I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 68 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Makassar
No. Register : 033454
Tanggal pemeriksaan : 17 Oktober 2015
Rumah sakit : RSP
II. ANAMNESIS
KU : Penglihatan kabur pada kedua mata
AT : Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu, timbul secara perlahan-lahan,
kadang-kadang pandangan terasa gelap. Riwayat mata merah tidak ada,
air mata berlebihan tidak ada, kotoran mata berlebih tidak ada, gatal
tidak ada, nyeri tidak ada, silau ada, rasa mengganjal tidak ada, rasa
berpasir tidak ada, riwayat trauma tidak ada. Riwayat nyeri kepala,
riwayat demam tidak ada.
Riwayat diabetes mellitus ada, diketahui sejak 10 tahun lalu, tidak
berobat teratur, riwayat penyakit tekanan darah tinggi tidak ada, riwayat
pemakaian kacamata ada (kacamata baca), riwayat pengobatan
sebelumnya tidak ada, riwayat penyakit sama dalam keluarga tidak ada.
1
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 140/80 mmHg
- Nadi : 76 x/menit
- Pernapasan : 18x/menit
- Suhu : 36,6 C
OD
OS
2
Inspeksi
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Silia Normal Normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Tonometri
TOD = 14 mmHg
TOS = 11 mmHg
Visus
VOD : 20/150
VOS : 20/70
Campus Visual
3
Tidak dilakukan pemeriksaan.
Color Senses
Tidak dilakukan pemeriksaan.
Light Sense
Tidak dilakukan pemeriksaan.
Penyinaran Oblik
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Kornea Jernih Jernih
BMD Normal Normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, RC(+) Bulat, sentral, RC (+),
Lensa jernih keruh
Slit Lamp
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih
SLOS : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa keruh
Oftalmoskopi
4
FOD: Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR: 0,3 , A/V=2/3, macula
reflex fovea (-), tampak hard exudate di daerah macula, retina perifer
kesan tipis.
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR: 0,3, A/V=2/3, macula
reflex fovea (-), tampak blot, retina perifer kesan tipis.
RESUME
Wanita 68 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan penglihatan
kabur pada kedua mata dialami sejak ± 1 tahun yang lalu, timbul secara
perlahan-lahan, kadang-kadang merasakan ada pandangan gelap. Riwayat
diabetes mellitus (+) diketahui sejak 10 tahun lalu, tidak berobat teratur,
riwayat pemakaian kacamata (+) presbiop. Dari pemeriksaan oftalmologi,
didapatkan VOD : 20/150, VOS : 20/70. Pada pemeriksaan tonometri,
didapatkan TOD = 14 mmHg, TOS = 11 mmHg. Pada pemeriksaan Slitlamp,
SLOD : konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat
kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih. SLOS konjungtiva
hiperemis (-), kornea jernih, BMD normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat,
sentral, RC (+), lensa keruh.
FOD: Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas , CDR: 0,3 , A/V=2/3,
macula reflex fovea (-), tampak exudate di daerah macula, retina perifer
kesan tipis.
FOS : Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR: 0,3, A/V=2/3, macula
reflex fovea (-), tampak blot, retina perifer kesan tipis
VI. DIAGNOSIS
ODS Severe Non Proliferatif Diabetic Retinopathy + OS Katarak Senile
VII. PENATALAKSANAAN
Regulasi ketat gula darah
Diet DM
Rencana laser fotokoagulasi ODS
5
Konsul ke bagian endokrin metabolik
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia et malam
Quo ad Visam : Dubia et malam
Quo ad Comesticam : Bonam
IX. DISKUSI
Pasien ini didiagnosa sebagai retinopati diabetik karena dari anamnesis
didapatkan bahwa pasien mengalami penglihatan kabur pada kedua mata
sejak sejak ± 1 tahun yang lalu, timbul secara perlahan-lahan, semakin lama
semakin memberat terutama pada mata kanan, kadang merasakan ada
pandangan gelap. Riwayat diabetes mellitus (+) dirasakan sejak 10 tahun lalu
tidak berobat teratur. Dari pemeriksaan oftalmologi pemeriksaan inspeksi
ODS dalam batas normal, penyinaran oblik ODS dalam batas normal, palpasi
ODS dalam batas normal. Pada pemeriksaan visus didapatkan penurunan
visus, VOD : 20/150, VOS : 20/70. Pada slit lamp ODS dalam batas normal.
Tekanan intraokuler dalam batas normal.
Berdasarkan funduskopi okuli dextra FOD: Refleks fundus (+),
papil N.II batas tegas , CDR: 0,3 , A/V=2/3, macula reflex fovea (-), tampak
hard exudate di daerah macula, retina perifer kesan tipis. Menurut EDTRS
(The Early Treatment of Diabetic Retinopathy Study) funduskopi sesuai
dengan kriteria Severe Non Proliferatif Retionapathy Diabetik. Pada oculi
sinistra ditemukan FOS: Refleks fundus (+), papil N.II batas tegas, CDR: 0,3,
A/V=2/3, macula reflex fovea (-), tampak blot, retina perifer kesan tipis;
sesuai dengan klasifikasi EDTRS severe non proliferative retinopathy
diabetic.
