Anda di halaman 1dari 27

Penyakit Infeksi yang di Tularkan oleh Vektor

Nyamuk

Nama : Yunita Verayanti Siokh


Nim : 112015264

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSU Rajawali Yayasan Kemanusiaan Bandung
Periode 15 Agustus 2016 22 oktober 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas kehendakNya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul Penyakit Infeksi yang di Tularkan oleh Vektor Nyamuk (Penyakit
Infeksi Virus Dengue, Demam Chikungunya, Malaria dan Infeksi Virus Zika).

Referat ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun referat ini
sangat terbatas, penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa maupun
sistematika penulisannya. Untuk itu kritik dan saran pembaca yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dr. Rita Tresnawati, Sp.A, dr. H. Raddy Irmawan, Sp.A, dr. Monique Christianty, Sp.A,
MKes. selaku dokter pembimbing di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Rajawali
Yayasan Kemanusiaan Bandung.
Akhir kata penulis berharap kiranya referat ini dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa
menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan pada
umumnya, dan khususnya tentang masalah Penyakit Infeksi yang di Tularkan oleh Vektor Nyamuk
(Penyakit Infeksi Virus Dengue, Demam Chikungunya, Malaria dan Infeksi Virus Zika).

Bandung, September 2016


Penulis

Daftar Isi
Kata Pengantar .......................................................................................................................... 2
Pendahuluan .............................................................................................................................. 4
Pembahasan .............................................................................................................................. 5
Demam Berdarah Dengue ........................................................................................................ 5
Demam Chikungunya ...............................................................................................................15
Malaria.......................................................................................................................................16
Infeksi Virus Zika .....................................................................................................................22
Penutup ......................................................................................................................................25
Kesimpulan ................................................................................................................................25
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 26

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang
biak sehinggga menimbulkan gejala penyakit. Infeksi juga dapat di sebut asimptomatik, apabila
mikroorganisme gagal dan menyebabkan cedera yang serius terhadap sel dan jaringan normal. Penyakit
infeksi dapat ditularkan atau di transmisikan melalui vektor, contohnya seperti vektor nyamuk. 1
Vektor merupakan arthropoda yang dapat menularkan, memindahkan atau menjadi sumber
penularan penyakit pada manusia. Di Indonesia, penyakit penyakit yang ditularkan melalui serangga
merupakan penyakit endemis pada daerah tertentu, seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), malaria,
infeksi virus zika dan Chikungunya yang ditularkan melalui vektor nyamuk. Penularan penyakit pada
manusia melalui vektor penyakit berupa serangga dikenal sebagai arthropod - borne diseases atau sering
juga disebut sebagai vector borne diseases. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan
lingkungan secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor maupun
tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat. Penyakit infeksi yang ditularkan
oleh nyamuk misalnya infeksi virus dengue, malaria, demam chikungunya dan infeksi virus zika di
indonesia masih menjadi masalah kesehatan.1

BAB II
PEMBAHASAN
Infeksi Virus Dengue
Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh arthropod borne
viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan limfadenopati. Demam
berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak
ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti yang menimbulkan beberapa gejala, salah satunya gejala demam tinggi. 1

Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm
dan mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN2,DEN-3 dan DEN-4.1
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty
merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang
ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.1
Patofisiologi
Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DD dengan
DBD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah, penurunan volume plasma,
terjadinya hipotensi, trombositopenia, serta diatesis hemoragik. Dari pengamatan epidemiologis,
klinis dan laboratoris muncul teori infeksi sekunder oleh virus lain berurutan, teori antigen
antibodi dan aktivasi komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing
antibody kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T.1

Gambar 1. Teori secondary heterologous infection2


5

Diantara teori-teori dan hipotesis patofisiologi infeksi dengue, teori enhancing antibody dan teori
virulensi virus merupakan teori yang paling penting untuk dipahami.
Teori secondary heterologous infection, dimana infeksi kedua dari serotipe berbeda dapat memicu
DBD berat, berdasarkan data epidemiologi dan hasil laboratorium hanya berlaku pada anak berumur
diatas 1 tahun. Pada pemeriksaan uji HI, DBD berat pada anak dibawah 1 tahun ternyata merupakan
infeksi primer. Gejala klinis terjadi akibat adanya Ig G anti dengue dari ibu. Dari observasi ini, diduga
kuat adanya antibodi virus dengue dan sel T memori berperan penting dalam patofisiologi DBD.2

Teori enhancing antibody/ the immune enhancement theory


Dasar imunopatologi DBD/DSS akibat adanya antibodi non-neutralisasi heterotrpik selama perjalanan
infeksi sekunder yang menyebabkan peningkatan jumlah sel mononuklear yang terinfeksi virus dengue.
Berdasarkan data epuidemiologi dan studi in vitro, teori ini saat ini dikenal sebagai antibody dependent
enhancement (ADE) yang dianut untuk menjelaskan patogenesis DBD/DSS. 2
Antibodi Ig G yang terbentuk dari infeksi dengue terdiri dari:
1.
2.

Antibodi yang menghambat replikasi virus (antibodi netralisasi)


Antibodi yang memacu replikasi virus dalam monosit (infection enhancing antibody).

