Anda di halaman 1dari 10

Dakriosistitis OD pada Wanita 43 Tahun

Yunita Verayanti Siokh


102012056, B3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Email : yunita.siokh@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Sistem ekskresi air mata terdiri dari punctum, kanalikuli, saccus lakrimalis dan ductus
nasolakrimalis. Pada penyakit dakriosititis terjadi infeksi saccus lakrimalis yang pada
umumnya terdapat pada bayi atau wanita pascamenopause, paling sering unilateral dan selalu
sekunder akibat obstruksi duktus nasolakrimalis. Pada banyak kasus dewasa, penyebab
obstruksi itu tidak diketahui. Dakriosistitis jarang pada golongan usia pertengahan, kecuali
sesudah trauma atau disebabkan oleh suatu dakriolit. Penyembuhan spontan terjadi sesudah
dakrolitnya lepas, tetapi biasanya kambuh lagi.1
Berikut ini merupakan contoh kasus, seorang wanita 43 tahun datang ke poliklinik
dengan keluhan benjolan ditepi mata kanan. Keluhan disertai dengan mata keluar air mata
terus menerus, nyeri bila ditekan. Keluahan ini sudah berlangsung selama 6 hari. Pasien
pernah mengalami hal ini 2x sebelumnya. Dalam makalah ini akan di bahas mulai dari
anmnesis, pemeriksaan, diagnosis sampai cara pengobatan.1

Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis apabila keadaan memungkinkan, apabila
keadaan tidak memungkinkan untuk bertanya langsung pada pasien, dapat dilakukan
alloanamnesis terhadap keluarga yang mendampingi pasien.2
1. Identitas pasien
Nama lengkap pasien, umur,tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pendidikan,agama,
pekerjaan,suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama pasien : benjolan di tepi mata kanan. Keluhan disertai dengan mata
keluar air mata terus-menerus, nyeri bila benjolan di tekan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan benjolan muncul ? munculnya mendadak atau perlahan-lahan ?
Lokasinya dimana ? satu mata/ dua mata ?
1

Apakah ada tanda-tanda radang ? (merah, bengkak, nyeri, panas)


Apakah matanya keluar air mata-terus menerus? Kalo kena angin gimana ?
Warna air matanya apa ?
Apakah penglihatannya menjadi buram atau kabur ?
Apakah pasien sedang menggunkan kacamata ?
Apakah pasien ada keluahan lain seperti kepala pusing, demam dan sebagainya ?
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya pernah sakit seperti ini ?
Apakah pasien punya riwayat polip hidung , sinusitis frontal, deviasi septum akibat
trauma hidung ?
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah dkeluarga pasien ada yang sakit seperti ini ?
6. Riwayat sosial
Apakah pasien sering menjaga kebersihan mata ?
Apakah pasien mencuci tangan sebelum menyentuh mata ?

Pemeriksaan Fisik
Beberapa pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk dakriosititis antara lain
pemeriksaan visus pada mata kanan dan mata kiri dimana didaptkan hasilnya 20/30 ODS.
Bila pasien tidak dapat melihat snellen chart maka dapat lakukan finger counting test, hand
movement test, light projection test.2
Selanjutnya lakukan pemeriksaan segmen anterior yang terdiri dari palpebra yang
didapati pada pasien palpebranya normal, konjungtiva juga normal, kornea, pupil, refleks
cahaya, camera okuli anterior, lensa. Pada periksaan inspeksi tanpak benjolan kemerahan di
bagian tepi nasal mata. Pada saat palpasi terdapat nyeri tekan dan keluar nanah. Pemeriksaan
funduskopi hasilnya normal, lapang pandang juga normal. Kemudian di lanjutkan
pemeriksaan tekanan intra okuler yang didapatkan hasilnya adalah 12 mmHg.2

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test dan John's dye test. 3
Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan
untuk memeriksa letak obstruksinya dapat digunakan probing test dan anel test. 3 Dye
dissapearance test (DDT) dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada
kedua mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata dilihat dengan slit
lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan memperlihatkan gambaran seperti di
bawah ini.1,3
2

Gambar 1. Dye dissapearance test (DDT)


Fluorescein clearance test dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata yang dicurigai
mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Setelah itu pasien diminta berkedip
beberapa kali dan pada akhir menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan
menyekanya dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus nasolakrimalis
tidak mengalami obstruksi.1,3
Jones dye test juga dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal.
Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada Jones Test I, mata pasien
yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna
fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain
dimasukkan ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang
dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada
Jones Test II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak
didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus
lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada kapas, maka dapat
dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan
tidak ada zat warna hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.1,3

Gambar 2. Irigasi mata setelah ditetesi fluorescein pada Jones dye test II
3

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata ke
dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan. Hal ini menunjukkan
bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal. Pemeriksaan lainnya adalah probing test.
Probing test bertujuan untuk menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata
dengan cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe
yang bisa masuk panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal, tapi jika
yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.3

Gambar 3. Anel Test.