6
RETINOPATI DIABETIK
I. Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebuataan dibanding nondiabetes. Diabetes mellitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.Perubahan
ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati
saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada
struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu
retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60%
pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua
decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah
atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien
retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang
ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early
Treatment Diabetik Retinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens
maupun progresifitas dari retinopati diabetik.(1,3)
II. Epidemiologi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering
dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health
Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada di urutan keempat
negara yang jumlah penyandang DM terbanyak. Jumlah ini akan mencapai 21,3
juta pada tahun 2030.(1)
7
Risiko menderita retinopati DM meningkat sebanding dengan semakin
lamanya seseorang menyandang DM. Faktor risiko lain untuk retinopati DM
adalah ketergantungan insulin pada DM Tipe II, nefropati, dan hipertensi.(1)
III. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses
radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma,
melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang
paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan
jumlah perisit. 1
IV. Anatomi
Bola mata adalah jaringan dengan struktur padat kenyal tekanan
tertentu di dalamnya dalam mempertahankan bentuk bola mata. Bola mata
terbagi atas tiga bagian, yakni lapisan luar (pars fibrosa), lapisan tengah (pars
vaskulosa), dan lapisan dalam (pars nervosa). Retina merupakan pars nervosa
dari bola mata berperan dalam fungsi penglihatan.6 Volume orbita biasa kira-
kira 30 ml dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. 4
8
Gambar 1. Anatomi Mata 2
Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata.2 Jaringan retina meluas dari diskus optik sampai ke ora serrata. Secara
umum, retina dibagi atas dua bagian, polus posterior dan retina perifer yang
dipisahkan oleh retina equator.6
9
cup fisiologis. Arteri sentral retina dan vena tampak melalui pusat dari
cup ini.6
Makula Lutea
Disebut juga bintik kuning (yellow spot), warna lebih merah dari
sekeliling fundus dan berada pada polus posterior temporal diskus
optik dengan diameter kira-kira 5,5 mm. Makula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang
mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea sentralis adalah
lekukan pada pusat bagian dari makula dengan diameter kira-kira 1,5
mm dan merupakan daerah paling sensitif dari retina. Pada pusat
fovea, tampak lebih terang yang disebut foveola (diameter 0,35 mm)
yang berada kira-kira 3 mm dari batas temporal diskus dan kira-kira 1
mm sepanjang meridian horizontal. Daerah kira-kira 0,8 mm dari
diameter foveola tidak ditemukan kapiler retina dan disebut sebagai
zona avaskular foveal.7
Kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea),
semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan)
dan penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahyaan
ruang yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola;
sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak,
kontras, dan penglihatan malam (skotopik). Ruang ekstraseluler retina
yang normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit
yang menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat
mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula).4,5
Retina perifer merupakan daerah yang mengelilingi secara
posterior dari ekuatur retina dan anterior dari ora serrata. Retina
perifer dapat dilihat dengan jelas mealui indirect opthalmoscopy.7
10
Ora Serrata
Adalah batas perifer ujung dari retina, daerah tersebut melekat pada
vitreus dan koroid.
A B
11
Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah (1) membran limitan
interna, (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju nervus optikus (3) lapisan sel ganglion (4) lapisan
pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar (6)
lapisan pleksiform luar, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8) membrane
limitan eksterna, (9) lapisan fotoreseptor batang dan kerucut (10) epitel
pigmen retina.2
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada
tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang
mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh
koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel
pembuluh darah koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.5
V. FAKTOR RISIKO
1. Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar
50% pasien menderita retinopati diabetik memiliki penyakit DM lebih
dari 10 tahun, risiko menjadi 70% setelah 20 tahun, dan risiko 90 %
setelah 30 tahun dari onset penyakit diabetes mellitus.
2. Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki (4:3).
12
3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan
dan perburukan retinopati diabetik.
4. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada DM tipe I
dan II. Studi juga menunjukkan bahwa tekanan darah diastolik yang
tinggi pada usia muda dapat memperburuk retinopati diabetik.
5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk,
kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
Sehinnga, pemeriksaan funduskopi bersifat esensial selama kehamilan.
Perubahan hormonal pada kehamilan dan kebutuhan pengontrolan
glukosa yang ketat juga memiliki asosiasi yang kuat dengan perburukan
derajat retinopati.
6. Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.