Antibodi non netralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan kompleks imun
infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi virus
dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika
kompleks antibodi non netralisasi dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi,
internalisasi dan akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi
non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih berat. 2

Gambar 2. Teori secondary heterologous infection

Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
6

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)


4. Dengue Shock Syndrome (DSS).

Gambar 3. Siklus transmisi demam dengue/ demam berdarah dengue.1

Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi ; nyeri kepala,
nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya
mendadak dengan adanya trias yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 1
o

Demam : suhu tubuh biasanya mencapai 39 C sampai 40 C dan demam bersifat bifasik yang
berlangsung sekitar 5-7 hari.
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak merah yang menyebar dapat terlihat pada wajah,
leher dan dada selama separuh pertama periode demam dan kemungkinan makulopapular maupun
menyerupai demam skalartina yang muncul pada hari ke 3 atau ke 4. Ruam timbul pada 6-12 jam
sebelum suhu naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari.

Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk,
epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal
sebagai Castelanis sign yang patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.
Pada pemeriksaan laboratorium selama DD akut ialah sebagai berikut

Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian leukopeni hingga

periode demam berakhir


Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme pembekuaan darah.

Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni


Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat

Demam Berdarah Dengue


Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4 manifestasi klinis
yaitu.1
- Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari
- Perdarahan terutama perdarahan kulit, minimal uji torniqet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain (petekia, purpura, ekimosis, epistaksis dan perdarahan gusi)
- Hepatomegali

Kegagalan peredaran darah (circulatory failure). Syok yang di tandai oleh nadi lemah dan cepat
di sertai tekanan nadi menurun 20 mmHg, tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80
mmHg).
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat

pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila sering kali ditemukan
pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran
pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm dibawah tepi
rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan penyakit tetapi hepatomegali sering
ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik. 1

Tabel 1. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue.1

Pada laboratorium dapat di temukan trombositopenia ( 100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang


dapat diihat dari peningkatan nilai hematokrit 20 % di bandingkan dengan nilai hematokrit pada masa
sebeum sakit atau masa konvalesen.3

Gambar 4. Kurva suhu pada demam berdarah dengue.2

Dengue Shock Syndrome


Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat,
tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan lembab dan pasien tampak
gelisah.1

Gambar 5. Kelainan utama pada DBD, gambaran skematis kebocoran plasma pada DBD.3
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum infeksi dengue yang
lain.

Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda laboratoris yaitu

trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium tersebut harus ada) dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan serologi.
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat. 1
9

Derajat I

: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji
tourniqet positif .

Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan ata perdarahan lain.
Derajat III : Ditemkannya tanda kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
( 20 mmHg) atau hipotensi disertai klit dingin, lembab dan pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu ditemukan pada DBD.
Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi
sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan

oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.2


2.
Pemeriksaan rontgen dada
Pencitraan dengan foto paru dapat menunjukan adanya efusi pleura dan pengalaman menunjukkan
bahwa posisi lateral dekubitus kanan lebih baik dalam mendeteksi cairan. 2
3. Pencitraan Ultrasonografis
Pemeriksaan USG dapat pula dipakai sebagai alat diagnostik bantu untuk meramalkan kemungkinan
penyakit yang lebih berat misalnya dengan melihat penebalan dinding kandung empedu dan penebalan
pancreas.2
4. Pemeriksaan Serologi.
Ada beberapa uji serologi yang dapat dilakukan yaitu :
- Uji fiksasi komplemen
- Uji Elisa Anti Dengue Ig M
- Tes Dengue Blot.
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan

Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki sirkulasi dan
mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID). Berikut adalah
bagan paduan terapi DBD.4

10

11

12

13

Kriteria memulangkan pasien.1


1. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Tampak perbaikan secara klinis
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah syok teratasi
6. Jumlah trombosit diatas 50.000/ml

7. Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis)
Demam Chikungunya
14

Definisi
Demam chikungunya adalah suatu penyakit infeksi virus akut yang di tandai dengan sekumpulan
gejala yang mirip dengan gejala infeksi virus dengue, yaitu demam mendadak, artralgia, ruam
makulopapular dan leucopenia. Istilah lain untuk demam ini adalah knokket, koorts, abu rokab, mal de
genoux, dengue, dyenga dan demam tiga hari. Dalam bahasa Swahili, chikungunya artinya terikat , yang
dalam hal ini berkaitan dengan kejang urat yang merupakan suatu tanda dari artralgia. 1
Etiologi dan Transmisi
Penyakit chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), suatu arthopoda borne
virus (arbovirus) termasuk jenis alpha virus dan famili dari Togaviridae, pada umumnya di sebarluaskan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus, yang dibuktikan dengan menggunakan test
antigenik hemaglutinasi inhibisi (HI) dan complemen fixation (CF) test. Virus ini memiliki pembungkus
yang mengandung lipid dengan tonjolan halus. Virus ini memiliki genom single strainded RNA mereka
mempunya koefisiensi sedimentasi 46 dan mempunyai berat mulekul 4,2 x 10 6 dalton. . Hampir semua
infeksi chikungunya pada manusia terjadi pada daerah yang merupakan habitat Aedes aegypti. Infeksi
paling tinggi terjadi pada wanita dan anak pada siang hari. Pada penelitian Aedes aegypti di laboratorium
mengemukakan bahwa adanya transmisi secara mekanik. Viremia pada manusia mungkin setinggi dosis
infeksi 108/L.1
Gambaran klinis
Infeksi virus chikungunya pada anak dapat terjadi tanpa gejala. Adapun gejala klinis yang sering
di jumpai pada anak umumnya berupa demam tinggi mendadak selama 1-6 hari, di sertai dengan sakit
kepala, fotofobia ringan, mialgia dan artragia yang melibatkan berbagai sendi, serta dapat pula disertai
anoreksia, mual dan muntah. Nyeri sendi merupakan keluhan yang menonjol dan dapat menjadi persisten.
Pada kulit sering ditemukan adanya petekiae atau ruam makulapapular pada tubuh dan ekstremitas yang
dapat terjadi segera setelah demam. Pada saat ini sering terjadi limfadenopati hebat. Demam pada
umumnya akan mereda setelah 2 hari, namun keluhan lain seperti nyeri sendi, sakit kepala dan insomnia,
pada sebagian besar kasus akan menetap 5-7 hari. 1
Infeksi chikungunya lebih cepat durasinya dibandingkan dengan dengue, hampir 50% anak
dengan chikungunya mengalami demam yang berakhir dalam 72 jam setelah onset, sedangkan median
lamanya penyakit demam dengue 2 hari lebih lama. Ruam makulopapular terminal, artralgia atau artritis
dan injeksi konjungtiva lebih umum pada chikungunya dibandingkan dengan dengue. Syok dilaporkan
jarang terjadi pada chikungunya. 5
Pada bayi, secara tipikal penyakit dimulai dengan adanya demam yang mendadak, diikuti kulit
yang merah. Kejang demam dapat terjadi pada sepertiga pasien. Setelah 3-5 hari demam, timbul ruam
makulopapular minimal dan limfadenopati, injeksi konjungtiva, pembengkakan kelopak mata, faringitis
dan gejala-gejala serta tanda-tanda dari penyakit traktus respiratorius bagian atas umum terjadi, tidak ada
enantema. Beberapa bayi mengalami kurva demam bifasik. Arthralgia mungkin sangat hebat, walaupun
hal tersebut jarang tampak.6
Diagnosis
Diagnosis chikungunya saat ini umumnya dapat dilakukan dengan uji laboratorium tetapi infeksi
CHIK sudah harus dipikirkan bilamana terjadi wabah penyakit dengan tiga gejala (trias) utama yaitu
demam, adanya ruam (rash) dan manifestasi reumatik. Diagnosis juga ditegakkan dari pemeriksaan
serologi yang terlihat dari peningkatan antibody yang signifikan setelah timbulnya penyakit. Sampel
15

serum yang diambil sampai dengan hari ke-5 dari onset demam tidak akan mengandung HI, CF dan
neutralizing antibody. Neutralizing dan HI antibodi umumnya terjadi pada sampel yang dikumpulkan 2
minggu atau setelah onset demam. Complement fixing antibody berkembang lebih lambat. Isolasi virus
dilakukan dengan inokulasi serum fase akut atau materi intraserebri yang mencurigakan pada tikus usia 1
atau 2 hari atau kultur jaringan. Pada pasasi awal, kematian dapat terjadi dalam waktu 2-5 hari setelah
inokulasi. Sel vero dan tikus yang menyusui sama-sama efektif untuk isolasi primer.1,6
Terapi
Pada umumnya pengobatan bersifat surportif. Tirah baring dianjurkan selama masa demam.
Antipiretik atau kompres digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh dibawah 40 oC (104oF). analgesik
atau sedasi ringan mungkin diperlukan untuk mengendalikan nyeri. Karena pengaruhnya pada hemostasis,
aspirin (asam salisilat) tidak boleh digunakan. Analgesic dan sedatif ringan mungkin diperlukan untuk
mengurangi rasa sakit. Artristis setelah sakit mungkin memerlukan rasa sakit. Artritis setelah sakit
mungkin memerlukan terapi dengan obat anti radang dan fisioterapi. 7
Kejang demam dapat diterapi dengan fenobarbital yang diberikan secara intravena atau oral dan
diteruskan sampai temperature normal. Kejang yang berulang atau hebat mungkin menunjukkan respons
terhadap diazepam intravena. Penggantian cairan dan eleketrolit diperlukan bila ada deficit yang
disebabkan oleh keringat, puasa, haus, muntah dan diare. 8
MALARIA
Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu atau lebih
spesies Plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermiten, anemia, dan hepato-splenomegali.
Untuk memastikan diagnosis diperlukan pemeriksaan darah tepi (apusan tebal atau tipis) untuk
konfirmasi adanya parasit Plasmodium.1
Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Pada manusia plasmodium terdiri dari
4 spesies, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale. Plasmodium falciparum merupakan penyakit infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian.
Keempat spesies Plasmodium yang terdapat di Indonesia yaitu Plasmodium falciparum yang
menyebabkan malaria tropical, Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium
malariae yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale.
Seorang dapat terinfeksi lebih dari satu jenis Plasmodium, dikenal sebagai infeksi campuran/majemuk
(mixed infection).1

