PENDAHULUAN
1
Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior
dan inferior, kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai
penonjolan kecil pada kantus medial. Setelah itu, air mata akan mengalir ke
dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan kecil pada permukaan
orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus nasolakrimalis dan bermuara
pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal, duktus ini memiliki
panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran pada dinding medial
orbita.3
2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat
tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat
adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1,2
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa di atas
1,2
40 tahun, terutama perempuan dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70
tahun.2 Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan
perempuan.2 Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan kecuali bila
didahului dengan infeksi jamur.1
2
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.
2.6 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak
biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang
dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya polip hidung.1
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan
air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media
pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.1
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis 4. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain:
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.
3
2.7 Gejala Klinis
Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
(epifora) yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian
depan. Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar
sampai ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.1
Pada dakriosistitis kronis gejala klinis yang dominan adalah lakrimasi
yang berlebihan terutama bila terkena angin. Dapat disertai tanda-tanda inflamasi
yang ringan, namun jarang disertai nyeri. Bila kantung air mata ditekan akan
keluar sekret yang mukoid dengan pus di daerah punctum lakrimal dan palpebra
yang melekat satu dengan lainnya.1
Pada dakriosistitis kongenital biasanya ibu pasien akan mengeluh mata
pasien merah pada satu sisi, bengkak pada daerah pangkal hidung dan keluar air
mata diikuti dengan keluarnya nanah terus-menerus. Bila bagian yang bengkak
tersebut ditekan pasien akan merasa kesakitan (epifora).6
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih belum
bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang
digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis
adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test.
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator.
Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan
anel test. 1,2,4
4
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna
fluorescein 2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan
kedua mata dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.1
5
dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang
terganggu. 1,2,4
Gambar 3. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
Sumber: http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan
lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk menentukan letak
obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara memasukkan sonde ke dalam
saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator,
kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa
masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.1,4
6
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab
obstruksi pada dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk
mendeteksi adanya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.2
b. Hordeolum
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Dikenal
bentuk hordeolum internum dan eksternum. Horedeolum eksternum merupakan
infeksi pada kelenjar Zeiss atau Moll. Hordeolum internum merupakan infeksi
kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus. Gejalanya berupa kelopak yang
bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah dan nyeri bila ditekan.
Hordeolum eksternum atau radang kelenjar Zeis atau Moll akan menunjukkan
penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak. 1
2.10 Terapi
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
7
amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin
0,5% atau azithromycin 1%) 7 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 1.
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering 1,7. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga
merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa 7. Untuk
mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau
ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian
antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam 7. Bila terjadi abses dapat
dilakukan insisi dan drainase 1. Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat
diterapi dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus
nasolakrimal dapat diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang
lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk
mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat
suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal
dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR merupakan
prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat pangkal
hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal dengan
menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.7
8
Gambar 6. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal
Sumber: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System, American Academy of
Ophtalmology
9
Kelainan pada kantong air mata :
- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis
2.11 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terjadi abses kelopak mata, ulkus,
bahkan selulitis orbita.1
10
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi
tersebut di antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen
superior os.maxilla, hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik
pascaoperasi yang tampak jelas.8
2.12 Prognosis
Tingkat keberhasilan dakriosistorinostomi eksternal adalah sekitar 95 %.
Dakriosistorinostomi intranasal memiliki tingkat keberhasilan sedikit lebih
rendah, karena ketidakmampuan untuk membuat ostium yang lebar.
Dakriosistorinostomi dengan laser memberikan angka morbiditas yang rendah.
Namun, tingkat keberhasilan tampaknya menjadi sekitar 80-85 %. Balon
dakriosistoplasti juga merupakan prosedur yang berguna pada pasien tertentu dan
pada pasien yang gagal dakriosistorinostomi utama. Flora konjungtiva telah
ditunjukkan untuk menormalkan beberapa minggu setelah
dacryocystorhinostomy.2
11
BAB 3. PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
8. D Chen, J Ge, L Wang, Q Gao, P Ma, N Li, D-Q Li, Z Wang. A simple
and evolutional approach proven to recanalise the nasolacrimal duct
obstruction. Br J Ophthalmol 2009;93:1438-1443.
13