VI. ETIOPATOGENESIS
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat
gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang
berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik
dan protein kinase C.(1)
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan
produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa
gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane
basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.1
13
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam
deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat
menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang
terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel. 1
Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap
permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan
proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1
VII. PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor
dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung
pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang
menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut
fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada
kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari
luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit
dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada membrana sel
yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler retina adalah 1:1 sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit
berfungsi mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas,
membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta
mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai
barrier dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi
kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-
sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis membentuk barrier
yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil
14
termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis
penyakit kapiler retina.(1)
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik
dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi
endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel
perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima
proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukan
mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3)
penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru
(neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan
fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.1
15
Tabel 1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik1
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose
menyebabkan kerusakan sel. reduktase
inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema makula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor
DAG pada hiperglikemia. terhadap PKC
-Isoform
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, Induksi
menurun pada hiperglikemia. produksi
PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker,
ocreotide
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG=
diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF=
16
VIII. DIAGNOSIS
17
Nonproliferative Diabetic Retinopathy (NPDR)
Retinopati diabetik pada tahap dini disebut NPDR dan ditandai dengan
abnormalitas dari pembuluh darah berupa mikroaneurisma, perdarahan
intraretinal, dan cotton wool spots. Peningkatan permeabilitas vaskular retina yang
terjadi pada tahap ini atau selanjutnya pada retinopati akan mengakibatkan
penipisan retina (edema) dan penimbunan lemak (hard exudate).
18
Perdarahan retina (dot dan blot haemorrhages) dan perdarahan
superfisial (flame-shaped)
Hard exudates, berwarna kuning keputihan & mengkilat seperti
gambaran menggumpal atau sirsinar. Umumnya terlihat pada daerah
makula.
Edema retina, ditandai dengan retina yang tipis
Cotton-wool spots (jika >8, risiko tinggi menjadi PDR)
Abnormalitas vena, seperti gambaran manik-manik, menyimpul, dan
dilatasi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Dark-blot haemorrhages, menandakan perdarahan akibat infark retina.
19
Retinopati proliferatif
20
Clinically significant macular edema (CSME)
CSME terjadi akibat perubahan mikrovaskular akibat diabetes mellitus.
Penebalan pada basement membrane dan penurunan jumlah perisit sehingga
meningkatkan permeabilitas vascular yang menyebabkan plasma leakage yang
selanjutnya menyebabkan edema retina. 10
Clinically significant macular edema (CSME) berdasarkan Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) memiliki gambaran sebagai
berikut: 8
Tipisnya retina atau tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula kira-
kira ½ diameter diskus optik
Terdapat hard exudate atau tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula,
jika berhubungan dengan tipisnya retina yang berdekatan (bukan
merupakan sisa hard exudate setelah hilangnya retina yang menipis)
Suatu daerah atau daerah penipisan retina pada satu daerah diskus atau
lebih besar, bagian lain dimana tidak lebih dari satu diameter diskus.
21
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
Fotokoagulasi
Pembedahan fotokoagulasi laser merupakan teknik standar pada
penatalaksanaan retinopati diabetik. Umumnya, hal ini dianjurkan pada
pasien dengan diabetik retinopati high-risk, CSME, atau neovaskularisasi
pada sudut ruang anterior. Pasien dengan CSME seharusnya dilakukan
fotokoagulasi laser fokal, khususnya jika pusat dari makula terpengaruh atau
jika retina menipis / hard exudate yang sangat berdekatan dengan makula.7
22
sudut ruang anterior dengan cara laser untuk menghanguskan daerah perifer
fundus. Hal tersebut dapat dilakukan lebih dari satu kali. Fotokoagulasi
fokal dan grid digunakan pada penatalaksanaan diabetic macular edema.
Fotokoagulasi fokal menggunakan cahaya, membakar ukuran kecil pada
kebocoran mikroaneurisma di makula (menyerupai fotokoagulasi panretina
tapi efek terbakar yang lebih kecil) ke daerah timbulnya edema makula dari
kebocoran kapiler difusi atau tampak nonperfusi pada angiografi
fluoresensi.
Teknik Fotokoagulasi
Indikasi :
Retinopati diabetik proliferatif
dengan high risk
Neovaskularisasi pada iris
Pasien yang jarang mengontrol
retinopatinya
Sebelum operasi katarak/
capsulotomi
Gangguan ginjal
Ibu hamil
23
Indikasi :
Edema makula
A B
Gambar 10. A. Central Retinal Artry Oclusion (CRAO) dengan edema retina
akibat iskemia. B. CRAO dengan cherry-red spot di fovea
24
Hypertensive retinopathy : perdarahan retina superfisial dan flame-shaped,
khususnya pada polus posterior. Hal ini tergantung pada beratnya hipertensi,
soft exudate dan papil edema dapat terlihat.