Daur Hidup Plasmodium

16

Gambar 6. Daur Hidup Plasmodium.9


Transmisi
Malaria dapat ditularkan melalui dua cara yaitu cara alamiah dan bukan alamiah. 1,9
1. Penularan secara alamiah (natural infection), melalui gigitan nyamuk Anopheles.
2. Penularan bukan alamiah, dapat dibagi menurut cara penularannya, yaitu:
a. Malaria bawaan (kongenital), disebabkan adanya kelainan pada sawar plasenta sehingga tidak ada
penghalang infeksi dari ibu kepada bayi yang dikandungnya.
b. Penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah atau jarum suntik.
c. Penularan secara oral, pernah dibuktikan pada ayam (Plasmodium gallinasium), burung dara
(Plasmodium relection) dan monyet (Plasmodium knowlesi).
Patologi
Pada infeksi malaria, limpa akan membesar, mengalami pembendungan dan pigmentasi sehingga
mudah pecah, pembesaran limpa pada malaria kronis biasanya dijumpai bersama dengan peningkatan
kadar IgM. Pada malaria kronis terjadi hiperplasi dari reticulum disertai peningkatan makrofag. Pada
malaria juga terjadi pembesaran hepar, sel Kupffer seperti sel dalam sistem retikuloendotelial terlibat
dalam respon fagositosis. Sebagai akibatnya hati menjadi berwarna kecoklatan agak kelabu atau
kehitaman. Hepatomegali dengan infiltrasi sel mononukleus merupakan bagian dari sindrom pembesaran
hati di daerah tropis. Nekrosis sentrilobulus terjadi pada syok. 1
Organ lain yang sering diserang oleh malaria adalah otak dan ginjal. Pada malaria serebral, otak
berwarna kelabu akibat pigmen malaria, sering disertai edema dan hiperemis. Perdarahan berbentuk
petekia terbesar pada substansi putih otak dan dapat menyebar sampai ke sumsum tulang belakang. Pada
pemeriksaan mikroskopik, sebagian besar dari pembuluh darah kecil dan menengah dapat terisi eritrosit
yang telah mengandung parasit dan dapat dijumpai bekuan fibrin, dan terdapat reaksi selular pada ruang
perivaskular yang luas.1
Pada ginjal selain terjadi pewarnaan oleh pigmen malaria juga dijumpai salah satu atau dua
proses patologis yaitu nekrosis tubulus akut dan/atau membranoproliverative glomerulonephritis.
Nekrosis tubulus akut dapat terjadi bersama dengan hemolisis masif dan hemoglobinuria pada black
water fever tetapi dapat juga terjadi tanpa hemolisis, akibat berkurangnya aliran darah karena
17

hipovolemia dan hiperviskositas darah. Plasmodium falciparum menyebabkan nefritis sedangkan


Plasmodium malariae menyebabkan glomerulonefritis kronik dan sindrom nefrotik. 10
Patofisiologi
Gejala malaria timbul saat pecahnya eritrosit yang mengandung parasit. Gejala yang paling
mencolok adalah demam yang diduga disebabkan oleh pirogen endogen, yaitu TNF dan interleukin-1.
Akibat demam terjadi vasodilatasi perifer yang mungkin disebabkan oleh bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh parasit. Pembesaran limpa disebabkan oleh terjadinya peningkatan jumlah eritrosit yang
terinfeksi parasit, teraktivasinya sistem retikuloendotelial untuk memfagositosis eritrosit yang terinfeksi
parasit dan sisa eritrosit akibat hemolisis. Juga terjadi penurunan jumlah trombosit dan leukosit neutrofi.
Terjadinya kongesti pada organ lain meningkatkan resiko terjadinya rupture limpa. 1
Anemia terutama disebabkan oleh pecahnya eritrosit dan difagositosis oleh sistem
retikuloendotelial. Hebatnya hemolisis tergantung pada jenis Plasmodium dan status imunitas pejamu.
Anemia juga disebabkan oleh hemolisis autoimun, sekuestrasi oleh limpa pada eritosit yang terinfeksi
maupun yang normal, dan gangguan eritropoiesis. Pada hemolisis berat dapat terjadi hemoglobinuria dan
hemoglobinemia. Hiperkalemia dan hiperbilirubinemia juga sering ditemukan. 1,10
Kelainan patologik pembuluh darah kapiler pada malaria tropika, disebabkan karena sel darah
merah yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket, sehingga perjalanannya dalam kapiler terganggu dan
mudah melekat pada endotel kapiler karena adanya penonjolan membrane eritrosit. Setelah terjadi
penumpukan sel dan bahan pecahan sel, maka aliran kapiler terhambat dan timbul hipoksi jaringan,
terjadi gangguan pada integritas kapiler dan dapat perembesan cairan bahkan perdarahan ke jaringan
sekitarnya. Rangkaian kelainan patologis ini dapat menimbulkan manifestasi klinis sebagai malaria
serebral, edema paru, gagal ginjal dan malabsorpsi usus. 1
Pertahanan tubuh individu terhadap malaria dapat berupa faktor yang diturunkan maupun yang
didapat. Pertahanan terhadap malaria yang diturunkan terutama penting untuk melindungi anak kecil/bayi
karena sifat khusus eritrosit yang relative resisten terhadap masuk dan berkembang-biaknya parasit
malaria. Masuknya parasit tergantung pada interaksi antara organel spesifik pada merozoit dan struktur
khusus pada permukaan eritrosit. Sebagai contoh eritrosit yang mengandung glikoprotein A penting untuk
masuknya Plasmodium falciparum. Individu yang tidak mempunyai resistensi alamiah terhadap
Plasmodium vivax; spesies ini mungkin memerlukan protein pada permukaan sel yang spesifik untuk
dapat masuk ke dalam eritrosit. Resistensi relatif yang diturunkan pada individu dengan HbS terhadap
malaria telah lama diketahui dan pada kenyataannya terbatas pada daerah endemis malaria. Seleksi yang
sama juga dijumpai pada hemoglobinopati tipe lain, kelainan genetic tertentu dari eritrosit, thalasemia,
defisiensi enzim G6PD dan defisiensi pirufatkinase. Masing-masing kelainan ini menyebabkan resistensi
membrane eritrosit atau keadaan sitoplasma yang menghambat pertumbuhan parasit. 1
Pada individu dengan malaria dapat dijumpai hipergamaglobulinemia poliklonal, yang
merupakan suatu antibody spesifik yang diproduksi untuk melengkapi beberapa aktivitas opsonin
terhadap eritrosit yang terinfeksi, tetapi proteksi ini tidak lengkap dan hanya bersifat sementara bilamana
tanpa disertai infeksi ulangan. Tendensi malaria untuk menginduksi imunosupresi, dapat diterangkan
sebagian oleh tidak adekuatnya respon ini. Antigen yang heterogen terhadap Plasmodium mungkin juga
merupakan salah satu faktor. Monosit/makrofag merupakan partisipan selular yang terpenting dalam
fagositosis eritrosit yang terinfeksi.1

