya. Arteriol

retina yang berada dilapisan serat saraf akan bercabang- cabang akhirnya

menjadi jaringan kapiler yang luas, yang terletak pada semua lapis retina dalam

sampai membrana limitan eksterna.

Arteriol berbeda dengan venula dari penampang yang bulat dan dindingnya

lebih tebal. Dinding kapiler terdiri dari suatu lapis endotel yang tidak terputus,

dikelilingi oleh selapise sel perisit yang terputus-putus. Ikatan endotel

pembuluh darah yang bersifat impermeabel merupakan sawar darah retina

bagian dalam (inner barrier), sedangkan sawar darah retina bagian luar

dibentuk oleh ikatan yang erat bagian lateral sel-sel epitel pigmen retina pada

zonula adherens dan zonula occludens (outer barrier).

Vena mengikuti distribusi arteri. Secara histologi vena terdiri dari lapisan

enotelial dan jaringan penunjang yang lebih tipis dibandingkan dengan arteri.

Pada tempat-tempat tertentu terjadi persilangan arteri dengan vena, dimana

70% arteri berada di atas vena. Pada persilangan arteri dan vena juga akan

dijumpai perselubungan (sheating) yang berasal dari tunika adventisia dari

pembuluh darah.
3.2 Fisiologi Retina

Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah

rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan

serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan.

Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan

untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di

fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel

ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan

yang paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel

ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks.

Akibat dari susunan seperti itu, makula digunakan untuk penglihatan sentral

dan warna (penglihatan fototopik), sedangkan bagian retina lainnya, yang

sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk

penglihatan perifer dan malam (skotopik).

Penglihatan skotopik seluruhnya diperantarai oleh fotoreseptor sel batang.

Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap ini, terlihat bermacam – macam

nuansa abu-abu, tetapi warna tidak dapat dibedakan. Suatu benda akan

berwarna bila benda tersebut mengandung fotopigmen yang menyerap panjang

gelombang tertentu dan secara selektif memantulkan atau menyalurkan

panjang gelombang tertentu di dalam spektrum sinar tampak (400 – 700 nm).

Penglihatan siang hari terutama oleh fotoreseptor kerucut, sore atau senja

diperantarai oleh kombinasi sel batang dan kerucut, dan penglihatan malam

oleh fotoreseptor batang.


3.3 Retinopati Diabetik
3.3.1 Definisi

Retinopati diabetik adalah kelainan retina akibat komplikasi dari

penyakit diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,

pedarahan dan eksudat lemak. Retinopati diabetik secara perlahan-lahan

akan menyebabkan kerusakan pada mata dengan terjadi kerusakan

pembuluh darah retina. Keadaan ini lama kelamaan akan menimbulkan

penglihatan buram dan kebutaan bahkan kebutaan secara permanen.

3.3.2 Epidemiologi

Retinopati diabetik sering ditemukan pada usia dewasa 20 sampai 74

tahun dan dapat menyebabkan kebutaan. Setelah 20 tahun, prevalensi

retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%. Di Amerika Utara,

3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami

kebutaan total.

3.3.3 Faktor Resiko

Faktor risiko retinopati diabetik yang paling utama adalah lamanya

pasien tersebut menderita penyakit diabetes. Tingginya kadar gula darah

dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan retina. Penglihatan

kabur adalah gejala yang paling sering ditemukan. Faktor risiko lainnya

yaitu kontrol tekanan darah, kontrol lipid darah, kehamilan, dan

merokok.

3.3.4 Patofisiologi

Komplikasi mikrovaskular pada DR dapat mengenai retina perifer,

makula atau keduanya, dengan tingak keparahan dimulai dari bentuk

non-proliferatif, preproliferatif hingga DR proliferatif. Pada tahap


proliferatif sudah terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru abnormal

atau neovaskularisasi. Mekanisme terjadinya komplikasi mikrovaskular

pada diabetes termasuk DR belum diketahui secara pasti. Namun

dipercaya bahwa keadaan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan

perubahan bikimiawi serta fisiologik, termasuk gangguan jalur poliol,

aktivasi protein kinace C (PKC), peningkatan ekspresi faktor

pertumbuhan vaskular (VEGF), peningkatan pembentukan advanced

glycation endproduct (AGEs) dan stress oksidatif. Perubahan-perubahan

tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah.