A B
X. KOMPLIKASI 1,4,8
Rubeosis Iridis
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Komplikasi ini sering terjadi pada pasien PDR, dan jika memberat
dapat menyebabkan glaukoma neovaskular. Rubeosis iridis umumnya
terjadi apabila terdapat iskemi retina yang berat atau ablasio retina setelah
vitrektomi pars plana yang tidak berhasil.
Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
25
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi iris pada awalnya
terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan
akibat tekanan intra okular meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
KATARAK SENIL IMATURE
I. PENDAHULUAN
Pada umumnya sebagian besar penyebab katarak adalah usia tua atau
penuaan dan disebut juga sebagai katarak senil. Banyak juga faktor lain yang
terlibat, mencakup: trauma, toksisitas obat (steroid), penyakit metabolik (diabetes
dan hiperparatiroidisme) dan penyakit mata (uveitis dan ablasio retina).2
Katarak senil biasa juga disebut sebagai “ age-related cataract”, katarak ini
biasanya ditemukan pada usia di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun 90% individu
mengalami katarak senil. Secara morfologi, katarak senil terdiri dari dua bentuk,
yaitu kortikal (katarak lembek atau lunak) dan nuklear ( katarak keras).3
28
II. EPIDEMIOLOGI
Lensa tidak mempunyai pembuluh darah dan tetap tumbuh secara aktif
sepanjang kehidupan sekalipun sangat lambat.Lensa menerima suplai nutrisi dari
humor aquos yang membasahinya. Lensa ditutupi oleh suatu kapsul yang elastis
ini adalah alasan mengapa lensa cenderung pada keadaan sferis.6
29
Gambar 1. Struktur lensa bikonveks, berada pada fossa hyaloids dan membagi mata menjadi
segmen anterior dan posterior.1
30
Struktur lensa:3
1. Nukleus. Ini adalah bagian sentral yang memuat serat yang tua. Ini terdiri
dari zona- zona yang berbeda yang terletak dibawah selama proses
perkembangan. Pada penyinaran slit lamp, dapat terlihat sebagai zona yang
diskontinu. Tergantung pada periode dari perkembangan zona yang berbeda
dari nucleus lensa ini terbagi menjadi:
31
d. Nukleus dewasa. Berhubungan dengan serat lensa yang terbentuk setelah
masa remaja sampai dengan kematian.
2. Korteks. Ini adalah bagian perifer yang terdiri dari serat lensa yang masih
muda.
1. Serat yang berasal dari pars plana dan bagian anterior dari orra serrata.
Berjalan ke anterior untuk berinsersi pada anterior dari ekuator.
2. Serat yang berasal dari bagian anterior pada prosessus siliaris melintasi
bagian posterior untuk berinsersi dengan ekuator bagian posterior.
3. Kelompok ketiga dari serat ini melintas dari puncak prosessus siliaris
secara langsung masuk ke dalam untuk berinsersi pada ekuator
Metabolisme Lensa.1
Suplai makanan dari lensa berasal dari proses difusi humor aquos. Ini
menyerupai suatu struktur jaringan dengan humor aquos sebagai substratnya dan
bola mata sebagai wadah yang menyediakan suatu suhu yang konstan.
Metabolisme dan proses biokimia yang lebih detail melibatkan proses penuaan
yang kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti karena itu, tidak
memungkinkan untuk mempengaruhi perkembangan katarak dengan pengobatan.1
32
dan air pada lensa. Tipe transportasi ini diartikan sebagai “system pump-leak”
yang membuat transport aktif dari natrium, kalium, kalsium dan asam amino dari
humor aquos masuk ke dalam lensa sebagai suatu proses difusi pasif sepanjang
kapsul lensa posterior.Pemeliharaan keseimbangan (homeostasis) adalah penting
untuk kejernihan lensa dan ini sangat berkaitan erat dengan keseimbangan cairan.
Muatan air dari lensa normalnya stabil dan dalam keadaan seimbang dengan
humor akuos disekitarnya. Muatan air dari lensa berkurang seiring dengan
perjalanan usia, dimana isi dari protein lensa yang insoluble (albuminoid)
meningkat. Lensa menjadi lebih keras, kurang elastis, dan kurang transparan.
Suatu penurunan dalam kejernihan lensa yang berkaitan dengan usia adalah
sesuatu yang tidak dapat dihindari sama halnya dengan pengerutan kulit dan
rambut putih. Gambaran klinik dari penurunan kejernihan muncul pada 95 % dari
seluruh orang.Diatas umur 65 tahun. Porsi bagian tengah atau nukleus dari lensa
menjadi sklerosis dan sedikit kekuningan seiring dengan perjalanan usia.1
IV. ETIOLOGI
33
1. Herediter. ini memainkan peranan dalam insiden onset usia dan maturasi dari
katarak senil dalam berbagai famili yang berbeda.
3. Faktor diet. Kurangnya asupan protein, asam amino, vitamin (ribovlafin, Vit E,
Vit C) dan elemen esensial juga berperan pada onset dini dan maturasi
katarak senil.