18

Manifestasi Klinis
Secara klinis, gejala malaria infeksi tunggal pada pasien non-imun terdiri atas beberapa serangan
demam dengan interval tertentu (paroksisme), yang diselingi oleh suatu periode (periode laten) bebas
demam. Sebelum demam pasien biasanya merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual atau
muntah. Pada pasien dengan infeksi majemuk/campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium atau satu jenis
Plasmodium tetapi infeksi berulang dalam waktu berbeda), maka serangan demam terus menerus (tanpa
interval). Pada anak di bawah umur lima tahun, stadium dingin seringkali bermanifestasi sebagai kejang.
Serangan demam yang pertama didahului oleh masa inkubasi (intrinsik). Setelah lewat masa inkubasi,
pada anak besar dan orang dewasa timbul gejala demam yang terbagi dalam tiga stadium. 10
a. Stadium dingin
Stadium ini diawali dengan gejala menggigil atau perasaan yang sangat dingin. Gigi gemeretak
dan pasien biasanya menutupi tubuhnya dengan segala macam pakaian dan selimut yang tersedia. Nadi
cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat atau sianosis, kulit kering dan pucat, pasien mungkin muntah
dan pada anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. 1,10
b. Stadium demam
Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini pasien merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering
dan terasa sangat panas seperti terbakar, nyeri kepala, seringkali terjadi mual dan muntah, nadi menjadi
kuat lagi. Biasanya pasien menjadi sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41 oC atau lebih.
Stadium ini berlangsung antara 2-12 jam. Pada Plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap
hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam.1,10
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini pasien berkeringat banyak sekali, tempat tidurnya basah, kemudian suhu badan menurun
dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal. 1
Gejala klinis yang berat biasanya terjadi malaria tropika berupa koma, kejang sampai gangguan
fungsi ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh malaria jenis ini. Black water fever yang
merupakan komplikasi berat, adalah munculnya hemoglobin pada urin sehingga menyebabkan warna urin
berwarna tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah berwarna seperti
empedu. Black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi Plasmodium
falciparum berulang dengan infeksi yang cukup berat.10
Malaria berat
Malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum stadium aseksual.
Malaria dengan disertai satu atau lebih kelainan seperti tertera di bawah ini merupakan malaria berat,
antara lain.1
Malaria serebral dengan kesadaran menurun (delirium, stupor, koma)
Anemia berat, kadar hemoglobin 5g/dl
Dehidrasi, gangguan asam basa (asidosis metabolik) dan gangguan elektrolit
Hipoglikemia berat
Gagal ginjal
Edema paru akut
Kegagalan sirkulasi (Algid malaria)
Kecenderungan terjadi pendarahan
Hiperpireksia/hiperthermia
Hemoglobinuria/Black water fever
19

Ikterus
Hiperparasitemia

Gambaran Laboratorium.10
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronis kadar hemoglobin <7 g/dl
Penurunan hemoglobin terjadi dengan cepat.
Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromatosis dan bintik-bintik
basofilik yang menyerupai anemia pernisiosa.
Trombositopenia
Hiperbilirubinemia >3mg% dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya
transaminase, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun.
Hipoglikemi,
Gagal ginjal, kadar kreatinin serum >3 g/dl dan diuresis <400 ml/24jam
Pemeriksaan hapus darah tepi:
Tebal: ada tidaknya Plasmodium
Tipis: identifikasi spesies Plasmodium/tingkat parasitemia
Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit
yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebah terutama dijumpai
parasit muda bentuk cincin (ring form). Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis,
gametositnya berbentuk pisang dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal
dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain yang dewasa
(stars in the sky), terdapat balon merah disisi luar gametosit. 1,10
Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan
tipis maupun tetes tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai
skizon. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah
membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid. Pada sediaan darah
tebal dijumpai sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang) dan bayangan
merah di sisi luar gametosit.1,10
Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan hapus darah
perifer tipis maupun tetes tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Parasit pada sediaan darah
tepi tipis berbentuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros (rossete form), tropozoit
kecil bulat dan kompak berisi pigmen yang menumpuk, kadang-kadang menutupi sitoplasma/inti atau
keduanya.1,10
Diagnosis
Pada daerah endemis diagnosis malaria tidak sulit, biasanya diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala serta tanda klinis. Diagnosis malaria merupakan hasil pertimbangan klinis dan tidak selalu disertai
hasil laboratorium oleh karena beberapa kendala pada pemeriksaan laboratorium. Di lain pihak, dapat saja
tidak ditemukan parasit pada pemeriksaan darah pada anak yang sedang sakit malaria. Maka untuk
menemukan parasit di dalam darah harus diperhatikan waktu pengambilan spesimen darah dan apakah
pasien sedan minum obat antimalaria (yang akan mengurangi kemungkinan ditemukannya parasit).
Pemeriksaan hapusan darah tepi tipis dengan pewarnaan Giemsa dan tetes tebal merupakan
metode yang baik untuk diagnosis malaria. Pada pemeriksaan hapusan darah tepi dapat dijumpai
trombositopenia dan leukositosis. Peningkatan kadar ureum, kreatinin, bilirubin dan enzim seperti
aminotransferase dan 5-nukleotidase. Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adalah IFA
20