Perubahan vaskular retina lain termasuk hilangnya perisit dan penebalan

membran basal, yang menyebabkan lumen kapiler menyempit hingga

tersumbat, dan menyebabkan dekompensasi fungsi endotel yang

sedianya berfungsi sebagai sawar darah-retina internal.


Gambar 3. Patogenesis dan Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik

3.3.5 Gejala dan Tanda

Penderita retinopati diabetik sebagian besar pada tahap awal tidak

menunjukan gejala penurunan penglihatan. Mikroaneurisma, eksudat

lipid dan protein, edema serta perdarahan intraretina dapat ditemukan

jika terjadi kerusakan sawar darah retina. Selanjutnya akan terjadi oklusi

kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi dilapisan serabut

saraf retina sehingga terjadi hambatan transformasi aksonal. Hambatan

transformasi tersebut akan menimbulkan akumulasi debris akson yang

tampak sebagai gambaran soft exudat pada pemeriksaan oftalmoskopi.

Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati non proliferative.

Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah

baru, dan ini merupakan tanda patognomonik retinopati diabetik

proliferatif. Edema yang hebat pada makula, perdarahan masif

intravitreous, atau ablasi retinal traksional mengakibatkan kebutaan pada

diabetes melitus.

3.3.6 Klasifikasi

Secara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi :

1. Retinopati Diabetes Non-Proliferatif

Retinopati diabetes merupakan mikroangiopati proresif yang ditandai

dengan sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil. Kelainan awal

adalah penebalan dari membran basal endotel kapiler dan

berkurangnya jumlah perisit. Kelainan ini menyebabkan kapiler


membentuk kantong kecil yang disebut mikroaneurisma. Perdarahan

akan berbentuk seperti nyala api. Retinopati nonproliferatif terbagi

atas:

1) Retinopati nonproliferatif ringan: sedikitnya satu mikroaneurisma

2) Retinopati nonproliferatif sedang: mikroaneurisma jelas,

perdarahan intra retina, gambaran manik pada vena, dan atau

bercak-bercak cottton wool.

3) Retinopati nonproliferatif berat: gambaran maik pada vena.

Bercak-bercak cotton wool, dan kelainan mikrovaskular

intraretina.

2. Retinopati Diabetes Proliferatif

Kelainan ini merupakan komplikasi mata yang paling parah pada

diabetes melitus. Iskemia retina yang progresif akan merangsang

pembentukan pembuluh darah baruyang menyebabkan kebocoran

protein serum dan fluoresens dalam jumlah besar.

Retinopati diabetes proliferatif diawali dengan kehadiran pembuluh-

pembuluh baru pada diskus optikus (NVD) atau di bagian retina

manapun (NVE). Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi

ke permukaan posterior vitreus dan akan menimbul saat vitreus mulai

berkontraksi menjauhi retina. Kontraksi tersebut dapat menyebabkan

perdarahan vitreus yang masif dan penurunan penglihatan mendadak.


Gambar 4. Foto Fundus Pada Proliferative Diabetic Retinopathy

3. Edema Makula Diabetik

Makulopati diabetes bermanifestasi sebagai penebalan atau edema

retina setempat atau difus yang terutama disebabkan oleh kerusakan

sawar darah retina pada tingkat endotel kapiler retina, yang

menyebabkan terjadinya kebocoran cairan dan konstituen plasma ke

retina sekitarnya. Makulopati lebih sering dijumpai pada pasien

diabetes tipe 2 dan memerlukan penanganan segera.

3.3.7 Diagnosis

Retinopati diabetik didiagnosis berdasarkan atas hasil pemeriksaan foto

fundus. Pada pemeriksaan foto fundus terlihat adanya kekeruhan pada

media penglihatan, seperti pada kornea, lensa, dan badan kaca, serta

fundus okuli terutama retina dan papil saraf optik, dan merupakan

metode yang efektif dan sensitif,. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
OCT (Optical Coherence Tomography), bermanfaat dalam menentukan

dan memantau edema macula.

FFA (Fundus Flourescein Angiography) adalah pemeriksaan untuk

menentukan kelainan mikrovaskuler pada retinopati diabetik. Defek

pengisian yang besar pada jalinan kapiler menunjukan luasnya iskemia.