4. Dehidrasi. Adanya keterkaitan dengan episode awal dari krisis dehidrasi yang
berat (karena diare, kolera, dan sebagainya) dan onset usia dan maturasi
katarak memberikan pengaruh.
5. Merokok. Merokok juga telah dilaporkan memberikan efek pada onset usia
katarak senil. Merokok menyebabkan akumulasi dari molekul berpigmen -3
hydroxykynurine dan Chromophores, yang menyebabkan
kekuningan.Cyanates dalam rokok menyebabkan carbamylation dan
denaturasi protein.
V. PATOGENESIS
34
air. Bagaimanapun, isi dari protein total dan distribusi kation-kation tetap
normal. Hal ini berkaitan atau tidak dengan deposisi pigmen urokrom dan
atau melanin yang berasal dari asam amino pada lensa. 3
VI. KLASIFIKASI
35
2. Maturitas atau kematangan.
3. Morfologi.
36
Klasifikasi katarak berdasarkan maturitas3
1. Katarak insipien. Dalam stadium ini, dapat ditemukan kekeruhan dengan area
yang jernih diantara dari kekeruhan tersebut.Dua perbedaan pada katarak
kortikal senil dapat dikenali pada stadium ini.3
37
Gambar 5 :kiri:katarak senil imatur,kanan: deskripsi katarak senil imatur3
38
kuning.Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks nukleus lensa
tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan
mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. “Shadow test” memberikan gambaran
pseudopositif. Akibat massa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat timbul
penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.3
39
Gambar 8. Katarak nuklear.1
b. water fissures: gambaran radial dari cairan yang mengisi celah terlihat
diantara serat lensa.
c. Pemisahan dari lamellar. Tidak sesering dengan celah air, ini terdiri dari
sebuah zona cairan diantara lamella (sering antara lamella bersih dan
serat kortikal).
40
Gambar 9. Kiri :Katarak kortikal sentral. Kanan: Katarak kortikal perifer 2
3. Katarak subkapsular posterior. Ini adalah bentuk khusus dari katarak kortikal
yang bermula dari aksis visual.Bermula sebagai kelompok kecil dari opasitis
granular. Bentuk katarak ini menyebar ke perifer dalam bentuk cakram.
Peningkatan opasitas ini melibatkan nukleus dan korteks.Perkembangannya
sangat cepat dan memperberat ketajaman visual. Penglihatan jarak jauh
memburuk secara signifikan berbanding penglihatan jarak dekat (bidang
dekat-miosis). Penggunaan obat tetes untuk melebarkan pupil dapat
meningkatkan ketajaman visual.1
41
A. Gejala subjektif
Kekeruhan dari lensa dapat hadir tanpa menyebabkan berbagai gejala, dan
dapat ditemukan dalam pemeriksaan mata rutin.Gejala umum dari katarak adalah:3
1. Silau. Satu dari gejala awal gangguan penglihatan pada katarak adalah silau
( glare), seperti sinar langsung dari matahari atau cahaya sepeda motor yang
datang menyinari. Tingkat dari silau akan bervariasi sesuai dengan lokasi dan
ukuran dari kekeruhannya.
2. Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari suatu objek). Ini sering merupakan
salah satu gejala awal. Ini terjadi karena refraksi irregular oleh lensa yang
menyebabkan berbagai indeks refraktif sebagai suatu proses dari katarak.
3. Lingkaran cahaya yang berwarna ( Coloured halos). Ini akan dirasakan oleh
beberapa pasien yang memberikan kerusakan sinar putih dalam spectrum
warna karena adanya tetesan air dalam lensa.
4. Titik hitam pada bagian depan mata. Titik hitam yang menetap akan dirasakan
oleh beberapa pasien.
5. Gambar kabur. Distorsi dari gambar dan penglihatan berkabut akan terjadi pada
stadium awal dari katarak.
42
kekeruhan. Penglihatan akan berkurang sampai hanya dapat mempersepsikan
cahaya dan proyeksi akurat dari sinar merupakan stadium dari katarak matur.
B. Gejala objektif
2. Pemeriksaan iluminasi oblik. Ini menampakan warna dari lensa dalam area
pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang berbeda.
5. Slit lamp. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada pupil yang berdilatasi
sempurna.Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap dari kekeruhan
(tempat, ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan nukleus).