Pemeriksaan penunjang lain juga memiliki peranan penting dalan penegakkan
diagnosis dakriosistitis. CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada
dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan. Dacryocystography (DCG)
dan dacryoscintigraphy sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan anatomi pada
sistem drainase lakrimal.4

Diagnosis Kerja
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan gejala klinis
yang timbul maka wanita berumur 43 tahun ini menderita Dakriosistitis OD. Dakriosistitis
adalah peradangan pada sakus lakrimal karena adanya obstruksi duktus nasolakrimal.
Obstruksi ini pada anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal

sedangkan pada orang dewasa akibat tertekannya saluran lakrimal misalnya adanya polip
hidung.1,3,4
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, dakriosistitis dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis.1,3,4
1. Akut
Pasien dapat menunjukkan morbiditasnya yang berat namun jarang menimbulkan
kematian. Morbiditas yang terjadi berhubungan dengan abses pada sakus lakrimalis
dan penyebaran infeksinya.
2. Kronis
Morbiditas utamanya berhubungan dengan lakrimasi kronis yang berlebihan dan
terjadinya infeksi dan peradangan pada konjungtiva.
3. Kongenital
Merupakan penyakit yang sangat serius sebab morbiditas dan mortalitasnya juga
sangat tinggi. Jika tidak ditangani secara adekuat, dapat menimbulkan selulitis orbita,
abses otak, meningitis, sepsis, hingga kematian. Dakriosistitis kongenital dapat
berhubungan dengan amniotocele, di mana pada kasus yang berat dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas. Dakriosistitis kongenital yang indolen sangat sulit didiagnosis
dan biasanya hanya ditandai dengan lakrimasi kronis, ambliopia, dan kegagalan
perkembangan

Diagnosis Banding
A. Dakrioadenitis
Peradangan kelenjar lakrimal yang jarang di temukan dan dapat dalam bentuk
unilateral dan bilateral. Dakriodenitis dapat berupa akut dan kronis yang dapat di sebabkan
oleh virus berupa parotitis, herpes zoster, virus ECHO dan sitomegali pada anak dapat terlihat
sebagai komplikasi infeksi kelenjar air liur, campak dan influenza. Bila di sebabkan oleh
bakteri dapat berupa bakteri staphylococcus aureus, streptokokus gonokok. Dakrodenitis
dapat terjadi akibat infeksi retrograd konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan
reaksi radang pada kelenjar lakrimal. Bila disebakan oleh jamur dapat berupa histoplasmosis,
aktinomises, blastomikosis, nokardiosis dan sporotrikosis.1,3
Pada pasien dakriodenitis akut umumnya mengeluh sakit di daerah glandula lakrimal
yaitu di bagian temporal atas rongga orbita disertai dengan kelopak mata yang bengkak,
konjungtiva kemotik dengan blekan. Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan

memberikan sakit dengan pembesaran kelenjar preaurikuler. Bila kelopak mata di balik
tampak pembengkakan berwarna merah di bawah kelopak mata atas temporal.1,3
Pada pasien menahun terdapat gambaran yang hampir sama dengan keadaan akut
tetapi tidak di sertai rasa nyeri. Apabila pembengkakan cukup besar, bola mata akan
terdorong ke bawah nasal tetapi jarang terjadi ptosis.1,3
B. Obstruksi Duktus Nasolakrimal
Penyumbatan duktus nasolakrimal dapat di akibatkan tertutupnya membran didaerah
meatus inferior pada neonatus. Pada bayi obstruksi ini terjadi akibat kelainana bawaan.,
sedang pada orang dewasa disebabkan oleh dakrolit dan dapat terjadi akibat dakriosistitis.
Pasien akan mengeluah epifora sehingga mengakibatkan blefaritis akibat air mata yang
bersifat

basa

merangsang

kelopak

mata

bawah.

pengobatan

dengan

melakukan

probing(pemasokan) atau bila terjadi residif dilakukan dakriosistorinostomi.1,3

Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolakrimalis.4
a. Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium, atau
koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
b. Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
c. Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
d. Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip
Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Pada
bayi infeksi kronik menyertai obstruksi dari duktus nasolakrimalis, tetapi dakriosittis akut
pada bayi jarang terjadi. Pada anak dakriosistitis akut terjadi karena infeksi haemophilus
influenzae. Dan harus segera di terapi karena dapat menimbulkan selulitis orbita.1,3
Pada orang dewasa dakriosistitis akut disebabkan oleh staphylococcus aureus atau
kadang-kadang streptococcus B hemolitycus. Pada dakriosistiti kronik organisme
dominannya adalah streptococcus pneumoniae dan jarang candida albicans. Penyebab infeksi
dapat ditemukan secara mikroskopik dengan pemulasan sediaan hapus yang di ambil setelah
memeras saccus lakrimalis.1,3