3.3.8 Penatalaksanaan

Tata laksana retinopati diabetik dilakukan berdasarkan tingkat

keparahan penyakit:

1. Retinopati diabetik nonproliferatif

Pada retinopati diabetik derajat ringan dilakukan evaluasi setahun

sekali, sedangkan nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema

makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12

bulan. Retinopati diabetik nonproliferatif derajat ringan-sedang

dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser

photocoagulation untuk mencegah perburukan. Pasien perlu

dievaluasi setiap 2-4 bulan, setelah dilakukan laser photocoagulation.

Pasien retinopati diabetik nonproliferatif derajat berat dianjurkan

untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila

kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati diabetik

proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan.


2. Retinopati diabetik proliferatif

Pada pasien retinopati diabetik proliferative harus segera dilakukan

Panretinal laser photocoagulation. Apabila terjadi retinopati diabetik

proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi focal

dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.

3.3.9 Prognosis

Prognosis pada retinopati diabetik pada mata yang mengalami edema

makuler dan iskemik yang memiliki prognosis yang lebih buruk dengan

atau tanpa terapi laser, daripada mata dengan edema dan perfusi yang

relatif baik.

3.3.10 Komplikasi

Berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi pada retinopati

diabetik:

1. Rubeosis iridis progresif

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.

Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai

penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering

adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi

pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan

membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara

radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body

dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat


pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat

dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat membrane fibrovaskular

ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior

perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan

intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang

intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada

penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada

pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah.

Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42% setelah

tindakan vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler

sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan

operasi.

2. Glaukoma neovaskular

Glaukoma neovaskular adalah glaukoma sudut tertutup sekunder

yang terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada

permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan

gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra

okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma

hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma

rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris

(rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)

merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina

akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang

paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada


awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil,

selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada

permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris

melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula

sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular

Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.

3. Perdarahan vitreus rekuren

Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.

Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada

retina hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak

mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah

mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran

perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel

termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau

keseluruhan badan vitreous. Gejalanya adalah perkembangan secara

tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan vitreous masih

sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya

mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi

direk secara jauh akan menampakkan bayangan hitam yang

berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih

sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah

banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah

pada ruang vitreous. Bila terdapat kekeruhan di dalam badan kaca

maka akan terjadi gangguan penglihatan. Gangguan ini dapat berupa


suatu bercak hitam yang mengapung dan bergerak (moscae

volitantes). Keadaan ini dapat disebabkan oleh setiap benda yang

menutupi masuknya sinar (jalan sinar) ke dalam bola mata.

Gejala subyektif yang paling sering ialah Fotopsia "Floaters".

Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya yang dilihat penderita

seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan cahaya tersebut

jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam waktu

beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redap

atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan

abnormal vitreus terhadap retina.

"Floaters" ialah kekeruhan vitreus yang sangat halus yang memberi

rangsang kepada retina dan dilihat penderita sebagai bayangan kecil

yang berwarna gelap dan turut bergerak bila mata digerakkan.

Bayangan kecil tersebut dapat berupa :

 Titik hitam

 Benang halus

 Cincin

 Lalat kecil dan sebagainya.

"Floaters" tidak memberikan arti klinik yang luar biasa, kecuali bila

"floaters" ini datangnya tiba tiba dan hebat, maka keluhan tersebut

patut mendapat perhatian yang serius, karena keluhan "floaters" ini

dapat menggambarkan latar belakang penyakit yang serius pula,

misalnya retina atau perdarahan di vitreus.


DAFTAR PUSTAKA

Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia: Jakarta.

Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit


FKUI.2005.9,21820.

Basic and Clinical Science Course. Retina and Vitreus Section 12. The Foundation
of The American Academy of Ophtalmology ; 2002

Kaji Y. Prevention of diabetic keratopathy. British Journal of Ophthalmology.


2005; 89: 254-255

Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic


Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and
Ageing: Australia

Sitompul Ratna. 2011. Retinopati Diabetik. J Indon Med Assoc. 2011;61:337-41.

Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi ke-14. Jakarta: Widya
Medika. 2000.211-4.

Anda mungkin juga menyukai