43
Gambar 11.Iris shadow.A. katarak immature, B. Katarak matur
ISC: Immature senile cataract, MSC: Mature senile cataract, HMSC (M) Hypermature senile cataract (Morgagnian),
HMSC (S): Hypermature senile cataract (Sclerotic), PL: Perception of light, HM: Hand movements, FC: Finger
counting.3
Derajat kekerasan nukleus pada lensa yang katarak adalah penting untuk
mengatur parameter dari mesin pada ekstraksi katarak tekhnik
phacoemulsification. Kekerasan dari nucleus bergantung pada warnanya dalam
pemeriksaan slit lamp dapat diklasifikasikan pada tabel dibawah:3
44
Tabel 4: Derajat dari kekerasan nukleus pada biomikroskop slit lamp3
45
Nuclear opalesecence (NO) dan warna nuklir (NC) yang dinilai pada skala
desimal 0,1 sampai 6,9, didasarkan pada seperangkat enam foto standar. Katarak
kortikal (C) dan posterior subcapsular cataract (P) yang dinilai pada skala
desimal dari 0,1 sampai 5,9, berdasarkan satu set lima foto standar masing-
masing. Tidak seperti klasifikasi LOCS II, klasifikasi LOCS III mempersempit
skala interval, memungkinkan perubahan kecil dalam keparahan katarak untuk
diamati. Batas toleransi 95% untuk reproduktifitas dalam-kelas dan antara-kelas
juga menyempit dalam klasifikasi LOCS III.9
VIII. TERAPI
Apakah dengan operasi atau tidak terutama bergantung pada efek katarak
pada penglihatan pasien.Beberapa tahun yang lalu, dokter bedah menunggu
sampai katarak menjadi matur atau matang (ketika isinya menjadi cair) karena ini
membuat aspirasi dari isi lensa menjadi lebih mudah. Dengan kemajuan dalam
mikro surgery sekarang tidak lagi menunggu lama untuk katarak menjadi matur
dan pembedahan katarak dapat dilaksanakan pada berbagai stadium dengan resiko
yang minimal.9
Adalah indikasi yang paling sering untuk operasi katarak, walaupun kebutuhan
dari orang ke orang berbeda. Operasi di indikasikan hanya jika dan ketika
katarak berkembang ke level yang cukup untuk menyebabkan kesulitan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Indikasi medis.
46
fakomorfik. Operasi katarak untuk meningkatkan kejernihan dari media
penglihatan yang dibutuhkan dalam konteks proses patologi pada fundus
(contoh: retinopati diabetik) yang membutuhkan pengawasan atau penanganan
dengan laser fotokuagulasi.
3. Indikasi kosmetik.
Jarang dilakukan, seperti ketika katarak dalam keadaan matur. Dimana kebutaan
dihilangkan untuk mengembalikan pupil yang hitam
4. Informed consent pada pasien untuk hasil yang diharapkan dan komplikasi dari
operasi.
47
tahun dengan menggunakan enzim alpha-chymotripsyn (yang akan
menguraikan Zonula).ICCE telah dilakukan pengetesan dari waktu ke waktu
dan telah dilakkan secara umum sekitar 50 tahun yang lalu diseluruh dunia.
Saat ini indikasinya hanyalah untuk subluksasi dislokasi lensa. 3
Gambar 13. Teknik operasi ICCE + implantasi IOL pada bilik mata depan.A.
Jahitan pada muskulus rektus superior; B. Flap konjungtiva; C.
Membuat alur; D. Memotong bagian kornea-skleral; E. Iridektomi
peripheral; F. Ekstraksi kriolens;G&H. insersi IOL Kelman
multiflex pada bilik mata depan; I. Jahit kornea-skleral. 3
2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE) Pengeluaran isi lensa
(epithelium, korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior yang dirobek
(kapsulotomi anterior) dengan meninggalkan kapsul posterior. Indikasi saat
ini tekhnik ECCE adalah pilihan operasi untuk semua tipe dari dewasa
sampai anak-anak kecuali ada kontra indikasi. Kontra indikasi absolut untuk
ECCE adalah subluksasi dan dislokasi lensa yang nyata. 3
48
Gambar 14.Teknik operasi ECCE + implantasi IOL pada bilik mata belakang.A.
Kapsulotomi anterior dengan teknik Can-opener; B. Pengeluaran
kapsul anterior; C. Memotong bagian kornea-skleral; D. Pengeluaran
nukleus (metode pressure and counter-pressure); E. Aspirasi korteks;
F. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata belakang; G. Insersi
PCIOL superior haptic; H. Putar IOL; I. Jahit kornea-skleral.3
49
Gambar 15: Teknik operasi SICS.A. Jahit muskulus rectus superior; B. Flap
konjungtiva dan buka sclera; C,D&E. Insisi sclera eksterna dan
membuat insisi terowong; F. terowong sclerakornea dengan pisau
berbentuk bulan sabit; G. Insisi kornea interna; H. Side port entry;
I. CCC besar; J. Hydrodissection; K. Prolapsus nukleus pada bilik
mata depan; L. Irigasi nukleus dengan wire vectis; M. Aspirasi
korteks; N. Insersi inferior haptic IOL pada bilik mata depan; O.
