Anda di halaman 1dari 16

Dakriosistitis Akut OD pada Dewasa

Pendahuluan
Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi dan
drainase air mata. Glandula lakrimal terbentuk dari ektodermal yang banyak terdapat
dibagian anterior supero-lateral orbita. Bagian ini bercabang dan mempunyai kanal
membentuk duktus alveoli. Glandula lakrimal ini sangat kecil dan tidak berfungsi sempurna
hingga 6 minggu setelah kelahiran. Ini menjelaskan kenapa pada bayi baru lahir tidak
memproduksi air mata walaupun menangis.
Pada penghujung minggu kelima dari kehamilan, jalur nasolakrimalis membentuk alur
yang terletak diantara nasal dan bagian penonjolan maxilla. Pada bagian dasar dari alur,
duktus nasolakrimalis ini terbentuk dari bagian ektoderm linear yang tebal. Terdapat bagian
solid yang terpisah dari bagian ektoderm dan terbentuk dalam mesenkim. Bagian ini
berkanalisasi membentuk duktus nasolakrimalis dan sakkus nasolakrimal pada bagian ujung
kranialnya.1
Kelainan sistem lakrimal sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala kronis dengan
morbiditas bermakna. Kelenjar lakrimal normalnya menghasilkan sekitar 1,2l air mata per
menit. Sebagian hilang melalui evaporasi. Sisanya dialirkan melalui sistem nasolakrimal. Bila
produksi air mata melebihi kapasitas sistem drainase, air mata yang berlebih akan mengalir
ke pipi. Ini dapat disebabkan oleh: Iritasi permukaan mata, misalnya karena benda asing pada
kornea, infeksi, atau blefaritis; dan oklusi pada bagian manapun di sistem drainase.
Keluhan yang sering ditemukan pada penderita dengan kelainan sistem lakrimal ialah
mata kering, lakrimasi dan epifora.2,3 Lakrimasi ialah kelebihan produksi air mata yang
disebabkan oleh rangsangan kelenjar lakrimal. Mata kering disebabkan oleh kurangnya
produksi air mata. Keadaan ini dapat disebabkan oleh sikatris yang terdapar pada
konjungtiva, oleh karena trakoma, trauma kimia, erythema multiforme yang menyumbat
kelenjar lakrimal dan sindrom Sjorgen. Epifora ialah keadaan dimana terjadi gangguan sistem
ekskresi air mata. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kelainan posisi pungtum lakrimal,
jaringan sikatriks pada pungtum, paresis atau paralisis otot orbikularis okuli yang

menyebabkan berkurangnya efek penghisapan dari kanalikuli lakrimal, benda asing dalam
kanalikuli, obstruksi duktus nasolakrimal dan sakus lakrimal.
Dakriosistitis merupakan peradangan sakus lakrimal. Biasanya peradangan ini dimulai
oleh terdapatnya obstruksi duktus nasolakrimalis. Obstruksi ini pada anak-anak biasanya
akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal sedang pada orang dewasa akibat tertekan
salurannya.4

Pembahasan
Anamnesis
Hal paling utama yang harus dilakukan oleh seorang dokter adalah anamnesis. Yaitu
menyanyakan keadaan pasien sebelum datang ke rumah sakit (RS). Apa saja keluhan yang
dirasakannya dan dapat menempatkan rasa empati dengan benar, serta mendapatkan
kepercayaan pasien sehingga pasien dapat menceritakan semua yang dirasakannya tanpa
menutup-nutupi apa yang dia alami.
Apabila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diajak berbicara mengenai
penyakitnya, maka anamnesis ini dapat dilakukan oleh orang terdekat atau orang yang
mengantarkan pasien ke tempat praktek atau unit gawat darurat (UGD) yang disebut dengan
allo anamnesis.
Sangat penting untuk mendapatkan anamnesis yang akurat, karena dari anamnesis,
dokter dapat mengetahui gejala-gejala yang dialami pasien sehingga dapat mengenali lebih
lagi penyakit apa yang dialami oleh pasien.
Anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:
-

Identitas pasien.
Keluhan utama : pada skenario, pasien datang ke poliklinik dengan keluhan

benjolan dimata kanan


Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dengan keluhan benjolan dimata kanan
disertai dengan mata keluar air mata terus menerus, nyeri bila benjolan ditekan.