(indirect fluorescent antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay). Kegunaan tes serologis untuk diagnosis malaria akut sangat terbatas, karena baru
akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. Jadi sampai saat ini tes serologi
merupakan cara terbaik untuk studi epidemiologi. Pada daerah endemis atau pernah endemis, tes serologi
berguna sebagai berikut.1
1) Menentukan berapa lama endemisitas berlangsung,
2) Menentukan perubahan derajat transmisi malaria,
3) Menentukan daerah malaria dan fokus transmisi.
Sedangkan di daerah non endemis, tes serologi digunakan untuk:
1) Skrining donor darah,
2) Menyingkirkan diagnosis malaria pada kasus demam sedangkan pada pemeriksaan darah tidak
ditemukan parasit,
3) Menentukan kasus dan mengidentifikasi spesies parasit malaria bila cara lain tidak berhasil.
Teknik diagnostik lainnya adalah pemeriksaan QBC (quantitative buffy coat), dengan
menggunakan tabung kapiler dan pulasan jingga akridin kemudian diperiksa di bawah mikroskop
fluoresens. Teknik mutakhir lain yang dikembangkan saat ini menggunakan pelacak DNA probe untuk
mendeteksi antigen.10
Penatalaksaan
Untuk semua spesies Plasmodium, kecuali P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin. 11
Klorokuin sulfat oral, 25 mg/kgbb terbagi dalam 3 hari yaitu 10 mg/kgbb pada hari ke-1 dan 2,
serta 5 mg/kgbb pada hari ke-3
Kina dihidroklorid intravena 1mg garam/kgbb/dosis dalam 10 cc/kgbb larutan dekstrosa 5%
atau larutan NaCl 0,9%, diberikan per infus dalam 4 jam, diulangi tiap 8 jam dengan dosis
yang sama sampai terapi oral dapat dimulai. Keseluruhan pemberian obat adalah 7 hari dengan
dosis total 21 kali.
Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin. 11
Kuinin sulfat oral 10 mg/kgbb/dosis, 3 kali sehari, selama 7 hari. Dosis untuk bayi adalah 10
mg/umur dalam bulan dibagi 3 bagian selama 7 hari.
Ditambah Tetrasiklin oral 5 mg/kgbb/kali, 4 kali sehari selama 7 hari (maks. 4x250 mg/hari)
Regimen alternatif.11
Kuinin sulfat oral
Kuinin dihidroklorid intravena ditambah Pirimetamin sulfadoksin (fansidar) oral
Pencegahan relaps.11
Primakuin fosfat oral
Malaria falciparum: 0,5-0,75 mg basa/kgbb, dosis tunggal, pada hari pertama pengobatan
Malaria vivax, malariae, dan ovale: 0,25 mg/kgbb, dosis tunggal selama 5 14
Suportif.11
a. Pemberian cairan, nutrisi, transfusi darah
b. Penuhi kebutuhan volume cairan intravaskular dan jaringan denganpemberian oral atau parenteral
c. Pelihara keadaan nutrisi
21

d. Transfusi darah pack red cell 10 ml/kgbb atau whole blood 20 ml/kgbb apabila anemia dengan Hb
<7,1g/dl
e. Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai
f. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
g. Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang CVP. Dialisis peritoneal dilakukan
pada gagal ginjal
h. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu berikan oksigen
i. Apabila terjadi gagal napas perlu pemasangan ventilator mekanik (bila mungkin)
j. Pertahankan kadar gula darah normal
INFEKSI VIRUS ZIKA
Definisi
Infeksi virus Zika adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang disebabkan oleh virus Zika
( ZIKV), flavivirus dari keluarga Flaviviridae. 12
Etiologi dan Transmisi
Virus Zika merupakan spesies virus dari familia flaviviridae genus flavivirus yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes aegypti yang juga dikenal sebagai vektor DBD dan Chikungunya. Nyamuk tersebut
hidup di genangan air bersih di wilayah tropis pada saat pergantian musim hujan dari musim kemarau.
Kedua nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus telah terlibat dalam wabah besar virus Zika. Ae. aegypti
terbatas pada daerah tropis dan sub-tropis, sedangkan Ae. albopictus dapat ditemukan di daerah tropis,
sub-tropis dan subtropis.13 Transmisi melalui ;
Gigitan nyamuk. Nyamuk yang menyebarkan chikungunya, demam berdarah, dan Zika lebih
agresif menggigit di siang hari.
Melalui kontak seksual
Penularan dari ibu ke anak
Penularan dari transfusi darah