Insersi superior haptic PCIOL; P. Putar IOL; Q. Reposisi dan
konjungtival flap.3
50
fibrator ultrasonik genggam untuk menghancurkan nukleus yang keras hingga
substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi melalui suatu insisi berukuran
sekitar 3 mm. ukuran insisi tersebut cukup untuk memasukkan lensa
intraokuler yang dapat dilihat. Jika digunakan lensa intraokuler yang kaku,
insisi perlu dilebarkan sekitar 5 mm. keuntungan yang dapat diperoleh dari
tindakan bedah insisi kecil adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali ,
menghindari penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi
kornea lebih rendah dan mengurangi peradangan intra okuler pasca operasi. 4
Gambar 17. Fakoemulsifikasi menggunakan getaran ultrasonik melalui insisi 2-3 mm.9
51
Implantasi Lensa Intra Okuler
Saat ini implantasi intraocular adalah metode pilihan untuk mengoreksi
afakia. Tipe utama dari lensa intra okuler dibagi berdasarkan metode fiksasi pada
mata.3
1. Lensa intra okuler bilik mata depan (anterior chamber IOL). Lensa ini
terdapat didalam bagian depan iris dan dipertahankan oleh sudut bilik mata
depan. Anterior chamber IOL (AC IOL) dapat dimasukkan setelah ECCE
atau ICCE.
2. Lensa iris-supperted. Lensa ini cocok digunakan pada iris dengan bantuan
jahitan, loop atau claw. Lensa ini jarang digunakan karena insiden
komplikasi post operatif yang tinggi.
3. Lensa intra okuler bilik mata belakang (Posterior Chamber IOL)
dimasukkan dibelakang iris. Lesa ini dipertahankan oleh sulcus siliaris
atau pada bagian dari kapsul.
Gambar 18. Jenis-jenis IOL: A, Kelman multiflex (IOL bilik mata depan); B, Singh & Worst’s iris
claw; C, IOL bilik mata belakang – Modified C-loop type).3
Indikasi implantasi IOL.Tren terbaru pada operasi katarak adalah untuk
melakukan implantasi IOL pada setiap kasus, jika tidak ada kontraindikasi.
IX. KOMPLIKASI
Komplikasi dari katarak
Fakoanafilaktik uveitis. Katarak hipermatur boleh menyebabkan
kebocoran protein lensa ke dalam bilik anterior. Protein ini boleh
bertindak sebagai antigen dan induce reaksi antigen-antibodi yang
seterusnya menyebabkan uveitis.3
52
Glaukoma ‘lens-induced’. Boleh terjadi disebabkan oleh mekanisme
yang berbeda.3
Katarak imatur (lensa intumescent) Glaukoma fakomorfik. Lensa
menerima cairan yang agak banyak selama perubahan kataraktous,
menyebabkan pertambahan ukuran. Ini mengganggu bilik anterior,
menimbulkan pupillary block dan sudut padat yang menyebabkan sudut
tertutup akut. Terapi adalah ekstraksi lensa bila tekanan intraokular sudah
terkendali secara medis.
Katarak hipermatur Glaukoma fakolitik. Beberapa katarak yang
telah lanjut boleh menyebabkan kebocoran pada kapsul lensa anterior yang
membolehkan protein lensa yang mencair masuk ke bilik anterior. Ini akan
menimbulkan reaksi inflamasi di bilik anterior, trabekular meshwork udem
dan obstruksi protein lensa yang seterusnya menyebabkan kenaikan yang
akut pada tekanan intraokular. Ekstraksi lensa adalah terapi definitif
setelah tekanan intraokular sudah ditangani secara teratur dan terapi
intensif steroid topikal sudah menurunkankan inflamasi intraokular.
Subluksasi atau dislokasi lensa. Ini boleh terjadi disebabkan oleh
degenerasi zonules pada stadium hipermatur.3
1. Komplikasi Intraoperatif :
Perdarahan suprakoroid. Perdarahan intraoperatif yang berat dapat
menyebabkan penurunan penglihatan yang serius dan permanen9.
53
Perforasi okuli. Jarum yang tajam digunakan untuk berbagai
bentuk anestesi intraokuler, dan perforasi bola mata sangat kecil
kemungkinannya. Bentuk modern dari anestesi okuler telah
menggantikan banyak teknik jarum tajam9.
Iridodialisis. Iridodialisis adalah satu keadaan dimana iris robek
yang diakibatkan oleh manipulasi jaringan intraokuler. Kerusakan
pada iris diakibatkan oleh insersi dari phaco tip atau IOL.
Cyclodialisis. Satu keadaan dimana korpus siliaris lepas dari
insersinya pada sklera yang juga diakibatkan oleh manipulasi
bedah pada jaringan tisu intraokuler.