Dirasakan sejak 6 hari yang lalu.


Riwayat penyakit dahulu: pernah mangalami hal ini 2x sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Riwayat sosial ekonomi

Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik ditemukan:


Tanda-tanda vita : Normal
Pemerikasaan visus ODS : 20/20
Inspeksi OD:
- Tampak benjolan kemerahan di tepi nasal.
- Palpebra OD: Normal
- Konjungktiva : Normal
- Kornea : Normal
- Lensa : Normal
- TIO : 12 mmHg
Palpasi OD:
- Nyeri tekan (+) dan keluar nanah
Inspeksi dan palpasi OS : Normal
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk
memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus nasolakrimalis adalah dye dissapearence test,
fluorescein clearance test dan John's dye test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat
warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa letak obstruksinya
dapat digunakan probing test dan anel test.
Dye dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein
2% pada kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat
dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran
seperti di bawah ini.4

Gambar 4. Terdapat obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri5

Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai
mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip
beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan

menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis
tidak mengalami obstru ksi.7
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien
yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna
fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain
dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang
dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada
Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus
lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat
dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau
bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu. 7

Gambar 5. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II8

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata
dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe
yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.7

Gambar 6. Anel Test9

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang juga memiliki peranan penting dalan penegakkan diagnosis
dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada
dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG)
dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada
sistem drainase lakrimal.6

Gambar 7. Probing Test9

Diagnosis Banding4
1. Dakrioadenitis
Dakrioadenitis adalah radang pada kelenjar lakrimal. Penyakit ini jarang dan dapat
dalam bentuk unilateral atau bilateral. Dakrioadenitis dapat berjalan akut atau kronis.
infeksi akut dan kronis dapat terjadi akibat:

Virus; parotitis, herpes zoster, virus ECHO, visrus sitomegali. Pada anak dapat terlihat

sebagai komplikasi infeksi kelenjar air liur, campak, influenza.


Bakteri; staphlococcus aureus, streptokok gonokok.
Jamur; histoplasmosis, aktinomises, blastomikosis, nokardiosis, sporotrikosis.
Sarkoid dan idiopati.
Umumnya pasien akut datang dengan keluhan sakit didaerah glandula lakrimal yaitu
dibagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata bengkak,
konjungtiva kemotik dengan belek. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan
memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikuler.
Pada keadaan menahun terdapat gambaran yang hampir sama dengan keadaan akut
tetapi tidak disertai rasa nyeri. Pengobatan pada dakrioadenitis biasannya dimulai
dengan kompres hangat, antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan

insisi.
2. Stenosis dan obstruksi duktus nasolakrimal
Penyumbatan duktus nasolakrimal dapat diakibatkan tertutupnya membran di daerah
meatus inferior pada neonatus. Pada bayi obstruksi ini terjadi akibat kelainan bawaan,
sedangkan pada orang dewasa disebabkan oleh dakriolit dan dapat terjadi akibat
dakriosistitis.
Pasien datang dengan keluhan epiforia sehingga mengakibatkan blefaritis akibat air
mata yang bersifat basa merangsang kelopak bawah.
Pengobatannya dengan melakukan probing (pemasokan) atau bila terjadi residif
dilakukan dakriosistorinostomi.
Diagnosis Kerja
Dakriosistitis
Dakriosistitis adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran
nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal
adanya polip hidung.4
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis 5,
yaitu:
a. Akut

Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan


kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis dan
penyebaran infeksinya.
b. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan terjadinya
infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
c. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga sangat
tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita, abses otak,
meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat berhubungan dengan
amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan obstruksi jalan napas.
Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis dan biasanya hanya ditandai
dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan perkembangan.

Gambar 2. Dakriosistitis Akut5

Gambar 3. Dakriosistitis Kongenital5

Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis:

Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau koloni

jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.


Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus maksilaris.
Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif.
Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi
pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-Staphylococcus merupakan penyebab
utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram
negatif, Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya dakriosistitis akut
dan kronis.4
Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak sering
disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa sering disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus -haemolyticus. Pada literatur ini, juga
disebutkan bahwa dakriosistitis kronis sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.2

Epidemiologi
Infeksi dari sakus lakrimalis adalah penyakit umum yang biasanya terdapat pada bayi
atau wanita pasca menopause. Peradangan dan infeksi dari sakus lakrimal paling sering
terjadi pada dua kelompok umur, yaitu anak-anak dan dewasa 40 tahun ke atas. Frekuensi
penderita lebih banyak ditemukan pada usia 50-60 tahun. Dakriosistitis jarang terdapat pada
golongan usia pertengahan kecuali sesudah trauma. Pada anak-anak khususnya yang baru
lahir paling sering terjadi kongenital dakriosistitis. Pada dakriosistitis infantile, tempat
stenosis biasanya pada valvula hasner. Tiadanya kanalisasi adalah kejadian umum (4-7% dari
neonatus), namun biasanya duktus itu membuka secara spontan dalam bulan pertama. Hasil
studi juga menunjukkan bahwa angka 70-83% kasus didapatkan pada wanita. 11
Anatomi Sistem Lakrimalis
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimalis dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis, sakus
lakrimalis, dan meatus inferior. Kelenjar lakrimalis terletak pada bagian lateral atas mata
yang disebut dengan fossa lakrimalis. Bagian utama kelenjar ini bentuk dan ukurannya mirip
dengan biji almond, yang terhubung dengan suatu penonjolan kecil yang meluas hingga ke
bagian posterior dari pappebra. Dari kelenjar ini, airmata diproduksi dan kemudian dialirkan
melalui 8-12 duktus kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior
dan di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan kelopak
mata.12

Gambar 1. Kelenjar Lakrimalis dan Sistem12

Selanjutnya, air mata akan dialirkan ke dua kanalis lakrimalis, superior dan inferior,
kemudian menuju ke punctum lakrimalis yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus
medial. Setelah itu, air mata akan mengalir kedalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai
cekungan kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal bagian inferior. Dalam keadaan normal,
duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah saluran dinding medial
orbita.12

Patofisologi
Awalnya terjadi peradangan pada sakus lakrimalis adanya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimalis, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan
pada salurannya, misalnya adanya polip hidung.4
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan penumpukan air mata,
debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang merupakan media pertumbuhan yang
baik untuk pertumbuhan bakteri.

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis.7 Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar

hanyalah air mata yang berlebihan.


Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau

purulent tergantung pada organisme penyebabnya.


Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.

Gejala Klinis
Gejala utama dakriosistitis adalah berair mata dan belekan (bertahi mata). Peradangan
berupa pembengkakan, merah dan nyeri, biasanya disertai dengan pembengkakan kelenjar
pre-aurikuler, submandibular serta demam ringan. Kadang-kadang kelopak mata dan daerah
sisi hidung membengkak. Gejala dakriosistitis akut ialah epifora dan regurgitasi pada
penekanan daerah sakus lakrimal. Pada stadium lanjut dapat dapat terjadi komplikasi berupa
fistula. Apabila terdapat erosi kornea misalnya karena trauma, maka erosi akan berkembang
menjadi ulkus kornea.2

Gbr.3 Pembesaran sakus lakrimal


mata kanan pada dakriosistitis akut13

Penatalaksanaan

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan kompres
hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering. 4 Amoxicillin dan
chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6 jam) juga merupakan pilihan antibiotik
sistemik yang baik untuk orang dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan
analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah sakit
dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8 jam. Bila terjadi abses
dapat dilakukan insisi dan drainase.4 Dakriosistitis kronis pada orang dewasa dapat diterapi
dengan cara melakukan irigasi dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat
diperbaiki dengan cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.
Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk mengurangi angka
rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada dakriosistitis adalah
dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini dibuat suatu hubungan langsung
antara sistem drainase lakrimal dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada
kantung air mata. Dulu, DCR merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan
melalui kulit di dekat pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik
endonasal dengan menggunakan scalpel bergagang panjang atau laser.14