Patofisiologi
Informasi mengenai patogenesis ZIKV masih sedikit, flavivirus yang ditularkan oleh nyamuk
diduga bereplikasi di sel dendritik dekat lokasi inokulasi kemudian menyebar ke kelenjar getah bening
dan aliran darah. Meskipun replikasi flavivirus diduga terjadi dalam sitoplasma sel, antigen ZIKV dapat
ditemukan dalam inti sel yang terinfeksi. Untuk saat ini, ZIKV telah terdeteksi dalam darah manusia pada
awal onset penyakit, asam nukleat virus masih terdeteksi hingga akhir hari ke 11 setelah gejala klinis. 13
Gejala dan Tanda
Infeksi virus Zika umumnya tidak bergejala. Sekitar satu dari empat orang yang terinfeksi
ZIKV akan menimbulkan gejala. Gejala berkembang setelah gigitan oleh nyamuk Zika terinfeksi dengan
masa inkubasi diperkirakan dua sampai tujuh hari, mirip dengan flavivirus lainnya. 13
a. Gejala klinis utama pada pasien sebagai berikut :
b. demam ringan (<38,5 C),
c. ruam makulopapular yang sering dimulai pada wajah dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh
(durasi 2 sampai 14 hari),
d. arthralgia (durasi 1 sampai 14 hari),
e. hiperemis konjungtiva atau bilateral konjungtivitis nonpurulen

22

f.

gejala umum nonspesifik seperti mialgia, asthenia, sakit kepala, nyeri retro-orbital, vertigo,

dan muntah.
g. Gejala infeksi Zika umumnya ringan dan sembuh sendiri dalam seminggu
Hasil laboratorium beberapa kasus menunjukkan transient leukopenia dan dalam beberapa
kasus bisa trombositopenia. Kadar Aspartat Serum Aminotransferase (AST) dan Alanine
Aminotransferase (ALT) bisa normal dan kadang meningkat.14

Diagnosis
Diagnosis infeksi ditegakkan dengan RT-PCR selama minggu pertama sakit; viremia telah
dibuktikan dari hari 0-11 setelah onset gejala. Uji serologi (IgM dengan Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay) dapat mendeteksi virus, meskipun dengue dapat menyebabkan hasil positif palsu. Oleh karena itu,
hasil positif harus dikonfirmasi oleh Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT). Virus Zika juga dapat
dideteksi dalam air liur dan urine. . Kesulitan diagnosis bila terjadi koinfeksi dengan dengue (terbukti) dan
Chikungunya (potensial).14
Berdasarkan rekomendasi Pan American Health Organization/World Health Organization
(PAHO/WHO), pasien dikatakan Suspek Penyakit Virus Zika bila Pasien dengan ruam atau suhu tubuh
meningkat (> 37,2 C) dengan satu atau lebih dari gejala berikut (menyingkirkan kondisi medis lain).12
1. Artralgia atau mialgia
2. Non-purulen konjungtivitis dan hiperemia konjungtiva
3. Sakit kepala atau malaise
Kemudian dikonfirmasi dengan laboratorium. Dipertimbangkan infeksi virus Zika pada pelancong, bila
muncul gejala di atas selama atau dalam waktu dua minggu dari daerah dengan yang sedang berlangsung
transmisi virus Zika.
Penatalaksaan
Penanganan utama virus Zika saat ini adalah pencegahan. Penyakit virus Zika biasanya relatif
ringan dan tidak memerlukan pengobatan khusus. Berikut rekomendasi PAHO/WHO (Oktober 2015).15
1. Tidak ada vaksin atau pengobatan khusus untuk infeksi virus Zika. Oleh karena itu, pengobatan
diarahkan untuk menghilangkan gejala.
2. Pengobatan simtomatik dan suportif, termasuk istirahat dan penggunaan acetaminophen atau
parasetamol untuk meredakan demam. Penggunaan antihistamin untuk mengontrol pruritus yang
biasanya berhubungan dengan ruam makulopapular dapat diberikan.
3. Penggunaan aspirin tidak disarankan karena resiko pendarahan dan berkembang ke sindrom Reye
pada anak-anak yang kurang dari 12 tahun. Penggunaan obat-obatan Non Steroid Anti Inflammation
Drugs (NSAID) tidak disarankan.
Pasien harus dianjurkan untuk minum banyak cairan untuk mengisi cairan yang hilang dari berkeringat,
muntah dan Insensible water loss lainnya.
Penyulit Infeksi Virus Zika.14

1. Mikrosefali
2. Guillain-Barr syndrome (GBS)
23

Gambar 7. Mikrosefalus

BAB III
KESIMPULAN
Dari seluruh gambaran penyakit infeksi mempunyai khas satu dengan lainnya,
kita dapat membedakan masing-masing penyakit dengan melihat dari gejala prodromal,
karakteristik dan manifestasi klinis yang khas. Untuk diagnosis banding dengan penyakit infeksi
yang di transmisikan oleh nyamuk lainnya didasarkan pada riwayat penyakit, bentuk gejala

24

prodromal, gambaran klinis, adanya tanda patognomonik atau tanda lainnya, uji diagnostik
laboratorium.

Tugas
Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis
sign yang patognomonik.1 Castelanis berasal dari nama penemunya. Demam Berdarah Limfadenopati
adalah peradangan dan pembesaran kelenjar getah bening pada penyakit demam Berdarah, yang
disebabkan oleh virus. Demam Berdarah umumnya endemik daerah tropis dan subtropis tertentu di dunia
seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat Kepulauan, kawasan Karibia, Amerika Tengah dan Selatan, Australia,
dan Afrika.16