Epidemologi
6

Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak atau orang dewasa berumur 40 tahun,
terutama perempuan. Dakriosistitis pada bayi yang baru lahir jarang terjadi, hanya sekitar 1%
dari jumlah kelahiran yang ada dan jumlahnya hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Jarang ditemukan pada orang dewasa usia pertengahan, kecuali apabila didahului oleh infeksi
jamur.3,4

Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi pada
duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-anak biasanya akibat tidak
terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan pada orang dewasa akibat adanya penekanan
pada salurannya, misal adanya polip hidung. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat
menimbulkan penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.1,3,4
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis.1,3,4 Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
a. Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang keluar
hanyalah air mata yang berlebihan.
b. Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen, atau
purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
c. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk suatu
kista.

Gejala Klinis
Gejala utama dakriosistitits adalah berair mata dan blekan(bertahi mata). Pada bentuk
akut di daerah saccus lakrimal terdapat gejala radang, sakit, bengkak, kemerahan, demam dan
nyeri tekan, serta substansi purulen dapat di peras dari saccus. Pada yang kronik tanda satusatunya ialah mata yang sering berair yang bertambah bila kena angin. Substansi mukoid
biasanya dapat diperas keluar dari saccus.1,3
Yang menarik adalah dakriosistitis ini jarang di sertai komplikasi konjungtivitis
walaupun saccus konjungtivalis terus-menerus bermandikan pus(nanah) yang keluar dari
7

punctum lakrimal. Dakriosistitis kronik meningkatkan resiko terjadinya endopthalmitis


pascaoperasi katarak.1,3

Penatalaksanaan
Pengobatan dakriosistitis adalah dengan melakukan pengurutan daerah sakus sehingga
nanah bersih dari dalam kantung dan kemudian diberi antibiotik lokal dan sistemik. Bila
terlihat fluktuasi dengan abses pada sakus lakrimal maka dilakukan insisi. Bila kantung
lakrimal telah tenang dan bersih maka dilakukan pemasokan pelebaran duktus nasolakrimal.
Bila sakusnya tetap meradang dengan adanya obstruksi duktus nasolakrimal maka dilakuikan
tindakan pembedahan dakriosistorinostomi atau operasi toti.1,3
a. Pengobatan dakriosititis pada anak atau neonatus
Pengurutan kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat diberikan antibiotik atau
tetes mata, sulfonamid 4-5x sehari. Bila perlu dapat dilakukan probling ulangan.
b. Pengobatan dakriosistitis akut pada dewasa
Kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup sering.
Antibiotik yang sesuai, baik sistemik maupun lokal. Bila terjadi abses dapat dilkukan
insisi dan drainase.
c. Pengobatan dakriosititis kronik pada dewasa
Dilakukan irigasi dengan antibiotik, bila ada penyumbatan menetap perbaiki
sumbatan duktus nasolakrimal dengan cara dakrosistorinostomi bila keadaan radang
sudah tenang.

Komplikasi
Pada dakriosistitis dapat terjadi komplikasi bila pusnya pecah sehingga dapat terjadi
fistel sakus lakrimal, abses pada kelopak mata, ulkus, dan selulitis orbita. Adanya
dakriosistitis merupakan kontra indikasi untuk melakukan tindakan bedah membuka bola
mata seperti operasi katarak, glaukoma karena dapat menimbulkan infeksi intraokuler seperti
endoftalmitis ataupun panoftalmitis.5

Prognosis

Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi terjadi


kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat, sehingga
prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi, jika dilakukan pembedahan baik itu
dengan dakriosistorinostomi eksternal atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat
jarang terjadi sehingga prognosisnya dubia ad bonam.5

Kesimpulan
Dakriosistitis adalah suatu infeksi pada kantong air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Bentuk spesial dari inflamasi pada saccus
lacrimalis adalah dakriosistitis kongenital, dimana patofisiologinya terkait erat dengan
embryogenesis sistem eksresi lakrimal. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering terkena
dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan tertinggi pada
usia 60-70 tahun.

Daftar Pustaka
1. Riordan P, Eva, Whitcher P. Vaughan and asbury general opthamology. Ed 17. Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2009. hal 90-1.
2. Gleadle J. At glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Penerbit Erlangga ;
3.

2006.
Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5 . Jakarta : Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia ; 2014. hal 107-8.


4. Utama H. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI ; 2008.

5. Chern CK, Saidel AM. Ophthalmology review manual. Ed 2. Philadelpia : Lippincott


Williams & Wilkins ; 2012.

10

Anda mungkin juga menyukai