Gambar 8. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal

Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan


dengan dakriosistorinostomi eksternal. Adapun keuntungannya yaitu, (1) trauma minimal dan
tidak ada luka di daerah wajah karena operasi dilakukan tanpa insisi kulit dan eksisi tulang,
(2) lebih sedikit gangguan pada fungsi pompa lakrimal, karena operasi merestorasi pasase air
mata fisiologis tanpa membuat sistem drainase bypass, dan (3) lebih sederhana, mudah, dan
cepat (rata-rata hanya 12,5 menit).
Kontraindikasi pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan
kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia yang ekstrim
(bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele atau fistula lakrimalis. Beberapa
keadaan yang menjadi kontraindikasi absolut antara lain:

Kelainan pada kantong air mata :


- Keganasan pada kantong air mata.
- Dakriosistitis spesifik, seperti TB dan sifilis
Kelainan pada hidung :
- Keganasan pada hidung
- Rhinitis spesifik, seperti rhinoskleroma
- Rhinitis atopik
Kelainan pada tulang hidung, seperti periostitis

Gambar 9. Teknik Dakriosistorinostomi Internal

Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air mata
sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata, ulkus, bahkan selulitis
orbita.4
Komplikasi juga bisa muncul setelah dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di
antaranya adalah perdarahan pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla,
hematoma subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas
Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi
kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat
jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.7
Kesimpulan
Dakriosistitis adalah adalah peradangan pada sakus lakrimalis akibat adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Dapat disebabkan karena adanya obstruksi atau infeksi bakteri.
Biasanya bakteri penyebab utama dari dakriosistis akut adalah Staphilococcus aureus.
Biasanya pada anak-anak dan wanita yang usianya lebih dari 40 tahun. Jadi kesimpulan dari
kasus ini berdasarkan gejala yang ditunjukkan wanita 43 tahun ini menderita dakriosistitis
akut.

Daftar Pustaka

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Structure and function of the external eye and
cornea. In: Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Development, anatomy and physiologi of
the lacrimal secretory and drainage system. Singapore: American Academy of
Ophthalmology; 2007. p.259-264
2. Vaughan Daniel. Oftalmologi umum. Widya Medika: Jakarta; 2000.p.78
3. James Bruce. Oftalmologi. Penerbit Erlangga: Jakarta; 2006.p.124
4. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-5. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta;2014.p.107-9
5. Gilliland, G.D. 2009. Dacryocystitis. [serial online]. Diunduh dari
http://www.emedicine.com/. Tanggal 21 Maret 2015
6. Diunduh dari http://www.djo.harvard.edu. Tanggal 21 Maret 2015
7. Mamoun, Tarek. 2009. Chronic Dacryocystitis. [serial online]. http://
eyescure.com/Default.aspx?ID=84. Tanggal 21 Maret 2015
8. Diunduh dari http://drlaurasanders.com/topics/102-Evaluation/. Tanggal 21 Maret
2015
9. Manual for Eye Examination and Diagnosis 7th Edition
10. Lang Gerhard. Ophtalmology, A Pocket Textbook atlas, second edition. Stuttgart, New
York. 2006
11. Pitts R Crick, Tee P Khaw. A Textbook of Clicical Ophthalmology, 3rd edition. World
Scientifis Publishing. Singapore;2003.p.27-29
12. Ellis, Harold. 2006. Clinical Anatomy, A Revision and Applied Anatomy for Clinical
Students Eleventh Edition. Massachusetts, USA : Blackwell Publishing, Inc .

13. StLukesEye. Dacrycystitis. St.Lukes Cataract & Laser Institute. Available From:
www.StLukesEye.com
14. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition. [serial online].
http://www.revoptom.com/. Tanggal 21 Maret 2015

Anda mungkin juga menyukai