25

Demam Berdarah Limfadenopati adalah penyakit vektor ditularkan oleh gigitan nyamuk. Hal ini
dapat mempengaruhi orang dari segala usia, baik laki-laki atau perempuan. Mayoritas orang yang
terinfeksi tidak menunjukkan tanda-tanda atau gejala. Tanda-tanda dan gejala Demam Berdarah
Limfadenopati termasuk pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri. Seringkali, pangkal paha
dan kepala dan leher kelenjar getah bening yang terlibat. Pengobatan didasarkan pada gejala dan mungkin
termasuk istirahat yang cukup dan obat-obatan. Prognosis Demam Berdarah Limfadenopati umumnya
tergantung pada tingkat keparahan dari tanda-tanda yang mendasari dan gejala akibat infeksi Demam
Berdarah. Tanda-tanda dan gejala Demam Berdarah Limfadenopati dapat mencakup. 16
Limfadenopati atau pembesaran kelenjar getah bening yang lebih sering terlihat di inguinal
(selangkangan) dan daerah leher (servikal).
o kelenjar getah bening tubuh lainnya juga dapat terpengaruh.
o Pembesaran kelenjar getah bening tidak disertai rasa nyeri.
o

Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh seseorang.
Kelenjar getah bening yang ada di seluruh tubuh, biasanya dalam kelompok. Pada orang dewasa
yang sehat normal, seseorang tidak bisa merasakan (melihat atau menyentuh) kelenjar getah
bening dengan mudah. Namun, jika ada pembesaran kelenjar getah bening, mereka bisa
merasakan baik oleh individu sendiri atau oleh penyedia layanan kesehatan. Pembesaran kelenjar
getah bening dapat terjadi bisa pada kondisi jinak dan ganas. Oleh karena itu, penyebab kelenjar
getah bening membesar harus dievaluasi. Dalam sebagian besar individu, pembengkakan
kelenjar getah bening disebabkan oleh proses jinak seperti peradangan atau infeksi. Dalam
banyak kasus, pembengkakan kelenjar getah bening adalah bagian dari tanda-tanda dan gejala
lainnya.16

Daftar Pustaka
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi
ke-2. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2015. h. 155-180, 226-233, 408435.
2. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam : Hadinegoro SRS, Satari
HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis
Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2004.h.32-43
26

3. Pudjianto S, Setiabudy RD, Nainggolan L, Setiabudy R. Prothrombin fragment 1.2 (F1.2) in


relation with plasma leakage and thrombocytopenia in dengue infection. Vol. 7, No. 1. Jakarta :
Health Science Journal of Indonesia ; 2016. h. 37-43.
4. Pdjiadi AH, Hegar B, Handryastuti. Pedoman pelayanan medis. Jilid I. Jakarta : Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2009. h. 146-149.
5. Maha MS, Subangkit. Manifestasi klinis infeksi virus chikungunya pada kejadian luar biasa di
indonesia. Volume ke-3. Jakarta : Jurnal Biotek Medisiana Indonesia ; 2014. h. 11-16
6. Sucipto PT, Raharjo M, Nurjazuli. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit
chikungnya Di Kabupaten Semarang. Vol. 14 No. 2. Semarang : Jurnal Kesehatan Lingkungan
Indonesia ; 2015. h. 51-56
7. Suriptiastuti. Re-emergensi chikungunya ; epidemiologi dan peran vektor pada penyebaran
penyakit. Vol.26 - No.2. Jakarta : Universa Medicina ; 2007. h. 101-110
8. Chandra W, Jati WNA, Sidharta BBR. Uji toksisitas isolat Bacillus thuringiensis. Yogyakarta :
Universa Medicina ;2015. h. 1-9
9. Inayaturrahman, Sunarya IMG, Darmawiguna IGM. Pengembangan Sistem Klasifikasi Stadium
Malaria Plasmodium falciparum pada Citra Mikroskopis Sel Darah Menggunakan Multi Layer
Perceptron.Volume 5, Nomor 1. Jakarta : Kumpulan Artikel Mahasiswa Pendidikan Teknik
Informatika ; 2016.
10. Permata E, Purnama IKE, Purnomo MH. Klasifikasi Jenis dan Fase Parasit Malaria Plasmodium
Falciparum dan Plasmodium Vivax Dalam Sel Darah Merah Menggunakan Support Vector
Machine. Volume 1, No. 2. Jakarta : SETRUM ; 2012. h. 1-8
11. Liwan AS. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak. Vol. 42 no. 6.
Jakarta : CDK ; 2015. h. 425-429
12. Mitchell C. PAHO WHO | Zika Epidemiological Update 20 sept 2016 [Internet]. Pan American
Health Organization / World Health Organization. 2016 [cited 20 sept 2016]. Available
http://www.paho.org/hq/index.php?
option=com_content&view=article&id=11599&Itemid=41691&lang=en
13. Yuningsih R. Mewaspadai ancaman virus zika di indonesia. 1st ed. Jakarta: Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI; 2016 [cited 24 Sept 2016]. Available from:
http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-VIII-3-I-P3DI-Februari2016-82.pdf
14. Pan American Health Organization. Epidemiological Update: Zika virus infection, 19 sept 2016.
PAHO. 2016. Diambil dari :http://www.paho.org/hq/
index.php?option=com_docman&task=doc_view&Itemid=270&gid=32021&lang=e
15. Aryal S. Zika Virus- Structure, Genome, Symptoms, Transmission, Pathogenesis, Diagnosis.
Online Microbiology Notes; 2016. Diambil dari: http://www.microbiologyinfo.com/zika-virusstructure-genome-symptoms transmission-pathogenesis-diagnosis
16. Dengue Fever Lymphadenopathy. Last updated May 2, 2016. Di ambil dari :
http://www.dovemed.com/diseases-conditions/dengue-fever-lymphadenopathy/

27

Anda mungkin juga menyukai