Conjungtival Ballooning. Terjadi pada kasus operasi yang
menggunakan teknik insisi pada konjuktiva atau peritomi, dimana
cairan irigasi dapat berkumpul di bawah konjuktiva dan kapsula
Tenon dan mengakibatkan konjuktiva membengkak. Keadaan ini
akan menganggu operasi karena cairan yang terkumpul akan
menghasilkan refleksi dari cahaya mikroskop yang akan
menganggu operator.
Ablasio membran Descement. Keadaan ini akan mengakibatkan
pembengkakan pada stromal. Komplikasi ini diakibatkan apabila
instrumen atau IOL dimasukkan dan dapat juga diakibatkan oleh
cairan irigasi yang dimasukkan dekat lapisan stromal kornea dan
membran descement.
Ruptur kapsul posterior dan hilangnya cairan vitreus. Jika kapsul
yang lembut rusak selama pembedahan atau ligament yang halus
(Zonula) yang menahan lensa menjadi lemah, kemudian cairan
vitreus akan prolaps ke bilik mata depan. Komplikasi ini berarti
bahwa lensa intraokuler tidak dapat dimasukkan dalam
pembedahan, pasien juga dalam resiko tinggi ablasio retina post
operatif.
2. Komlikasi early post operatif :
54
Endophtalmitis infeksi. Infeksi yang merusak ini terjadi sangat
jarang ( sekitar 1 dalam 1000 operasi) tapi dapat menyebabkan
penurunan penglihatan berat yang permanen. Banyak kasus infeksi
post operatif timbul dalam 2 minggu post operasi biasanya pasien
datang dengan riwayat penurunan penglihatan dan mata merah
yang sangat nyeri. Ini adalah kegawatdaruratan mata. Infeksi
derajat rendah dengan pathogen seperti Propioniobacterium dapat
menyebabkan pasien datang dalam beberapa minggu setelah
operasi dengan uveitis refraktori.
Edema kornea. Komplikasi ini terjadi akibat kombinasi dari trauma
mekanikal, operasi yang lama, inflamasi, dan peningkatan IOP.
Uveitis. Peradangan post operatif lebih sering terjadi dalam
berbagai tipe mata. Sebagai contoh pada pasien dengan riwayat
diabetes atau penyakit radang mata sebelumnya.
3. Komplikasilate post operatif :
Ablasio retina. Ini adalah komplikasi post operatif yang serius dan
jarang terjadi, tetapi lebih sering terjadi pada pasien miop setelah
komplikasi intra operatif.
Kesalahan refraktif setelah operatif. Banyak operasi bertujuan
untuk membuat pasien menjadi emetrop atau sedikit miop, tetapi
pada kasus yang jarang kesalahan biometrik dapat terjadi atau
suatu lensa intraokuler dengan kekuatan yang salah digunakan.
Edema makular cystoids. Akumulasi cairan pada macula selama
post operatif dapat menurunkan visus pada minggu-minggu
pertama setelah operasi katarak berhasil dilakukan. Pada banyak
kasus, ini dapat diobati dengan penanganan radang post operasi.
Glaukoma. Peningkatan tekanan intraokuler secara persisten akan
membutuhkan penanganan post operatif.
Kekeruhan kapsul posterior. Bekas luka dari bagian posterior dari
kantung kapsul, dibelakang lensa intraokuler terjadi pada lebih dari
20% pasien. Laser kapsulotomi akan dibutuhkan. 9
55
X. PROGNOSIS
]DAFTAR PUSTAKA
56
1. Lang, Gerhard K. Opthalmology A Short Textbook. In: Lens. Thieme Stuttgart
: New York. 2000.p.165-179.
2. Ming, Arthur. Color atlas of Opthalmology. Third edition. World
science;2001.p. 51-59.
3. Khurana AK, editor. Comprehensive Ophthalmology. In: Diseases of the lens.
4th Edition. New Delhi: New Age International; 2007.p.167-201.
4. Harper RA, Shock JP. Lensa. In: Oftalmologi Umum. Edisi 17. London:
EGC;2012.p. 169-176.
5. Pujiyanto, T. Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian
Katarak Senil. Tesis Magister. Semarang: Universitas Diponegoro;
2004.hal.1-15.
6. Galloway NR, Galloway PH, Browning AC, editors. Common Eye Disease
and Their management. 3rd Edition. London: Springer; 2006.p.80-90.
7. Riordan P, Witcher J. In: Vaughan & Asbury’s General Ophtalmology 17th
Edition. London: Lange; 2007.
8. Olver J, Cassidy L. Cataract Assesment. In: Ophtalmology at a glance. India:
Blackwell science; 2005.p.72-7
9. Chylack L.T, Wolfe J.K, Singer D.M dkk, The Lens Opacities Classifications
System III, Archives of Ophthalmology, Vol 111, Juni, 1993.p. 831-836
10. Khalilullah, Said. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak Senilis.
Desember 2010 [cited 27 July 2013]. Available :
padmanaba.web.id/file/patologi-pada-katarak1.pdf
57